Anda di halaman 1dari 42

STUDI AWAL PEMBUATAN DETEKTOR PARTIKEL JENIS

MULTIWIRE CHAMBER UNTUK MENDETEKSI SINAR KOSMIK

USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menempuh Ujian Akhir


Tingkat Sarjana pada Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran

AHMAD HIDAYAT

140310150020

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.1 Identifikasi Masalah ................................................................................. 5
1.2. Batasan Masalah ....................................................................................... 5
1.3. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
Bab II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................7
2.1. Sinar Kosmik ............................................................................................ 7
2.2. Partikel Muon ........................................................................................... 9
2.3. Partikel Elememter ................................................................................... 9
2.4. Multiproporsional Wire Chamber .......................................................... 11
2.4.1. Interaksi Radiasi dengan Multiwire Chamber ........................................ 12
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Wire Chamber ............................................ 15
2.5. Komponen Elektronika........................................................................... 16
2.5.1 Transistor Darlington ............................................................................. 16
2.5.2 Resistor ................................................................................................... 18
2.5.3 LED ........................................................................................................ 18
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................19
3.1. Rancangan Penelitian ...............................................................................19
3.1.1 Tahap Penelitian ..................................................................................... 19
3.1.2 Persiapam Alat dan Bahan .......................................................................21
3.2 Perancangan alat ......................................................................................22
3.3 Perancangan Penghalang Radiasi ............................................................23
3.4 Rangkaian Penguat Arus ..........................................................................25
BAB IV................................................................................................................29
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................29
4.1 Hasil perancangan alat detektor ...............................................................29
4.2 Hasil Pengujian Alat ................................................................................30
4.3.1 Hasil Pengujian Alat Detektor Tanpa Penghalang ................................. 32
4.3.2 Hasil Alat Menggunakan Penghalang .................................................... 34

i
4.3 Analisa .....................................................................................................36
BAB V .................................................................................................................37
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................37
5.1. Kesimpulan ..................................................................................................37
5.2. Saran ............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 38

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk

partikel atau gelombang. Pancaran ini terjadi karena ketidak stabilan energi pada

inti atom. Radiasi mempunyai dua jenis yaitu Radiasi pengion dan Radiasi non-

pengion. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Radiasi pengion adalah

jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi yang menghasilkan ion positif

dan ion negatif akibat berinteraksi dengan materi. Partikel yang termasuk radiasi

pengion adalah partikel alfa(α), partikel beta (β), partikel gamma (γ), sinar-X, serta

partikel neutron. Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak menyebabkan

efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion berada di

sekeliling kehidupan kita, contohnya adalah gelombang radio.

Gambar 1.1 Radiasi pengion dan non-pengion

1
Radiasi memiliki dua sifat yaitu tidak dapat dideteksi dan dapat

berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi. Dengan

menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk

membuat detektor radiasi. Mengingat bahwa panca indra manusia tidak bisa

secara langsung untuk menangkap atau melihat ada tidaknya partikel radiasi.

Manusia membutuhkan suatu peralatan khusus untuk mengukur pancaran

partikel radiasi. Alat yang digunakan haruslah khusus untuk mengukur radiasi

karena radiasi yang dipancarkan bersifat acak atau random.

Detektor partikel adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi,

melacak, atau mengidentifikasi partikel atau radiasi. Fungsi utama dari

detektor partikel adalah untuk mengukur momentum dan mengidentifikasi

partikel yang masuk ke dalam detektor [1]. Dengan prinsip kerja detektor

umumnya didasarkan pada interaksi partikel radiasi terhadap detektor

(sensor) yang sedemikiran rupa sehingga tanggap (respon) dari alat akan

sebanding dengan efek radiasi atau sebanding dengan sifat radiasi yang

diukur. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis

detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan, konstruksi dan resolusi.

Detektor partikel saat ini mencakup beberapa varian, mulai dari

elektroskup, detektor isian gas, drift chamber hingga time projection chamber

[2]. Pada detektor isian gas terdapat tiga jenis yang bekerja pada daerah yang

berbeda yaitu detektor kamar ionisasi (ionization chamber), detektor

proporsional dan detektor geiger Mueller. Aplikasi detektor partikel

proporsional yang akan digunakan adalah Multi-wire Proportional Chamber.

2
Multi-wire proporsional chamber telah banyak digunakan untuk melacak inti

dan partikel dalam percobaan fisika subatomik. Multi-wire proporsional

chamber memungkinkan setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa

listrik.

Salah satu pemanfaatan detektor partikel adalah Muography.

Muography adalah teknik pencitraan yang menghasilkan gambar proyeksi

volume target dengan merekam sinar kosmik, yang disebut muon.

Muography memanfaatkan muon dengan melacak jumlah muon yang

melewati target untuk menentukan kepadatan stuktur internal yang tidak

dapat diakses.

Sinar kosmik adalah radiasi dari partikel bermuatan berenergi tinggi

yang berasal dari luar atmosfer bumi. Dalam partikel kosmik ini terdapat sub

atom seperti proton, helium (partikel alpha), dan elektron. Sinar kosmik

masuk ke dalam atmosfer bumi dan bertabrakan dengan partikel dalam

atmosfer seperti oksigen dan nitrogen. Sinar kosmik selalu menimbulkan

radiasi. Jenis radiasi yang ditimbulkan oleh sinar kosmik ini berupa radiasi

partikel. Penting untuk kita mengetahui radiasi yang ditimbulkan oleh sinar

kosmik ini, mengingat setiap saat bumi selalu dihujan oleh Sinar Kosmik.

Pada umumnya sebagian besar partikel yang dihasilkan dalam sinar kosmik

adalah partikel muon.

3
Partikel muon (μ) adalah partikel elementer yang ditemukan oleh

Carl Anderson dan Seth Neddermeyer pada tahun 1936. Partikel ini

dihasilkan oleh sinar kosmik ketika menembus ke atmosfer bumi dan dapat

kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Muon memiliki muatan negatif

seperti halnya elektron dengan massa 207 kali lebih besar dari massa elektron

[3].Waktu hidup muon sekitar 1.5 μs (proper time) bergerak dengan

kecepatan 0.994c. Sekitar 10.000 muon mencapai setiap meter persegi

permukaan bumi setiap menitnya sayangnya keberadaan muon ini belum

dapat kita manfaatkan secara optimal. Pada saat ini di indonesia belum ada

alat modern yang dapat memanfaatkan partikel muon.

Pembuatan alat detektor partikel pada penelitian ini bertujuan untuk

membuat perangkat pendeteksi radiasi, yang pemanfaatannya dapat

diaplikasikan untuk memberikan informasi studi literature yang berkaitan

dengan detektor Multiwire chamber sebagai pendeteksi partikel radiasi.

4
1.1 Identifikasi Masalah

Bedasarkan uraian pada bagian latar belakang, dapat dirumuskan beberapa

masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu :

1. Apakah alat detektor partikel Multi-wire chamber dapat mendeteksi

partikel kosmik?

2. Bagaimana cara kerja Multi-wire chamber?

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Metode Multi-wire chamber digunakan sebagai alat detektor

partikel.

2. Alat detektor partikel yang dapat mendeteksi partikel yang berasal

dari sinar kosmik.

1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana membuat alat detector partikel Multi-Wire Chamber

(MWC).

2. Bagaimana output yang ditampilkan oleh alat detector partikel

metode Multi-Wire Chamber ketika mendeteksi partikel sinar kosmik.

5
1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah Membuat alat detektor partikel yang

mampu mendeteksi partikel sinar kosmik dengan prinsip detektor partikel

jenis Multi-wire proporsional chamber.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya

yang berhubungan dengan penelitian ini dalam lingkup yang lebih luas,

dan perubahan yang mendalam agar dapat dikembangkan lebih lanjut

untuk berbagai aplikasi.

2. Dapat dijadikan sebagai literatur bagi kalangan akademis yang akan

melakukan penelitian di bidang detektor partikel.

6
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai teori yang relevan dengan permasalahan

yang akan diteliti yaitu mengenai sinar kosmik, partikel muon, partikel

elementer, wire chamber, transistor darlington dan rangkaian yang

dibutuhkan dalam perancangan detektor partikel.

2.1. Sinar Kosmik

Sinar kosmik mempunyai tingkat muatan energi yang tinggi dan

dapat menembus ke dalam atmosfer bumi (system tata surya) atau bisa

disebut dengan sinar kosmik primer. Interaksi sinar kosmik primer dengan

atom-atom yang ada di atmosfer bumi akan mengalami reaksi inti yang

disebut reaksi tumbukan, reaksi tumbukan dengan inti atom udara akan

menghasilkan partikel serta inti atom baru atau bisa disebut Radiasi kosmik

sekunder. Hasil reaksi Radiasi kosmik sekunder antara lain neutron, proton,

meson, K meson serta inti He-3 (helium), Be-7 (berilium), Na-22 (natrium).

Selanjutnya partikel proton, neutron, meson berenergi tinggi bereaksi dengan

inti atom yang ada di udara, dan menghasilkan partikel sekunder lebih banyak

(cascade). Kemudian p meson meluruh dan berubah menjadi muon atau foton

dan menghasilkan penggandaan jenis yang lain. Pada umumnya sebagaian

partikel yang dihasilkan dalam sinar kosmik adalah partikel muon.

7
Gambar 2.2 Sinar kosmik yang datang dari luar angkasa

Gambar 2.3 Sinar kosmik primer yang masuk pada atmosfer

(Nichols dan Mukund, 1998).

8
2.2. Partikel Muon

Partikel muon (μ) adalah partikel elementer yang bermuatan listrik

negatif dan spin 1/2 . Muon memiliki massa 105,7 MeV/c2 yang mana 207

kali masa elektron, dan bersifat tak stabil. Muon ditemukan oleh Carl D.

Andersonpada tahun 1936. Waktu hidup Muon sekitar 1.5 μs(proper time)

yang diukur dalam kerangka Muon dan bergerak dengan kecepatan 0,994c

saat mendekati bumi.[4] Muon adalah sebuah partikel fundamental bersama

dengan elektron, tauon dan neutrion yang dikelompokan sebagai bagian

keluarga lepton dari fermion. Di bumi muon tercipta ketika pion bermuatan

meluruh. Pion diciptakan di atmosfer oleh radiasi kosmik dan memiliki waktu

peluruhan yang sangat pendek. Akan tetapi muon di atmosfer bergerak

dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga efek dilatasi waktu dari

relativitas khusus membuat muon dapat dideteksi pada permukaan bumi.

2.3. Partikel Elememter

Partikel elementer adalah sebuah partikel yang terbangun dari

sejumlah kecil partikel yang belum dikenal atau belum terdeteksi bagian-

bagiannya. Entah tersusun dari 1 partikel (partikel tunggal) atau tersusun dari

beberapa partikel. Namun kenyataanya, partikel-partikel elementer

merupakan unsur pokok yang membangun materi. Partikel elementer secara

garis besar dapat dibedakan berdasarkan nilai spinnya atau berdasarkan

interaksi yang mempengaruhi. Berdasarkan perbedaan nilai spinnya partikel

dibedakan menjadi partikel fundamental fermion (spin pecahan) dan partikel

fundamental boson (spin bulat). Suatu partikel dikatakan sebagai fermion jika

memiliki spin setengah bilangan bulat dan fungsi-fungsi gelombang dari

9
kedua gelombang berubah ketika saling bertukaran. Pada umumnya materi

tersusun atas fermion dan boson, lepton dan quark termasuk dalam keluarga

fermion sedangkan pada keluarga boson terdapat partikel gauge bosons serta

higgs bosons. Suatu partikel dikatakan boson identitas jika memiliki spin

bilangan bulat dan fungsi fungsi gelombang dari kedua partikel tidak berubah

ketika saling bertukaran. Meson dan foton adalah termasuk keluarga

boson.[5]

Gambar 2.4 model dari partikel elementer

10
2.4. Multiproporsional Wire Chamber

Multi wire chamber adalah jenis counter proporsional yang

mendeteksi partikel bermuatan dan foton, dengan cara deteksi ionisasi gas

partikel radiasi pengion. Sebuah counter proporsional menggunakan kawat

tegangan tinggi. Penemuan Multi-Wire Proportional Chamber (MWPC) oleh

G. Charpak [6] pada 1960-an menandai era "detektor elektronik" dalam fisika

partikel energi tinggi. MWPC tersusun pada satu set kabel anoda dan katoda.

Partikel yang terbaca oleh kabel ini akan menyebabkan gelombang arus pada

kabel. Pada gelombang arus ini akan menghasilkan listrik yang dapat memicu

elektron untuk mengionisasi gas. Pengisian gas biasanya 60% - 90% gas

mulia, terutama argon, sedangkan gas molekuler tambahan harus dicampur,

seperti CO2 atau metana, untuk memastikan pembentukan yang stabil. Gas di

dalam MPWC lebih baik bebas oksigen, karena 0,1% O2 dalam gas

mengurangi sensitivitas secara drastis. MWPC sensitif terhadap semua

bentuk radiasi pengion.

Gambar 2.5 Skema yang menunjukkan metode pembacaan untuk bidang

kawat anoda dan katoda.

11
2.4.1. Interaksi Radiasi dengan Multiwire Chamber

Pada dasarnya, Multiwire Chamber terdiri dari banyak kabel paralel

dengan jarak yang sama yang dipasang pada bingkai tertutup persegi panjang

yang diisi dengan komposisi gas spesifik. Partikel yang terdeteksi akan

mengenai kabel pada ruang Multiwire chamber yang menyebabkan terjadinya

gelombang arus pada kabel. Arus ini kemudian dapat dideteksi dan dapat

diperkuat oleh sirkuit elektronik. Gambar 2.6 menunjukkan pandangan

partikel yang melewati kabel-kabel dari MWPC. Sebagai partikel pengion, di

sini ditunjukkan sebagai muon melewati detektor.

Gambar 2.6 Tampilan partikel melewati detektor dari MWPC. [3].

Di dalam alat Multi-wire chamber terdapat proses yang penting dan

merupakan inti dari fungsi alat ini. Kita mengetahui bahwa di dalam multi-

wire chamaber terdiri dari satu pelat kabel anoda yang disusun dengan jarak

antar kawat yang sama dan diapit dengan dua pelat kawat katoda. Jarak antara

pelat kabel anoda dan katoda hanya beberapa millimeter saja sehingga setiap

partikel yanng terlewati akan terionisasi dan terdeteksi. Pada ruang kawat ini

pun akan di isi oleh gas spesifik, hal ini memungkinkan agar terjadi proses

12
ionisas dan melihat laju lintasan partikel. Ionisasi adalah proses mengubah

atom atau molekul menjadi ion dengan menambahkan atau mengurangi

partikel bermuatan seperti elektron atau lainnya. Proses ionisasi pada kawat

wire pun demikian dimana pengion terjadi di dalam tabung wire yang telah

di isi gas memungkinkan elektron yang dihasilkan akan menuju kawat anoda,

pada dasarnya medan listrik pada kawat-kawat pelat anoda dan katoda

mempunyai nilai tegangan bernilai konstan dengan bentuk seperti pada

gambar 2.7 .

Gambar 2.7 penyebaran medan listrik pada multi-wire chamber

Setelah mengetahui tegangan antar kawat anoda dan katoda

sehingga membentuk medan listrik, yang memungkinkan partikel akan

melewati pelat kawat-kawat. Disini lah sebenarnya proses pendeteksian wire

chamber dimulai. Kita mengetahui bahwa partikel muon adalah partikel yang

bermuatan negatif sama halnya dengan elektron namun partikel memiliki

massa yang lebih besar. proses ionisasi terjadi saat medan listrik dengan

13
keadaan konstan menjadi berbanding terbalik dengan jarak pada kawat,

elektron primer melayang menuju kawat anoda, dimana elektron ini

mempunyai energi kinetik sehingga dapat menyebabkan proses ionisasi baru

dan menghasilkan elektron sekunder atau terjadi penggandaan muatan.

Gambar 2.8 proses ionisasi pada kabel wire

Elektron yang mengenai kabel wire dengan cepat terkumpul

sehingga ion positif pada kabel anoda bertambah banyak dan bergerak

berlawanan arah menuju katoda dan pergerakan ini menginduksi muatan

gambar di setiap elektroda dan menghasikan sinyal negatif pada kawat, yang

memungkinkan setiap kawat dapat bertindak sebagai detektor individu.

14
2.4.2. Kelebihan dan Kekurangan Wire Chamber

Kelebihan

 Efisiensi yang baik dikarenakan jumlah ion yang dihasilkan lebih

banyak sehingga tinggi pulsa lebih tinggi.

 Tingkat sensitif yang baik dalam membaca radiasi.

 Dapat membedakan energy yang berasal dari radiasi.

Kekurangan

 Menggunakan komponen yang kompleks sehingga bila terjadi

kerusakan akan menghambat seluruh fungsi Multiwire chamber.

 Memerlukan ketelitian untuk membangun Multiwire Chamber

dengan banyaknya komponen elektronik.

 Biaya untuk pematangan teknologi terbilang cukup mahal.

15
2.5. Komponen Elektronika

2.5.1 Transistor Darlington

Transistor merupakan suatu komponen aktif yang dibuat dari bahan

semikonduktor. Ada dua macam transistor yang dibagi berdasarkan fungsi,

yaitu transistor dwikutub (Bipolar Junction Transistor-BJT) dan transistor

efek medan (Field Effect Transistor-FET). Semikonduktor sendiri terdiri dari

dua tipe, yaitu tipe p dan tipe n. Ada dua buah bahan penyusun transistor,

yang sesuai dengan jenis semikonduktor, yaitu germanium dan silikon.[7]

Transistor memiliki kegunaan untuk memperkuat sinyal masukkan yang

lemah, agar sinyal keluaran yang didapatkan memiliki nilai yang lebih

besar,selain itu juga dapat berfungsi sebagai saklar.[8] Pada dasarnya

transistor darlington adalah sepasang transistor bipolar NPN atau PNP

yang disambungkan secara seri dan akan bertindak sebagai sebuah transistor

tunggal yang dapat menghasilkan penguatan (gain) yang lebih besar.

Transistor Darlington ini dapat berupa dua buah transistor yang terhubung secara

Individu ataupun satu perangkat tunggal yang dibuat secara komersial dalam satu

kemasan paket dengan standar tiga kaki yaitu Basis, Emitor dan Kolektor .

Gambar2.9 Transistor Darlington NPN dan PNP

16
Pada skema gambar terlihat bahwa transistor darlington NPN kedua

kaki kolektornya dihubungkan sedangkan kaki emitter dari transistor pertama

dihubungkan dengan basis dari transistor ke dua, hal ini bertujuan agar dapat

menggerakan transitor ke dua. Konfigurasi ini menghasilkan perkalian β karena

untuk arus Basis ib, arus Kolektor β x Ib dimana penguatan atau gain lebih dari satu

yang dapat didefinisikan seperti pada rumus berikut ini :

IC = IC1 + IC2 (2.1)

IC = (β1 x IB) + (β2 x IB2) (2.2)

Namun arus arus Basis Ib2 adalah sama dengan arus Emitor IE1 TR1, hal ini

dikarenakan kaki Emitor TR1 dihubungkan ke kaki Basis TR2.

IB2 = IE1 = IC1 + IB = (β1 x IB) + IB = (β1 + 1) x IB (2.3)

Keseluruhan penguatan atau gain dapat dibuat persamaannya seperti pada rumus

dibawah ini :

IC = β1 x IB + β2 x (β1 + 1) x IB (2.4)

IC = (β1 x IB) + (β2 x β1 x IB) + (β2 x IB) (2.5)

IC = (β1 + (β2 x β1) + β2) x IB (2.6)

Keterangan : β1 dan β2 adalah penguatan atau gain dari masing-masing Transistor.

Sehingga penguatan atau gain arus yang terjadi (β) berasal dari penguatan transistor

pertama yang dikalikan penguatan transistor kedua sehingga penguatannya menjadi

lebih tinggi. Dengan kata lain, sepasang transistor bipolar digabungkan bersama

17
menjadi Transistor Darlington dapat dianggap sebagai sebuah transistor tunggal

dengan nilai β yang sangat tinggi dan juga resistansi input yang tinggi.

2.5.2 Resistor

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang sering dipakai orang.

Resistor digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu

rangkaian. Resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Dari

hukum ohm diketahui hambatan berbanding terbalik dengan jumlah arus yang

mengalir melaluinya. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm. Tipe resistor

yang umum adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga di kedua kakinya [9].

Resistor yang digunakan adalah 470 Ohm dan resistor 4,7 nilai resistor yang

digunakan sebagai pembatas dan menjaga komponen elektronika lainnya dari

kelebihan arus.

2.5.3 LED

LED atau light emitting diode merupakan komponen elektronika yang

terbuat dari bahan semikonduktor jenis dioda yang mampu memancarkan cahaya.

LED adalah salah satu jenis dioda dan memiliki 2 kutub yaitu anoda dan katoda.

LED akan menyala bila ada arus listrik mengalir dari anoda menuju katoda. Perlu

diperhatikan bahwa besarnya arus yang diperbolehkan 10mA-20mA dan pada

tegangan 1,6V – 3,5 V. Apabila arus yang mengalir lebih dari 20mA maka led akan

terbakar. Untuk menjaga agar LED tidak terbakar perlu kita gunakan resistor sebagai

penghambat arus[10].

18
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

3.1.1 Tahap Penelitian

Pada tahap ini akan dijelaskan tahapan yang dilakukan pada

penelitian, yaitu perancangan perangkat keras yang meliputi rangkaian wire

yang digunakan sebagai pengkonversi sinar kosmik atau radiasi menjadi arus

listik yang terjadi karena terjadi proses ionisasi dan rangkaian penguat

transistor darlington yang digunakan untuk menguatkan nilai arus beserta

pengujiannya. Tahap yang terakhir adalah tahap uji coba terhadap

penggunaanya terkait dengan pendeteksian radiasi yang meliputi

pengambilan data dan analisis data. Alur penelitian dilakukan seperti yang

dimuat pada diagram alir penelitian yang ditunjukan pada Gambar 3.1

19
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Studi literature diperlukan untuk mendapatkan informasi megenai


penelitian terdahulu dan untuk mencari standar alat detektor yang diperlukan.
Setelah itu dilakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
membuat alat detektor partikel. Pembuatan alat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu perancangan, perakitan dan pengujian. Perancangan dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan dan error. Perakitan alat mencakup perancangan
alat deteksi multiproporsional wire chamber dan rangkaian elektronika.
Pengujian alat dilakukan untuk mamastikan alat yang dibuat bekerja dengan
baik dan data yang didapatkan sesuai dengan apa yang diberikakn. Setelah
alat berfungsi dengan baikk maka dilakukan uji coba alat. Pengujian alat
detektor dilakukan dua tahapan yaitu, uji coba alat detektor pada ruangan
bebas serta tanpa penghalang radiasi dan uji coba alat detektor menggunakan
penghalang radiasi. Data yang didapatkan akan dianalisa dan dibuat
kesimpulannya apakah alat detektor ini dapat mendeteksi partikel kosmik
atau tidak dengan melakukan perbandingan saat alat detektor menggunakan
penghalang radiasi dan tanpa penghalang radiasi.

20
3.1.2 Persiapam Alat dan Bahan

1. Pelat Alumunium

2. Pelat Acrylic

3. Kawat Tembaga

4. PCB

5. Kabel Jumper Female dan Male

6. LED

7. Transistor BC557 PNP dan Transistor BC547 NPN

8. Resistor 100Ω dan Resistor 470 Ω

9. Breadbroard

10. Batre 9V

11. Multimeter Digital

12. Solder

13. Pelat Timbal

14. Box Kardus

15. Buble wrap

16. IDC Socket Male dan Female

17. Sterofoam

18. Pelat Kayu

19. Timah

20. Paperboard

21
3.2 Perancangan alat

Perancangan perangkat keras berfungsi untuk memberikan

informasi yang terdeteksi pada alat detektor yang kemudian akan dikirimkan

ke perangkat elektronika. Blok diagram perancangan perangkat keras

ditunjukan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Rancangan Sederhana Alat

22
1. Alat penghalang radiasi dirancang dengan menggunakan material yang

dapat mengeliminasi energi radiasi selain partikel kosmik. Alat ini

berupa box kardus yang telah dilapisi oleh pelat timbal, kertas karton,

pelat fiber,dan sterofoam. Box kardus ini pun dirancang agar kedap

udara, sehingga alat pendeteksi yang berada di dalam box ini memiliki

tekanan yang rendah.

2. Alat pendeteksi radiasi jenis multiproporsional wire chamber akan

menangkap radiasi dengan cara ionisasi pada kawat tembaga dan pelat

alumunium. Hasil ionisasi akan menghasilkan arus baru yang akan

dihubungkan dengan rangkaian elektronika

3. Hubungkan alat pendeteksi dengan rangkaian elektronika yang

berfungsi sebagai penguat arus, penguatan disini menggunakkan

rangkaian Transistor Darlington.

4. Visualisasi LED akan menyala setelah mendapatkan nilai arus baru

yang sudah dikuatkan oleh rangkaian transistor.

3.3 Perancangan Penghalang Radiasi

Penghalang radiasi bertujuan untuk mengurangi intensitas radiasi

dengan memanfaatkan interaksi radiasi dengan materi. Radiasi alpha dan beta

dapat ditahan dengan baik oleh benda yang relative tipis seperti selembar

kertas atau pelat alumunium. Sedangkan radiasi beta yang berenergi tinggi

diperlukan bahan penahan seperti halnya yang digunakan untuk menahan

sinar-X. pada radiasi positron penahan radiasi dilakukan hingga bebas radiasi.

23
Untuk radiasi gamma yang merupakan radiasi langsung berkurang secara

eksponenssial terhadap tebal bahan penahan, hal ini juga bekerja terhadap

radiasi neutron yang berkurang secara eksponensial terhadap tebal bahan

penahan. Prinsip penahan radiasi adalah mengurangi intensitas radiasi yang

didasarkan pada interaksi radiasi dengan materi, yaitu dengan mengubah

energi radiasi menjadi energi panas sehingga paparan radiasinya menjadi

berkurang. Karena interaksi radiasi dengan materi berbeda menurut jenis

materi dan energi radiasi, maka cara penahan yang digunakan juga berbeda.

Umumnya intensitas radiasi dapat dikurangi dengan menambah tebal materi

yang digunakan sebagai penahan.

Gambar 3.3 Pelat Timbal yang dipasang pada box

24
Gamabar 3.4 Alat Penghalang Radiasi

Pelat timbal adalah salah satu materi yang dapat digunakan sebagai proteksi

radiasi dengan sifat timbal dapat menyerap radiasi gamma dan sinar-X serta

memiliki nilai hambatan listrik lebih tinggi[11].

3.4 Rangkaian Penguat Arus

Interaksi radiasi yang tertangkap oleh alat pendeteksi akan

menghasilkan nilai arus akibat eksitasi electron yang dikenal sebagai proses

ionisasi. Nilai atau besarnya energi yang dihasilkan tidak dapat diukur secara

langsung karena arus yang dihasilkan terlalu kecil untuk dapat diukur, selain

itu factor lain seperti disipasi energi akan mempengaruhi besar arus sinyal

yang telah dideteksi. Oleh sebab itu diperlukan rangkaian instrumentasi yang

memiliki fungsi sebagai penguat arus. Rangkaian yang memiliki fungsi

sebagai penguat salah satunya adalah rangkaian transistor darlington yang

selanjutnya rangkaian transistor darlington ini akan disesuaikan dengan

25
menguatkan arus yang kecil menjadi lebih besar yang ditunjukan pada

gambar 3.3

Gambar 3.3 Rangkaian sepasang Transistor Darlington

26
Gambar 3.4 Rangkaian Penguat 2 pasang Transistor Darlington

Pada transistor darlington pertama berjenis NPN dengan tipe transistor

BC457B yang telah dihubungkan ke kawat anoda melewati kaki base, hal ini

membuat arus yang berasal dari kawat anoda telah dikuatkan dan akan

menjadi input ke transistor darlington kedua jenis PNP dengan tipe BC557B

melewati kaki kolektor yang telah digabungkan pada transistor darlington

pertama, pada transis darlington kedua ini telah terhubung ke lampu LED.

Pengujian dari rangkaian penguat 2 pasang transistor darlington ini dilakukan

dengan cara memberi sumber arus dengan menggunakan baterai. Kemudian

akan diberikan sumber arus dan memvariasikan nilai arusnya mulai dari 0A-

75 μA dengan kenaikan kelipatan 5 μA. Hasil nilai keluaran arus terbarunya

akan diukur secara langsung menggunakan lampu LED yang menyala dengan

27
menandakan terdapat arus baru yang terbaca oleh rangkaian akibat dari proses

ionisasi.

Nilai penguatan dari transistor darlinton BC547B dan transistor darlington

BC557B masing- masing adalah 450. Hasil ini didapatkan pada datasheet

setiap tipe transistor. Sehingga dapat dihitung menggunakan persamaan 2.1

IC = IC + IC2

IC = 450 x 450

IC = 202,500 X

Sementara untuk menhidupkan lampu LED dibutuhkan sekitar 10mA-20mA.

Secara perhitungan aruss yang dibutuhkan agar menyalakan lampu LED

adalah

𝟏𝟎𝒎𝑨
202,500 =𝑰𝒏𝒑𝒖𝒕 𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕

Sehingga Input Current atau arus yang dibutuhkan adalah

0.01𝐴
Input Current == 202,500

Input Current = 0,0000000494 A

Sehinga input current yang dibutuhkan minimal adalah 0,0000000494 A atau

sekita 0,04 𝝁𝑨

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pembahasan mengenai hasil pengujian dari

perancangan perangkat keras dan juga pembahasan mengenai hasil dari data

yang sudah diperoleh.

4.1 Hasil perancangan alat detektor

Gambar 4.1 alat pendeteksi radiasi

Gambar 4.1 menunjukan bentuk dan skema dari alat deteksi radiasi

yang terdiri dari Kawat tembaga, Plat alumunium, Pelat timbal, Box kardus,

Kabel Jumper, Breadboard, LED, 2 Pasang Transistor tipe bc547 NPN dan 2

29
Pasang Transistor tipe bc 557 PNP, Resistor 470 Ohm dan 100 Ohm, Papan

Cirkuit atau PCB.

4.2 Hasil Pengujian Alat

Pengujian alat dilakukan di ruangan yang kondusif agar terhindar

dari gangguan getaran. Pengujian dilakukan pada pukul 21.00 WIB karena

pada waktu tersebut kondisi ruangan sepi dan tidak ada gangguan.

30
Gambar 4.2 Pengujian alat tanpa penghalang dan dengan penghalang radiasi

Pada gambar 4.2 Menunjukan kondisi pengujian didalam ruangan

laboratium Fisika FMIPA UNPAD. Pengujian dibagi menjadi dua yaitu

pengujian alat detektor tanpa menggunakan penghalang radiasi dan pengujian

alat detektor dengan penghalang radiasi. Sebelum melakukan pengambilan

data alat detektor disetting dalam keadaan tidak ada radiasi.

31
4.3.1 Hasil Pengujian Alat Detektor Tanpa Penghalang

Pada pengujian ini alat pendeteksi radiasi diletakan pada ruang

terbuka dan tanpa penghalang. Selanjutnya alat akan dihubungkan ke sumber

baterai 9V dan uji coba alat dimulai dengan lama waktu pengujian selama 12

jam. Hasil otput dari pengujian ini adalah lamanya lampu LED menyala yang

mengidentifikasi bahwa terdapat radiasi yang terdeteksi oleh alat detektor.

Gambar 4.3 Alat detektor tanpa menggunakan penghalang radiasi

32
Gambar 4.4 Histogram Pengujian Alat Detektor Tanpa Penghalang Radiasi.

Dari data yang diperoleh selanjutnya akan disajikan dalam diagram

histogram agar mempermudah dalam pembacaan. Dimana interval rentang

waktu adalah waktu mulai alat detektor mulai menyala mulai dari 0 sampai

5500 dalam satuan detik dengan kenaikan interval tiap 100 detik. Count

adalah banyaknya selisih waktu saat LED menyala dalam tiap interval. Dari

histogram disini menunjukan alat detektor mendeteksi radiasi asing sehingga

membuat lampu LED menyala dalam waktu yang lama. Nilai rata-rata ∆T

dari lampu menyala pertama sampai lampu menyala selanjutnya adalah

2461,82 s. hal ini menunjukan bahwa alat detektor mendeteksi radiasi asing

sehingga membuat lama waktu LED menyala dalam waktu yang lama.

Lamanya lampu menyala disebabkan proses ionisasi yang terus berlanjut

sehingga membuat arus yang berasal dari proses ionisasi terus mengalir pada

rangkaian dan menyebabkan lampu LED menyala dalam waktu yang lama.

33
4.3.2 Hasil Alat Menggunakan Penghalang

Pada pengujian alat detektor menggunakan penghalang alat

pendeteksi radiasi akan diletakan didalam sebuah kotak yang sudah dibuat

secara khusus untuk mengeliminasi energi radiasi dari luar serta menjaga

tekanan udara. Pengujian alat dilakukan selama 12 jam.

Gambar 4.5 Alat detektor menggunakan penghalang radiasi

34
Gambar 4.6 Histogram Respon Detektor Dengan Penghalang Radiasi

Pada gambar 4.6 menunjukan histogram dari data yang diperoleh selanjutnya.

Dimana interval rentang waktu adalah waktu mulai alat detektor mulai menyala

mulai dari 0 sampai 4400 dalam satuan detik dengan kenaikan interval 100 detik.

Count adalah banyaknya rentang waktu LED menyala. Dari histogram disini

menunjukan alat detektor mendeteksi radiasi sehingga membuat lampu LED

menyala dalam waktu yang sebentar. Nilai rata-rata ∆T pun didapatkan sebesar

1245,09 s . Nilai ini menunjukan banyaknya lampu yang menyala dalam rentang

waktu yang sebentar hal ini mengidentifikasi bahwa alat detektor yang

menggunakan penghalang radiasi dapat mendeteksi partikel muon. Ini dikarenakan

prinsip penahan radiasi dengan mengurangi untensitas radiasi yang didasrkan pada

interaksi radiasi dengan materi, yaitu dengan mengubah energi radiasi menjadi

energi panas sehingga paparan radiasi dari luar menuju ke alat detektor yang telah

menggunakan penahan radiasi menjadi berkurang.

35
4.3 Analisa

Setelah dilakukan uji coba pada alat baik tanpa penghalang maupun

menggunakan penghalang dapat dilihat bahwa alat yang sudah dibuat dapat

mendeteksi radiasi dan partikel kosmik. Alat penghalang radiasi pun dapat

mengurangi intensitas radiasi dengan memanfaatkan interaksi radiasi dengan

materi. Perbedaan alat detektor saat menggunakan penghalang radiasi dan

tidak dapat dilihat dari lamanya lampu menyala. Terdapat hasil rata-rata dari

∆T0 dari tanpa penghalang sebesar 2461,82 s , hasil ini didapatkan karena

lamanya rentang waktu lampu LED menyala ke lampu LED mati membuat

data dari detektor partikel tanpa penghalang terbilang sedikit. Selanjutnya alat

detektor dengan menggunakan penghalang didapatkan hasil rata-rata dari

∆T0 yaitu 1245,09 s, saat menggunakan penghalang radiasi lama waktu

lampu LED menyala terbilang lebih singkat karena terdapat eliminasi radiasi

dari alat penghalang radiasi sehingga yang terdeteksi pada alat detektor hanya

partikel muon. Terdapatnya rentang waktu antara lampu LED yang redup dan

menyala terang pada pengujian ini menandakan bahwa alat detektor yang

dibuat memiliki tingkat kesensitifitas yang kurang.

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Detektor partikel yang telah dirancang dengan memanfaatkan multi-

kawat tembaga sebagai alat pendeteksi dapat mengkonversi radiasi menjadi

nilai arus baru akibat dari hasil ionisasi, nilai arus baru ini sangatlah kecil

sehingga sulit untuk diukur untuk itu dibutuhkan rangkaian transistor

darlington untuk menguatkan nilai arus sehingga lampu LED dapat menyala.

Terdapat perbedaan antara alat detektor saat menggunakan penghalang

radiasi dan tanpa penghalang radiasi. Pada tanpa penghalang radiasi didapat

nilai rata-rata lampu menyala sebesar 2462 s dan ketika menggunakan

penghalang radiasi sebesar 1245 s. Hasil dari detektor partikel ketika

menggunakan penghalang radiasi yang telah dibangun dapat mendeteksi sinar

kosmik.

5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian pada alat detektor radiasi

multiproporsional wire chamber ada beberapa saran terkait alat dan bahan

yang digunakan guna membangun sebuah alat detektor partikel diantaranya

komponen instrumentasi yang digunakan sebaikanya mempunyai

karakteristik noise current density yang rendah terkait sensitifnya alat yang

dibangun. Perancangan kawat tembaga sebaiknya memiliki diameter yang

lebih kecil dan pemasangan kawat harus berdekatan agar sensitifitas yang

akan dihasilkan tinggi sehingga dapat menangkap partikel radiasi.

37
DAFTAR PUSTAKA

[1] Tsoulfanidis, Nicholas, 1995, Measurement and detection of radiation 2nd

edition, USA, Taylor & Francis

[2] A.H. Walenta, J. Heintze, B. Schürlein, The multiwire drift chamber, a new

type of multiwire proportional chamber, Nucl. Instrum. Method 92 (1971)

373.

[3] Dr.A.Halim,MSi. 2013.fisika modern I (pendekatan Konseptual).Banda

Aceh:Syiah Kuala University Press.

[4] Mulyono, Agus. 2011. Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah. Online.(

Partikel-Elementer-dan-Interaksi-Alamiah_2.pdf). Diakses 7 Juli 2019

[5] Mulyono, Agus. 2011. Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah.Online

.(Partikel-Elementer-dan-Interaksi-Alamiah_2.pdf). Diakses 22 Juli 2019

[6] Georges Charpak, R. Bouclier, T. Bressani, J. Favier, C. Zupancic (CERN),

MWPC: The use of multiwire proportional counters to select and localize

charged particles. Nucl. Instrum. and Meth. 62 (1968) 262-268

[7] Bishop, Owen. 2011.“ Electronics: A First Course ”.USA: Elsevier,LTD.

[8] Sastra, Kusuma Wijaya.“ Dasar Elektronika 1.” Jakarta: UI.

[9] Ruri, Hartika Zain, Sistem Keamanan Ruangan Menggunakan Sensor Passive Infra

Red (PIR) Dilengkapi Kontrol Penerangan pada Ruangan Berbasis

38
Mikrokontroller ATMEGA 8535 dan Real Time Clock DS1307, Jurnal Teknologi

Informasi & Pendidikan, 2013, Vol. No.1.

[10] Wibawa, Unggul, 2004. Manajemen Industri – II, Malang : Jurusan Teknik

Elektro Universitas Brawijaya.

[11] Fitriawan, Margi. 2014. Kajian Teori Dasar Pada Nanomaterial Timbal

Sebagai Proteksi Radiasi. Volume 2. ISSN 1411-1349.

[12] https://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/pdf/422109/KEC/BC547.html

[13] https://www.alldatasheet.com/datasheet-pdf/pdf/95116/FAIRCHILD/BC557.html

39

Anda mungkin juga menyukai