Anda di halaman 1dari 44

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Toeri

1. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa perilaku adalah

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.1) Sedangkan

dalam kamus umum bahasa Indonesia diterangkan bahwa perilaku adalah

kelakuan, tabiat, tingkah laku.2) Jadi, perilaku adalah tanggapan, tingkah laku

manusia terhadap lingkungannya dan lebih mengarah kepada aktivitas dan sifat

seseorang.

J.P Chaplin dalam Dictionary of Psychology mengisyaratkan adanya

beberapa macam pengertian perilaku. Menurutnya perilaku adalah sembarang

respon yang mungkin berupa reaksi, tanggapan, jawaban dan balasan yang

dilakukan oleh organisme. Perilaku juga bisa berarti suatu gerak atau kompleks

gerak-gerik, dan secara khusus perilaku juga bisa diartikan sebagai suatu

perbuatan atau aktivitas.3)

Sementara itu, Budiarjo berpendapat agak berbeda dari pendapat di atas.

Menurutnya perilaku itu merupakan tanggapan atau rangkaian tanggapan yang

dibuat oleh sejumlah binatang hidup. Dalam hal ini, perilaku itu walaupun harus
1)1) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1991), edisi kedua, h. 755
2)2) Badadu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2001), h. 1043.
3)3) H. Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002),
cet. ke06, h. 83
10

mengikutsertakan tanggapan pada suatu organisme, termasuk yang ada di otak dan

pemikiran, tetapi ia juga menyangkut mental sampai kepada aktivitas fisik.

1) Jenis dan Macam Perilaku

a) Jenis-Jenis perilaku

Skinner (1976) membedakan perilaku menjadi dua, yaitu :

a). Perilaku yang alami (innate behavior)

Yaitu perilaku yang 9dibawa sejak organisme dilahirkan,

yaitu yang berupa reflek-reflek dan insting-insting. Perilaku yang

reflektif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara

spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang

bersangkutan, misalnya reaksi mata bila mata terkena sinar yang

kuat. Reaksi atau perilaku ini terjadi secara dengan sendirinya,

secara otomatis tidak diperintah oleh pusat susunan saraf atau otak.

b). Perilaku operan (operant behavior)

Yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau

otak. Dalam hal ini, setelah stimulus diterima oleh reseptor,

kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat susunan saraf, sebagai

pusat kesadaran, kemudian terjadilah respons melalui afektor.4)

b) Macam-macam Perilaku

Macam-macam perilaku dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

4)4) Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Andi


Yogyakarta, 2003),edisi revisi, h. 15
11

Perilaku kepada Tuhan Yang

Maha Esa

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia

harus senantiasa bersikap dan berpreilaku terpuji terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa Tuhan yang menciptakan

dan mengaruniakan berbagai kenikmatan kepadanya. Seseorang

dianggap bersikap dan berperilaku terpuji kepada Tuhan Yang

Maha Esa, apabila ia senantiasa patuh kepada-Nya, di manapun

dan kapanpun dia berada.

b) Perilaku kepada orang tua

Perilaku kepada orang tua adalah bagaimana kita

bertingkah laku kepada orang tua. Seorang anak wajib bersikap

sopan santun dan hormat kepada orang tuanya, karena banyak

sekali jasa yang telah diberikan kepada anak dalam hidupnya.

c) Perilaku terhadap sesama

Berperilaku kepada sesama manusia tidak harus

memandang agama, suku dan bangsa. Norma sosial selalu

mengajarkan agar kita mau melakukan sesuatu kebaikan, harus

berbuat baik atau berakhlak mulia kepada siapapun tanpa pandang

bulu.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat manusia

harus saling hormat-menghormati dan menghargai sesama umat

manusia. Dalam bermasyarakat kita harus saling membantu, jika


12

ada tetangga yang sedang dalam kesulitan kita wajib

membantunya.

d) Perilaku kepada alam sekitar

Manusia yang baik adalah manusia yang pandai

memelihara lingkungan dan pandai memanfaatkan lingkungannya.

Namun pada kenyataannya tidak semua manusia menjadi baik dan

pandai, sebab banyak pula kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan

oleh manusia dan banyak pula potensi alam lingkungan yang sia-

sia (mubazir) karena bodohnya manusia.8)

Umat manusia dilarang untuk melakukan pengrusakan

terhadap lingkungan alam. Perbuatan-perbuatan yang dapat

menyebabkan kerusakan alam di antaranya :

(1) Melakukan pembakaran dan penebangan hutan sehingga bukit-

bukit dan gunung-gunung menjadi gundul.

(2) Menjadikan sungai, danau dan laut sebagai tempat pembuangan

sampah serta limbah-limbah industri.

(3) Penggalian dan pengeksploitasian tanah, pasir, bebatuan dan

bukit-bukit tanpa memperhitungkan dampak lingkungan.

Kadang-kadang manusia tidak menyadari bahwa

perbuatannya itu dapat mengakibatkan rusaknya alam lingkungan.

Hal ini biasanya karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

8)8) Mustachmil Kastuba, et. Al, Aqidah Akhlak MTs kelas 3c, (Direktorat jendral
pembinaan kelembagaan Agama Islam Depag RI, 1999), h. 39
13

dan teknologi, perkembangan masyarakat yang semakin maju dan

tuntutan kebutuhan hidup yang semakin tinggi.

Berperilaku yang baik atau berakhlak mulia tidak hanya

dilakukan terhadap lingkungan alam saja, tetapi kepada hewan dan

tumbuh-tumbuhan pun kita harus berperilaku baik. Contohnya

terhadap hewan, kita harus memeliharanya dengan cara memberi

makan dan minum, memandikan dan memberikan tempat tinggal

yang bersih. Sedangkan terhadap tumbuh-tumbuhan, kita harus

merawatnya dengan cara menanamnya dengan baik, menyiramnya

secara teratur, memberi pupuk dan menjaganya agar tidak rusak.

2) Pembentukkan perilaku

Cara membentuk perilaku ada tiga cara, yaitu dengan kondisioning

(kebiasaan), dengan pengertian (insight) dan dengan menggunakan

model.9)

1) Cara pembentukkan perilaku dengan kondisioning (kebiasaan)

Yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang

diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Misalnya

membiasakan mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang

lain.

2) Pembentukkan perilaku dengan pengertian (insight)

Cara pembentukkan perilaku ini dapat ditempuh dengan pengertian

atau insight. Misalnya datang kuliah jangan sampai terlambat, karena

hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Cara ini


9)9) Bimo Walgito, op.cit., h. 16.
14

berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai

adanya pengertian.

3) Pembentukkan perilaku dengan menggunakan model

Pembentukkan perilaku ini dilakukan dengan cara menggunakan

model atau contoh. Misalnya, kalau orang berbicara dengan orang tua

sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang

dipimpinnya. Hal tersebut menunjukkan pembentukkan perilaku

dengan menggunakan model.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ada dua macam, yaitu :

1) Faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku

Faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku, secara

garis besar ada dua faktor, yaitu :

a) Faktor Biologis

Faktor biologis terlihat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan

berpadu dengan faktor-faktor sosio-psikologis. Bahwa warisan

biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai

struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis

yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh

warisan biologis ini sampai muncul aliran baru yang memandang

segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral

berasal dari struktur biologinya.


15

Betapa pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap

perilaku manusia seperti tampak dalam dua hal berikut ini.

Pertama, telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang

merupakan bawaan manusia dan bukan pengaruh lingkungan atau

situasi. Dahulu orang menyebutnya instink, bercumbu, memberi

makan, merawat anak dan perilaku agresif adalah contoh-

contohnya. Kedua, diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang

mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif

biologis. Yang paling penting dari motif-motif biologis antara lain

kebutuhan akan makanan, minuman dan istirahat, kebutuhan

seksual, dan kebutuhan memelihara lingkungan hidup dengan

menghindari sakit dan bahaya.

b) Faktor Sosio-Psikologis

Manusia merupakan makhluk sosial, dari proses sosial ia

memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi

perilakunya. Karakteristik ini dapat diklasifikasikan kedalam tiga

komponen, yaitu komponen afektif, kognitif dan kunatif.

Pertama, komponen afektif adalah komponen yang merupakan

aspek emosional dari faktor sosio-psikologis. Komponen ini terdiri

dari motif sosiogenesis, sikap dan emosi. Motif sosiogenesis

disebut juga motif sekunder yang berperan membentuk perilaku

social bahkan sangat menentukan. Sikap adalah sejenis motif

sosiogenesis yang diperoleh melalui proses belajar.


16

Kedua, komponen kognitif yaitu aspek intelektual yang berkaitan

dengan apa yang diketahui oleh manusia. Kepercayaan adalah

komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Menurut Hohlel,

kepercayaan di sini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang

ghaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau

salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi.

Jadi, kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional.

Ketiga, komponen kunatif yaitu aspek volisional yang

berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kebiasaan

adalah perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara

otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan mungkin merupakan

hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau

sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Kemauan

adalah tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuan.

Menurut Richard Dewey dan W.J Humber, kemauan merupakan :

Hasil keinginan untuk mencapai tujuan

tertentu yang begitu kuat, sehingga mendorong orang untuk

mengorbankan nilai-nilai yang lain.

Berdasarkan

pengetahuan tentang cara-cara yang diperlukan untuk mencapai

tujuan.

Dipengaruhi oleh

kecerdasan dan energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan.


17

Pengeluaran

energi yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk

mencapai tujuan.10)

2) Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia

Menurut Edward G. Sompson, pengaruh situasional terhadap

perilaku manusia adalah sebagai berikut :

a) Faktor ekologis

Faktor ini meliputi faktor geografis, faktor iklim dan meteorologis.

b) Faktor rancangan dan arsitektural.

c) Faktor temporal

Yaitu faktor pengaruh waktu terhadap bioritma manusia.

d) Suasana perilaku (behavior settings)

Menurut Roger Barker dan rekan-rekannya bahwa lingkungan

dibagi kedalam beberapa satuan yang terpisah, yang disebut

suasana perilaku. Contoh suasana perilaku yaitu : pesta, ruangan

kelas, took, rumah ibadah, pemandian bioskop.

e) Teknologi

Alvin Tofler melukiskan tiga gelombang peradaban manusia yang

terjadi sebagai akibat perubahan teknologi. Lingkungan teknologis

meliputi sistem energi, sistem produksi dan sistem distribusi,

membentuk serangkaian perilaku social yang sesuai dengannya.

f) Faktor sosial

10)10) Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya,


2000), cet ke-15, h. 43
18

Faktor ini merupakan sistem peranan yang diterapkan dalam suatu

masyarakat, struktur kelompok dan organisasi serta karakteristik

populasi.

g) Lingkungan psikososial

Dalam organisasi, lingkungan psikososial menunjukkan persepsi

orang tentang kebebasan individual, keketatan pengawasan,

kemungkinan kemajuan dan tingkat keakraban.

h) Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

Frederich Price dan Bouf Fard meneliti kendala situasi yang

mempengaruhi kelayakan melakukan perilaku tertentu. Ada

situasi yang memberikan rentangan kelayakan perilaku, seperti

situasi di taman.

c. Indikator Perilaku Kepada Orang Tua

Bagaiman cara berbakti kepada orang tua ? Dalam mata

pelajaran PKn banyak sekali prinsip-prinsip dasar dalam berbakti kepada

keduanya, yaitu :

1) Hendaknya kita selalu tunduk dan patuh kepadanya dalam segala

hal yang baik-baik yang tidak melanggar ketentuan dan norma yang

berlaku. Kita tidak boleh menyakiti hati keduanya apalagi menyakiti

secara fisik..

2) Kita juga dilarang berkata kasar, membentak, misalnya berkata

hus! Hai! Sialan! dan sebagainya yang tidak baik.


19

3) Kepada orang tua hendaknya kita senantiasa memperlihatkan

tingkah laku yang baik. Ketika hendak pergi ke sekolah atau hendak

bepergian, hendaklah kita pamit dengan mencium tangan mereka.

Begitu pula ketika tiba di rumah sepulang dari sekolah atau dari

bepergian , kita ucapkan salam, dan cium tangan mereka.

Bagaimanapun kita menganggap orang tua kita salah, janganlah kita

ucapkan kata-kata kasar kepada mereka. Bagaimanapun kecewanya

kita dan marahnya kita, tetaplah kita berkata sopan kepada mereka.

4) Hendaknya kita selalu berterima kasih kepada kedua orang tua,

karena mereka telah mendidik, dan merawat kita dari kecil hingga

dewasa, ungkapan terimakasih kepada mereka bisa berbentuk

perbuatan yang baik kepada mereka, bisa juga dengan mengungkapkan

langsung ucapan terimakasih kepada kedua orang tua.

5) Mendoakan orang tua bukan saja merupakan rasa bakti kita

kepada mereka tapi juga merupakan kewajiban setiap anak, dengan

mendoakan mereka berarti kita termasuk kepada anak yang selalu

ingat akan perintah tuhan.

6) Sikap jujur hendaknya selalu kita tunjukkan kepada mereka,

seorang anak tidak boleh berbohong kepada orang lain apalagi kepada

kedua orang tua.

2. Prestasi Akademik

Pengertian Prestasi Akademik

1) Secara Umum
20

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil

yang dicapai dari apa yang dikerjakan atau yang sudah diusahakan :
13)
belajar kerja olah raga. Sedangkan dalam kamus besar bahasa

Indonesia, prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai dari

yang telah dilakukan.14)

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan

atau diciptakan baik secara individual maupun kelompok-kelompok.

Prestasi juga dapat diartikan sebagai hasil dari apa yang telah

diciptakan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan

keuletan kerja, penilaian pendidikan tentang perkembangan dan

kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran

yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam

kurikulum.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai dengan keuletan bekerja,

sehingga dapat dijadikan sebagai bukti keberhasilan usaha dan lain

pihak dapat membedakan yang satu dengan yang lainnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian prestasi

akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di

sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya

ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.15)


13)13) Badudu Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2001), h.1088.
14)14) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), edisi kedua, h. 787.
15)15) Ibid.
21

Jadi prestasi akademik adalah hasil belajar yang dicapai

siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan

pembelajaran di sekolah yang ditunjukkan melalui nilai atau angka

dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan

ulangan-ulangan ujian yang ditempuhnya.

2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi akademik

siswa, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor utama,

yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor

yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).

1) Faktor dari dalam diri siswa (faktor internal)

Faktor ini terdiri dari dua macam kondisi, yaitu kondisi fisiologis

siswa dan kondisi psikologis siswa. Kondisi fisiologis siswa terdiri dari

kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, kondisi panca indera terutama

penglihatan dan pendengaran. Sedangkan kondisi psikologis siswa

yang mempengaruhi prestasi siswa adalah minat, bakat, inteligensi,

dan kemampuan kognitif.

2) Faktor dari luar diri siswa (faktor eksternal)

Faktor ini berasal dari kondisi siswa yang dapat menentukan atau

mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah kualitas pengajaran.

Maksudnya adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses

belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.18)

18)18) Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar


Baru Algesindo, 2004), cet. ke-7, h. 40.
22

Faktor lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi prestasi

siswa, karena dari keluargalah siswa mendapatkan dorongan dan motivasi

untuk tetap belajar untuk mendapatkan hasil yang baik di dalam sekolah

maupun di luar sekolah. Dengan demikian, faktor keluarga ikut

mempengaruhi prestasi akademik siswa.


19)
Caroll berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu :

a). Bakat belajar

b). Waktu yang tersedia untuk belajar

c). Waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran

d). Kualitas pengajaran

e). Kemampuan individu

Empat faktor yang disebut di atas (a, b, c, e) berkenaan dengan

kemampuan individu dan faktor d adalah faktor di luar individu

(lingkungan).

3. PKn

a. Pengertian PKn

Secara bahasa, istilah Civic Education oleh sebagian pakar

diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan

Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azra

dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam

19)19) Gene Lucas, Caroll, Exploring Teaching Alternatives, (Belgers Publishin


Company, Minaepolia, 1997), h. 16.
23

Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan

tinggi. Penggunaan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh

Winataputra dkk dari Tim CICED (Center Indonesian for Civic Education). (Tim

ICCE, 2005:6)20)

Menurut Kerr, mengemukakan bahwa Citizenship education or civics

education didefinisikan sebagai berikut:

Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation

of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular,

the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that

preparatory process.

Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk

mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sedangkan

secara khusus, peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran

dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

Cogan21) mengartikan civic education sebagai the foundational course

work in school designed to prepare young citizens for an active role in their

communities in their adult lives, maksudnya adalah suatu mata pelajaran dasar

di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar kelak

setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.

20) Pendidikan Kewargaan (civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat;TIM ICCE;ICCE;2003 h 5-6

21) Cogan, John J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic
Education, Bandung: CICED
24

Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta

didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten

untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara

kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada

semangat kebangsaan yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa

depan bersama dibawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat

tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).

Berkaitan dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ini

Depdiknas22) memberikan penjelasan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan

adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi

warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Somantri23) memberikan perumusan pengertian sebagai

berikut : Pkn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan

pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara

warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar

menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

22) Depdiknas. 1994. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SLTP. Jakarta:
Depdiknas
23) Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.h.154.
25

Dari kedua pengertian di atas jelas bahwa PKN merupakan mata pelajaran

yang memiliki focus pada pembinaan karakter warga negara dalam perspektif

kenegaraan, dimana diharapkan melalui mata pelajaran ini dapat terbina sosok

warga negara yang baik (good citizenship).

Namun demikian terdapat beberapa unsur yang terkait dengan

pengembangan PKn ini, antara lain24):

1) Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan

pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan

ilmu.

2) Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

3) Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.

4) Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya ide fundamental Ilmu

Kewarganegaraan.

5) Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara

serta sejarah perjuangan bangsa.

6) Kegiatan dasar manusia.

7) Pengertian pendidikan IPS.

Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena

pengembangan pendidikan kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn

sebagai salah satu tujuan pendidikan PKn.

Pendidikan kewarganegaran adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-

ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang

24 Ibid.h.158
26

diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai

salah satu tujuan pendidikan PKn.

Untuk dapat lebih memahami pengertian dan hakikat PKn berikut ini akan

dikemuakan beberapa penjelasan mengenai PKn antara lain25):

1) PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan

pendidikannnya diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai

disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen Negara, terutama Pancasila, UUD

1945, GHBN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan

pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan

bela negara.

2) PKn adaalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial,

humaniora, Pancasila, UUD 1945 dan dokumen negara lainnya yang

diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan

pendidikan.

3) PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan

PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan

menengah serta perguruan tinggi.

4) Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara

integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan

pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif

(ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional, Pancasila, UUD

1945, GBHN, filsafat pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan

kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kemudian dibuat program


25) Ibid.h.161.
27

pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii) bahan

pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.

5) PKn menitikberatkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif warga

negara, terutama generasi muda, dalam menginternalisasikan nilai-nilai

warga negara yang baik (good citizen) dalam berbagai masalah

kemasyarakatan (civic affairs).

6) Dalam keputusan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu

batasannya ialah seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang

dapat menumbuhkan demokrasi.

Dari penjelasan-penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa mata pelajaran

PKn senantiasa dikembangkan secara komprehensif melalui berbagai unsur

pembelajaran yang dapat memperkuat pembinaan figur warga negara yang dapat

diandalkan oleh negaranya.

Tidak terlepas dari pengertian PKn sebagaimana dijelaskan di atas, maka

dalam konteks lebih formal kita bisa memahaminya melalui rumusan dalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Dalam konteks UUSPN,

PKn merupakan salah satu program pendidikan atau mata pelajaran yang wajib

dimuat dalam kurikulum di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal ini

sebagaimana ditegaskan oleh pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sedangkan mengenai pengertian PKn itu sendiri dapat kita peroleh dalam

Penjelasan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa Pendidikan kewarganegaraan


28

merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan

kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan

negara serta pendidikan pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga

negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara

Dengan demikian cukup jelas, bahwa dengan pola pengembangan yang

komprehensif dan integral, maka pelajaran PKn senantiasa dapat membina sosok

warga negara yang memiliki kesadaran nilai moral yang tinggi dalam konteks

kenegaraan. Dari kesadaran nilai moral itulah akan melahirkan sikap perilaku

warga negara yang mampu memahami dan menunjukkan sikap perilakunya yang

baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Landasan Hukum PKn

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu program pendidikan

yang formal dan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar menengah dan

tinggi. Hal ini berdasarkan beberapa landasan hukum sebagai berikut :

1) Undang-Undang RI Nomor : 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas), terutama pasal 37 yang menyatakan26) :

a) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :

(1) pendidikan agama;

(2) pendidikan kewarganegaraan;

(3) bahasa;

(4) matemtika

26) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional
29

(5) ilmu pengetahuan alam;

(6) ilmu pengetahuan sosial;

(7) seni dan budaya;

(8) pendidikan jasmani dan olahraga;

(9) keterampilan/kejuruan; dan

(10) muatan lokal.

b) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :

(1) pendidikan agama;

(2) pendidikan kewarganegaraan; dan

(3) bahasa

c) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2) Peraturan Pemerintah RI Nomor : 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan yang di dalamnya diatur tentang Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dimana Pendidikan Kewarganegaraan merupakan

salah satu mata pelajaran wajib dimuat dalam setiap kurikulum pendidikan

dasar, menengah dan tinggi.

3) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk

mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

4) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.


30

c. Visi, Misi dan Tujuan PKn

Visi bahwa pendidikan kewarganegaraan bertujuan mewujudkan

masyarakat demokratis merupakan reaksi atas kesalahan paradigma lama yang

masih menggunakan istilah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

PPKn sangat mencolok dengan misi mewujudkan sikap toleransi, tenggang rasa,

memelihara persatuan kesatuan, tidak memaksakan pendapat, menghargai, dan

lain-lain yang dirasionalkan demi kepentingan stabilitas politik untuk mendukung

pembangunan nasional.

Misi dari pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup dunia pendidikan di

sekolah dewasa ini dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah

Standar Isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan

Kewarganegaraan dirangkum Winarno sebagai berikut27):

1) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam

arti sesungguhnya yaitu civic education. Berdasarkan hal ini, Pendidikan

Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan pengetahuan

dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan penerapan, tugas, hak,

kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam berbagai

aspek kehidupan bernegara. Misalnya pendidikan kewarganegaraan

dimunculkan dalam pelajaran civic; Pendidikan Kemasyarakatan yang

merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan

(Kurikulum 1964); Pendidikan Kewarganegaraan Negara, yang merupakan

perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civic dan PPKn.


27) Winarno. (2006). Implementasi Pancasila melalui Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education). Makalah disajikan dalam Seminar di
Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), 13 April 2006
31

2) Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter. Dalam

hal ini Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina dan

mengembangkan nilai-nilai bangsa yang dianggap baik sehingga terbentuk

warga negara yang berkarakter baik bagi bangsa bersangkutan. Contoh:

Pendidikan kewarganegaraan dimuatkan dalam pelajaran PMP, Pelajaran

PPKn. Di perguruan tinggi diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila

dan Filsafat Pancasila.

3) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara. Pendidikan

kesadaran bela negara sehingga dapat di andalkan untuk menjaga

kelangsungan negara dari berbagai ancaman. Contoh, diberikan mata

kuliah Kewiraan di Perguruan tinggi.

4) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi (politik)

pendidikan kewarganegaraan mengembangkan tugas menyiapkan peserta

didik menjadi warga negara yang demokratis untuk mendukung tegaknya

demokrasi negara. Dengan pendidikan kewarganegaraan, akan ada

sosialisasi, deseminasi, dan penyebarluasan nilai-nilai demokrasi pada

masyarakat.

Menurut Branson28) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu

dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat

lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah

untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:

28) Margaret Stimman Branson . 1998. The Role of Civic Education, A


Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the
Communitarian Network diakses di www.civiced.org.h.7
32

1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

2) Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak

secara sadara dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lain.

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara

langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri29) adalah sebagai berikut :

1) Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan

pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : Mencerdaskan kehidupan bangsa

yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan eterampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2) Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan

diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang

memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam

masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang

mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama


29) Djahiri, A. Kosasih dan Wahab, A. Azis. (1996). Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Dikti
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.h.10.
33

diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan

pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah

mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan

keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan umum pembelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi

warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang

patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis,

Pancasila sejati30).

Secara umum, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan akan harus ajeg dan

mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana

ditetapkan dalam UU Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 3 sebagai berikut : Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Sedangkan secara khusus, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan

sebagai berikut : Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk

peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah

air. (Penjelasan UU No, 20/2003 pasal 37 ayat 1).

30 )Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.h.279.
34

Agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka

harus dirinci menjadi tujuan kurikuler, yang meliputi31):

1) Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.

2) Keterampilan intelektual:

a). Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks

seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis,

mensintesiskan, dan menilai:

b). Dari penelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan

bertanya dan mengetahui masalah: (b) keterampilan merumuskan

hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menguji

hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan

mengkomunikasikan kesimpulan.

3) Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-

soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat

dijabarkan.

4) Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam

keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan

kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas

serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty 32)

Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci

dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a)

31) Ibid.h.30
32) Ibid. h.30
35

konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn: (b) tujuan intruksional, (c)

konstruksi tes beserta penilaiannya.

Tujuan-tujuan tersebut selanjutnya akan harus dioperasionalkan melalui

kejelasan tujuan kurikuler dan harus nampak dalam sosok program dan pola

pembelajarannya. Tujuan kurikuler tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam

tujuan pembelajaran yang bersifat khusus dan operasional dengan memperhatikan

standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator-indikatornya dalam silabus.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian integral dari sistem

Pendidikan Nasional. Oleh karena itu secara umum fungsi perannya akan harus

ajeg dan mendukung keberhasilan fungsi Pendidikan Nasional sebagaimana

ditetapkan dalam pasal 3 UU Sisdikdas yang telah dikemukakan di atas, yakni

bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bila kita cermati tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan, maka akan

tersirat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan harus berfungsi sebagai pendidikan

nilai, moral dan norma (afektif), sebagai pendidikan politik, dan sebagai

pendidikan keilmuan.

Sebagai pendidikan afektif, PKn bertugas membina jatidiri dan

kepribadian siswa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Djahiri 33)

mengemukakan : Sebagai program pendidikan nilai, moral dan norma yang harus

membina totalitas diri peserta didik yang memiliki pola piker, sikap dan
33) Djahiri, A. Kosasih dan Wahab, A. Azis. (1994). Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Dikti
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.h.4
36

kepribadian serta perilaku yang berasaskan nilai, moral dan norma Pancasila

UUD 194. Peserta didik dan keluaran sekolah benar-benar mampu melaksanakan

Pancasila dengan penuh keyakinan dan nalar.

Sebagai program pendidikan politik, Pendidikan Kewarganegaraan

diharapkan mampu membina siswa menjadi warga negara yang melek politik,

sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri sebagai berikut34) :

Sebagai program pendidikan politik yang tugas peran utamanya membina

peserta didik menjadi warga negara yang melek politik, ialah warga negara yang :

1) Melek hukum dan UUD 1945 negara RI;

2) Mmelek pembangunan;

3) Melek dan perduli akan masalah.

Sedangkan sebagai program pendidikan keilmuan, PKn harus dapat

berfungsi dalam membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan

kemampuan belajar yang sangat diperlukan untuk studi lanjutan dan belajar

sepanjang hayat. Djahiri mengemukakan35) :

Sebagai program pendidikan studi lanjutan yang hendaknya mampu

membina perbekalan kemampuan dan keterampilan untuk studi lanjutan bagi

mereka yang mampu serta untuk belajar sepanjang hayat bagi mereka yang tidak

melanjutkan studi. Dalam fungsi peran ini jelaslah diharapkan agar Pendidikan

Pancasila di samping memuat hal ihwal keilmuan dan pengetahuan hendaknya

juga membina berbagai kemampuan/keterampilan belajar.

34) Ibid.h.4
35) Ibid.h.5
37

Berdasarkan uraian di atas cukup jelas bahwa PKn membawakan tiga

fungsi dan misi program secara integral, yakni harus berfungsi sebagai program

pendidikan afektif, pendidikan politik, dan program studi lanjutan.

d. Ruang Lingkup PKn


Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Winarno36 terdapat dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan
yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta

lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan

negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,

keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata

tertib di satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan,

norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan

nasional, hukum dan peradilan internasional.

3) Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban

anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan,

penghormatan dan perlindungan HAM.

4) Kebutuhan Warga Negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai

warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan

36 Winarno. (2006). Implementasi Pancasila melalui Pendidikan


Kewarganegaraan (civic education). Makalah disajikan dalam Seminar di
Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), 13 April 2006.
38

pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan

warga negara.

5) Konstitusi Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan

dasar negara dengan konstitusi.

6) Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,

pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem

politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem

pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

7) Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi

negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-

nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi

terbuka.

8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri

Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan

organisasi internasional, dan mengevaluasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pendidikan

kewarganegaraan ini merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial

untuk mencapai sasaran berkaitan dengan warganegara yang baik, meliputi

wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara.

e. Karakteristik PKn
39

Sebagaiman lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan disekolah, materi

PKn menurut Branson37) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge

(pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan),

dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).

Komponen pertama, civic knowledge berkaitan dengan kandungan atau

nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara (Branson, 1999:8). Aspek

ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari

berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata

pelajaran PKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci,

materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan

tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses

demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional,

pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak

memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills)

dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam

merespon berbagi persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD.

Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan

kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas

terjadinya kejahatan yang diketahui.

37) Margaret Stimman Branson . 1998. The Role of Civic Education, A


Forthcoming Education Policy Task Force Position Paper from the
Communitarian Network diakses di www.civiced.org.h.4.
40

Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini

sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata

pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai

muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan

visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai

dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain

yang bersifat afektif.

Berdasarkan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa kurikulum

untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas

lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran

Kewarganegaraan dan Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini dimaksudkan

untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan

kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta

peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Didalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan wajib dimasukkan di dalam

Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1)

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik

menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

f. Hakikat Pembelajaran PKn


41

Pembelajaran menurut pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu Proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Dalam hal ini, dinyatakah bahwa yang menjadi pusat

perhatian dalam pembelajaran adalah siswa (peserta didik), guru (peserta didik),

sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Memperkuat pernyataan diatas, Kosasih Djahiri 38) mengemukakan

bahwa, pembelajaran secara prosedural, dilihat dari komponen/instrumental

inputs adalah proses interaksi/interradiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS)

dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan belajarnya

(learning environments). Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa

yang menjadi pusat perhatian pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada

siswa, akan tetapi siswa, guru, dan lingkungan belajar (learning environments)

harus menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran. Sehingga akan terbentuk

suatu interaksi yang komunikatif antara guru dan siswa. Interaksi yang dimaksud

di dalam suatu pembelajaran adalah interaksi edukatif.

Sebagai pembanding, pendapat Udin S. Winataputra39) yang

mengemukakan bahwa, Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan

belajar yang terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi,

alat, siswa dan guru. Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui bahwa

terdapat enam unsur penting dalam pembelajaran, yaitu: tujuan, bahan

pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen

38) Djahiri, A. Kosasih dan Wahab, A. Azis. (1996). Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Dikti
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.h.1.
39) Udin S. Winataputra. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik
Pendidikan Demokrasi. Disertasi. Bandung : PPS UPI.h.14.
42

tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi

dengan berorientasi kepada tujuan 40).

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, maka

pembelajaran yang dilaksanakan haruslah merupakan pembelajaran yang

bermutu dan ideal. Charles B. Myers berpendapat bahwa41):

Proses pembelajaran yang ideal adalah proses KBS yang active

powerful (aktif dan berkekuatan) - demokratis dan humanistik serta

menyenangkan. Aktif dan powerful karena bahan ajar, kegiatan, media dan

sumber mampu mengundang, melibatkan dan memberdayakan (empowering)

seluruh potensi diri dan lingkungan belajarnya serta mampu membina siswa

menjadi independent and self-regulated learners.

g. Indikator Prestasi PKn

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah

psikologi yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.

Namun demikian, khususnya ranah rasa murid sangat sulit. Hal ini disebabkan

perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh

karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil

cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang

40) Ibid.h16.
41) Djahiri, A. Kosasih dan Wahab, A. Azis. (1996). Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Dikti
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.h.23-24.
43

berdimensi cipta (kognitif) dan rasa (afektif) maupun yang berdimensi karsa

(psikomotor).42)

1) Ranah Kognitif

Jenis prestasi pada ranah kognitif ini mencakup enam aspek, yaitu

ingatan/recall, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.43)

a) Ingatan / Recall, yaitu mengacu kepada kemampuan mengenal atau

mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai

pada teori-teori yang sukar. Indikator pada aspek ini yaitu, dapat

menyebutkan dan menyebutkan lagi.

b) Pemahaman, yaitu mengacu kepada kemampuan memahami makna

materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan

tingkat berpikir yang rendah. Indikator pada aspek ini yaitu, dapat

menjelaskan dan mendefinisikan dengan lisan sendiri.

c) Penerapan, yaitu mengacu kepada kemampuan menggunakan atau

menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan

menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Indikator pada aspek ini

yaitu, dapat memberikan contoh dan dapat menggunakan secara tepat.

d) Analisis, yaitu mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke

dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu

memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya

42)42) Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,


(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2004) h. 150
43)43) Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1997) h. 35
44

sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Indikator pada

aspek ini yaitu, dapat menguraikan dan mengklasifikasikan.

e) Sintesis, yaitu mengacu kepada kemampuan memadukan konsep dan

komponen-komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau

bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif.

Indikator pada aspek ini yaitu, menghubungkan,

mengimplementasikan dan dapat menggeneralisasikan.

f) Evaluasi, yaitu mengacu kepada kemampuan memberikan

pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.

Indikator pada aspek ini yaitu, dapat menunjukkan, membandingkan

dan dapat menghubungkan.

2) Ranah Afektif

Jenis prestasi pada ranah afektif mencakup lima aspek, yaitu penerimaan,

pemberian respons, penilaian, pengorganisasian, karakterisasi.44)

a). Penerimaan, yaitu mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan

memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang

tepat. Indikator pada aspek ini yaitu, menonjolkan sikap menerima dan

menolak.

b). Pemberian respons, yaitu satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal

ini siswa jadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta , dan tertarik.
44)44) Ibid, h. 36
45

Indikator pada aspek ini yaitu, kesediaan berpartisipasi atau terlibat

dan kesediaan memanfaatkan.

c). Penilaian, yaitu mengacu kepada nilai atau pentingnya kita

menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-

reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan

tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.

Indikator pada aspek ini yaitu, menganggap penting dan bermanfaat,

menganggap indah dan harmonis serta mengagumi.

d). Pengorganisasian, yaitu mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap

yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan

konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal,

mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.

Indikator pada aspek ini yaitu, mengakui atau myakini dan

mengingkari.

e). Karakterisasi, yaitu mengacu kepada karakter dan gaya hidup

seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga

tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan.

Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan

pribadi, sosial, dan emosi siswa. Indikator pada aspek ini yaitu,

melembagakan atau meniadakan dan menjelmakan dalam pribadi dan

perilaku sehari-hari.

3) Ranah Psikomotor
46

Jenis prestasi pada ranah psikomotor mencakup lima aspek, yaitu

peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi dan pengalamiahan.45)

a) Peniruan, yaitu terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai

memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi

dan otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global

dan tidak sempurna. Indikator pada aspek ini yaitu,

mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh

lainnya.

b) Manipulasi, yaitu menekankan perkembangan kemampuan mengikuti

pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan

suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan

sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku

saja.

c) Ketetapan, yaitu memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian

yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi

dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai tingkat minimum.

d) Artikulasi, yaitu menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan

dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan

atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.

e) Pengalamiahan, yaitu menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan

paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya

dilakukan secara rutin. Indikator pada aspek ini yaitu, mengucapkan,

membuat mimik dan gerakan jasmani.


45)45) Ibid, h. 37
47

Setelah mengetahui indikator prestasi di atas, guru perlu pula mengetahui

bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya.

Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi yang dianggap

berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas

berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya

sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah

satu ranah. Contoh, seorang siswa yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi

aqidah akhlak misalnya, belum tentu perilakunya baik. Sebaliknya, siswa lain

yang mendapat nilai cukup dalam bidang studi aqidah akhlak justru menunjukkan

perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kerangka semua itu mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai

wahana pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan

bertanggung jawab. PKn sebagai laboratorium demokrasi, melalui PKn,

pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata

hanya mengajar demokrasi (teaching democracy), tetapi melalui model

pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup demokrasi (doing

democracy).
12

Lebih lanjut,dijelaskan bahwa: Peran PKn dalam proses pembudayaan dan


pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan,
pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas peserta didik dalam
proses pembelajaran. Melalui PKn sekolah perlu di kembangkan sebagai pusat
pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan
yang demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi. 42

42 Prof.Dr.H. Kaelan,M.s. Pendidikan kewarganegaraan PARADIGMA, Yogyakarta. 2007, 1-3


48

Dari konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma

pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan

sekolah adalah pendidikan demokrasi. Serta harus mengembangkan daya nalar

(state of mind), kecerdasan warga negara (civic intelegence), dan memusatkan

perhatiannya pada karakter bangsa, bagi para peserta didik sebagai landasan

pengembangan nilai dan perilaku demokrasi. Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) merupakan mata pelajaran sosial yang mempunyai karakteristik dan

memiliki tujuan:

Visi PKn merupakan pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinan watak
warga negara. Dan misi PKn membentuk warganegara yang harus mengetahui,
menyadari, serta melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara
Kemudian tujuan PKn adalah: 1)memiliki kemampuan berpikir secara rasional,
keritis, dan kreatif; 2)memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan
partisipasi secara demokratis; 3)memiliki watak dan kepribadian yang baik
sesuai dengan norma-norma43.

Rumusan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak

dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek

kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civi

knowledge),pemahaman kewarganegaraan (civic understanding), dan penerapan

kewarganegaraan (civic aplication). Hal tersebut analog dengan konsep Benjamin

S Bloom tentang pengembangan kemampuan siswa yang mencakup ranah

kognitif, psikomotor,dan afektif.

Dari uraian ditersebut maka penulis dapat simpulkan , Pendidikan

Kewarganegaraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada


43 Model silabus dan RPP PKn SMP,Depdiknas..jakarta. 2007
49

pembentukkan diri berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan

dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini

maupun masa yang akan datang yang meliputi: keragaman suku bangsa dan

budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan golongan) serta keragaman

tingkat kemampuan intelektual dan emosional.Untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila

dan UUD1945

B. Kerangka berfikir

1. Hubungan Antara Perilaku Siswa Terhadap Orang Tua dan Prestasi

Akademik Siswa dalam Mata Pelajaran PKn

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa prestasi akademik merupakan data

kuantitatif, karena ditunjukkan dengan angka atau nilai sebagai hasil dari uji

kemampuan siswa di sekolah. Angka atau nilai yang diperoleh siswa tersebut ada

yang tinggi dan ada yang rendah bergantung kepada seberapa jauh pengetahuan

siswa terhadap suatu mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru. Dalam hal

ini, pengetahuan merupakan salah satu bagian dari proses perubahan intelektual

dalam bidang kognitif yang juga merupakan salah satu tujuan dari pendidikan

dalam rangka mencapai perubahan tingkah laku yang positif. Perubahan-

perubahan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan pada dasarnya adalah

perubahan pola tingkah laku. Perubahan pola tingkah laku yang diinginkan
50

disebut pula tujuan pendidikan (educational obyectives).24) Tujuan pendidikan

(educational obyectives) meliputi tiga sub tujuan :

1. Tujuan kognitif (cognitive obyectives), yaitu proses-proses intelektual

seperti mengingat, mengerti, memecahkan masalah (problem solving).

2. Tujuan afektif (affective obyectives), meliputi perasaan dan sikap.

3. Tujuan psikomotor (psychomotor obyectives), yaitu pengendalian dan

pengarahan otot-otot yang tepat dan melakukan gerakan-gerakan yang

tepat dalam melaksanakan sesuatu tugas (ketrampilan atau skill).25)

Dalam rangka mencapai prestasi akademik yang sesuai harapan, maka

seorang pendidik atau guru harus menyediakan pengalaman-pengalaman belajar

yang dapat mengembangkan ranah kognitif yang optimal bagi siswa. Hal ini

merupakan tugas pendidik atau guru dalam mengajar dan belajar. Dengan kata

lain, seorang siswa harus menempuh pengalaman belajar untuk mencapai

perubahan kognitif yang menghasilkan prestasi akademik yang tinggi, sehingga

perubahan itu menuju kepada perubahan tingkah laku. Yang dimaksud dengan

tingkah laku ialah aktivitas yang nampak, artinya bahwa belajar dalam hal ini

adalah sebagai perubahan perilaku. Jadi, boleh dikatakan bahwa jika belajar tidak

menghasilkan perubahan perilaku, maka tidak dikatakan belajar. Ada tiga jenis

perubahan sebagai hasil belajar yaitu :

1. Perubahan kognitif, terdiri dari pengetahuan atau cara melihat

atau mengerti sesuatu.

24)24) Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan Untuk Para Pendidik dan Calon
Pendidik, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1992), Jilid Satu, h.
49.
25)25) Ibid, h. 49
51

2. Perubahan motivasi, yakni perubahan motif, tujuan dan minat.

c. Perubahan tingkah laku yang dapat dilihat oleh orang lain.26)

Perilaku siswa kepada orang tua didukung oleh pemahaman siswa akan

norma-norma yang berlaku dalam keluarga, orang tua adalah sosok penting yang

memainkan peran yang tidak tergantikan bagi keberhasilan siswa dalam prestasi

akademiknya, sikap yang baik dan juga perilaku yang berbakti kepada orang tua

dapat menunjang keberhasilan siswa didalam menuntut ilmu, karena dengan

menghormati orang tua maka orang tua pun akan memberikan dukungan moral

maupun spritual kepada sang anak sehingga dapat menunjang keberhasilan sang

anak didalam proses pendidikan.

Performance (perilaku) ini dipertunjukkan dalam bentuk penampilan

lahiriah atau tindakan/perbuatan di lapangan (on the job action). Perilaku

dilatarbelakangi oleh pengetahuan, keterampilan, proses dan nilai-nilai yang ada

pada si pelakunya untuk membuat keputusan secara individual untuk melakukan

sesuatu dalam hubungan dengan tujuan-tujuan intruksional.27)

Dari uraian di atas diketahui bahwa perilaku siswa dilatarbelakangi oleh

seberapa jauh pengetahuannya, sehingga ia bisa berperilaku tertentu. Sedangkan

untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa di sekolah, memakai alat yang

disebut dengan tes, untuk menentukan apakah siswa telah menguasai/memahami

pengetahuan dan dapat melakukan keterampilan,

C. Hipotesis Penelitian
26)26) Ibid h. 83
27)27) DR. Oemar Hamalik, Metodologi Pengajaran Ilmu Pendidikan,
(Bandung : CV. Mandar Maju, 1989), cet. ke 1, hal. 22.
52

Dalam penelitian ini penulis mengajukan dua hipotesa diantaranya :

1 Hipotesa nihil (Ha), yaitu adanya hubungan positif antara perilaku siswa

kepada orang tua dengan prestasi akademik siswa.

2 Hipotesa harapan atau sementara (Ho), yaitu tidak adanya hubungan positif

antara perilaku siswa kepada orang tua dengan prestasi akademik siswa

Anda mungkin juga menyukai