BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Penjajahan Inggris Di Indonesia. Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah
berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang
(1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan
oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk
Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana terjadinya penjajahan Inggris, di Indonesia?
2. Hal hal atau kebijakan apa saja yang bertentangan dengan nilai Pancasila?
3. Hal hal apa saja yang sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah penjajahan Inggris di Indonesia. Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah
berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang
(1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan
oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia
jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di
Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui
kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk
hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan
berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan
Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang
dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta).
Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak
segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah
terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan
perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei
Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di
Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama
lima tahun (1811 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di
Indonesia.
Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk
Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan
Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada
pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem
tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
1. Petani harusmenyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
4. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-
daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada
umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah
wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem
tersebut dijalankan, kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena
trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan
Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar Inggris
melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis
jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri
Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun
itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda. Perundingan itu
menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara lain
menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus
dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu
yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua
negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah
Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa di Indonesia.
Perlayaran orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan Dunia Timur umumnya
tertinggal dibandingkan pada perlayaran orang-orang Portugis. Hal ini disebabkan perhatian
orang-orang Inggris lebih ditumpahkan ke Benua Amerika dan rupa-rupanya mereka belum
mengetahui jalan ke Timur melaui Tanjung Harapan.
Pelaut-pelaut Inggris telah mencoba menempuh jalan melalui laut tengah sampai ke
Siria. Tetapi, tidak dapat dilakukan untuk mengadakan hubungan dengan India dengan Dunia
Timur. Pada akhir abad ke-6 Inggris menyadari bahwa satu-satunya jalan yang paling tepat
untuk mengadakan hubungan dagang dengan Dunia Timur (Asia) adalah melalui Tanjung
Harapan. Namun, pada waktu itu Inggris mengalami kesulitan karena belum dimilikinya kapal
yang cukup besar yang mampu mengarungi Samudera sejauh 16.000 Km itu. Pelaut-pelaut
Portugis nampaknya sudah terlebih dahulu mampu membuat kapal-kapal yang digunakan untuk
menempuh rute pelayaran sejauh itu.
Mungkin pula ada faktor lain, kenapa Inggris belum menggunakan rute pelayaran
melalui TAnjung Harapan, yaitu : katanya Portugis merahasiakan jalan pelayaran melalui
Tanjung Harapan tersebut. Pada tahun 1580 F. Drake dalam perjalanan keliling dunia singgah di
Ternate setelah melayari lautan Pasifik. Dia melaporkan kepada pemerintahannya tentang
pemerintahan Sultan Ternate agar diberi bantuan peralatan untuk melawan Portugis. Pada tahun
1586, Thomas Cavendis menggunakan rute pelayaran Selat Magelhaen-Samudera Pasifik.
Sampai di Filiphina selanjutnya berlayar ke Maluku. Dia menerangkan bahwa di Maluku
dilakukan perdagangan rempah-rempah secara bebas.
Pada waktu ituada dua pendapat tentang sikap yang bagaimana yang harus di ambil
Inggris dalam menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta Inggris membantu Portugis agar
Inggris memperoleh hak dari Portugis sehingga ada pembagian hak Monopoli diantara
keduanya. Pendapat kedua mendesak agar Inggris segera merebut hak Monopoli perdagangan
Portugis dan segera menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Pengaruh
kedua nampaknya lebih kuat dan mempunyai pengaruh dalam menentukan kebijaksanaan
Inggris dalam melebarkan dengan dunia luar.
Pada tahun 1591 satu ekspedisi yang terdiri dari tiga buah kapal bertolak dari Plymouth
dipimpin oleh George Raymond dan James Lancaster, tujuannya adaalh ke India Timur melalui
Tanjung Harapan. Penjelajahan ini tidak begitu berhasil karena hanya satu kapal yang berhasil
melanjutkan perjalanan yaitu kapal yang dipimpin oleh Lancaster. George Raymond tenggelam,
sedangkan sebuah kapal terpaksa kembali.
Lancaster melanjutkan perlayaran sampai ke Selat Malaka dan Pulau Pinang, tetapi
beliau ditawan kapal oleh perampok dari Perancis. Pelayaran James Lancaster ini dinilai penting
artinya bagi perkembangan pelayaran kemudian hari. Berita berhasilnya Cornelis de Houtman
sampai di Banten menggugah semangat pelaut Inggris untuk menggunakan Tanjung Harapan
kembali dalam perjalanan jauh ke Dunia Timur.
Pada tanggal 31 Desember 1600 didirikan East India Company. Berdasarkan piagam raja
Maskapai dagang mempunyai hak monopoli perdagangan antara Tanjung Harapan dan Selat
Magelhaen selama 15 tahun. Perlayaran pertama dilakukan dengan modal 68.000 pounsterling,
ekspidisi ini dipimpin oleh James Lancaster dan Jhon Davis. Ekspidisi ini berhasil sampai di
Aceh pada tahun 1602 selanjutnya berlayar menuju Banten. Mereka sangat kaget karena
kedatangan mereka di Nusantara disambut sebagai lawan oleh Belanda sedangkan di Eropa pada
saat itu Belanda adalah sekutu Inggris.
Ekspedisi kedua dibawah pimpinan Henry Middleton sampai di Banten pada tahun 1604.
Middleton berlayar terus sampai ke Ambon dan berunding dengan Portugis untuk memperoleh
hak dagang tapi armada Belanda melarangnya. Ketika Middleton berhasil mendapatkan muatan
cengkeh di Ternate dan pala di Banda, armada Belanda memaksanya kembali ke Banten. Sejak
tahun 1610 hubungan antara Inggris dan Belanda semakin memburuk. Nampak kekuatan
Belanda semakin unggul dibandingkan dengan kekuatan yang dibangun oleh Inggris. Usaha
untuk menghilangkan perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan perdamaian ternyata gagal.
Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan Inggris lebih dahulu
dibandingkan dengan kedatangan Belanda. Namun Belanda tiding menghiraukan pernyataan
tersebut.
Belanda mengemukakan bahwa alasan mereka mendapatkan hak perdagangan ini setelah
mereka mengeluarkan cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol.
Sementara itu perhatian Inggris terbagi dua. Perhatian mereka lebih dicurahkan ke India.
Pada tahun 1611 EIC telah membuka pusat perdagangan di Masuliptam dan kemudian membuka
hubungan dagang dengan Siam dan Myanmar. Sementara itu Inggris telah berhasil menjalin
hubungan dengan Aceh, Makasar, Pariaman, Jambi, Jayakarta, Jepara dan Sukadana. Mereka
telah juga mendirikan kantor-kantor untuk perdagangan mereka. Diantara pemimpin
perdagangan Inggris yang dianggap paling membahayakan kedudukan Belanda di Nusantara
adalah Jhon Jourdei. Dialah yang paling banyak terlibat permusuhan dengan J. P. Ceon,
gubernur jendral VOC. Dengan tegas Jordaen menegaskan bahwa perdagangan di Maluku
adalah bebas baik untuk Belanda maupun Inggris. Permusuhan nantara VOC dan EIC terjadi
ketika perlayaran George Cokayne dan George Ball dipimpin oleh Gerard Reynest, peristiwa itu
terjadi pada tahun 1615. Dalam kontak senjata ini, Belanda mengalami kekalahan. Pada
tahun1616 juga terjadi ketegangan antara kapal-kapal Inggris di bawah kepemimpinan Samuel
Castleton dengan armada VOC dibawah pimpinann Jan Dirkszoon Lam. Karena kekuatan VOC
lebih besar, maka Inggris pun mengalah.
Ketika J.P. Ceon menjadi gubernur jendral ia berjanji mengusir semua kekuatan Portugis,
Spanyol dan Inggris dari Maluku, Pulau Banda akan diduduki oelh komunis-komunis dari
Belanda. Meskipun pada tahun 1619 tercapai perdamaian antara Inggris dengan Belanda pada
kenyataanya Belanda tisak mau menepati isi perjanjian perdamaian tersebut. Pada tahun 1621
mereka mengusir Inggris dan Belanda.
Tahun 1623 Belanda menuduh Inggris telah berkomplot untuk menentang Belanda.
Tahun 1623 Inggris melaukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap beberapa orang Inggris,
peristiwa ini kemudian dikenal dengan "Amboyna Massacre" (pembunuhan di Ambon).
Tindakan kekerasan rupa-rupanya dimaksudkan Belanda agar Inggris segera keluar dari Maluku.
Kata kolonialisme berasal dari bahasa latin yaitu colonia yang artinya tanah, tanah
pemukiman atau jajahan. Jadi kolonialisme adalah suatu sistem pemukiman warga suatu Negara
di wilayahinduknya atau penguasaan oleh suatu Negara atas daerah atau Negara lain dengan
magsud untuk memperluas daerahnya atau negaranyayang bisasa terletak di seberang lautan
dengan tujuan utamanyamerusak sumber-sumber kekayaan daerah kolonia demi Negara
induknya
2. Imperialisme
Kata imerialisme berasal dari bahasa latin yaitu dari kata imperare yang berarti
memerintah atau sebagai kerajaan besar yang bertujuan penjajahan langsung atau menguasai
Negara lain untuk mendapat kekuasaan , wilayah dan kekayaan yang lebih besar dengan jalan
menguasai semua bidang kehidupan seperti kehidupan politik,ekonomi,social dan idiologi
Ketika Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Belanda.
Penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens, tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir
dari penjajahan Belanda-Perancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani
pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak
Belanda. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang
berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur
(Liuetenant Governor) di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan
Kalimantan Selatan). Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcutta, India.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia.
Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja
dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.
a. Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-
wenang dan kejam.
b. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi
rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten,
dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-
kerajaan tersebut.
c. Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Beliau
menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya terkadang agak
berlainan.
Pada tanggal 3 Agustus 1811, Angkatan Laut Inggris mendarat di Teluk Batavia di bawah
pimpinan Gilbert Eliot, Lord Minto, dan Thomas Stamford Raffles. Armada angkatan laut
Inggris terdiri dari 100 kapal dengan membawa 1.200 orang. Pendaratan dipimpin oleh Jenderal
Auchmuty pada tanggal 4 Agustus 1811. Pada tanggal 8 Agustus 1811, mereka berhasil
menguasai Batavia. Jenderal Jumel yang ditugaskan mempertahankan Batavia terpaksa mundur
hingga di garis pertahanan Meester Cornelis. Kemudian pimpinan pertahanan diambil oleh
Jansens. Ia dihimbau agar Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris tetapi ditolak. Segera terjadi
pertempuran yang hebat di Meester Cornelis selama 16 hari. Tentara Belanda ternyata tidak
sanggup bertahan sehingga Jansens mundur ke arah Bogor. Dari Bogor ia berangkat ke
Semarang dengan harapan dapat mempertahankan PUlau Jawa dari sana. Ia juga mengharapkan
raja-raja yang berkuasa dapat memberikan bantuan, tetapi hal itu tidak terpenuhi.
Sistem sewa tanah tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki
ketentuan, antara lain:
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-
daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada
umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah
wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah.Bagi yang tidak
memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
3. Bidang Hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh
Daendels. Apabila Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada
besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh
keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.
4. Bidang Sosial
a. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
b. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya beliau melanggar undang-
undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti
dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan
temannya, Alexander Hare, yang sedang mengalami kekurangan tenaga kerja.
c. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan
harimau.
5. Bidang Ilmu Pengetahuan
Selama lima tahun Raffles berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali persengketaan
dengan pribumi. Hal ini terjadi di Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan
Surakarta (1815).
Setelah lebih kurang 140 tahun Pemerintah Inggris berada di Bengkulu, mereka banyak
meninggalkan "warisan" peninggalan bersejarah. Salah satunya adalah Benteng
Marlborough.Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris,
yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I. Benteng ini tergolong terbesar di kawasan Asia.
Peninggalan sejarah ini memiliki daya tarik yang besar karena kelangkaannya. Benteng ini
dulunya merupakan pusat pemerintahan kolonial Inggris yang menguasai Propinsi Bengkulu
selama lebih kurang 140 tahun (16851825)
Konstruksi bangunan benteng Fort Marlborough ini memang sangat kental dengan corak
arsitektur Inggris Abad ke-20 yang megah dan mapan. Bentuk keseluruhan komplek
bangunan benteng yang menyerupai penampang tubuh kura-kura sangat mengesankan
kekuatan dan kemegahan. Detail-detail bangunan yang European Taste menanamkan kesan
keberadaan bangsa yang besar dan berjaya pada masa itu. Dari berbagai peninggalan yang masih
terdapat di dalam bangunan benteng dapat pula diketahui bahwa pada masanya bangunan ini
juga berfungsi sebagai pusat berbagai kegiatan termasuk perkantoran, bahkan penjara.
Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila sila ke 4 yang mengatur bahwa segala
keputusan harus diambil melalui musyawarah.
Peradilan menurut Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan.
Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh
karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.
BAB III
KESIMPULAN
Inggris membuat beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
Namun kebijakan diatas tidak semuanya sesuai dengan pancasila dan Undang Undang
Dasar negara Indonesia