Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Gita Pawana
ABSTRAK
Efek sinergis atau interaksi positif yang mungkin bisa diperoleh dari asosiasi
plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan cendawan mikoriza arbuskular
(CMA) masih perlu di kaji lebih luas. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji apakah
Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura dapat bersinergi dengan G.
aggregatum dan apakah kesinergian tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan menekan serangan penyakit batang berlubang pada tembakau Madura. Digunakan
rancangan faktorial dengan faktor perlakuan sterilitas media tanam, inokulasi patogen
dan amandemensi PF dan GA. Penelitian dilakukan pada rumah kasa secara kulur pot.
Hasil yang dipeoleh: 1) PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan
populasi PF dan panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA. 2)
Kesinergisan antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P,
namun tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa
asosiasi. 3) kesinergisan PF dan GA dapat mencegah terjadinya serangan penyakit
batang berlubang, namun demikian tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat
dipastikan sebagai mekanisme pencegahan serangan penyakit batang berlubang.
PENDAHULUAN
Kesuburan lahan dan vigoritas tanaman tidak bisa dilepaskan dari peranan
mikroba penghuni rhizosfer. Bakteri yang tergabung dalam kelompok psedomonad
pendarfluor (PF) yang tergolong dalam plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR),
dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) merupakan mikroba yang dapat membentuk
hubungan simbiosis mutalisme dengan tanaman. Mikroba tersebut diketahui dapat
menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksi langsung atau tidak langsung.
PF mempunyai kapasitas sebagai pelarut fosfat, mampu menghasilkan
fitohormon dan bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah. Kelompok bakteri ini
mempunyai keragaman ekologi yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai
rhizosfer tanaman. CMA merupakan cendawan yang berasosiasi erat dengan akar
tanaman membentuk simbiosis mutualisme, cendawan mendapatkan gula dari tanaman
sedangkan tanaman mendapat nutrisi seperti fosfat dari cendawan.
Interaksi CMA dengan bakteri rizosfer secara umum dapat positif atau negatif
(Gryndler et al., 1996), atau netral (Edwards et al, 1998). Interaksi negatif ditunjukkan
dengan penurunan perkecambahan spora dan pemanjangan hifa, pengurangan koloni
pada akar dan penurunan aktifitas metabolik miselium internal, sebaliknya interaksi
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
METODE
Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura koleksi lab. Agroekoteknologi
Universitas Trunojoyo, inokulan Glomus aggregatum (GA) diperoleh dari LIPI (2009),
isolat patogen batang berlubang, benih tembakau Madura varietas Cangkring 95, pupuk
ZA, Sp-36, ZK, polibag, media Kings B, aquadest, NaCl, autoklaf, Quebec colony
counter, Ca3(PO4)2, pereaksi P pekat, asam askorbat, H2SO4, larutan standar PO4, asam
cuka, tinta cina, mikroskop, spektrofotometer, mistar ukur, timbangan, oven.
Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap faktorial yang
terdiri atas: Faktor ke 1 media tanam (S) yang terdiri atas: S 0 = media tanam steril. S1 =
media tanam tidak steril. Faktor ke 2 adalah inokulasi isolat patogen batang berlubang
yang terdiri atas: E0 = tidak diinokulasi isolat patogen. E1 = diinokulasi isolat patogen.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Faktor ke 3 adalah amandemen mikroba (A) yang terdiri atas: A0 = sebagai kontrol
negatif diberikan pemupukan N+K-P tanpa amandemen. A1 = sebagai kontrol positif
diberikan pemupukan lengkap N+P+K tanpa amandemen. A2 = diberikan pemupukan
N+K dengan amandemen isolat PF. A3 = diberikan pemupukan N+K dengan
amandemen GA. A4 = diberikan pemupukan N + K dengan amandemen isolat PF dan
GA.
Sebagai media tanam digunakan campuran tanah (top soil), pupuk kandang dan
pasir, masing-masing dengan perbandingan volume 2:1:1. Tanah, pupuk kandang dan
pasir dicampur sampai homogen kemudian disaring (diayak) dengan diameter saringan
2,5 mm. Sesuai dengan perlakuan separuh dari media tanam disterilkan. Sterilisasi
dilakukan dengan otoklaf pada suhu 1200C selama15 menit dengan tekanan 5 kg/cm2.
Selanjutnya diisikan ke dalam polibag sebanyak 3 kg setiap polibag. Sebelum dilakukan
penanaman terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH, P total, dan P tersedia, sedangkan
pada media tanam tidak steril dilanjutkan dengan pengukuran kepadatan populasi PF
dan kepadatan spora CMA tiap 10 g tanah.
Pembibitan dilakukan dengan menggunakan media tanaman steril. Benih
disemaikan merata di atas media tanam, kemudian dilakukan penyiraman dengan air
steril secara merata di atas permukaan media tanam. Bibit siap dipindahkan ke polibag
pada saat bibit mempunyai ukuran panjang daun 5-7 cm atau bibit telah berumur 40 hari
setelah semai.
Isolat PF dan GA diamendasikan pada saat tanam. Isolat PF diberikan sebanyak
10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 108 cfu/ml, diberikan di sekitar
pangkal akar. Inokulan GA diberikan sebanyak 30 g inokulan tiap tanaman, dengan
kepadatan spora 10 spora/g inokulan, diberikan di bawah perakaran. Inokulasi isolat
patogen sebanyak 10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 10 8 cfu/ml
suspensi, diberikan di sekitar pangkal batang dilakukan pada saat 7 hari setelah tanam.
Pupuk N, P dan K yang diberikan masing-masing sebanyak 2.1, 1,4 dan 1,4
g/tanaman. Pupuk P, K dan dosis pupuk N diberikan pada saat penanaman, dosis
pupuk N berikutnya diberikan 3 minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan dengan
air steril sampai kapasitas lapang.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas: a) Populasi isolat PF
pada setiap gram tanah rizosfer, diamati dengan menggunakan metode tuang (pour
plate). Populasi PF10-1g rhizosfer = jumlah koloni x tingkat pengenceran x 100. b)
Fosfat tersedia pada rizosfer dan kandungan fosfat pada daun dianalisis dengan
menggunakan metode Olsen menurut Prasetyo et al (2005). c) Tingkat koloni GA
dianalisis menurut Brundrett et al, (1996). d) Pertumbuhan tanaman yang meliputi:
Produksi daun basah dan kering, adalah berat dari keseluruhan daun segera setelah
panen dan setelah dikeringkan pada 600C. e) Biomassa tanaman ditentukan sebagai
bobot kering seluruh bagian tanaman (akar, batang dan daun). f) Fosfat terlarut dari
Ca3(PO4)2 pada media ekstrak rhizosfer oleh PF. PF dikulturkan pada media NA.
Setelah 24 jam disuspensikan sampai kerapatan sel 106cfu/ml, sebanyak 0,1 ml suspensi
dimasukkan ke dalam 10 ml ekstrak rhizosfer yang mengandung 0,5 persen Ca3(PO4)2
dan diinkubasikan pada suhu kamar. P terlarut diamati setelah 24 jam. Ekstrak rhizosfer
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kondisi ini dijelaskan oleh Bagyaraj et al., (2000) dan Khan et al., (2009) bahwa
dinamika P tersedia ditentukan oleh aktifitas mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada
rhizosfer. Perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer
tembakau secara bersama memberikan konsentrasi P tersedia relatif paling tinggi dari
pada yang amandemensikan secara tunggal, maka sesuai dengan pernyataan di atas hal
tersebut dikarenakan pada perlakuan ini terdapat populasi Pfim yang tertinggi
sebagaimana disajikan pada tabel 3.
Adanya mikroba pelarut fosfat lain pada media tanam tidak steril bukan berarti
mengecilkan peranan amandemen PF, melainkan dengan kondisi ini dapat ditunjukkan
bahwa di dalam rhizosfer PF yang diamandemensikan tetap menunjukkan
kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kondisi ini memperkuat pernyataan
sebelumnya, bahwa PF yang diamandemensikan mampu memepertahankan hidup dan
berkembang biak pada rhizosfer, walaupun mungkin tanpa melakukan penekanan
terhadap pertumbuhan mikroba pelarut fosfat lain yang terlebih dahulu telah ada di
dalam rhizosfer sebagai kompetitornya. Sebaliknya jika pada media tanam tidak steril
diperoleh konsentrasi fosfat tersedia yang lebih rendah dari pada yang terdapat pada
media tanam steril, berarti PF yang diamandemensikan tidak dapat mempertahankan
hidupnya atau tidak dapat berkembang biak pada rhizosfer.
Kandungan P daun pada perlakuan amandemen PF dan GA yang
diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara bersama relatif tertinggi dari pada
yang diamandemensikan secara tunggal (tabel 4), dan pada parameter inipun juga
dipengaruhi oleh mikroba pelarut P lain yang terdapat pada media tanam tidak steril,
sama seperti pada parameter P tersedia pada rhizosfer. Kondisi tersebut menunjukkan
serapan P oleh tanaman terkait erat dengan kondisi ketersediaan P di rhizosfer yang
merupakan akibat aktivitas interaksi isolat Pfim 20 dengan GA. Smith dan Read, (1997)
menjelaskan interaksi sinergis bakteri pelarut P dengan CMA, bakteri pelarut
melepaskan P anorganik dengan mengekskresi asam organik dan P organik dengan
mengekskresikan fosfatase, melalui hifa ekstraradikal CMA memindahkan P tanah
tersedia ke tanaman. Selvaraj dan Chellappan, (2006) menjelaskan peranan utama
sismbiosis antara tanaman dengan CMA adalah meningkatkan serapan fosfat.
Tabel 4 Kandungan fosfat daun pada perlakuan inokulasi patogen, amandemensi, dan
media tanam (mg/kg)
Kandungan fosfat pada daun (mg/kg)
Inokulasi
Amandemensi Media tanam
pathogen
Steril Tidak steril
Tanpa amandemen di pupuk N+K-P
6,45 0,38 b 7,53 0,03 d
Tanpa
diinokulasi Tanpa amandemen di pupuk N+K+P 6,74 0,10 c 8,85 0,02 e
Amandemen PF dipupuk N+K 7,56 0,06 d 10,55 0,03 i
Amandemen GA dipupuk N+K 10,12 0,07 h 10,10 0,02 h
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Lebih jauh lagi kolaborasi antara bakteri dengan CMA akan memacu
pertumbuhan tanaman inang melalui peningkatan serapan P. Konsentrasi P daun
menggambarkan vigoritas tanaman, hal ini dikarenakan fosfat mempunyai fungsi
sebagai unsur yang berperan dalam metabolisme untuk menghasilkan molekul
berenergi, sebagai komponen sutruktur atau penyusun molekul serta sebagai regulator
reaksi biokimia.
P terlarut dari Ca3(PO4)2 oleh PF pada media ekstrak rhizosfer asal perlakuan
amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara
bersama paling rendah dari pada amandemensi lainnya. Kondisi ini menunjukkan
bahwa aktivitas pemakaian sumber energi pada rhizosfer perlakuan ini paling tinggi dari
pada perlakuan lainnya, sehingga rhizosfer pada perlakuan ini menyisakan sumber
energi yang tidak cukup banyak dari pada perlakuan lainnya. Pernyataan ini
memperkuat bahwa PF dan GA dapat berinteraksi positif bersinergi meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangannya. PF memacu kematapan GA, kemantapan
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
bakteri pelarut fosfat terkesan merugikan dari pada menguntungkan dan kespesifikan
dalam interaksi antara PGPR dengan CMA.
Kondisi ini tidak dapat dipastikan bahwa amandemen PF secara tunggal atau
bersama GA mencegah serangan penyakit batang berlubang melalui mekanisme
produksi metabolit sekunder (siderofor dan antibiotik), hal ini dikemukakan karena
banyak faktor yang menyebabkan gagalnya infeksi patogen ataupun gagalnya
perkembangan infeksi untuk menunjukkan gejala serangan.
Berdasarkan kepadatan populasi PF (tabel 1) dapat dipastikan di rhizosfer PF
telah melakukan kolonisasi, sehingga kemungkinan patogen batang berlubang tidak
dapat menunjukkan perkembangan keparahan karena tingkat populasi yang rendah.
Mulya et al., (1996) menemukan bahwa di dalam rhizosfer tomat P. fluorescens strain
PfG32R hanya bersifat memperlambat pertumbuhan patogen layu bakteri, populasi
patogen tetap tinggi yaitu di atas ambang populasi minimum untuk menginduksi
penyakit layu bakteri. Jika penekanan pertumbuhan patogen merupakan faktor penting
dalam penekanan keparahan penyakit, kemungkinan penekanan patogen pada tempat
infeksi lebih berarti dari pada penekanan pada rhizosfer. Selain itu juga dijelaskan oleh
Compant et al., (2005) bahwa patogen dapat melakukan infeksi tetapi tidak dapat terus
menunjukkan perkembangan keparahan penyakit karena adanya induksi ketahanan yang
dilakukan oleh agen pengendali hayati, baik yang bersifat systemic acquired resistance
(SAR) atau induced systemic resistance (ISR). Berdasarkan kondisi lingkungan sebagai
faktor pendukung perkembangan infeksi penyakit, tanaman dipelihara di dalam pot
yang diletakkan di dalam rumah kasa yang kondisi lingkungannya berbeda dengan di
lahan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penyakit batang berlubang merupakan
penyakit yang sifatnya sporadis sehingga di lahapun tidak selalu didapatkan
kemunculannya dan belum diketahui secara pasti (spesifik) faktor pemicunya, dengan
demikian tidak dapat dipastikan bahwa infeksi tidak dapat terus menunjukkan
perkembangan keparahan penyakit sebagai akibat aktifitas PF atau GA.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Serangan penyakit batang berlubang hanya terjadi pada tanaman dengan media
tanam yang diinokulasi patogen batang berlubang, dengan kondisi media tanam steril
ataupun tidak steril, tanpa ada amandemen. Berdasarkan perkembangan gejala
(keparahan) penyakit dimulai sejak 42 hst (gambar 1), gejala penyakit yang muncul
pada periode tersebut berkembang membentuk beberapa bercak coklat nekrotik di bekas
letak daun atau pada ketiak daun, diikuti kelayuan daun dan batang berlubang yang
selanjutnya tanaman bisa mengalami kematian.
100
Tingkat keparahan penyakit (%)
90
80
70 Tanpa amandemen
60 dipupuk N+K-P
50 Tanpa amandemen
40 dipupuk N+K+P
30
20
10
0
7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77
Hari setelah inokulasi
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
sebaliknya infeksi akan dibatasi respon pertahanan tanaman jika kepadatan populasi
inokulum yang ada rendah, namun demikian keberhasilan dan kegagalan respon
pertahanan dalam mencegah invasi ditentukan oleh kondisi fisiologis tanaman.
KESIMPULAN
1. PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan populasi PF dan
panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA.
2. Sinergi antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P, namun
tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa
asosiasi.
3. PF dapat mencegah terjadinya serangan penyakit batang berlubang, namun demikian
tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat dipastikan sebagai mekanisme
pencegahan serangan penyakit batang berlubang.
DAFTAR PUSTAKA
Artursson, V., K. Jansson. 2003. Use of Bromodeoxyuridine Immunocapture To
Identify Active Bacteria Associated With Arbuscular mycorrhizal Hyphae. Appl.
and Environ. Microbiol. 69: 6208-6215.
Artursson, V. 2005. Bacterial-Fungal Interactions Highlighted Using Microbiomic:
Potential Application for Plant Growth Enhancement. Doctoral Thesis Swedish
University of Agricultural Science. Uppsala. Sweden.
Artursson, V., K. Hjort, D. Muleta, L. Jaderlund, U. Granhall. 2011. Effects on Glomus
mosseae Root Colonization By Paenibacillus Polymyxa And Paenibacillus
Brasilensis Strains As Related To Soil P-Availability In Winter Wheat. App. and
Environ. Soil Sci. Vol. 20. 111-121.
Bagyaraj. D. J, P. U. Krishnaraj, S. P. S. Khanuja. 2000. Mineral Phosphate
Solubilization: Agronomic Implications, Mechanism And Molekular Genetics.
Proc. Indian Natn. Sci. Acad. (PINSA) B66 Nos 2 & 3. 69-82
Barea, J. M., G. Andrade, V. Bianciotto, D.Dowling, S. Lohrke, P. Bonfante, F. Ogara,
C. Azcon-Aguilar. 1998. Impact On Arbuscular Mycorrhiza Formation Of
Pseudomonas Strains Used As Inoculants For Biocontrol Of Soil-Borne Fungal
Plant Pathogens. Appl. and Environ. Microbiol. 6: 2304-2307.
Barriuso, J., B. R. Salano, J. A. Lucas, A. P. Lobo, A. G Vilaraco dan F. F. G. Manero.
2008. Ecology, Genetic Diversity And Screening Strategis Of Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR) Di Dalam Plant-Bacteria Interctions. Strategis
And Techniques To Promote Plant Growth. (ed. Ahmad, I., J. Pichtel dan S.
Hayat). Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, hlm.1-17.
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, N. Malajczuk. 1996. Working With
Mycorrhiza In Forestry And Agriculture. CSIRO. Wembley.
Compant, S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement, E. A. Barka. 2005. Use of Plant Growth-
Promoting Bacteria For Biocontrol Of Plant Diseases: Principle, Mechanisms Of
Action, And Future Prospects. Appl. And Environ. Microbiol. 7: 4951-4959.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi
Juni, 2012
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012
Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012