HIFEMA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
Oleh:
FEBRINA YOLANDA
1407101030366
Pembimbing:
dr. Ismi Laila, Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas Laporan
Kasus yang berjudul keratitis. Salawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada bagian /SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Banda Aceh. Penulis menyadari bahwa
penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. ismilaila,
Sp.M yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas Laporan Kasus
ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas
Laporan Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan.
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta
dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.
Febrina Yolanda
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB V KESIMPULAN........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
I. HIFEMA
II. ETIOLOGI
Pendarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan
cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada
sisi pupil.
III. PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA.Trauma tumpul dapat
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
16
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang
COA, mengotori permukaan dalam kornea.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal sclhem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin.Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma.
IV. KLASIFIKASI
Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA dengan prevalensi
kejadiannya sebanyak 20%.
Grade III : Darah mengisi lebih dari setengah dan hampir total COA
dengan prevalensi kejadiannya sebanyak 14%.
17
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
18
Hifema traumatika adalah perdarahan pada COA yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada
segmen anterior bola mata.
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang COA. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra
ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya
glaucoma. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi
(midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor
pupil.
19
VIII. DIAGNOSIS
IX. PENATALAKSANAAN
1. Menghentikan perdarahan.
20
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
2. Pemakaian obat-obatan
Koagulansia
21
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (Dipasaran obat ini
dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak
terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan
terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250
mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga
imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra
okular.
Midriatika Miotika
22
Kortikosteroid dan Antibiotika
PERAWATAN OPERASI
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4
hari (untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari
dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
23
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak
terkontrol dalam 24 jam.
1. Parasintesis
Mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata melalui lubang yang
kecil di limbus. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau
jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
X. PROGNOSIS
XI. KOMPLIKASI
1. Perdarahan sekunder
24
2. Glaukoma sekunder
3. Hemosiderosis kornea
4. Sinekia Posterior
25
COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang
menyebabkan sudut bilik mata tertutup.
5. Uveitis
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Keluhan tambahan :
27
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata berdarah didalam bola mata kanan
sejak 2 hari yang lalu. pasien mengatakan bola mata kanan menjadi merah dan
gatal secara tiba-tiba. Pasien mengaku tidak ada mengenai sesuatu pada mata
kanannya. Pasien juga pernah operasi katarak mata kanan saat 4 tahun yang lalu,
kemduian diikuti dengan operasi katarak mata kirinya 2 bulan kemudian. Ia
mengatakan mata kanan sudah tidak bisa melihat lagi. Riwayat DM ( ) riwayat
hipertensi ( )
a. Status Present
Kesadaran Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah :
Frekuensi Jantung :
Frekuensi Nafas :
Temperatur : 37 0C
28
Uji Pursuit : OD sulit dinilai, OS normal
Gambar :
VOD 0
VOS 5/60
OD OS
29
Gambar 3.1 Foto Klinis Pasien tanggal 21 Oktober 2016
3.5 RESUME
Pasien datang dengan keluhan mata berdarah didalam bola mata kanan
sejak 2 hari yang lalu. pasien mengatakan bola mata kanan menjadi merah dan
gatal secara tiba-tiba. Pasien mengaku tidak ada mengenai sesuatu pada mata
kanannya. Pasien juga pernah operasi katarak mata kanan saat 4 tahun yang lalu,
kemduian diikuti dengan operasi katarak mata kirinya 2 bulan kemudian. Ia
mengatakan mata kanan sudah tidak bisa melihat lagi. Riwayat DM ( ) riwayat
hipertensi ( ). Dari pemeriksaan oftalmologis didapatkan hifema total, injeksi
konjungtiva hiperemis pada mata kanan.
3.7 TATALAKSANA
- Bed rest
- LFX 8 x gtt ODS
- P-Pres 6 x gtt ODS
- Kalnex 3x 500 mg
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Metil prednisolon 3x 4 mg
3.8 PLANNING
USG mata
3.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
30
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
BAB IV
ANALISA KASUS
31
Dari riwayat kebiasaan sosial didapatkan pasien menggunakan lensa
kontak rutin selama 6 bulan terakhir, Keluhan yang dialami pasien muncul setelah
melepaskan lensa kontak. Berdasarkan literatur pada penggunaan lensa kontak
ialah faktor risiko terjadinya keratitis bakteri yang mana menciptakan kerusakan
pada epitel kornea.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak infiltrat pada kornea pada kedua
mata. Sesuai teori pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan
lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang
bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah
merupakan pathogen kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan
inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat
menghasilkan sebuah infeksi di kornea.4
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Vigamox 6 x gtt ODS, Hyaloph
6 x gtt ODS, Paracetamol 3x 500 mg dan pasien juga menggunakn kacamata.
Berdasarkan literatur Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab,
misalnya antibiotik, antijamur, dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme
penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine,
trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah
cafazolin, vancomisin, moxifloxacin dan bakteri gram negatif dapat diberikan
tobramisin, gentamisin atau polimixin .Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Terkadang,
diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang
dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat
membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep mata antibiotik,
anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis.
Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan
oleh penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing
dan bahan iritatif lainnya, maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat oral seperti analgesik.
32
BAB III
KESIMPULAN
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.
Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau
multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial,
subepitelial stromal, atau endotelial. Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis
bakteri ini adalah penipisan kornea, dan akhirnya perforasi kornea yang dapat
mengakibatkan endophthalmitis dan hilangnya penglihatan. Prognosis visual
tergantung pada beberapa faktor dan dapat mengakibatkan penurunan visus
derajat ringan sampai berat. Virulensi organisme yang bertanggung jawab atas
keratitis, luas dan lokasi ulkus kornea, hasil vaskularisasi dan / atau deposisi
kolagen merupakan faktor yang menentukan prognosis.
33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62.
2. Ilyas, Sidarta : Anatomi dan Fisiologi mata dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.
3. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ Books.
p. 17-19.
4. Tasman W, Jaeger EA. Duanes Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
5. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-
Hill. 2002.
6. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M.
Lai. New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of Ophthalmology,
Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
7. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hal: 56
8. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American
Medical Association.1997. 144:1544-1549. Available at : Error! Hyperlink
reference not valid.
34
9. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea.
San Fransisco 2008-2009. p. 179-190
10. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta : EGC. 2009. p. 125-149.
11. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
p.147178
12. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
35