Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Premature Rupture of Membranes (PROM) atau Ketuban pecah dini

(KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit

kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi

ibu(Lemons et al., 2008).


Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/PROM) terjadi

pada pasien dengan usia kehamilan melebihi 37 minggu dan disertai dengan

adanya pecah ketuban (Rupture of Membranes/ROM) sebelum awal persalinan.

Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes/PPROM)

adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan 37 minggu, sedangkan

pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap pecahnya ketuban yang berlangsung

selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada awal persalinan (Mercer,

2006).
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan.

Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%.Sedangkan pada kehamilan

preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada

kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam

satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas

perinatal disebabkan oleh prematuritas.Ketuban pecah dini berhubungan dengan

penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%. Neonatologis dan ahli

obstetri harus bekerja sebagai tim untuk memastikan perawatan yang optimal

untuk ibu dan janin (Fukuda, 2009).

1
Etiologi pada sebagian besar kasus tidak diketahui.Penelitian

menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi

adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya

kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea(Wonget al., 2014).

Ketuban pecah dini (KPD) diasosiasiakan dengan seperempat sampai

sepertiga kelahiran prematur dan berhubungan dengan latensi singkat dari

pecahnya membran saat proses persalinan, kompresi tali pusar, dan peningkatan

risiko korioamnionitis (Tran et al., 2014)

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif

terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai

terjadinya proses persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang

berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (Tranet al., 2014).

Oleh karena itu, penatalaksanaan yang tepat untuk kasus KPD sangat penting

untuk kesejahteraan ibu dan janin.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana faktor resiko, patofisiologi dan penegakan diagnosis KPD pada

pasien dalam laporan kasus ini?


1.2.2 Bagaimana manajemen dan penatalaksanaan KPD pada pasien dalam

laporan kasus ini?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui etiologi, faktor resiko dan patofisiologi KPD pada pasien

dalam laporan kasus ini.


1.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan KPD pada pasien

dalam laporan kasus ini.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban

sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut

KPD pada kehamilan prematur. Apabila pada hamil aterm disebut KPD (Saifuddin

dkk, 2010).
Adapun definisi lain, ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban

sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4cm (fase

laten) (Moore et al, 2010).


Ketuban pecah dini (KPD) adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban

pecah pada kehamilan yang viable sebelum ada tanda persalinan dimulai dan

ditunggu selama 6 jam belum ada persalinan (Manuaba, 2008).


PROM (Premature Rupture of Membrane) atau Ketuban Pecah Dini adalah

pecahnya ketuban sebelum awal persalinan. Ketuban pecah yang terjadi sebelum

usia kehamilan 37 minggu disebut sebagai prematur PROM. Meskipun PROM

merupakan proses fisiologis normal dari selaput yang melemah secara progresif,

prematur PROM dapat terjadi akibat beragam mekanisme patologis (Mercer,

2006).

2.2 Faktor Resiko Ketuban Pecah Dini


Membran janin yang normal sangat kuat di awal kehamilan, mampu

menahan semua kekuatan non-penetrasi. Semakin mendekati usia kelahiran,

membran janin semakin melemah. Kombinasi peregangan membran dengan

pertumbuhan uterus yang disebabkan oleh kontraksi uterus normal dan gerakan

janin dapat berkontribusi pada melemahnya membran.Selain itu, perubahan

biokimia yang signifikan terjadi pada membrane, termasuk penurunan sebagian

besar matriks kolagen.Faktor risiko untuk PROM serupa dengan persalinan

4
prematur. Riwayat PROM, infeksi saluran genital, perdarahan antepartum, dan

merokok memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian PROM (Mathews and

Mac, 2006).

2.3 Riwayat PROM


Riwayat PROM sebelumnya merupakan faktor risiko yang signifikan

untuk angka kekambuhan. Sebuah studi prospektif yang dilakukan oleh National

Institute of Child Health and Human Development Maternal-Fetal Medicine Units

Network, mengamati bahwa wanita dengan riwayat PROM memiliki tingkat

risiko 13,5% menderita PROM pada kehamilan berikutnya dibandingkan dengan

tingkat risiko 4,1% pada wanita yang tidak memiliki riwayat tersebut (Mercer et

al., 2007).

2.4 Infeksi genital


Infeksi genital adalah faktor risiko yang paling umum diidentifikasi untuk

PROM. Tiga bukti epidemiologi sangat mendukung hubungan ini: (a) wanita

dengan PROM secara signifikan memiliki mikroorganisme patogen dalam cairan

ketuban dibandingkan perempuan dengan membran utuh, (b) wanita dengan

PROM secara signifikan lebih tinggi terkena korioamnionitis daripada mereka

melahirkan bayi prematur tanpa PROM, dan (c) frekuensi PROM secara

signifikan lebih tinggi pada wanita dengan infeksi saluran kelamin (misalnya,

vaginosis bakteri) dibandingkan dengan perempuan yang tidak terinfeksi. Banyak

mikroorganisme yang menyerang saluran kelamin memiliki kapasitas untuk

memproduksi phospholipases, yang dapat merangsang produksi prostaglandin dan

dengan demikian menyebabkan timbulnya kontraksi uterus.Selain itu, respon

imun terhadap invasi bakteri pada endoserviks dan/ atau selaput janin

menyebabkan produksi beberapa mediator inflamasi yang dapat menyebabkan

5
kelemahan dari membran janin dan mengakibatkan PROM. Pengaturan genetik

respon imun dan inflamasi host untuk infeksi terkait dengan PROM (Moore et al.,

2006).

2.5 Perdarahan antepartum


Perdarahan lebih dari satu trimester meningkatkan risiko PROM 3-7 kali

lipat.PROM juga dikaitkan dengan peningkatan risiko abruptio plasenta dan

prolaps tali pusat (Moore et al., 2006).

2.6 Merokok
Risiko PROM di kalangan perokok meningkat 2-4 kali lipat dibandingkan

non-perokok.Risiko tetap ada bahkan setelah penyesuaian untuk faktor-faktor lain

yang dikenal sebagai risiko PROM, termasuk infeksi (Moore et al., 2006).

2.7 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini


Penyebab ketuban pecah dini masih belum diketahui dengan pasti, namun

kemungkinan yang menjadi factor predisposisi adalah serviks inkompeten (leher

rahim lemah), melemahnya selaput ketuban, melemahnya kekuatan regang selaput

ketuban, air ketuban yang banyak (polihidramnion), hamil kembar (gemelli), dan

infeksi. Adapun faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini

adalah faktor golongan darah, faktor multigravida, defisiensi gizi dari tembaga

dan atau asam askorbat (vitamin C), serta faktor disproporsi antar kepala janin dan

tulang panggul (Manuaba, 2008)


Pada kehamilan normal terdapat sebuah struktur yang disebut membran

janin.Membran janin tersusun dari amnion dan korion.Membran janin

memfasilitasi pertukaran gas dan produk sisa metabolisme. Amnion terdiri dari sel

sel epitel selapis yang berada diatas membrana basalis tebal yang terdiri dari

kolagen dan sel fibroblast


Amnion fetus terdiri dari 5 lapisan. Pada amnion tidak terdapat pembuluh

darah dan serabut saraf. Nutrisi yang dibutuhkan berasal dari cairan amnion.

6
Lapisan terdalam, dekat dengan fetus adalah epitel amnion.Epitel amnion

mensekresikan kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein (laminin, nidogen, and

fibronectin) yang membentuk membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.

Lapisan kompak dari jaringan ikat yang berdekatan dengan membran basal

membentuk kerangka utama dari amnion.Kolagen dari lapisan kompak

disekresikan oleh mesenchymal, sel-sel di lapisan fibroblast.Kolagen interstitial

(tipe I dan III) mendominasi dan membentuk bundle paralell yang menjaga

integritas mekanik dari amnion.Jenis kolagen V dan VI membentuk koneksi

filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basal. Sedangkan korion

terdiri dari tiga lapisan yaitu reticular layer, membrane basal, dan trofoblast.

(Parry and Strauss, 2006).

Gambar
Ketuban 2,1dalam
pecah Lapisan Membran Fetus
persalianan (Parry
secara umum anddisebabkan
Strauss, 2006).
oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Peregangan secara mekanis akan merangsang

beberapa faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8.

Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada

membran.Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat

kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal

tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan

7
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput

ketuban (Parry and Strauss, 2006).


Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan

jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta terjadi

peningkatan aktivitas kolagenolitik.Degradasi kolagen tersebut terutama

disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP).MMP merupakan suatu grup

enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler.Enzim

tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.MMP-1 dan MMP-8 berperan pada

pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya

didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV.Pada

selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor

metalloproteinase (TIMP).TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8,

MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4

mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13. Keutuhan dari selaput ketuban

tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan

konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan

keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang

meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP, yang akan menyebabkan

terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.mKetidakseimbangan

kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput

ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan

ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang

meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah. Terjadinya

gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada

struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien

8
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam

askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat

tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah

dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah (Parry and

Strauss, 2006).

2.8 Anamnesis
Lebih dari 90% dari pasien dengan PROM akan memberikan riwayat

klinis dan temuan keluarnya cairan dari vagina untuk memungkinkan diagnosis

tegas pecah ketuban, Diagnosis pecah ketuban biasanya dilakukan melalui

pemeriksaan visual dari perineum dengan deteksi bau menyengat khas, atau

dengan pemeriksaan spekulum steril dari vagina dan leher rahim (Medscape,

2014)
Riwayat keluarnya air ketuban secara tiba-tiba berupa cairan jernih dari

vagina yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Jika tidak

ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau

meminta pasien batuk atau mengedan . Pada beberapa wanita juga kadang

mengeluh basah pada daerah perineum (Prawirohardjo, 2011)


Riwayat klinis tersebut secara tiba-tiba berupa cairan jernih dari vagina

yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Jika tidak ada dapat

dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien

batuk atau mengedan .Pada beberapa wanita juga kadang mengeluh basah pada

daerah perineum. (Medscape, 2014)


Pasien dengan PROM akan sering melaporkan debit atau "bocor" per

vaginanya. (misalnya, peningkatan basah tercatat pada pakaian atau celana) atau

mungkin substansial (misalnya, "menyembur" cairan). hati-hati dengan riwayat

yang membedakan dengan penyebab debit seperti infeksi serviks, Produksi

9
fisiologis lendir (atau kehilangan steker lendir), inconti- kemih nence, atau ISK.

Meskipun masing-masing memerlukan evaluasi dan diagnosis, dengan

pengelolaan bervariasi dari PROM (Mercer,2006)

2.9 Pemeriksaann Fisik


Pada pemeriksaan inspekulo ditemukan genangan cairan amnion pada

fornix posterior atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis.

(Medscape, 2014).
Jika pasien mempunyai riwayat PROM, pemeriksa untuk tidak fokus

terhadap rupture daripada membran, namun untuk lebih fokus terhadap

kemungkinan besar terjadi infeksi ascending , pada pemeriksaan manual

diharapkan untuk diminimal. Pemeriksaan dengan spekulum yang sterile

diharapkan bisa mengurangi angka kemungkinan terjadinya infeksi.


Pemeriksaan tanda-tanda vital diharapkan untuk dilaporkan dan disimpan

baik mengenai suhu,denyut,dan tekanan darah. Besar kemungkinan pasien merasa

tidak nyaman dengan dilakukannya pemeriksaan abdomen ,dan posisi

bayi( leopold manuvers) pemeriksaan juga dilakukan pada genital externa, apakah

terdapat infeksi sekunder seperti herpes chlamydia,group b strep,trichomonas/

BV,dan apakah ada discharge dan trauma. (Edwards et al 2010)

2.10 Pemeriksaan penunjang

1. Tes Lakmus
Normalnya pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5; sedangkan cairan

ketubah memiliki pH 7,1-7,3. Penggunaan indikator nitrazine untuk

mendeteksi pecahnya ketuban metode yang sederhana dan cukup dapat

diandalkan.Kertas tes diimpregnansi dengan pewarna, dan warna hasil

reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina diinterpretasi dengan bagan

10
warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi biru).pH

diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah. Hasil tes positif palsu

dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial vaginosis pada

saat yang bersamaan, sedangkan hasil yang negative palsu dapat terjadi

bila cairan yang ada terlalu sedikit.Selain itu penggunaan antiseptic alkalin

juga dapat menaikkan pH vagina.


2. Spesimen
Ambil specimen darivornik vagina posterior dengan menggunakan swab

steril dan dismear pada kaca objek, lalu dilihat pada mikroskop. Biasanya

akan terlihat adanya karakteristik arborisasi atau polaferning.

Gambar 2.2 Ferning Pattern

3. Ultrasound
Pada akhir abad 20, ada teori yang menyebutkan bahwa identifikasi

oligohidramnion akan terlihat setelah pecahnya membran.


4. Non Invasive Absorbent Pad
Usaha untuk dapat mendiagnosis PROM dalam hitungan menit dan dapat

diaplikasikan pada semua orang akhirnya membuat proyek NIAP berhasil.

AmnioSense, Alas ukuran 12 x 4 cm ini memiliki strip sentral yang dapat

berubah warnanya bila ada kontak dengan cairan yang memiliki pH>5,2.

Setelah kontak dengan urin, warna pada stripnya akan kembali seperti

semula bila kering. Amnio Sense ini telah menunjukkan sensitivitas 100%

dan spesifisitas 75%, tapi setelah wanita dengan bacterial vaginosis atau

11
Trichomonas vaginalis dieksklusi dari analisis, tingkat spesifisitasnya

meningkat menjadi 90%.(Medscape, 2014)

2.11 Komplikasi pada ketuban pecah dini


Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan

mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan

kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada

ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau

penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.Dengan tidak adanya selaput

ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi pathogen

yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya.Morbiditas dan

mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan (Mercer

BM, 2009).
Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenaldengan

korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologist cairan ketuban 50% wanita

yang lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan

tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi

septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi local misalnya

konjungtivitis. (Kamisah, 2009)

2.12 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini:

Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada atau tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatanjanin

2.13 Penanganan pasien PROM(Premature Rupture of Membran)/aterm

(>37 minggu)

12
Penanganan pada pasien ini sama dengan penanganan ketika akan

menghadapi keadaan inpartu. Kebanyakan pasienakan mengalami inpartu dalam

24 jam, sehingga tidak dibutuhkan intervensi apapun (Lyons, 2005). Pada keadaan

dimana terdapat tanda-tanda fetal distress atau infeksi (takikardi, fetal takikardi,

demam, leukositosis), induksi persalinan dilakukan dalam 12 jam serta diberikan

antibiotic dosis tinggi gentamisin 20 mg iv (Prawirohardjo, 2011).


Bila tidak ada tanda infeksi serta pasien belum mengalami tanda inpartu

dalam 24 jam, tentukan skor pelvik.

Bila skor pelvic <5, lakukan pematangan servik dengan pemberian

misoprostol 25-50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Kemudian

lakukan induksi dengan pemberian oksitosin drip.


Bila skor pelvik>5, langsung induksi persalinan dengan oksitosin drip

(Prawirohardjo, 2011).

2.14 Penanganan pasien PPROM (Preterm Premature rupture Of

Membrane) / preterm (<37 minggu)

Penanganan pada Preterm PROM lebih sulit dibandingkan dengan

penanganan pada PROM.Semakin muda fetus, semakin besar komplkasi yang

dapat ditimbulkan. Penanganannya tergantung pada usia kehamilan, tanda infeksi

serta ada atau tidaknya tanda fetal distress.


Inti dari penanganan pada pasien PPROM adalah sekonservatif mungkin

yaitu dengan cara menunda terminasi sebisa mungkin. Penundaan terminasi/partus

ini dapat meningkatkan resiko infeksi, maka dari itu dibuthkan amniocentesis

untuk kultur dan pengecatan gram, laboratorium complete blood count, serta

kultur urin dan darah. Pasien harus selalu dimonitor pembukaan serviks, tanda

infeksi, fetal distress, atau perdarahan per vagina (Edwards, 2004).


Jenis medikamentosa yang diberikan adalah (Medina and Hill, 2006):

13
Kortikosteroid: pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan

mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga

menekan resiko terjadinya sindrom distress pernafasan (20-35,4%), hemoragic

intraventrikular (7,5-15,9%), enterokolitis nekrotikans (0,8-4,6%).

Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone)

intramuskular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. NasionalInstitue of Health

merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30-23

minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.
Antibiotik: Pemberian Antibiotik pada pasien ketuban pecah dini dapat

menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah

antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila

tidak tahan ampisilin, dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari (Medina and

Hill, 2006). Ada juga penelitian yang mengatakan ada 2 regimen penggunaan

antibiotika, yaitu (1) ampisilin 2 g IV setiap 6 jam daneritromisin 250 mg IV

tiap 6 jamselama 48 jam diikuti amoxicillin 250 mg peroraltiap 8 jamdan

eritromisin 333 mg peroraltiap 8 jamselama 5 hari. (2) eritromisin 250 mg

peroraltiap 6 jamselama 10 hari (Mark H., 2009)


Tokolitik: pemberian agen tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode

latensi sehingga terdapat cukup waktu untuk pemberian kortikosteroid sebagai

upaya dalam pematangan paru janin. Agen tokolitik yang digunakan bisa

berupa isoxuprin, salbutamol, atau indometacin.

Penatalaksanaan berdasarkan status infeksi dan tanda inpartu

(Prawirohardjo, 2009):

Jika usia kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar

atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.

14
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri

kortikosteroid, obeservasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

Terminasi pada kehamilan 37 minggu.


Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan

tokolitik, kostikosteroid, dan induksi sesudah 24 jam.


Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan

induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi

intrauterin)

Gambar Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (Mohr T., 2014)

Gambar 2.3 Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (Mohr, 2014)

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. U
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status : Menikah 1X
Suami : Tn. R
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah 1 kali
Lama menikah : 9 tahun
Alamat : Tenggilis Rejo, Kec. Gondang
No Rekam medik : 00317350

15
3.2 Keluhan utama
Keluar cairan byor dari jalan lahir

3.3 Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 28 Desember 2016

pukul 22.23 WIB dengan keluhan utama keluar cairan merembes bening dari jalan

lahir. Cairan tidak berwarna dan tidak berbau merembes keluar dari jalan lahir

sejak pukul 18.00. Pasien lalu pergi ke bidan untuk memeriksakannya pada pukul

20.00, tetapi cairan keluar semakin banyak dan dirujuk ke RSUD Bangil pada

pukul 21.00.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat pijat oyok (+) 1x
Riwayat minum rumput fatima (+)
Riwayat keputihan (-)
Riwayat anyang-anyang (-)
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 20 Maret 2016
Taksiran Partus : 27 Desember 2016
Usia Kehamilan : 39-40 Minggu

3.4 Riwayat Kehamilan/Persalinan

1. Aterm / Normal di bidan / Perempuan / BBL:2900 gram / 8 tahun / Hidup.


2. Hamil ini.

3.5 Riwayat Kontrasepsi


Tidak ada
3.6 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan usia pernikahan 9 tahun.

3.7 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, dan asma

disangkal oleh pasien.

3.8 Riwayat Penyakit Keluarga

16
Riwayat penyakit keluarga pasien seperti hipertensi, DM, penyakit jantung,

asma, dan alergi disangkal oleh pasien.

3.9 Riwayat Pengobatan


Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal.

3.10 Riwayat Sosial


Pasien seorang ibu rumah tangga. Setiap hari hanya mengerjakan

pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, dan memasak.

3.11 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : compos mentis
- Tinggi badan : 148 cm
- Berat badan : 70 kg
- BMI : 31,9 kg/m2
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88x/menit, reguler
- RR : 20x/menit
- Suhu axilla : 36,4 C
- Kepala dan leher : anemis - / - ,icterus - / -
pembesaran kelenjar leher - / -
- Thorax : jantung S1S2 tunggal, murmur (-)

paru v/v Rh - / - Wh - / -
v/v -/- -/-
v/v -/- -/-

- Abdomen : TFU : 32 cm, letak bujur w , TBJ : 3255 gram


His (+) jarang, DJJ : 144 x/menit

- Ekstremitas : edema - / - -/-

-/- - /-

Status Obstetri
- Tinggi fundus uteri : 32 cm
- Letak janin : Bujur w
- Bunyi jantung anak : 144 x/m (Doppler)
- Tafsiran berat janin : 2790 gr
- His : (+), jarang
- GE : v/v fluxus (-),fluor (-)
tampak aliran ketuban (+),

17
- Inspekulo : v/v fluor (-), fluxus (-)
aliran ketuban (+) dari orifisium uteri

eksterna,
genangan cairan di fornix posterior (+)
tes lakmus (+)
- Vaginal Toucher (VT)

Pembukaan : 1 cm
Effisement : 50 %
Hodge :I
Ketuban : (-) Jernih
Presentasi : bagian terkecil janin
Denominator : Sulit di evaluasi
UPD : dalam batas normal

3.12 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (28-12-2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Darah lengkap
Hemoglobin 11,70 g/dL 11.4-15.1
Eritrosit 3,930 106/L 4-5
Leukosit 12,0 103/L 4,7 -11,3
Hematokrit 34,10 % 38-42
Trombosit 231 103/L 142-424
Urine Lengkap
Bakteri 17,8 Negative
Protein Negative mg/L Negative

3.13 Assesment

G2P1001Ab000, gr 39-40 minggu, T/H


+ Letsu
+ PROM

3.14 Planning
PDx :

DL, UL

18
PTx :

Usul terminasi dengan SC Cito


Inj Ranitidine 1 ampul IV
Inj Metoclopramide 1 ampul IV
Tokolitik : Kaltofren supp II
Persiapan darah, daftar OK, pasang kateter, konsul TS anestesi

PMo :

Keadaan umum, vital signs, keluhan, his, DJJ, tanda infeksi intrauterine

PEd :

KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:

1. Kondisi pasien saat ini


2. Diagnosis pasien
3. Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan
4. Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan
5. Prognosis: dubia et bonam

Laporan Tindakan Persalinan (29-12-2016)


Tindakan : SCTP
Laporan Hasil Persalinan

Waktu dan Tanggal : 29/12/2016


Cara kelahiran : SCTP
Berat : 3100 gr
Panjang : 49 cm
Lahir hidup, laki-laki
AS : 7/8
Kelainan kongenital : (-)

BAB 4
KESIMPULAN

19
4.1 Kesimpulan
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien dalam laporan

kasus ini mengalami ketuban pecah dini lebih dari 12 jam sebelum masuk rumah

sakit dengan usia kehamilan 39-40 minggu. Pasien harus segera dilakukan

terminasi kehamilan dengan SCTP.

DAFTAR PUSTAKA

Edwards R, Stickler L, Johnsosn I, Duff P. Outcomes with premature rupture of


membranes at 32 or 33 Weeks when Management is Based on Evaluation of
Fetal Lung Maturity. J Matern Fetal Neonatal Med 2004;16(5): 281-285.

Fukuda, Kyoko Yokoi, Kyoko Kitajima, Yuko Tsunoda, Naofumi Hayashi,

Lemons JA, Bauer CR, Oh W, Korones SB, Papile LA, Stoll BJ, et al. 2008.Very
low birthweight outcomes of the National Institute of Child Health and
HumanDevelopment neonatal research network. Pediatrics 2008
Jan;107(1):E1.

Manuaba, IBG. 2008. Penghantar Kuliah Obstetri. Jakarta : Penerbit ECG. h 456-
460.

Manuaba, IBG. 2011.Pengantar Kuliah Obstetri : Ketuban Pecah Dini;


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; hal 456-460.

20
Mark H. Yudin, MD, Toronto ON. 2009. Antibiotic Therapy in Preterm
PrematureRupture of the Membranes.TheSociety of Obstetricians and
Gynaecologists of Canada.No. 233

Mathews TA, Mac Dorman MF. 2006. Infant mortality statistics from the 2003
period linked birth/infant death data set. Natl Vital Stat Rep ;5(1):1-101.
(Level II-3)

Medina T. and Hill D. 2006. Preterm premature Rupture of membranes:


Diagnosis and management. Am Fam Physician. 2006 feb 15;73(4): 659-
664.

Mercer BM. 2006.Preterm premature rupture of the membranes. Obstet


Gynecol;101:178-193. (Level III)

Mercer BM, Goldberg RL, Moawad AH et al. 2007.The preterm prediction study:
effect of gestational age and cause of preterm birth on subsequent obstetric
outcome.National Institute of Child Health and Human Development
Maternal-Fetal Medicine Units Network. Am J Obstet Gynecol ;183:738-
745. (Level II-2)

Mercer BM.2009.Preterm premature rupture of the membranes,


ObstetGynecol101:178193,.

Mohr, T. 2014.Premature Rupture Of the Membranes. Asklepios Clinic


Altona,Hamburg,Germany, N Z J Obstet Gynaecol2014; 5(1): 2836.

Moore RM, Mansour JM, Redline RW et al. 2006. The physiology of fetal
membrane rupture: insight gained from the determination of physical
properties. Placenta ;27:1037-1051. (Level II-3)

Parry, S, dan Strauss, J.F. 2006. Premature Rupture of The Fetal Membrane.
NEJM: 338:663-670.

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Ed.4 p.677-681.

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi


ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Seiki Shimizu, Tomoya Yoshida, Naoki Hamajima, Isamu Watanabe, Haruo Goto.
2009. Department of Pediatrics, Johoku Hospital, Western Medical Center,
City of Nagoya, 2-15 Kaneda, Kita, Nagoya, Aichi 462-0033, Japan.

21
Tran H. Susan, MD; Yvonne W. Cheng, MD, MPH; Anjali J. Kaimal, MD; Aaron
B. Caughey, MD, PhD. 2014. Length of rupture of membranes in the setting
of premature rupture of membranes at term and infectious maternal
morbidity. Am J Obstet Gynecol 2008;198:700.e1-700.e5

Wong, MD; Calla M. Holmgren, MD; Robert M. Silver, MD; Michael W. Varner,
MD;Tracy A. Manuck, MD. 2014. Outcomes of expectantly managed
pregnancies with multiple gestations and preterm premature rupture of
membranes prior to 26 weeks. Am J Obstet Gynecol 2014;211.

22

Anda mungkin juga menyukai