Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

Hypoparatiroidisme

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Program Studi Ilmu Keperawatan

Oleh :
ALVIAN PRISTY WINDIRAMADHAN
R 10.01.003

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
2011

1
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar
paratiroid, menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsemia
menyebabkan eksitabilitas neuromuskular dan kontraksi muscular.
Bagian tubuh yang terkena adalah kelenjar paratiroid pada leher, gigi,
yang mempengaruhi semua jaringan tubuh, terutama jantung, pembuluh darah,
tulang, ginjal, gastrointestinal, saraf pusat dan kulit,menyerang pada semua jenis
kelamin dan umur

B. Etiologi
Hypoparatiroidisme dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Sekresi hormone paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah
terganggu. hypofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid.
Hal ini merupakan penyebab hypoparatiroidisme yang paling sering
ditemukan.
2. Komplikasi pembedahan pada jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat
dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi radikal leher.
3. Radiasi atas kelenjar tiroid
4. Gangguan autoimun genetik
5. Cedera leher
6. Hemoksomatosis
Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat apabila terdapat:
1. Infeksi
2. Kehamilan
3. Obat diuretik

2
C. Patofisiologi
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang
mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan
konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan
terjadi penurunan absorpsi intestinal kalsium dari makanan dan penurunan
resorpsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan eksresi
fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia dan kadar kalsium serum yang
rendah mengakibatkan hipokalsiuria.
Skema:

Defisiensi parathormon

Kenaikan kadar fosfat (hyperfosfatemia) dan


penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia)

Penurunan absorpsi intestinal kalsium dari makanan

Penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan sepanjang tubulus renalis

Penurunan ekskresi fosfat

Hypoparatiroidisme

3
D. Phatway Keperawatan

Defisiensi Parathormon

Penigkatan Kadar Fosfat Darah &


Penuruan Konsentrasi Ca Darah

Iritabilitas Sistem Neuromuskuler

Tetanus Kejang

Resiko
Cedera

Laten Nyata

Ekstremitas Kaku Bronkospasme Disfagia

Intoleransi Gangguan Gangguan


Aktivitas Pola Napas Pola Nutrisi

4
E. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas sistem neuromuscular dan turut
menimbulkan gejala utama hypoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot menyeluruh dengan disertai:
 Tremor
 Konstriksi spasmodic/ tak ter koordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya
untuk melakukan gerakan volunteer
1. Pada Tetanus Laten
a. Gejala patirasa
b. Kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaaan kaku
pada kedua belah tangan serta kaki
Pada tetanus laten, ditunjukkan oleh tanda Trousseau atau tanda
Chvostek yang positif.
 Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang
ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 menit
dengan manset tensimeter.
 Tanda chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang
dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan kelenjar
parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan
kedutan di mulut, hidung, dan mata
2. Pada Tetanus yang Nyata (Overt):
a. Bronkospasme
b. Spasme laring
c. Spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan
ekstensi sensi karpofalangeal)
d. Disfagia
e. Fotofobia
f. Aritmia jantung
g. Kejang
h. Ansietas
i. Iritabilitas

5
j. Depresi, kemunduran mental, psikosis
k. Kulit bersisik dan kuku patah

F. Komplikasi
1. Katarak
2. Kerusakan otak
3. Ketidaknormalan denyut jantung dan gagal jantung kongestif

G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9
hingga 10 mg/dl (2,2 hingga ,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala
hypoparatiridisme serta hipokalsemia
1. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus
diberikan adalah pemberian kalsium glukonas intravena.
Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuscular dan
serangan kejang, preparat sedative, seperti pentobarbital dapat diberikan.
2. Pemberian preparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk
mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus.
Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan
parathormon, maka penggunaaan preparat ini dibatasi hanya pada pasien
hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
3. Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi biasanya diperlukan dan
akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
a. Dihidrotakiserol (AT 10 atau Hytakerol)
b. Ergokal siferol (vitamin D2)
c. Kolekalsiferol (vitamin D3)
4. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan
obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernapasan.

6
5. Diet tinggi kalsium rendah fosfor
 Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan yang
tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan
fosfornya tinggi.
 Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan
membentuk garam kalsium yang tidak larut.
 Tablet oral garam kalsium, seperti kalsium glukonat,dapat diberikan
suplemen dalam diet.
 Gel alumunium hidroksida atau alumunium karbonat (gelusil, amphojel)
diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan
ekskresi lewat traktus gastrointestinal.
6. Pengaturan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang
tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Adanya iritabilitas
neuromuskuler, penderita hipokalsemia sangat memerlukan lingkungan
tersebut.

7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Kaji dengan cermat klien yang berisiko untuk mengalami hypoparatiroidisme
akut, seperti pada klien pascatireidektomi, terhadap terjadinya
hipokalsemia.tanyakan tentang adanya manifestasi bekas atau semutan di
sekitar mulut atau ujung jari tangan atau jari kaki.
 Periksa terhadap tanda chvosteks atau trousseaus positif
 Mengkaji manifestasi distress pernafasan sekunder terhadap laringospasme
 Perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering
 Kaji terhadap sindrom Parkinson atau adanya katarak
1. Riwayat penyakit
 sejak kapan klien menderita penyakit
 apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
 apakah klien pernah mangalami tindakan operasi khususnya
pengangkatan kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid
 apakah ada riwayat penyinaran leher
2. Keluhan utama, meliputi:
 kelainan bentuk tulang
 perdarahan yang sulit berhenti
 kejang-kejang, kesemutan dan lemah
3. Pemeriksaan fisik, mencakup:
 kelainan bentuk tulang
 tetani
 tanda trosseaus dan chovsteks
 pernapasan berbunyi (stridor)
 rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk,deformitas dan mudah
patah; kulit kering dan kasar

8
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Sample darah dan urine
 Untuk pemeriksaan kadar kalsium serum
 Kadar kalsium serum berkisar dari 5-6 mg/dl (1, hingga 1,5 mmol/L) atau
lebih rendah lagi, kadar fosfat dalam serum meningkat.
2. EKG
3. Sinar X dari tulang untuk mendeteksi peningkatan densitas tulang.
Hasil pemeriksaan sinar X tulang akan memperlihatkan peningkatan densitas.
Klasifikasi akan terlihat pada foto roentgen yang dilakukan terhadap jaringan
subkutan atau basal ganglia otak.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d. hipertonia otot pernapasan
2. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d. penurunan
absorpsi intestinal.
3. Intoleransi aktivitas b.d. kekakuan ekstremitas
4. Resiko cedera b.d. kejang

D. Intervensi
1. DX I : Pola napas tidak efektif b.d. hipertonia otot pernapasan
 NOC : Fungsi Otot
 Tujuan : Pola napas kembali normal dan efektif
 Kriteria hasil
a. Kekuatan kontraksi otot
b. Irama otot
c. Massa otot
d. Kecepatan bergerak
e. Kontrol pergerakan
Skala: 1 = Sangat kompromi
2 = Cukup kompromi

9
3 = Sedang kompromi
4 = Sedikit kompromi
5 = Tidak kompromi
 NIC : Peningkatan relaksasi otot
a. Monitor kebutuhan pasien akan oksigen
b. Monitor kemampuan otot pernapasan dalam bernapas
c. Berikan tindakan untuk mencegah terjadinya ganguan
d. Atur posisi yang tenang dan menyenangkan
e. Ajurkan pasien untuk bernapas dengan dalam dan pelan

2. DX II : Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan


tubuh) b.d.
penurunan absorpsi intestinal.
 NOC : Status nutrisi
 Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
 Kriteria hasil
a. Laporkan nutrisi adekuat
b. Masukan makanan dan cairan adekuat
c. Energi adekuat
d. Massa tubuh normal
e. Ukuran biokimia normal
Skala: 1 = Sangat kompromi
2 = Cukup kompromi
3 = Sedang kompromi
4 = Sedikit kompromi
5 = Tidak kompromi
 NIC : Terapi Nutrisi
a. Monitor makanan/cairan yang dicerna dan hitung masukan kalori tiap
hari
b. Tentukan makanan kesukaan dengan mempertimbangkan budaya dan
keyakinannya

10
c. Kolaborasi: Tentukan makanan yang tepat sebagai program diet
d. Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak
e. Dorong masukan makanan tinggi kalsium
f. Dorong masukan makanan dan cairan rendah pospor

3. DX III : Intoleransi aktivitas b.d. kekakuan ekstremitas tubuh


 NOC : Perawatan diri: ADL
 Tujuan : Aktivitas (ADL) kembali normal
 Kriteria hasil
a. Makan
b. Memakai pakaian
c. Mandi
d. Jalan
e. Duduk
Skala: 1 = Tidak mandiri
2 = Dengan bantuan orang dan alat
3 = Dengan bantuan orang
4 = Dengan bantuan alat
5 = Mandiri
 NIC : Terapi aktivitas
a. Rencanakan dan monitor program aktivitas yang tepat.
b. Bantu memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya
c. Bantu untuk memfokuskan apa yang dapat pasien lakukan.
d. Buat lingkungan yang aman buat pasien
e. Berikan reinforcement kepada pasien atas kemampuannya.
f. Monitor respons emosi, fisik, social, dan spiritual dalam aktivitas.

4. DX IV : Resiko cedera b.d. kejang


 NOC : Kontrol Resiko
 Tujuan : Resiko cedera terkontrol dan berkurang
 Kriteria hasil

11
a. Mengetahui resiko
b. Memonitor faktor resiko lingkungan
c. Memonitor faktor resiko perilaku individu
d. Mengembangkan strategi kontrol resiko yang efektif
e. Memonitor perubahan status kesehatan
Skala: 1 = Tak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
 NIC : Manajemen keamanan lingkungan
a. Identifikasi tingkat kebutuhan pasien akan keamanan
b. Identifikasi bahaya yang ada di lingkungannya
c. Atur lingkungan untuk meminimalkan resiko cedera
d. Gunakan alat pelindung atas situasi yang berbahaya
e. Monitor lingkungan untuk perubahan status keamanan
f. Awasi pasien terhadap tindakan yang membahayakan

E. Evaluasi
1. Kekuatan otot pernapasan dalam bernapas
2. Pola pernapasan
3. Pergerakan
4. Jumlah masukan dan keluaran nutrisi
5. Energi
6. Kadar kalsium dan fosfor dalam darah
7. Kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
8. Tingkat kenyamanan dan keamanan pasien terhadap lingkungan

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar
paratiroid, menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsemia
menyebabkan eksitabilitas neuromuskular dan kontraksi muscular.
 Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat apabila terdapat infeksi,
kehamilan, serta penggunaan obat diuretik.
 Gejala utama hypoparatiroidisme yaitu berupa tetanus yang disertai dengan
tremor dan konstriksi spasmodic/ tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau
tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter.
 Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya
hypoparatiroidisme yaitu pemeriksaan darah, urine, EKG, dan sinar-X

B. SARAN
 Setiap pasien hipoparatiroid dianjurkan untuk selalu menjaga kondisi
tubuhnya yaitu dengan diet tinggi kalsium rendah fosfor secara teratur.
 Perhatikan jenis makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi dan jika perlu
dikusikan dengan ahlinya.
 Monitor selalu tingkat kesehatan dengan pergi ke pelayanan kesehatan secara
rutin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Griffin, winter. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Arca.

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Endokrin. Jakarta: EGC.

NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan

Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.

McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby.

www. Goegle. com.

14

Anda mungkin juga menyukai