Anda di halaman 1dari 41

I.

SEKSI PERINATOLOGI
1. Pre-Eklampsia Ringan
2. Pre-Eklampsia Berat
3. Eklampsia
4. Partus Kasep
5. Letak Sungsang
6. Post Date
7. Plasenta Previa
8. Ketuban Pecah Prematur
9. Induksi Persalinan Dengan Misoprostol
10. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
PRE-EKLAMPSIA RINGAN
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Timbul hipertensi yang disertai protein urine dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

PATOFISIOLOGI
Penyebabnya sampai sekaran belum jelas benar. Penyakit ini dianggap sebagai suatu
Maladaptation syndrome dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala akibatnya.
Walaupun etiopatogenesis preeklampsia belum jelas tetapi patofisiologinya telah diketahui
yakni suatu disfungsi/kerusakan sel endotel vaskuler secara menyeluruh dengan penyebab
multifaktor seperti: imunologi, genetic, nutrisi (misalnya defisiensi kalsium) dan lipid
peroksidasi. Pathogenesis berlanjut dengan gangguan keseimbangan hormonal prostanoid yaitu
peningkatan vasokonstriktor (terutama tramboxan) dan penurunan vasodilator (prostacycline),
peningkatan sensitivitas terhadap vasokonstriktor, agregasi platelet (trombogenik), koagulopati
dan aterogenik. Perubahan level seluler dan biomolekuler di atas telah dideteksi pada umur
kehamilan 18-20 minggu, selanjutnya sekurang-kurangnya umur kehamilan 24 minggu dapat
diikuti perubahan/gejala klinis seperti hipertensi, oedema dan proteinuria.
Awalnya adalah defisiensi invasi sel-sel trofoblas atas arteri spiralis pada plasenta yang
dimediasi/dipengaruhi proses imunologis, dan hal ini mengakibatkan gangguan perfusi unit
fetoplasental.

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
1. Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg atau diastole 15 mmHg (dari tekanan darah
sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistole 140 (<160 mmHg)
diastole 90 mmHg (< 110 mmHg).
2. Protein urine 0,3 gr/lt dalam 24 jam atau secara kwalitatif (+ +)
3. Edema pada:
a. Pretibial
b. Dinding perut
c. Lumbosakral
d. Wajah/tangan

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Kehamilan > 20 minggu
2. Penigkatan tekanan darah ( 140/90 mmHg) dengan pemeriksaan 2 x selang 6 jam dalam
keadaan istirahat. (Untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 x setelah istirahat 10 menit).
3. Edema: edema tekan pada:
a. Tungkai (pre tibial)
b. Dinding perut
c. Lumbosacral
d. Wajah/tangan
4. Protein Urine > 0,3 gr/lt/24 jam
Kwalitatif (+ +)

DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi kronis
Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap setelah 6 minggu
pasca persalinan.
2. Transient hypertension
Timbul hipertensi saja tanpa gejala yang lain dan hilang setelah 10 hari pasca persalinan.

PENYULIT
1. Preeklampsia berat sampai dengan eklampsia
2. Kegagalan pada organ-organ: hepar, ginjal, anak ginjal, paru, jantung dan CVA (otak)
3. Janin:
a. Prematuritas
b. Intra Uterine Growth Retardatim (IUGR)
c. Gawat janin
d. Kematian janin dalam rahim Intra Uterine Feta Death (IUFD)

PENATALAKSANAAN
I. Rawat Jalan
1. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
2. Diet sedapat mungkin tinggi protein, rendah karbohidrat
3. Dilakukan pemeriksaan penilaian kesejahteraan janin pada kehamilan 30-32 minggu,
dan diulangi sekurang-kurangnya dalam 2 minggu
a. USG (Ultrasonografi)
b. NST (Non Stress Test)
4. Pemeriksaan laboratorium
a. PCV
b. Asam urat darah
c. Trombosit
5. Obat-obat yang diberikan
a. Roboransia, vitamin kombinasi
b. Aspirin dosis rendah sehari 1 kali (87,5 mg)
6. Kunjungan ulang 1 minggu

II. Rawat Tinggal


1. Kriteria untuk rawat tinggal bagi penderita preeklampsia ringan
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin ragu-ragu atau jelek (pemeriksaan pada kehamilan
30-32 minggu)
b. Kecenderungan menuju gejala preeklampsia berat (timbul salah satu/lebih gejala
preekalmsia berat)
2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal
a. Penderita tirah baring total
b. Obat-obat:
- Roboransia, vitamin kombinasi
- Aspirin dosis rendah sehari 1 kali
c. Pemeriksaan laboratorium:
- Hb, PCV
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi ginjal/hepar
- Urine lengkap
d. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin
3. Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari penilaian
kesejahteraan janin:
Bila didapatkan hasil:
a. Jelek: terminasi kehamilan dengan Seksio Sesar (pada kehamilan 30-32 minggu)
b. Ragu-ragu: dilakukan evaluasi ulang dari NST 1 hari kemudian.
c. Baik: penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari, bila kehamilan premature
penderita dipulangkan dan rawat jalan. Pada kehamilan aterm dengan skor pelvik
yang matang ( 5) dilakukan induksi dengan drip. oxytocin (dosis regimen). Bila skor
pelvik belum matang (< 5) penderita dipulangkan dan rawat jalan, kontrol 1 minggu.
d. Terminasi kehamilan juga dikerjakan bila didapatkan tanda-tanda dari impending
Eklampsia dari ibunya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar M. Dikman. Hipertensi dalam kehamilan Simposium Era Baru pengobatan gagal
jantung dan hipertensi Surabaya, 4 Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia, Sat
Gas Gestosis POGI Edisi 1, 1985.
3. Cunningham M.D., Mac.Donal P.C., Gamt N.F. Hypertensive Disorder in Pregnancy.
William Obstetrics 20th Ed 718-723, 1997.
4. Dachlan E.G., Adityawarman, Trapsila B. Penatalaksanaan Preeklampsia dan Eklampsia.
Pentaloka SpA & SpOG Dinkes Jawa Timur, Murnajati, Lawang 2002.
5. Dekker G., Preeclampsia; How to Identify The High-Risk Patient, 2002.
6. Sibai B.M: Management And Counseling for Patients with pre eclampsia remote from term.
Clinical and Gynecology Vil. 35 No. 2, 426-435, June 1992.
7. Smith J.A., Davey D.A., Davis N., Lindow S.W: The effect sublingal nifedipine on utero
placental blood flow in hypertensive pregnancy. British Journal of Obs.Gyn, Vol. 95, 1276-
1281, December 1998.
PRE-EKLAMPSIA BERAT
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 disertai
protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

PATOFISIOLOGI
Lihat preeklampsia ringan.

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda-tanda:
1. Desakan darah sistolik 160 mmHg diastolik 110 mmHg
Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil dirawat di RS dan menjalani tirah
baring.
2. Protein urine 5 gr/24 jam atau kwalitatif 4 + (+ + + +)
3. Oliguria jumlah produksi urine 500 cc/24 jam atau disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya gejala-gejala eklampsia impending: gangguan visus, gangguan serebral, nyeri
epigastrium, hiper refleksia.
5. Adanya sindroma HELLP (H: Hemolysis, EL: Elevated Liver enzymes, LP: Low Platelets)

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala preeclampsia berat (Gejala Klinis)

DIAGNOSIS BANDING
1. Eklampsia
2. Kegagalan pada organ-organ: hepar, ginjal, anak ginjal, paru, jantung, dan CVA (Cerebro
Vascular Attack)
3. Janin:
a. Prematuritas
b. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
c. Gawat janin
d. Kematian janin dalam rahim Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

PENATALAKSANAAN
I. Perawatan konservatif
Berdasarkan hasil penelitian di Bag. Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Soetomo (tahun
1995), menyimpulkan perawatan konservatif pada kehamilan premature 32 minggu
terutapa < 30 minggu memberikan prognosis yang buruk.
Diperlukan lama perawatan konservatif sekitar 7-15 hari.
1. Indikasi
Pada umur kehamilan < 34 minggu (estimasi berat janin < 2000 g tanpa ada tanda-tanda
impending eklampsia.
2. Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
Tirah baring
Infus RL (Ringer Lactate) yang mengandung 5% dextrose 60-125 cc/jam
10 gr MgSO4 50% i.m. setiap 6 jam, s/d 24 jam pasca persalinan (kalau tidak ada
kontra indikasi pemberian MgSO4)
Diberikan antihipertensi:
Yang digunakan:
- Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam, dapat diberikan bersama Methyldopa 250-
500 mg setiap 8 jam. Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10 mg
dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan sistolik 180 mmHg atau
diastolik 110 mmHg (cukup 1 kali saja).
Dilakukan pemeriksaan lab. tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urine
24 jam.
Konsultasi dengan bagian lain
- Bagian mata
- Bagian jantung
- Bagian lain sesuai dengan indikasi
b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di rumah bersalin (setelah 24 jam
masuk ruangan bersalin.
Tirah baring
Obat-obat
- Roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah 87,5 mg sehari satu kali
- Antihipertensi (Nifedipin 5-10 mg setiap 8 jam Methyldopa atai 250 mg tiap 8
jam)
- Penggunaan atenolol blocker (Dosis Regimen) dapat dipertimbangkan pada
pemberian kombinasi.
Pemeriksaan lab.
Hb, PCV dan hapusan darah tepi
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi ginjal/hepar
- Urine lengkap
- Produksi urine per jam 24 jam (Esbach), penimbangan BB setiap hari
Pemeriksaan lab dapat diulangi sesuai dengan keperluan
Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
Dilakukan penilai kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan ketuban,
gerakan, respirasi dan ekstensi janin, velosimetri (resistensi), umbilikalis dan rasio
panjang femur terhadap lingkaran abdomen.
c. Perawatan konservatif dianggap gagal bila
Ada tanda-tanda impending eklampsia
Kenaikan progresif tekanan darah
Ada sindroma Hellp
Ada kelainan fungsi ginjal
Penilaian kesejahteraan janin jelek
II. Perawatan aktif
1. Indikasi
a. Hasil penelitian kesejahteraan janin jelek
Ada gejala-gejala impending eklampsia
b. Ada sindrom Hellp
c. Kehamilan late pretem ( 34 minggu estimasi berat janin 2000 g)
Apabila perawatan konservatif gagal (lihat 1.3)
2. Pengobatan medisinal
a. Segera rawat inap
b. Tirah baring miring ke satu sisi
c. Infus RL yang mengandung 5% dextrose dengan 60-125 cc/jam
d. Pemberian anti kejang: MgSO4
Dosis awal:
MgSO4 20% 4 gr i.v.
MgSO4 50% 10 gr i.m.
Pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5 gr)
Dosis ulangan:
MgSO4 50% 5 gr i.m. diulangi tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6 jam pasca
persalinan
Syarat pemberian:
Refleks patella (+)
Respirasi > 16 kali/menit
Urine sekurang-kurangnya 150 cc/6 jam
Harus selalu tersedia calcium guconas 1 gr 10% (diberikan i.v. pelan-pelan pada
intoksikasi MgSO4)
Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila: sistole 180 mmHg-diastole
120 mmHg
Nefidipin 5-10 mg tiap 8 jam atau Methyldopa 250 mg tiap 8 jam
3. Pengobatan Obstetrik
a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan pemeriksaan
Non Stress Test
b. Tindakan seksio sesar dikerjakan bila:
Non Stress Test jelek
Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (Skor Bishop < 5)
Kegagalan drip oksitosin
c. Induksi dengan drip oxytocin dikerjakan bila:
NST baik
Penderita belum inpartu dengan skor pelvik baik (Skor Bishop 5)

DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar M. Dikman. Hypertensi dalam kehamilan Simposium Era Baru pengobatan gagal
jantung dan hipertensi Surabaya, 4 Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia Sat
Gas Gestosis POGI Edisi 1, 1985.
3. Cunningham M.D., Mac.Donal P.C., Gamt N.F. Hypertensive Disorder in Pregnancy.
William Obstetrics 20th Ed 718-723, 1997.
4. Dachlan E.G., Adityawarman, Trapsila B. Penatalaksanaan Preeklampsia dan Eklampsia.
Pentaloka SpA & SpOG Dinkes Jawa Timur, Murnajati, Lawang 2002.
5. Dekker G., Preeclampsia; How to Identify The High-Risk Patient, 2002.
6. Sibai B.M: Management And Counseling for Patients with pre eclampsia remote from term.
Clinical and Gynecology Vil. 35 No. 2, 426-435, June 1992.
7. Smith J.A., Davey D.A., Davis N., Lindow S.W: The effect sublingal nifedipine on utero
placental blood flow in hypertensive pregnancy. British Journal of Obs.Gyn, Vol. 95, 1276-
1281, December 1998.
EKLAMPSIA
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia (hipertensi, edema, proteinuria).

PATOFISIOLOGI
Sama dengan pre-eklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal,
otak, paru dan jantung, yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas.
2. Tanda-tanda pre-eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
3. Kejang-kejang dan/atau koma
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Berdaasrkan gejala klinis di atas
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Ada protein dalam air seni
b. Fungsi organ, hepar, ginjal, jantung
c. Fungsi Hematologi/Hemostasis
3. Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu
a. Kardiologi
b. Optalmologi
c. Neurologi
d. Anestesiologi

DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab-sebab yang lain misalnya
1. Epilepsy (anamnesis epilepsy +)
2. Meningitis / ensefalitis (pungsi lumbal)
Berdasarkan atas pengamatan kasus-kasus eklampsia selama 10 tahun terakhir sejak 1992 di
RSU Dr. Soetomo Surabaya maka guna memudahkan dalam penatalaksanaannya eklampsia
dibagi atas :
1. Eklampsia klasik : pada umumnya penderita dating dengan kesadaran dan hemodinamika
yang relative baik serta kalau disertai komplikasi biasanya hanya oliguria
2. Eklampsia krusial : pada dasarnya kesadaran penderita dan hemodinamika terganggu disertai
komplikasi multi organ.
Tidak semua kasus eklampsia dapat dipisahkan secara tajam seperti hal di atas, maka untuk
mempermudah penggolongan tersebut dibuat suatu skema sebagai berikut.

EKLAMPSIA

EKLAMPSI EKLAMPSI
A KLASIK A KRUSIAL

2 KALI KEJANG 4 KALI


< 90/m NADI 96/m
< 150/90 TEKANAN DARAH 150/90
20x/m RESPIRASI 28x/m
37,5oC TEMPERATUR 38oC
COMPOSMENTIS KESADARAN MENURUN
NORMAL STATUS KARDIOLOGI PAYAH JANTUNG
NORMAL STATUS PARU EDEMA PARU

PENYULIT
1. Ibu :
a. Perdarahan serebral
b. Edema paru
c. Gagal ginjal
d. Payah jantung
e. Ablasio plasenta
f. Sindroma Hellp (hemolysis, elevate liver enzyme and low platelets)
g. DIC (Dissemined intravascular coagulophaty) dan perdarahan post partum
2. Anak :
a. Prematuritas
b. IUGR (intra uterine growth retardation)
c. Gawat janin
d. Kematian janin dalam rahim
3. Perawatan selanjutnya adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan observasi dari :
- Tekanan darah
- Nadi
- Suhu rektal
- Pernapasan
- Tingkat kesadaran
Pada 1 jam pertama diperiksa tiap 15 menit untuk selanjutnya tiap 1 jam/ 1 kali
b. Pemeriksaan laboratorium (lihat pre-eklampsia)
Setelah persalinan dicatat tingkat kesadaran pada 15 menit, 1 jam dan 6 jam
Pemberian antibiotic (amoxicillin + clavulanic acid 1 tiap 8 jam, cephalosporine 1 g tiap
8 jam)

PENATALAKSANAAN
PRINSIP TERAPI
EKLAMPSIA KLASIK :
Mengutamakan pemberian anti konvulsan
EKLAMPSIA KRUSIAL :
Mengutamakan keselamatan ibu (life savin)

Terapi eklampsia
1. Infus RD5
2. Furosemide 2 ampul i.v
3. Digoxin/cedilanid 1 ampul i.v
4. Bila perlu pemberian morphin injeksi
5. Pertimbangkan pemberian vasodilator (dopamine) untuk perfusi jaringan
6. Terapi suportif
a. Antibiotic (ampicillin, cephalosporine)
b. Dexamethasone 1 amp i.v tiap 6 jam
7. Setelah 1,2,3 evaluasi tanda vital
a. MgSO4 dosis penuh
b. Terminasi
Eklampsia krusial, dilakukan SC : terutama janin hidup estimasi berat janin 1800-2000 g.
Eklampsia klasik persalinan pervaginam (prostaglandin, drip oksitosin; diharapkan
persalinan selesai dalam 24 jam)
8. Konsultasi
a. Neurologi :
Bila tanda perdarahan otak dikonsulkan ke bedah saraf
b. Kardiologi : + X foto thorax
c. Anestesi : respirator dengan indikasi
d. Mata
9. CT-scan kepala bila kejang 4 x
10. Bila edema otak dipertimbangkan pemberian manitol
Obat-obatan untuk antikejang :
MgSO4 (magnesium Sulfat)
Dosis awal : 4 g 20% i.v pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 10 g 50% i.m
(selanjutnya lihat prosedur pada preeclampsia berat)
Sebagai anti kejang pada kelampsia post partum dapat dipikirkan pemberian Phenyl hydantoin
100 mg parenteral (diencerkan dalam 25 cc dan diberikan dalam waktu 5 menit) diulang tiap 6
jam. Setelah pemberian kurang lebih 4-5 jam berikutnya (terutama pada kelampsia krusial)
dilakukan penilaian tanda vital bila lebih 10 dilakukan terminasi kehamilan. Pada eklampsia
klasik diutamakan persalinan pervaginam dengan indikasi.
1. 50 mikrogram prostaglandin pada fornik posterior sebanyak 2 kali bila Pelvic Score (PS) < 5
2. Drip oxytosin bila Pelvic Score (PS) 5 skor dari Vital Sign :
a. Tekanan darah
Skor Systole Diastole
1. Berat 200- < 100 110 - <50
2. Sedang 140-200 90-110
3. Ringan 100-140 50-90
b. Nadi
Skor
- 120 x/menit
- 100-120 x/menit
- 80-180 x/menit
c. Temperatur
Skor
- 40oC
- 38,5-40oC
- 38,4oC
d. Pernapasan
Skor
- 40 x.emnit atau < 16 x/menit
- Irregular, abnormal pattern
- 29-40 x/menit
- 16-28 x/menit
e. Tingkat kesadaran
Skor
- GCS 3-4
- GCS 5-7
- GCS 8
Bila skor total 10 atau lebih, saat yang optimal untuk mengakhiri persalinan/tindakan
persalinan.
Bila skor total 9 atau ada nila (1) sebanyak dua atau lebih, dimohon konsul konsul pada staf
untuk penentuan terminasi atau tidak
Bila skor 8 atau kurang, persalinan ditunda, kalau selama 6 jam tidak ada perbaikan maka
persalinan pervaginam dipertimbangkan untung ruginya serta cenderung perabdominal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar M. Dikman. Hypertensi dalam Kehmailna Simposium Era baru pengobatan jantung
dan hipertensi Surabaya, 4 Agustus 1984.
2. Angsar M. Dikman. Panduan pengelolaan Hipertensi dalam kehamilan di Indonesia Sat
Gas Gestosis POGI Edisi I, 1985.
3. Cunningham M.D., Mac Donal P.C., Gamt N.F. Hypertensive Disorder in Pregnancy.
William Obstetrics 20 th Ed 718-728, 1997.
4. Dachlan E.G., Adityawarman, Trapsila B. Penatalaksanaan Preeklampsia dan Eklampsia
Pentaloka SpA & SpOG Dinkes jawa Timur, Murnajati, Lawang 2002.
5. Dekker G., Preeclampsia ; How to Identify the High Risk Patient, 2002.
6. Sibai B.M : Management And Counseling for Patient with preeclampsia remote from term
Clinical and Gynecology Vol. 35 No. 2, 426-435, june 1992.
7. Smith J.A., Davey D.A., Davis N., Lindow S.W : The effect sublingual nifedipine on utero
placental blood flow in hypertensive pregnancy. British Journal of Obs. Gin, Vol. 95, 1276-
1281, December 1998.
PARTUS KASEP
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Partus kasep adalah suatu keadaan persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung
lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun anak.

PATOFISIOLOGI
Penyebab kemacetan dapat karena:
1. Faktor panggul : Kesempitan jalan lahir
2. Faktor anak : Kelainan bawaan
3. Faktor tenaga : Kekuatan pendorong (his, tenaga mengejan)
4. Faktor penolong : Pimpinan yang salah
Persalinan normal rata-rata berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal pembukaan sampai
anak lahir.
Apabila terjadi perpanjangan dari fase laten (primi: 20 jam, multi: 14 jam), fase aktif (primi: 1,2
cm per jam, multi: 1 cm per jam), atau kala pengeluaran (primi: 2 jam, multi: 1 jam), maka
kemungkinan akan timbul partus kasep.
Komplikasi yang dapat terjadi karena persalinan lama:
Ibu:
1. Kelelahan karena intake kalori yang kurang
2. Dehidrasi karena cairan yang masuk kurang
3. Meteorismus karena gangguan elektrolit
4. Penekanan lama pada jalan lahir; edema vulva robekan jalan lahir, infeksi, fistula
5. Ancaman ruptura uteri (RUI) sampai dengan ruptura uteri
6. Perdarahan setelah melahirkan
7. Syok sampai dengan meninggal duni
Janin:
1. Gawat janin sampai dengan kematian janin
2. Infeksi

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
1. Ibu
a. Kelelahan-dehidrasi-Keadaan Umum (KU) lemahnadi meningkat, tekanan darah
menurun, turgor kulit menurun, his melemah, produksi urine menurun
b. Meteorismus
c. Infeksi: suhu meningkat (> 37,6oC) nadi meningkat, ketuban keruh dan berbau
d. Edema pada jalan lahir
2. Tanda-tanda robekan rahim:
a. Diawali adanya bandl
b. Perdarahan pervaginam
c. Bagian-bagian janin mudah diraba
d. Denyut jantung janin pada umumnya negative
e. His menghilang
f. Bagian terendah janin mudah didorong
3. Janin:
a. Gawat janin: denyut jantung janin meningkat atau menurun, cairan ketuban keruh
b. Trauma pada janin: karena terlalu lama di jalan lahir atau karena tindakan
c. Kematian janin

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Keadaan umum ibu:
a. Dehidrasi
b. Panas
c. Meteorismus
d. Syok
e. Anemia
f. Oliguria
2. Palpasi
a. His lemah atau hilang
b. Gerak janin tidak ada
c. Janin mudah diraba
3. Auskultasi
Denyut jantung janin:
a. Takikardi/bradikardi
b. Ireguler
c. Negatif (bila anak sudah mati)
4. Pemeriksaan dalam
a. Keluar air ketuban berwarna keruh dan berbau bercampur meconium
b. Bagian terendah anak sukar digerakkan bila rahim belum robek, tetapi mudah didorong
bila rahim sudah robek, disertai keluarnya darah
c. Suhu rektal 37,6oC

DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan/persalinan dengan infeksi ekstra genital:
1. Selisih rektal dan aksiler tidak lebih dari 0,5oC
2. Ketuban biasanya masih utuh
PENYULIT
1. Ibu:
a. Infeksi sampai sepsis
b. Asidosis, dan gangguan elektrolit
c. Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ
d. Robekan jalan lahir
e. Robek pada buli-buli, vagina, rahim, dan rectum
2. Anak:
a. Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
b. Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
c. Trauma persalinan:
Patah tulang dada, lengan, kaku, kepala karena pertolongan ersalinan dengan tindakan.

PENATALAKSANAAN
Perawatan bertujuan:
I. Memperbaiki keadaan umum ibu
1. Koreksi cairan (rehidrasi)
2. Koreksi keseimbangan asam basa
3. Koreksi keseimbangan elektrolit
4. Pemberian kalori
5. Pemberantasan infeksi
6. Penurunan panas
II. Mengakhiri persalinan tergantung
1. Sebab kemacetan
2. Anak hidup/mati (dalam waktu 2-3 jam)
Sebaiknya perbaiki dulu keadaan ibu dengan cepat, kemudian dilanjutkan tindakan
mengakhiri persalinan.

Ad. I. Perbaikan keadaan umum ibu


1. Pasa infus set/blood transfusion set yang cukup adekuat (No. 16-18) dan kateter urine
(ditampung)
2. Beri cairan dan kalori serta elektrolit
a. Normal saline: 500 cc
b. Dextrose 5-10%: 500 cc
Dalam 1-2 jam pertama selanjutnya tergantug:
a. Urine produksi
b. BJ Plasma (bila perlu)
3. Koreksi asam basa dengan pengukuran CO2 darah dan pH (bila perlu)
4. Pemberian antibiotik spectrum luas secara parenteral
Derivate:
a. Ampicilline 1gr/hari i.v tiap 8 jam selama 2 hari, dilanjutkan 500 mg/hari per os, tiap 6
jam selama 3 hari dan Gentamycine 60-80 mg tiap 8 jam sehari selama 5 hari, atau
Cephalosporine generasi III 1 gr tiap 8 jam, sehari selama 5-7 hari.
b. Metronidazole I gram rektal supositoria per hari tiap 12 jam, selama 5-7 hari.
5. Penurunan panas:
a. Antipiretika parenteral xyllomidon 2 cc i.m
b. Kompres basah

Ad. II. Pengakhiran Persalinan


Tergantung kondisi ibu saat itu
Bila: Pembukaan lengkap
Syarat-syarat persalinan pervaginam terpenuhi maka persalinan dilakukan pervaginam dengan
mempercepat kala II (Vacum/Forcep atau perforasi kranioklasi).
Bila: Pembukaan belum lengkap
Syarat pervaginam tidak terpenuhi dilakukan seksio sesar.
Dilakukan pemasangan drain untuk kasus yang terinfeksi (ketuban keruh, berbau, Keadaan
Umum (KU) lemah, dll.).

DAFTAR PUSTAKA
1. Hariadi, Diktat Perkuliahan Persalinan Patologis Distosia, 1991.
2. Friedman EA, Failure to Progress in Labor in Management of HRP ed., by Johm T. Queenan
3rd Ed, Blackwell Scientific Publication, Boston, 1994, 513-524.
3. Arulkumaran S, Ratnam SS, Rao KB, The Management of Labor Orient Langeman Ltd.,
Madras 1996.
4. Managing Complication in Pregnancy and Child birth A guide for Midwives and doctors.
Department of Reproductive Healtch & Research WHO 2000.
5. Ilmu kebidanan Editor Hanifa W., ed. Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, 1999.
LETAK SUNGSANG
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J., Aditiawarman,
Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
1. Disebut letak sungsang apabila janin terlihat membujur dalam Rahim dengan bokong pada
bagian bawah.
2. Tergantung dari bagian janin yang terendah, dapat dibedakan:
a. Letak bokong
b. Letak bokong kaki
c. Letak kaki

PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor penyebab terjadinya letak sungsang antara lain:
1. Gangguan akomodasi, misalnya pada kelainan bentuk rahim, tumor rahim, kehamilan ganda,
plasenta pada kornu, ekstensi tungkai janin, oligohidramnion
2. Gerakan janin yang bebas, misalnya pada hidramnion, janin kecil/prematur,
grandemultigravida.
3. Gangguan fiksasi kepala pada pintu atas panggul, misalnya pada plasenta previa, tumor
panggul, kesempitan panggul, anensefalus/hidrosefalus

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
1. Pada persalinan letak sungsang, kepala yang merupakan bagian janin dengan diameter
terbesar, lahir paling akhir.
2. Evaluasi tentang kemungkinan disproporsi kepala-panggul lebih sukar.
3. Persalinan pervaginam dapat berupa:
a. Persalinan spontan
b. Ekstraksi partial (manual-aid)
c. Ekstraksi total
4. Morbiditas/mortalitas janin lebih tinggi dibandingkan persalinan letak kepala.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik
1. Palpasi
Leopod I: kepala/ballottement di fundus
Leopod II: teraba punggung di satu sisi, bagian-bagian kecil di sisi lain
Leopod III dan IV: bokong teraba di bagian bawah rahim
2. Pemeriksaan dalam:
Pada letak bokong teraba tuber isciadica, sacrum dan anus
Pada ketuban pecah mungkin terlihat meconium
Pada letak sungsang kaki teraba bokong dan kaki, sedangkan pada letak kaki teraba satu atau
kedua kaki
Pemeriksaan pembantu
Ultrasonografi diperlukan untuk:
1. Konfirmasi letak janin apabila pemeriksaan fisik tidak jelas
2. Menentukan letak plasenta
3. Menentukan kemungkinan adanya catat bawaan
4. X-ray pelvimetri/MRI
X-foto (bila perlu dan bila tidak diputuskan lahir Section Caesaria (SC))
1. Menentukan posisi tungkai bawah (Frang Breech)
2. Konfirmasi letak janin
3. Menentukan habitus kepala janin
4. Menenetukan kemungkinan kelainan bawaan anak (Hidrosefalus, Anensefalus)

PENYULIT
Ibu dan janin termasuk risiko tinggi
Ibu:
1. Risiko SC dengan segala penyulit Sectio Caesaria (SC)
2. Trauma jalan lahir

Janin:
1. Penyulit pertama adalah: akibat prematuritas; kelainan bawaan dan trauma persalinan
2. Asphyxia karena kompresi tali pusat sering terjadi karena thorax-abdomen dijepit pelvis
3. Kemacetan bahu/kepala
a. Kelainan bawaan terjadi pada 2/3 kasus letak sungsang
b. Persisten sungsang dapat mempunyao abnormal neurology

PENATALAKSANAAN
1. Antenatal
a. Kewaspadaan terhadap kasus letak sungsang sudah dimulai sejak kehamilan 24 minggu
b. Bila pada kehamilan 28-30 minggu masih didapatkan letak sungsang, maka dilakukan
ultrasonografi untuk mencari kemungkinan adanya kelainan letak plasenta (plasenta
previa), cacat bawaan atau kelainan bentuk rahim
c. Apabila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan kelainan, maka dicoba/dilakukan versi
luar ke letak kepala (tanpa paksaan)
Catatan: tidak didapatkan suatu kontraindikasi untuk tindakan versi luar (VL)
d. Penderita diminta control seminggu kemudian
e. Apabila versi luar gagal, penderita diminta control seminggu kemudian dan dicoba versi
luar (VL) sekali lagi, bila gagal maka VL tidak dilakukan lagi.
2. Persalinan
a. Pada kasus versi luar berhasil, maka penatalaksanaan persalinan seperti pada letak kepala
b. Pada kasus versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka penatalaksanaan persalinan
lebih waspada
c. Persalinan diakhiri dengan seksio sesar apabila:
- Persalinan pervaginam diprakirakan sukar/berbahaya (Feto Pelvic Disproporsi atau
skor Zatuchni Andros kurang dari 3)
- Tali pusat menumbung pada:
Primigravida
Multigravida (Kala I)
- Didapatkan suatu kemacetan persalinan/distosia
Yang dimaksud distosia dalam hal ini adalah:
Fase laten lebih dari 14 jam
protracted active phase
secondary arrest of dilatation
prolonged second stage (= 1 jam mengejan bokong tidak lahir)
- Kehamilan premature (Estimasi Fetal Weight (EFG) 2000 gr atau leih)/Intra Uterine
Growth Retardation (IUGR)
Pada dasarnya oxytocin drip pada letak sungsang tidak dianjurkan oleh karena deteksi
kemungkinan adanya Cephalopelvic Disproportion (CPD)/Feto Pelvic Disproportion (FPD)
sulit
Catatan:
Skor Zachtuchni Androsa (ZA):
0 1 2
Paritas Primi Multi -
Pernah sungsang Tidak 1x > 2x
EFW > 3630 3629-3176 < 3176
Usia kehamilan > 39 mg 38 mg < 37
Station <-3 -2 - 1 atau >
Dilatasi 2 3 4

Syarat:
Z. A. skor hanya berlaku untuk kehamilan aterm atau Estimate Fetal Wight (EFW) di atas
2500 gram
Skor kurang dari 3 : persalinan perabdominan
Skor 4 : perlu evaluasi lebih cermat
Skor leih dari 5 : persalinan pervaginam
Evaluasi:
a. Perinatal morbidity/mortality pada kasus dengan penyulit persalinan
b. Insiden Bayi Berat Badan Rendah
c. Insiden Prolapsus tali pusat, plasenta previa, kelainan janin, kelainan uterus/tumor-tumor
d. Insiden kehamilan ganda yang letak sungsang
e. SC Rate letak sungsang dengan indikasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner, WE Management at breech presentation, in advances in clinical obstetrics and
gynecology. Edited by H.J. Osofeley. P.95, Williams & Wilkins, Baltimore, 1982.
2. Cunninghan, Mac Donald, Cant., A. William Obstetric, 21st Ed. Appleton & Lange, 2001.
3. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision making. Second ed. Manly Graphic Asian
Edition 1998.
4. Hankins, Gary DV, Clarck Steven L, Cunningham, F Garry, Gilstrap Larry C, Operative
Obstetric; Appleton & Lange 1995; p 191-208.
PENATALAKSANAAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU
(KLW)
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Kehamilan Lewat Waktu (KLW), adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih
dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) yang diikuti ovulasi 2 minggu kemudian.

PATOFISIOLOGI
Penyebab gawat janin baik yang antepartum maupun intrapartum bukan insufisiensi
plasenta tetapi akibat penekanan tali pusat karena oligohidramnion. Peran sebenarnya
insufisiensi plasenta masih belum jelas. Gawat janin pada KLW intrapartum tidak ditandai
dengan deselerasi lambat yang merupakan ciri khas insufisiensi plasenta tetapi ditandai dengan
deselerasi memanjang dan variabel serta gambaran salutatory baseline pada kardiotokografi dan
penurunan diameter tali pusat pada Ultrasonography (USG).
Sampai saat ini tanda-tanda penuaan plasenta secara histologis tidak ditemukan, yang
didapatkan adalah apoptosis plasenta meninkat secara bermakna pada usia kehamilan 41 sampai
42 minggu. Sebaliknya penelitian ini mendapatkan peningkatan secara bermakna eritropoetin
plasma tali pusat yang menandakan penurunan oksigenasi janin (penurunan tekanan oksigen
parial merupakan satu-satunya perangsang eritropoetin).

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
2 minggu setelah Prakiraan Persalinan (PP) belum lahir.

CARA PEMERIKSAAN
Anamnesis, hari pertama haid terakhir (HPHT) dan PP, USG pada kehamilan muda, USG jumlah
air ketuban Amniotic Fluid Index (AFI)

DIAGNOSIS BANDING
Keliru menentukan usia kehamilan.

PENYULIT
Oligohidramnion; Meconium Aspiration Syndrome (MAS), Makrosomia, Insufisiensi plasenta
masih diperdebatkan
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan antepartum
Meskipun tidak terjadi penyulit yang dapat diketahui pada ibu, beberapa janin yang
bertahan lebih dari 42 minggu dalam Rahim menghadapi bahaya yang progresif bahkan sampai
kematian; sehingga lebih menguntungkan melahirkan pada 42 minggu, bahkan beebrapa senter
melakukan terminasi kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu.
Ada sedikitnya 5 kesulitan yang dapat timbul:
1. Umur kehamilan tidak selalu diketahui dengan pasti (sekitar 50% HPHT tidak tepat)
2. Sangat sulit menentukan janin yang akan mengalami morbiditas atau pun mortalitas (sekitar
10%)
3. Sebagian besar janin dalam keadaan baik
4. Induksi persalinan tidak selalu berhasil
5. Section Caesaria (SC) akan meningkatkan morbiditas tidak hanya pada persalinan ini tetapi
juga pada kehamilan berikutnya
Mengingat hal tersebut, maka penatalaksanaan ditujukan untuk menurunkan angka
kematian perinatal serendah mungkin (telah dilaksanakan dengan hasil baik di Parkland
Memorial Hospital) dengan membagi BUMIL menjadi 2 yaitu:
I. Umur kehamilan pasti, bila ada kriteria di bawah ini,
1. Tes kehamilan yang positif 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir (HPHT)
2. Pemeriksaan bimanual pertama pada umur kehamilan 10 minggu
3. Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan dopler pada umur kehamilan 12 minggu atau 30
minggu atau lebih sejak DJJ terdengar dengan dopler. DJJ terdengar dengan stetoskop
Delee minggu 20 atau 22 minggu atau lebih sejak DJJ terdengar stetoskop Delee
4. Gerakan janin terasa pada minggu ke 16-18
5. Umur kehamilan yang telah dipastikan dengan pemeriksaan USG sebelum 28 minggu
Dimulai dengan pemeriksaan Kesejahteraan Janin (KJ) pada kehamilan 41-42 minggu
dengan tampilan biofisik (terutama jumlah cairan ketuban = Amniotic Fluid Index (AFI) dan
kardiotokografi) dan ibu dianjurkan untuk membandingkan jumlah gerakan janin tiap 12 jam.
Terminasi dilakukan saat usia kehamilan 42 minggu.
II. Umur kehamilan tidak pasti
Dilakukan pemeriksaan kardiotokografi 2 x dan USG 1 x tiap 1 minggu sampai skor
pelvik membaik (> 6) dan gerak janin menurun.
Terminasi dilakukan bila:
1. Hasil pemeriksaan tampilan biofisik memburuk (terutama bila AFI kurang 10 cm)
2. Gerakan janin menurun
3. Bila ada penyulit ibu yang lain, kehamilan dianjurkan diterminasi pada umur kehamilan
yang lebih awal
Terminasi dilakukan dengan diberikan misoprostol tablet tiak 6-8 jam peroral
ataupun pervaginam dengan memperhatikan syarat, indikasi, indikasi kontra, penyulit dan
lain-lain atau drip oksitosin bila skor pelvik > 6.
Section Caesaria (SC) dilakukan bila ada indikasi kontra yang absolit Amniotic Fluid
Index (AFI) < 5 cm atau gawat janin, keadaan khusus misalnya post work up infertil dengan
usia lebih dari 35 tahun.
Penatalaksanaan intrapartum
Dilakukan pemantauan kardiotokografi secara intermiten pada kasus yang dengan tampilan
biofisik yang buruk.
Penatalaksanaan post partum
Bekerja sama dengan seksi Neonatologi, dilakukan tindakan resusitasi seperlunya terutama
dengan ketuban yang mekoneal dan pencarian tanda-tanda postmatur serta penghitungan nilai
Dubowitz.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Williams Obstetrics. (21st ed). New York: McGraw-Hill Inc.
2. Dwi Prasetyo W., Hari Paraton. 2000. Perbandingan Keberhasilan Pematangan Serviks pada
Induksi Persalinan Ibu hamil aterm antara Misoprostol per oral dosis 50 mcg dan 25 mcg di
RSU Dr Soetomo Surabaya. Arsip SMF/Lab Obstetri Ginekologi RSU Dr. Soetomo/FK
Unair Surabaya.
3. Hermanto T.J. 1999. Misoprostol, Obat Ajain Abad 21. Seminar Ilmiah dan Etika, POGI
cabang Surabaya dan temu alumni Obs Gin FK Unair, Surabaya: Hilton.
4. Hermanto T.J. 1999. Empat tahun bersama misoprostol. The years of cervical ripening and
labor induction inexpensively. Surabaya Hilton: Pertemuan Ilmiah POGI Surabaya
5. King, J. C. 1990. Prolonged Pregnancy. Dalam Queenam, J. T_(ed). Management of High
Risk Pregnancy. Boston: Blackwell Scientific Publications.
6. Resnik, R., Calder, A. 1999. Post-Term Pregnancy. Dalam Creasy, R, Resnik, RK_(eds).
Maternal Fetal Medicine. (4th ed). Philadelphia: W. B. Sauders Company.
7. Saifudin A. B. et al 2000. Kehamilan Lewat Waktu (Post Date/Postterm). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 305-310. Jakarta: YBPSP.
8. Sanchez-Ramos, L., Kaunitz, A. M. 2000. Misoprostol for Cervical Ripening and Labor
Induction: A Systematic Review of the Literature. Clin Obstet Gynecol: 43-3, pp 475-488.
9. Sugeng P., Hermanto T. J., Hari Paraton. 1999. Perbandingan Keberhasilan Pematangan
Serviks dan Induksi Persalinan antara Misoprostol intravaginal dengan peroral. Arsip
SMF/Lab Obstetri Ginekologi RSU. Dr. Soeteomo/FK Unair Surabaya.
10. Zakaria, Hermanto T. J., Hari Paraton. 1999. Perbandingan Keberhasilan Induksi Persalinan
antara Misoprostol dan drip oksitosin pada penderita yang dilakukan terminasi di RSU Dr
Soetomo Surabaya. Arsip SMF/Lab Obstetri Ginekologi RSU. Dr. Soeteomo/FK Unair
Surabaya.
PLASENTA PREVIA
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D.,
Hermanto Tri J., Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Suatu keadaan insersi plasenta tidak di fundus uteri, melainkan di Segmen Bawah Rahim
(SBR), sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri intemum pada kehamilan 28
minggu atau lebih.

PATOFISIOLOGI
Berdasarkan derajat penutupan Ostium Uteri Interna (OUI) maka plasenta pervia dibagi menjadi:
1. Totalis
2. Lateralis
3. Marginalis
4. Letak rendah
(bila tepi bawah plasenta sampai dengan 3-4 cm dari OUI)
Perdarahan pada plasenta previa terjadi pada kehamilan 28 minggu atau lebih karena saat
itu mulai terbentuknya SBR (dari bagian isthmus uteri), sehingga bagian plasenta di daerah
tersebut lepas.
Plasenta di SBR menyebabkan bagian terendah anak tidak bisa masuk ke Pintu Atas
Panggul (PAP) (kepala floating/kelainan letak).
Bila terjadi retensio plasenta pada plasenta previa (yang lahir prevaginam) ingat akan
plasenta akreta.

GEJALA KLINIS/SYMPTOM
1. Kehamilan 28 minggu/lebih
2. Perdarahan pervaginam
Sifat : - tidak nyeri
- darah segar
- berulang
3. Keadaan umum penderita sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi (anemia dan
syok)
4. Sering disertai kelainan letak janin
5. Bagian terendah masih tinggi

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Anamnesis hamil 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam
Sifat perdarahan: - tidak nyeri
- berulang
- merah segar
2. Gejala klinis (sama dengan di atas)
3. Menentukan letak plasenta dengan
a. Ultrasonography (USG)
Inspekulo: menentukan asal perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan yang bukan
plasenta previa (trauma, varises vagina, ca portio, polip endoserviks)
Inspekulo dilakukan bila perdarahan sudah berhenti.
b. Periksa Dalam (Vaginal Touch = VT)
DSU (Double Set-Up) yaitu VT di kamar operasi dengan persiapan operasi seksio sesar.
Ingat: jangan VT di kamar bersalin untuk kasus-kasus yang diduga plasenta previa.

DIAGNOSIS BANDING/CAUSA
1. Solusio plasenta
2. Kehamilan dengan:
a. Trauma pada vagina
b. Varises yang pecah
c. Ca Serviks
d. Polip endoserviks

PENYULIT
1. Ibu
a. Anemia dan Syok
b. Retensio plasenta/plas. akreta
c. Infeksi
d. Rupture uteri
2. Janin
a. Asfiksia
b. IUFD (Intra Uterin Fetal Dead)
c. Prematur

PENATALAKSANAAN
Semua penderita yang dating dengan perdarahan ante partum tidak boleh dilakukan VT di
Verband Kamer (VK) kecuali:
1. Kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan
2. Diagnosis solusio plasenta sudah ditegakkan
Penanganan kasus-kasus dengan kecurigaan plasenta previa sbb:
1. Penanganan aktif
Tujuan: Segera melahirkan anak (terminasi persalinan)
Cara:
1. Langsung seksio sesar tanpa DSU
Tanpa DSU dengan memperhatikan KU ibu
Tunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan seksio (atas konsultasi
dengan Anastesi)
Tindakan ini dilakukan pada:
a. Gawat janin dengan perkiraan berat janin > 1500 gr
b. Perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap. (perdarahan profuse > 500 cc
dalam 30)
c. Hb 6 gr% atau kurang, bayi hidup, Estimate Fetal Wight (EFW) 1500 gr,
perdarahan terus
Dalam hal tersebut di atas DSU dapat menyebabkan perdarahan yang membahayakan
keselamatan janin. Selama operasi seksio sesar, harus ditentukan apa diagnosis pasti,
apakah:
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa lateralis dan beberapa pembukaan serviks.
2. Double Set Up (DSU)
a. Dilakukan pada:
- Kehamilan aterm
- Kehamilan premature dengan EFW > 2000 gram
- Perawatan konservatif gagal
Yakni:
Perdarahan masih merembes ke luar dari vagina
Perdarahan bercak akan tetapi menyebabkan penurunan Hb > 2 gr% dengan
pemeriksaan serial 3x/tiap 6 jam
b. Pada DSU ditentukan:
- Bila plasenta previa total seksio sesar
- Bila plasenta previa laterali amniotomi
Terminasi dengan seksio sesar dilakukan apabila :
- Setelah 12 jam tidak terjadi persalinan dan persyaratan persalinan pervaginam
tidak terpenuhi (VT)
- Tidak perdarahan lagi
- Terjadi gawat janin
Setelah terjadi persainan pervaginam :
- Dianjurkan pemberian uterotonik profilaksis
Bila terjadi retensio plasenta, ingat plasenta Akreta dan harus dilakukan
penatalaksanaan di O.K :
Plasenta manual
Hiterektomi
- Bila tidak teraba plasenta data DSU, dilakukan inspekulo untuk melihat asal
perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI, tetap dilakukan amniotomi (dengan
anggapan kemungkinan suatu plasenta letak rendah, vasa previa yang pecah).
Apabila pada inspekulo tidak dijumpai perdarahan : lakukan pemeriksaan USG,
untuk menentukan letak plasenta dan keadaan janin.
2. Perawatan Konservatif
1. Tindakan ini dilakukan pada :
a. Bayi premature (EFW < 2000 gram)
b. DJJ (+)
c. Perdarahan sedikit atau berhenti
Bila Hb rendah (anemis), tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar, dipertimbangkan
anemia kronis.
2. Cara perawatan konservatif
a. Observasi selama 24 jam di Kamar Bersalin
b. Keadaan Umum penderita diperbaiki, tranfusi darah usahakan Hb > 10 gr%.
c. Diberikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin, menjaga kemungkinan
perawatan konservatif gagal. Suntikan diberikan intra muskuler 2x selang 24 jam
dengan dosis dexamethasone 16 mg/hari atau betamethasone 12 mg/hari i.v.
d. Bila perdarahan berhenti, penderita pindah ke ruang bersalin tirah baring selama 2
hari, kemudian mobilisasi.
e. Observasi : Hb setiap hari, tensi, nadi, DJJ, perdarahan setiap 6 jam
f. Perawatan konservastid gagal bila terjadi perdarahan ulang (= penanganan aktif)
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan
mobilisasi. Sebelum pulang dilakukan USG untuk memastikan letak plasenta dan
inspekulo untuk menentukan kelainan pada serviks vagina.
h. Nasehat waktu pulang :
- Istirahat
- Dilarang koitus/manipulasi vagina
- Masuk Rumah Sakit (MRS) bila terjadi perdarahan lagi
- Periksa ulang antenatal care (ANC) 1 minggu kemudian
Tokolitik telah banyak digunakan pada beberapa senter untuk uterus yang
secara teoritis dapat mengakibatkan pelepasan plasenta dan perdarahan.
Kegunaan tokolitik pada penderita plasenta previa belum dibuktikan dengan
penelitian adekuat
Penderita pulang dipertimbangkan pada :
o Tinggal dalam jangkauan 30 menit dari rumah sakit ada anggota keluarga
yang menjaga selama 24 jam
o Mampu mempertahankan tirah baring di rumah
o Mengerti risiko yang menyertai pada perawatan rawat jalan
Berdasarkan pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai berikut :
o Bila plasenta menutup Ostium Uteri Interna (OUI), ditunggu aterm,
kemudian dilakukan USG ulang. Bila hasil tetap, maka persalinan
direncanakan seksio sesar.
o Bila plasenta di Segmen Bawah Rahim (SBR), tapi tidak menutup OUI,
ditunggu inpartu, bila perdarahan lagi DSU.
o Bila plasenta letak normal ditunggu inpartu, persalinan diharapkan normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunninghan FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KID, Williams
Obstetrics 21th ed. Internasional Edition. McGraw-Hill. 2001 p. 630-5.
2. Queenan JT. Management of High Risk Pregnancy, 3 rd ed. Boston Blackwell Scientific
Publicationss. 1994, p.483-91.
3. T Fleischer AC, Manning FA, Jeanty P, Romero R, Sonography in Obstetrics and
Gynecology, 5th ed. Tokyo Prentice Hall International Inc. 1996. P. 194-200.
4. Saifuddin AB, Andriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Jakarta, yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2000. P.162-6.
KETUBAN PECAH PREMATUR (KPP)
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Ketuban pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan.

PATOFISIOLOGI
1. Korio amnionitis, menyebabkan selaput ketuban jadi rapuh.
2. Inkompetensia serviks, yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka leh karena kelainan pada
serviks uteri (akibat persalinan atau tindakan kuret)
3. Kelainana letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup Pintu Atas panggul
(PAP), yang dapat mengurangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
4. Trauma, yang menyebabkan tekanan intra uterin (intra amniotic) mendadak meningkat.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Bila air ketuban keluar banyak dan mengandung meconium/ verniks maka diagnosis dengan
inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila keluar cairan sedikit, maka diagnosis harus didasarkan pada
:
1. Anamnesis :
1. Kapan keluar cairan
2. Warna
3. Bau
4. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (laguno varnix)
2. Inspeksi :
Keluar cairan per vaginam
3. Inspekulo :
Bila fundus ditekan atau bagian terendah dioyangkan, keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada forniks posterior.
4. Pemeriksaan dalam :
1. Ada cairan dalam vagina
2. Selaput ketuban sudah taka da lagi
5. Pemeriksaan Lab :
1. Kertas lakmus : reaksi Basa (lakmus merah berubah jadi briu)
Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (betamethasone 12 mg, i.v. 2x selang 24
jam)
2. Mikroskopik
Tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan)
Bila dengan cara diatas ternyata ketuban sudah pecah, maka diambil ketentuan sebagai berikut :
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis pasti tentang kapan ketuban pecah.
2. Kalau anamnesis tidak pasti, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk Kamar
Bersalin.

DIAGNOSIS BANDING
1. Cairan dalam vagina bisa urine,/fluor albus.
2. Hind water and fore water rupture f the membrane pada kedua keadaan ini tidak ada
perbedaan penatalaksanaannya.

PENYULIT
1. Infeksi intra uterin, kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila ketuban sudah
pecah 48 jam anak belum lahir.
2. Tali pusat menumbung
3. Persalinan Preterm
4. Amniotic Band Syndrome, yakni kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil muda.

PENATALAKSANAAN
1. KPP dengan kehamilan Aterm
a. Diberikan antibiotic
b. Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu,
dilakukan terminasi
c. Bila saat dating sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu, dilakukan
terminasi
2. KPP dengan kehamilan Prematur
a. EFW > 1500 gram
- Ampicilline 1 gr/hari setiap 6 jam, i.m/i.v selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg
tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari.
- Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (Betametasone 12 mg, i.v. 2x selang
24 jam).
- Observasi 2x24 jam, kelau belum impart segera terminasi
- Observasi, suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37,6oC segera
terminasi
b. EFW kurang dari 1500 gram
- Observasi 2 x 24 jam
- Observasi suhu rektal tiap 3 jam
- Pemberian Antibiotik/kortikosteroid (sama dengan diatas)
- VT selama observasi tidak dilakukan kecuali ada his/inpartu
- Bila T rektal meningkat > 37,6oC segera terminasi
- Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar,
USG : bagaimana jumlah air ketuban
Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan, perawatan di ruangan
sampai dengan 5 hari
Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
- Bila 2 x 24 jam cairan ketuban masih tetap keluar, segera terminasi
- Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi
Tidak boleh koitus
Tidak boleh manipulasi vaginal
Terminasi persalinan yang dimaksud diatas adalah
c. Induksi persalinan dengan memakai drip OXyticin (5/500 cc D5%), bila persyaratan
klinis (USG dan NST) memnuhi.
d. Seksio sesar : bila persyaratan untuk drip Oxytocin tidak terpenuhi (ada kontra indikasi)
atau drip Oxytocin gagal.
3. KPP yang dilakukan induksi
a. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal perslinan dengan atau belum keluar dari fase
laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan seksio secar.
b. Bila dengan 2 botol (@ 5/500 cc D5%) dengan tetesan maksimum, belum inpartu atau
belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan dengan
seksia sesar.
4. KPP yang sudah inpartu
a. Evaluasi, setelah 12 jam harus keluar dari fase laten
Bila belum keluar dari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oxytocin
atau terminasi dengan seksio sesar bila ada kontra indikasi untuk drip oxytocin (evaluasi
klinis, USG dan NST).
b. Bila fase laten didapat tanda-tanda fase laten memanjang maka dilakukan akselerasi
persalinan dengan drip oxytocin atau terminasi dengan seksio sesar bila ada kontra
indikasi drip oxytocin.
CATATAN
1. Evaluasi persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain (Kurva
Friedman)
2. Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten (inpartu), maka penatalaksanaan seperti KPP
inpartu, dihitung mulai saat pecahnya ketuban.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunninghan, Gant, Leveno, Gilstrap III, Hauth, Wenstrom, Williams Obstetrics 21th ed. 2001.
2. Friedman, Acker, Sachs. Obstetrical Decision Making. Second Ed. P 170 Manly, Graphic
Asian Edition, 1988.
3. Kabijakan Pelayanan Obstetri dan Ginekologi Lab/ UPF Kebidanan Kandungan FK
Unair/RSU Dr Soetomo Surabya, 1982.
INDUKSI PERSALINAN DENGAN MISOPROSTOL
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

Mekanisme kerja molekuler prostaglandin dalam mematangkan serviks sampai saat ini
masih belum jelas.
Beberapa usulan sebagai berikut :
1. Memodulasi kegiatan fibroblast dan selanjutnya mengendalikan difat-difat biofisik dan
biokimia matriks ektraseluler
2. Menginduksi produksi asam hyaluronat oleh fibroblast serviks sehingga meningkatkan
hidrasi dan mengubah komposisi glikoasaminoglikan/proteoglikan.
3. Sebagai bahan kemotaktik yang menyebabkan infiltrasi lekosit dan makrofag ke stroma
serviks

Karakteristik misoprostol
Mempunyai struktur kimia Methyester prostaglandin El (methyl 11, 16-dihydroxy-16
methyl-9 oxoprost-13-en-1-oate), berikatan secara selektif dengan reseptor prostanoid EP2 dan
EP3 dan metabolit aktifnya adalah asam misoprostol.
Ada 2 kemasan yaitu 200 mcg (Indonesia) dan 100 mcg, dipasarkan untuk pencegehan
pengobatan tukak lambung.
Absorpsi cepat dan efektif baik secara oral, vaginal maupun rektal. Pada penggunaan
pervaginam, terjadi peningkatan bertahap maksimum 60-120 menit dan pada menit ke 240 masih
60% kadar puncak, ada kemungkinan akumulasi pada kadar lebih dari 400 mcg setiap 8-12 jam.
Penelitian lain menyatakan bahwa konsentrasi plasma maksimal dicapai 34 menit setelah
pemberian sedangkan pada pervaginam dicapai 80 menit, yang berbeda adalah pada pemberian
pervaginam terjadi perpanjangan konsentrasi dalam serum sehingga peningkatan tonus bertahan
lebih lama.
Sangat murah/bandingkan dengan prostin E2, mudah disimpan dan dipindahkan tanpa
(pendingin) sehingga cepat saji, merupakan obat untuk pematangan serviks dan perangsang
miometrium yang efektif.

Keamanan
Dibandingkan dengan kontrol, misoprostol menimbulkan takhisistole dan hiperstimulasi
dua kali lebih banyak, meskipun hal ini juga tergantung dosis dan cara pemberian. Pemberian
peroral dan dosis 25 mcg mengurangi hiperstimulasi. Tidak ada perbedaan jumlah bayi yang
dirawat di NICU dan yang mempunyai skor Apgar yang rendah, dibandingkan dengan kelompok
control.
Keberhasilan
Meningkatkan skor pelvik secara bermakna pada pemberian oral ataupun pervaginam.
Terdapat peningkatan yang bermakna jumlah pasien yang melahirkan pervaginam dalam 12 jam
dan jumlah pasien yang melahirkan dalam 24 jam. Penggunaan misoprostol juga telah
memperpendek waktu antara pasangan pertama sampai melahirkan dalam 5 jam dan interval
mulai induksi sampai melahirkan.

Dampak terhadap angka bedah sesar


Induksi Misoprostol dengan aman dapat menurunkan angka bedah sesar dibandingkan
induksi dengan obat lain. Angka persalinan dengan bedah sesar secara bermakna lebih rendah
pada pemberian peroral.

Oral atau vaginal


Pemberian misoprostol secara oral ternyata secara efektif dapat mematangkan serviks dan
menginduksi persalinan pada ketuban pecah premature. Bila dibandingkan dengan pemberian
pervaginam, maka jumlah pasien yang melahirkan dalam waktu 12 dan 24 jam, lama pasang
sampai persalinan, adanya takhisistole dan hiperstimulasi, rendahnya skor Apgar dan perawatan
di NICU, tidak berbeda secara bermakna. Pemberian pervaginam lebih efektif dibandingkan
pemberian oral atau kombinasi oral dan vaginam tetapi hiperstimulasi dan takhisistole dilaporkan
lebih banyak pada pemberian pervaginam.

Pematangan serviks secara poliklinis


Karena sebagian besar pasien mengalami persalinan dan kebutuhan adanya pemantauan
janin maka pematangan secara poliklinis tidak direkomendasikan.

Dosis
Meskipun angka penyulit dengan dosis 25 mcg lebih rendah dan efektivitasnya sama
dengan penyulit yang lebih rendah tetapi secara teknis sulit mendapatkan dosis 25 mcg. Dosis 50
mcg, tiap 8 jam mungkin dapat digunakan sebagai jalan tengah sambil menunggu masuknya
misoprostol dosis 100 mcg.

Penggunaan untuk bekas bedah sesar


Mengingat datanya masih belum cukup, maka pemberian misoprostol untuk kasus bekas
bedah sesar sampai saat ini tidak dianjurkan.
Prosedur penggunaan misoprostol untuk induksi persalinan
1. Buat prosedur tetap penggunaan misoprostol, termasuk prosedur bila ada penyulit
2. Pertindik yang dimengerti dan disetujui, pertindik ini juga berisi informasi mengenai status
off-labelnya
3. Pemeriksaan kardiotokografi; sebelumnya harus normal
4. Harus dengan syarat, indikasi dan indikasi kontra yang jelas; dan bukan untuk akselerasi.
Periksa sendiri hasil rekaman kardiografi dan skor pelvis
5. Dosis 25-50 mcg tiap 6 sampai 8 jam pervaginam maksimal 4 x pemberian. Pemberian oral
lebih dianjurkan dengan dosis yang sama.
6. Jangan melakukan manipulasi lain misalnya pemberian uterotonika lain atau ekspresi
kristeller.

Indikasi pemberian misoprostol


Semua keadaan yang memerlukan terminasi kehamilan misalnya kehamilan lewat waktu,
Intra Uterine Fetal Death (IUFD), Preeklamsia/eklamsia, KPP dan kehamilan dengan penyakit
tertentu misalnya diabetes mellitus, KP, asthma dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS
GESTASIONAL (DMG)
Agus Abadi, M. Nadir Abdullah, Erry Gumilar D., Hermanto Tri J.,
Aditiawarman, Bangun T. Purwaka, Agus Sulistyono

BATASAN
Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai gangguan intoleransi glukosa berbagai
tingkat yang muncul atau terdiagnosis pertama kali saat kehamilan. Gestasional juga
menunjukkan bahwa kelainan ini diinduksi oleh kehamilan dan harus dibedakan dengan wanita
diabetes yang hamil yang disebut sebagai diabetes melitud pragestasional (diabetes mendahului
kehamilan); consensus PERKENI dan Buku Acuan Nasional PKMN nempaknya kurang
memebedakan 2 hal tersebut di samping menyebut intoleransi karbohidrat ringan sebagai
Toleransi Glukosa Terganggu sedang yang berat sebagai Diabetes Mellitus, terminology ini
kurang dikenal dalam klasifikasi kepuastakaan obstetric; yang ada adalah subklasifikasi A1 dan
A2.
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Gestasional (Williams Obstetric edisi 21)
Klas Saat terjadi Glukosa plasma puasa Glukosa 2 jam PP Terapi
A1 Hamil < 105 mg/dl < 120 mg/dl Diet
A2 Hamil > 105 mg/dl > 120 mg/dl Insulin

Klasifikasi DM Pragestasional yang sering digunakan adalah klasifikasi white yang


menekankan adanya gangguan end-organ terutama mata, ginjal dan jantung mempunyai dampak
bermakna terhadap keluaran kehamilan.
Membedakan DM yang terjadi akibat kehamilan dan yang mendahului kehamilan akan
berdampak pula pada pembicaraan mengenai efek samping. Pada DMG frekuensi kelainan
bawaan janin, kematian janin dalam Rahim sama dengan populasi hamil normal. Sebagai catatan
: consensus Perkeni dan Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
tidak membedakan DMG dan DMPg.

PATOFISILOGI
Metabolism karbihidrat wanita hamil dan tidak hamil sangat berbeda yang ditandai dengan
adanya hipoglikemia puasa, hiperglikemia posprandial yang memanjang dan hiperinsulinisme
terutama pada trimester tiga. Efek kehamilan yang memperberat diabetes mellitus bila telah
diderita ibu hamil ataupun menimbulkan diabetes gestasional disebut efek diabetigenic.
Tujuan mekaisme ini adalah untuk mempertahankan suplai glukosa postpeandial untuk
janin. Mekanisme ini juga sesuai dengan adanya resistensi perifer terhadap insulin yang ditandai
adanya peningkatan respons insulin terhadap glukosa baik jumlah maupun lamanya pengurangan
uptake glukosa perifer dan penekanan respons glucagon.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa dmg terjadi akibat kombinasi resistensi insulin dan
sekresi insulin yang berkurang dengan waktu oparuh insulin yang tidak berubah. Resistensi
insulin ini terutama diakibatkan hormone Kortisol, progesterone, hCS, Prolaktin dan Estradiol.
Sekresi insulin pada kehamilan normal dan DMG meningkat selama kehamilan dan mencapai
puncaknya pada trimester tiga tapi jumlahnya lebih sedikit pada DMG. Dibandingkan dengan
wanita tidak hamil, puncak plasma insulin selama TTGO tercapai lebih lambat dan terjadi
perbedaan respons insulin pada fase 1 selain juga hipertropi, hyperplasia dan hipersekresi sel B
pankres juga didapatkan konsentrasi asam lemak bebas, trigliserida dan kolesterol pada wanita
hamil puasa yang lebih tinggi yang disebut Freinkel dkk sebagai accelerated starvation.
Rendahnya autoantibody ICA, IAA dan GAD menunjukkan tidak ada kerusakan sel B pancreas
oleh autoantibody dan banyak ahli berpendapat bahwa ibu hamil dengan DMG nempaknya
merupakan fase awal proses Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM).
Perubahan metabolism karbohidrat ini seharusnya menyebabkan penapisan ataupun
diagnosis DMG tidak sama dengan wanita yang tidak hamil.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Diagnosis yang masih sering dipakai adalah modifikasi Sullivan Mahan dengan TTGO
beban 100 g bukan 75 g seperti yang dianjurkan untuk wanita tidak hamil mengingat adanya
perubahan hormone selama kehamilan. DMG dikatakan positif bila dijumpai 2 angka sama atau
lebih. Nilai yang dianggap standar adalah kadar gula puasa 105 mg/dl, 1 jam 190 mg/dl, 2 jam
165 mg/dl dan 3 jam 145 mg/dl. Bila hasil penapisan > 185 mg/dl atau puasa > 126 mg/dl
diagnosis dapat langsung dibuat tanpa TTGO.

PENYULIT
Kelainan Bawaan Janin (KBJ) tidak meningkat pada DMG. KBJ meningkat pada DM
Pragestasional karena kadar gula darah yang tinggi preikosepsi dapat berpengaruh terhadap
organ janin yang sedang tumbuh yang oleh Freinkel disebut sebagai fuel mediated teratogenesis.
Kematian janin yang tiba-tiba pada sekitar 34-36 minggu kehamilan sudden unexplained
fetal demise lebih sering terjadi pada DM pregestasional tidak pada DMG tanpa penyulit
(preeclampsia) atau subklas A2. Unexplained Fetal Demise/Death ini diduga akibat kegagalan
transport oksigen yang disebabkan edema villi yang diinduksi tekanan osmotic tinggi dan
hiperglikemia. Osmotically induced vinous edema dan memang lebih sering terjadi pada yang
makrosomia dan hidramnion.
Pertumbuhan Janin Terhambat juga jarang terjadi pada DMG kecuali dengan penyulit atau
diet yang terlalu ketat karena tidak terjadi kelainan vaskuler pada DMG. Penyulit yang terjadi
pada DMG dapat dibagi 2 yaitu jangka pendek yaitu makrosomia dengan segala akibatnya pada
ibu dan janin/anak (Sectio Caesaria(SC) meningkat, trauma persalinan, hipoglikemia,
hipokalsemia, polisitemia dan jaundice)) serta jangka panjang yaitu timbulnya DM menetap dan
obesitas pada ibu maupun anak beberapa tahun kemudian.
Makrosomia disini berciri khas yaitu deposisi lemak banyak di bahu dan badan
(viseromegali) sehingga memudahkan terjadinya distosia bahu. Makrosomia diakibatkan
hiperinsulin janin-akibat hiperglikemia ibu- yang pada gilirannya berakibat pertumbuhan somatic
yang berlebihan (hipotesis Pedersen). Banyak bukti yag menyatakan bahwa insulin dan insulin-
like growth factors (IGF-I dan II) merupakan faktor pertumbuhan janin dengan merangsang
diferensiasai dan divisi sel.

PENATALAKSANAAN
Merupakan dasar penanganan medis DMG (bukan dengan pemberian insulin profilaksis).
ADA menganjurkan dimulai dengan 2000-2500 kalori (35 kal/kg) dengan 50-60% karbohidrat
tinggi serat, 10-20% protein dan 25-30% lemak. Bila didapatkan kadar gula puasa > 105 mg/dl
dan 2 jam PP > 120 mg/dl pemberian insulin harus dilakukan dengan target kadar gula puasa 60-
90 mg/dl dan 2 jam pp < 120 mg/dl.
Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan setidak-tidaknya 1 minggu sekali
(konvensional) dengan pemeriksaan kadar gula puasa dan 2 jam pp. pemantauan dengan Hb Alc
dan glukosa urine tidak dianjurkan (lebih cocok untuk DMPg).
Olah raga dalam batas ternetenu (senam hamil) tetap dianjurkan sebagai ajuvan yang
mempermudah pengendalian kadar gulanya. Obat antidiabetes oral tidak dianjurkan karena dapat
melewati plasenta dan dapat merangsang pancreas janin sehingga menambah kemungkinan
makrosomia.
Pada USG perkiraan berat janin lebih diutamakan dari pada pencarian kelainan bawaan
janin (KBJ) karena kejadian makrosomia jauh lebih sering disbanding angka KBJ.
Terminasi kehamilan dilakukan atas indikasi ibu (gula darah sulit dikendalikan, timbul
komplikasi lain), janin (kesejahteraan janin menurun atau taksiran berat janin lebih dari 4 kg)
atau indikasi waktu (> 38 minggu). SC dilakukan atas indikasi obstetric dan menyusui tetap
dianjurkan pada ibu-ibu dengan DMG.
Tindak lanjut pasca salin merupakan hal yang sangat penting karena efek jangka panjang
DMG yaitu timbulnya diabetes nyata dengan melakukan TTGO 75g 6 minggu pasca salin.
Dikatakan sebagai gangguan Toleransi Glukosa bila kadar glukosa plasma lebih atau sama
dengan 110 mg/dl dan kurang dari 126 mg/dl dan 2 jam pp lebih satau sama dengan 140 mg/dl
dan kurang dari 200 mg/dl. Dikatakn diabetes bila lebih atau sama dengan 126 mg/dl dan lebih
atau sama dengan 200 mg/dl. ADA tahun 1998 merekomendasikan kriteria baru yang lebih
menyederhanakan kriteria lama dengan hanya 1 x pemeriksaan tanpa tahapan penapisan dan
diagnosis.
Bila ditemukan kelainan harus segera diterapi termasuk edukasi penderita. Pada bayi dan
anak-anak juga harus dilakukan pemantauan akan tanda-tanda obesitas dan atau gangguan
toleransi glukosa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam JMF. 1999. Beberapa Ketidaksepakatan pada Diabetes Mellitus Gestasional. Dalam
Asdie HAH, Wiyono P. (eds). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah tahunan Nasional
endokrin. Yogyakarta.
2. American Diabetes Association. Clinical Practice Recommendations 1999. Gestational
Diabetes Mellitus. Diabetes Care vol 22 (suppl. 1).
http://diabetes.org/diabetescare/supplement 199/S74
3. Carr DB, Gabbe S. 1998. Gestational Diabetes : Detection, Management and Implications.
Clinical Diabetes. 16: 1. http://www.diabetes.org//v16n1j-198/pg4.htm.4
4. Cunningham F.G, Gant NF, Leveno, K.J, et al. 2001.
5. William Obstetrics 21th ed; New York: McGraw Hill.
6. Hermanto T.J., Agus Abadi. 1991. Lauran Perinatal kehamilan dengan Diabetes Mellitus
Gestasional. Penelitian untuk tugas Akhir PPDS I.
7. Hermanto T.J. 2001. Diabetes Mellitus Gestasional. Dari Sullivan B. Mahan sampai Perkeni.
Dari Gold Standard sampai Konsensus. Grahabik: Surabaya Diabetes Update VI.
8. Hermanto T.J. 2002. Sekali lagi tentang Diabetes Mellitus Gestasional. An Invisible Disease.
Batu: PIT XIII, POGI.
9. Consensus PERKENI tentang Diabetes Mellitus Gestasional. 1997.
10. Kuhl C. 1998. Etiology and Pathogenesis of Gestational Diabetes. Diabetes Care; 21 (suppl
2). http://www.diabetes.org/diabetescare/supplement298/b19.htm.
11. Moore, T.R. 1999. Diabetes in Pregnancy. Dalam: Creasy, R.K., resnik, R. (eds). Maternal-
Fetal Medicine (4th ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
12. Saufuddin A. B. et al 2000. Diabetes mellitus Gestational (DMG) Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 290-299. Jakarta : YBPSP.
13. Baziad A, Hestiantoro A, Soebijanto S. Endometriosis, Protap Program Pendidikan Dokter
Spesialis Konsultan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Kolegium Obstetri dan Ginekologi
Indonesia, 2001.
14. Seibel Machelle M; Brosens IA. Endometriosis, Infertility a comprehensive text, 2 nd ed,
Appleton & Lange, 189-218, 1997.
15. Samsulhadi, Penelitian lanjut endometriosis yang perlu dilaksanakan, FK Unair/RSU Dr
Soetomo Surabaya, 2001.
16. Attar E. Current concept and research in pathogenesis of endometriosis. Endometriosis Zone,
Hot Topic, August 1999.
17. Stenchever, Droegemueller, Herbst, Mishell. Endometriosis and Adenomyosis.
th
Comprehensive Gynecology, 4 ed, Mosby, 531-564, 2001.

Anda mungkin juga menyukai