Anda di halaman 1dari 32

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas tentang beberapa konsep dasar yang

digunakan sebagai landasan teori dalam proses penelitian, meliputi konsep

persepsi, konsep keyakinan, konsep ibu hamil, konsep Inisiasi Menyusu Dini

sebagai acuan dalam pembuatan kerangka konseptual dalam penelitian yang

berjudul "Gambaran Persepsi dan Keyakinan Ibu Hamil Melakukan Inisiasi

Menyusu Dini di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro".

A. Konsep Persepsi
1. Pengertian

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

pengindraan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat indra (Walgito, 2003: 69).

Persepsi adalah proses menangkap gejala dari luar melalui proses

panca indra (Irwanto, 2003: 71).

2. Ciri-ciri persepsi

Terdapat beberapa ciri-ciri umum dalam dunia persepsi yaitu :

a. Rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap indra

yaitu sifat sensoris dasar dari masing-masing indra (cahaya untuk

penglihatan, bau untuk penciuman, suhu bagi perasa, bunyi bagi

pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).


7

b. Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang) kita dapat

mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan latar

belakang dan lainya.


c. Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat lambat, tua

muda dan lain-lain.


d. Objek atau gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang

menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan

keseluruhan yang menyatu.


e. Dunia persepsi adalah dunia penuh arti, dengan kata lain cenderung

melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang

mempunyai makna bagi kita yang ada hubungannya dengan tujuan

dalam diri kita.

(Irwanto, 2003: 72-73)

3. Faktor yang berperan dalam persepsi

a. Objek yang dipersepsikan

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau

reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi,

tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan

yang langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai

reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar

individu.

b. Alat indra, syaraf, dan pusat susunan syaraf pusat

Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima

stimulus. Disamping itu juga harus ada saraf sensoris sebagai alat

untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan


8

saraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk

mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

c. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan

adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan

pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang

ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

(Walgito, 2003: 70-71)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi


a. Faktor Eksternal
1) Kontras
Cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan

membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan.


2) Perubahan Intensitas
Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang

berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian kita.


3) Pengulangan (repetition)
Iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik perhatian kita,

walaupun sering kali kita merasa jengkel dibuatnya. Dengan

pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak

masuk dalam rentang perhatian kita, maka akhirnya akan

mendapat perhatian kita.


4) Sesuatu yang baru (novelty)
Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita

daripada sesuatu yang telah kita ketahui.


5) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak
Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan

menarik perhatian kita.


b. Faktor Internal
9

1) Pengalaman/Pengetahuan
Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang

merupakan faktor yang sangat berperan dalam

menginterprestasikan stimulus yang kita peroleh.


2) Harapan atau expectation
Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap

stimulus.
3) Kebutuhan
Kebutuhan akan menyebabkan stimulus tersebut dapat masuk

dalam rentang perhatian kita dan kebutuhan ini akan

menyebabkan kita menginterprestasikan stimulus secara

berbeda.
4) Motivasi
Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang.
5) Emosi
Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap

stimulus yang ada.


6) Budaya
Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan

menginterprestasikan orang-orang dalam kelompoknya secara

berbeda, namun akan menginterprestasikan orang-orang diluar

kelompoknya sebagai sama saja.

(Notoatmodjo, 2005: 104-108).

5. Konsistensi dalam Persepsi

Pengalaman seseorang akan berperan dalam mempersepsikan

sesuatu. Adanya aktivitas dalam diri seseorang yang berperan sehingga

menghasilkan hasil persepsi tersebut yaitu :

a. Konsistensi bentuk
10

Pengalaman memberikan pengertian bahwa bentuk uang

logam itu bulat. Hal tersebut sebagai bentuk persepsi yaitu bahwa

uang logam itu bulat, dan disimpan dalam ingatan seseorang. Kalau

uang logam itu dalam posisi miring maka uang logam itu tidak terlihat

bulat. Ini berarti bahwa hasil persepsi itu tidak semata-mata ditentukan

oleh stimulus secara objektif semata tetapi individu yang

mempersepsikan ikut aktif dalam hasil persepsi, inilah yang disebut

konsisitensi bentuk dalam persepsi.

b. Konsistensi warna

Atas dasar pengalaman orang mengerti bahwa susu murni itu

berwarna putih. Walaupun pada suatu waktu orang dijamu dengan

minuman susu yang penerangannya agak remang-remang berwarna

merah sehingga susu itu kelihatan agak merah, tetapi dalam

mempersepsikan susu tersebut orang akan berpendapat bahwa susu itu

berwarna putih. Inilah yang disebut konsisitensi warna.

c. Konsistensi ukuran

Pengalaman memberikan pengertian bahawa binatang yang

namanya gajah yang telah dewasa itu ukurannya besar, lebih besar

dari seekor harimau. Apabila seseorang melihat seekor gajah dari

kejauhan, maka gajah tersebut kelihatan kecil. Makin jauh jaraknya

maka akan kelihatan semakin kecil. Inilah yang disebut konsistensi

ukuran.

(Walgito, 2003: 77)

6. Pengukuran Persepsi
11

Cara pengukuran persepsi dengan skala likert karena skala likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang

gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau yang dialaminya.

Beberapa bentuk dan jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk

dalam kategori skala Likert adalah sebagai berikut: Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Hidayat, A,

2009: 102).

Menurut Saifuddin Azwar (2009: 139-157) skala likert

merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan

distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya, yang

berdasarkan dua asumsi yaitu: setiap pernyataan sikap dapat disepakati

sebagai pernyataan favorable atau pernyataan unfavorable.

Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap

positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban

yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

Untuk suatu pernyataan yang bersifat favorable, jawaban sangat

tidak setuju diberi nilai 1, jawaban tidak setuju diberi nilai 2, setuju

diberi nilai 3 dan sangat tidak setuju diberi nilai 4. Sebaliknya, bagi

pernyataan yang unfavorable, respon sangat tidak setuju diberi nilai 4,

tidak setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2 dan sangat setuju diberi

nilai 1 (Hidayat, A, 2009: 102).

B. Konsep Keyakinan
Keyakinan berasal dari bahasa arab yaitu yaqin yang artinya percaya

dengan sungguh-sungguh. Kepercayaan berbeda dengan keyakinan,


12

keyakinan dan keimanan berada diatas istilah kepercayaan dan keyakinan

ekuivalen dengan keimanan. Kepercayaan menerima dengan budi (ratio) dan

keyakinan menerima dengan akal (Ramdani, 2012: 207).


Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia

merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai

kebenaran. Jika keyakinan tidak ada maka keraguan akan muncul, dan

kesalahan akan sering kali menghalangi. Keyakinan sulit untuk dirubah

karena keyakinan mempengaruhi perilaku, perilaku yang sangat sering

diulang menjadi ciri khas seseorang walaupun dia tidak menyadari akhirnya

perilaku berubah menjadi sikap atau watak orang tersebut (Rahman, 2010).

1. Dimensi Keyakinan

Bandura (1997) mengemukakan bahwa keyakinan diri individu

dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :

a. Tingkat (level)

Keyakinan diri individu dalam mengerjakan suatu tugas

berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki keyakinan

diri yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga

pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang

tinggi. Individu yang memiliki keyakinan diri yang tinggi cenderung

memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan

kemampuannya.

b. Keluasan (generality)

Dimensi ini berkaitan dengan keluasan individu terhadap

bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya


13

memiliki keyakinan diri pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada

fungsi domain tertentu saja. Individu dengan keyakinan diri yang

tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk

menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki keyakinan diri

yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam

menyelesaikan suatu tugas.

c. Kekuatan (strength)

Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat

kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya.

Keyakinan diri menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan

individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang

diharapkan individu. Keyakinan diri menjadi dasar dirinya

melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan

sekalipun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

keyakinan diri mencakup dimensi tingkat (level), keluasan

(generality) dan kekuatan (strength).

2. Sumber-Sumber Keyakinan

Bandura (1986) menjelaskan bahwa keyakinan diri individu

didasarkan pada empat hal, yaitu:

a. Pengalaman akan kesuksesan

Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar

pengaruhnya terhadap keyakinan diri individu karena didasarkan pada

pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan

keyakinan diri individu meningkat, sementara kegagalan yang


14

berulang mengakibatkan menurunnya keyakinan diri, khususnya jika

kegagalan terjadi ketika keyakinan diri individu belum benar-benar

terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan keyakinan

diri individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya

usaha atau pengaruh dari keadaan luar.

b. Pengalaman individu lain

Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri

tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber keyakinan dirinya.

Keyakinan diri juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain.

Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang

tertentu akan meningkatkan keyakinan diri individu tersebut pada

bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya

dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan

sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk

melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan

yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha

menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan

mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua

keadaan yang memungkinkan keyakinan diri individu mudah

dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya

pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya

pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

c. Persuasi verbal
15

Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu

bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu

untuk meraih apa yang diinginkan.

d. Keadaan fisiologis

Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan

suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak

emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan

suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga

situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan

fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi

isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas

kemampuannya. Berdasarkan penjelasan di atas, keyakinan diri

bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu

lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis individu.

3. Proses-proses keyakinan diri

Bandura (1997) menguraikan proses psikologis keyakinan diri

dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan

melalui cara-cara dibawah ini :

a. Proses kognitif

Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan

tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan

tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan

sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan

kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu


16

untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat

pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah

semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam

berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka

akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan

mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi

hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari

berbagai macam informasi.

b. Proses motivasi

Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari

dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu

berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada

tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan

direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang

dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari

teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori

nilai pengharapan.

Keyakinan diri mempengaruhi atribusi penyebab, dimana

individu yang memiliki keyakinan diri akademik yang tinggi menilai

kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh

kurangnya usaha, sedangkan individu dengan keyakinan diri yang


17

rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya

kemampuan. Teori nilai pengharapan memandang bahwa motivasi

diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai

hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu

perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan

akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung

keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan

konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai

arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku

dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk

mendukung outcome expectation.

c. Proses afeksi

Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan

dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan

dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang

menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan.

Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang

timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi

tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang

sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu

mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang

mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang


18

dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola

ancaman tersebut.

d. Proses seleksi

Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk

menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat

mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam

melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri,

bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau

situasi sulit. Keyakinan diri dapat membentuk hidup individu melalui

pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu

melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang

diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi,

minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. Dari uraian

tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses keyakinan diri meliputi

proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi, dan proses seleksi

(Chapter, 2011).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Keyakinan

Keyakinan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

a. Faktor Internal

1) Tahap Perkembangan

Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia

dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan

demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman

dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.


19

Untuk itulah seorang tenaga kesehatan harus mempertimbangkan

tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan

perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak

belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu

dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan

perilaku pencegahan penyakit.

2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai

fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan

pengalaman masa lalu.


Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir

seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor

yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan

pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan

sendirinya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah

menerima informasi makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki

sehingga menimbulkan suatu keyakinan akan informasi yang

diterima. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru

diperkenalkan sehingga tidak ada keyakinan dan keraguan akan

muncul (Hendra AW, 2011).

A. Jenjang pendidikan dasar


20

B. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah.

C. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah

Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

D. Jenjang pendidikan menengah

E. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan

dasar.

F. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah

umum dan pendidikan menengah kejuruan.

G. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

atau bentuk lain sederajat.

H. Jenjang pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

3) Persepsi Tentang Fungsi

Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat

pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.

Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa


21

bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak

pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya,

keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan

pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu,

individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah

mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan

dan cara mereka melaksanakannya. Untuk itulah perawat mengkaji

tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yaitu tentang cara klien

merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau

nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti tekanan darah,

tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan

perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien

secara lebih berhasil.

4) Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

kesehatan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami

respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung

berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan

dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat

mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat

sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil

selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping

secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan


22

menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau

menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan napas yang

terengah-engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca

dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan

menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang

memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan

dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir

tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya

gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa

penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga

mereka akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau

mencari pengobatan yang tepat.

5) Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan

kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Spiritual

bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan

seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara

pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas.

Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan

keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah

memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk

mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu


23

kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan

perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara

spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk

tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat harus memahami

dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara

efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

b. Faktor Eksternal

1) Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan

kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan

kesehatannya. Misalnya:

a) Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit

dapat berpotensi mejadi penyakit berat dan mereka segera

mencari pengobatan, maka biasanya anak tersebut akan

malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa.

b) Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan

pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal:

anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia

akan melakukan hal yang sama.

2) Faktor Sosial Ekonomi


24

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.


Variabel psikososial mencakup stabilitas perkawinan, gaya

hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang biasanya akan mencari

dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan

cara pelaksanaan kesehatan pribadi (Pratama, 2013).

5. Pengukuran Keyakinan

Keyakinan diri adalah perasaan individu mengenai kemampuan

dirinya untuk membentuk perilaku yang relevan (Chapter, 2011).

Menurut Hadjar 1996, skala likert digunakan untuk mengukur keyakinan,

sikap, dan pendapat (Lina, 2004).


a. Skala Likert

Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,

persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di

masyarakat atau yang dialaminya. Beberapa bentuk jawabannya

pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert

yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak

Setuju (STS).

(Hidayat, A, 2009: 102-105).


25

Menurut Saifuddin Azwar (2009: 139-157) skala likert

merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan

distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya, yang

berdasarkan dua asumsi yaitu: setiap pernyataan sikap dapat

disepakati sebagai pernyataan favorable atau pernyataan

unfavorable.

Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap

positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada

jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap

negatif.

Untuk suatu pernyataan yang bersifat favorable, jawaban

sangat tidak setuju diberi nilai 1, jawaban tidak setuju diberi nilai 2,

setuju diberi nilai 3 dan sangat tidak setuju diberi nilai 4. Sebaliknya,

bagi pernyataan yang unfavorable, respon sangat tidak setuju diberi

nilai 4, tidak setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2 dan sangat

setuju diberi nilai 1 (Hidayat, A, 2009: 102)

C. Konsep Ibu hamil


1. Pengertian
Ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan seseorang, atau

sebutan untuk wanita yang sudah bersuami (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2007: 416).


Ibu hamil adalah seorang wanita yang mengandung dimulai dari

fertilisasi sampai lahirnya janin (Prawirohardjo S, 2005: 213).


Kehamilan adalah masa dimana terdapat janin didalam rahim

seorang perempuan. Masa kehamilan didahului oleh terjadinya


26

pembuahan yaitu bertemunya sel sperma laki-laki dengan sel telur yang

dihasilkan oleh indung telur. Setelah pembuahan, terbentuk kehidupan

baru berupa janin dan tumbuh didalam rahim ibu yang merupakan

tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi janin (Suparyanto,

2010).
2. Persiapan Inisiasi Menyusu Dini bagi ibu hamil
a) Persiapan fisik
1) Makan-makanan bergizi.

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang

dimakan ibu. ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak,

vitamin, mineral selain itu dianjurlan untuk minum 8 – 12 gelas/

hari.

2) Pemeriksaan kesehatan.

Memeriksakan kehamilan ibu secara rutin sangat

diperlukan untuk mengetahui status kesehatan ibu dan janin,

sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat

diatasi dengan segera.

3) Perawatan Payudara

Kondisi hamil membuat banyak perubahan fisik pada

wanita antara lain berat badan bertambah, perubahan pada kulit,

dan perubahan payudara. Pembengkakan payudara dan susu

terjadi akibat pengaruh hormonal, karenanya perawatan payudara

selama kehamilan adalah bagian penting yang harus diperhatikan

untuk persiapan dalam pemberian ASI.

(Francichandra, 2010)
27

D. Konsep Inisiasi Menyusu Dini


1. Pengertian

Inisiasi Menyusui Dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera

setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia

lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan

kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera

setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan

the breast crawl atau merangkak mencapai payudara (Roesli, U, 2012: 3).

2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini


a. Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi dengan

tepat selama bayi merangkak mencari payudara.


b. Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan detak

jantung lebih stabil, dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu dan

bayi.
c. Imunisasi Dini. Mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu

sebelum mulai mengisap puting adalah cara alami bayi

mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang ia perlukan untuk

membangun sistem kekebalan tubuhnya.


d. Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding Atthacment)

karena 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu,

biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.


e. Makanan non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal

dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat

mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih

awal.
28

f. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui

eksklusif dan akan lebih lama disusui.


g. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing

susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu

merangsang pengeluaran hormon oksitosin.


h. Bayi mendapatkan ASI kolostrum-ASI yang pertama kali keluar.

Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang

diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan

kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI

istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan

terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan

kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang

melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus

mematangkan dinding usus ini.


i. Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk

pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat

kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu

pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah (Roesli, U, 2008:

13-14).
j. Meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia 28 hari pertama

kehidupannya.
k. Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
l. Menunjang perkembangan koknitif.
m. Mencegah perdarahan pada ibu.
n. Mengurangi risiko terkena kanker payudara dan ovarium.

(Suparyanto, 2010)

3. Tahap-tahap Inisiasi Menyusu Dini


a. Tahap I
29

Tahap pertama yang biasanya dilakukan adalah meletakkan

bayi setelah lahir langsung di dada ibu. Setelah bayi lahir maka bidan

akan memotong ari-ari bayi, setelah itu bayi akan langsung diletakkan

di dada si ibu. Sang bayi diletakkan di dada si ibu tanpa

membersihkan si bayi.Saat itu ternyata suhu badan ibu yang selesai

melahirkan 1 derajat lebih tinggi dari bayi. Dari sini terlihat bahwa

sang ibu dengan otomatis akan membantu bayi untuk beradaptasi.

Secara otomatis saat bayi kedinginan, suhu badan si ibu jadi naik 2

derajat. Dan bayi mulai kepanasan, suhu badan ibu akan turun 1

derajat. Ternyata Tuhan telah mengatur bahwa sang bayi dengan

dibantu ibunya dapat beradaptasi dengan kehidupan barunya. Setelah

diletakkan di dada si ibu, biasanya si bayi akan diam selama 20-30

menit. Bayi akan baik-baik saja. Sang bayi hanya sedang menetralisir

keadaannya setelah trauma melahirkan.

b. Tahap II

Tahap kedua dilakukan kira-kira setelah si bayi merasa lebih

tenang. Kaki sang bayi secara otomatis akan mulai bergerak-gerak

seperti hendak merangkak. Gerakan ini ternyata mempunyai makna

tersendiri. Gerakan bayi menginjak-injak perut ibunya di atas rahim

bertujuan untuk menghentikan pendarahan si ibu. Tentu lama dari

proses ini tergantung dari si bayi.

c. Tahap III

Biasanya setelah bayi lahir menghentakan kakinya maka sang

bayi akan melanjutkan dengan mencium tangannya. Sebab bau tangan


30

si bayi sama dengan bau air ketuban. Dan ternyata wilayah sekitar

puting si ibu itu juga memiliki bau yang sama dengan bau air ketuban.

Dengan begitu maka dia akan memulai bergerak mendekati puting

ibunya. Saat sudah mendekati puting si ibu, si bayi akan menjilat-jilat

dada si ibu.

Jilatan bayi tersebut ternyata mempunyai arti tersendiri. Jilatan

itu berfungsi utuk membersihkan dada ibu dari bakteri-bakteri jahat.

Dengan begitu bakteri yang masuk ketubuh bayi akan diubah menjadi

bakteri yang baik dalam tubuhnya. Lama bayi membersihkan puting

ibunya tergantung pada bayi sebab hanya bayi yang tahu seberapa

banyak dia harus membersihkan dada si ibu.

d. Tahap IV

Setelah membersihkan puting ibunya maka sang bayi akan

mulai meremas degan tangan kecilnya itu. Hal ini tentu juga alasanya.

Alasanya adalah untuk merangsang juga ASI segera berproduksi dan

bisa keluar. Lamanya sang bayi meremas-remas juga tergantung dari

si bayi itu.

e. Tahap V

Setelah melewati empat tahap itu maka tahap terakhir adalah

bayi mulai menyusu. Walaupun ASI sang ibu belum keluar maka bayi

tetap akan menyusu pada ibunya (Kodrat, L, 2010: 7-9).

4. Faktor-faktor pendukung inisiasi menyusu dini


31

a. Kesiapan fisik dan psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal

kehamilan.
b. Informasi yang diperoleh ibu mengenai Inisiasi menyusu dini.
c. Tempat bersalin dan tenaga kesehatan.
(Suparyanto, 2010)
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Inisiasi Menyusu Dini
Perilaku Inisiasi Menyusu Dini dipengaruhi oleh faktor eksternal

(pengalaman, fasilitas, sosial budaya) dan faktor internal (persepsi,

pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat, sikap) (Notoatmodjo,

2010: 64).
32

a. Faktor eksternal

1) Pengalaman
Pengalaman menyusui berperan dalam meningkatkan kepercayaan

diri ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini.


2) Fasilitas
Peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal praktek menyusui

terkait dengan komitmen pihak manajemen unit pelayanan untuk

memberikan perhatian khusus terhadap perilaku tersebut.

Komitmen ini sangat dipengaruhi oleh perhatian petugas pada unit

pelayanan yang menjadi pilihan masyarakat.


3) Sosial budaya
Keadaan lingkungan keluarga yang mendukung dalam pemberian

kolostrum mendorong keinginan ibu untuk melakukan Inisiasi

Menyusu Dini.

b. Faktor internal

1) Pengetahuan
Komponen pengetahuan yang dinilai berperan terhadap

penerimaan Inisiasi Menyusu Dini adalah pengetahuan tentang

kolostrum, Ibu yang merasa kolostrum itu penting, akan lebih

mudah menerima saran bidan untuk melakukan inisiasi menyusu

dini.
2) Motivasi
33

Motivasi ibu untuk menyusui antara lain distimulasi oleh aspek

sosial, ekonomi, dan faktor kesehatan, tapi aspek-aspek ini tidak

mempunyai keterkitan dengan penerimaan ibu terhadap praktek

inisiasi menyusu dini. Khusus dikalangan ibu multipara,

didapatkan informasi yang tidak dapat diberlakukan secara umum

mengenai dorongan melakukan inisiasi menyusu dini berdasarkan

keinginan mencoba sesuatu yang baru (novelty).


3) Sikap
Faktor sikap yang berperan terhadap kesediaan ibu melakukan

inisiasi menyusu dini, adalah sikap terhadap kolostrum.

Komponen sikap yang lain seperti sikap terhadap keharusan

menyusui dan sikap terhadap langkah-langkah inisiasi menyusui

dini memberikan informasi untuk memperlihatkan peran yang

jelas terhadap penerimaan praktek inisiasi menyusu dini.


4) Persepsi
Persepsi tentang menyusui berperan terhadap perilaku menyusui

secara umum dan berperan secara langsung terhadap inisiasi

menyusu dini. Ibu menganggap bahwa menyusui merupakan

keharusan bagi ibu yang melahirkan dan mereka melakukannya

sesuai apa yang mereka ketahui.


5) Keyakinan
Pengalaman menyusui berperan dalam meningkatkan

kepercayaan pada diri ibu untuk melakukan inisiasi menyusu dini.

Dan pengalaman melakukan inisiasi menyusu dini berperan untuk

menguatkan keyakinan ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu

Dini.
6) Keinginan
34

Keinginan mencoba untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini

kemungkinan terkait dengan rangsangan (stimulus) yang bersifat

novelty. Sesuatu yang baru (novelty) sendiri adalah suatu stimulus

baru yang akan lebih menarik perhatian seseorang dibanding yang

telah diketahuinya lebih dahulu.


(Francichandra, 2010)

6. Faktor-faktor penghambat.
a. Bayi kedinginan
Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005),

ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1° C lebih

panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang

diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1° C.

Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2° C untuk

menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan

tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur

yang canggih dan mahal.


b. Ibu kelelahan
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya

segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit seta

saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.


c. Tenaga kesehatan kurang tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan

tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah

atau keluarga terdekat untuk manjaga bayi sambil memberi dukungan

pada ibu.
d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk
35

Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih

atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan

usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

e. Ibu harus dijahit


Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area

payudara. Yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.


f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore

harus segera diberikan


Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan

Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini

dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu

sendiri tanpa membahayakan bayi.


g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur

menunda memandikan pada bayi berarti menghindarkan hilangnya

panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap,

melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat

dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat

ditunda sampai menyusu awal selesai.


h. Bayi kurang siaga
Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga

(alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi

mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih

penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk Bonding.


i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai

sehingga diperlukan cairan lain.


Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir.

Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat

dipakai pada saat itu.


36

j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi


Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi.

Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi

baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus

yang masih muda. (Roesli, U, 2008: 28-31).

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi konsep-

konsep serta variable-variabel yang akan di ukur (Notoadmojo, 2012: 22).

Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut :


37

Faktor-faktor yang
mempengaruhi Inisiasi
Menyusu Dini.
A. Faktor internal
1. Pengetahuan
2. Keinginan
3. Motivasi
6. Persepsi Inisiasi
4. Niateksternal:
B. 7.Faktor Menyusu Dini
Keyakinan
5.1. Sikap
Sosial Budaya
2. Fasilitas
Keterangan :3. Pengalaman
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Gambaran persepsi dan Keyakinan Ibu Hamil
Tentang Inisiasi Menyusui Dini di Desa Wedi Kecamatan Kapas
Kabupaten Bojonegoro

Penjelasan :
Kerangka konseptual diatas menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku inisiasi menyusu dini yang terdiri dari faktor internal

yaitu terdiri dari pengetahuan, keinginan, motivasi, niat, sikap, persepsi,

keyakinan. Faktor eksternal yang terdiri dari, sosial budaya, fasilitas dan

pengalaman.

Kerangka konseptual dalam penelitian ini yang diteliti adalah

gambaran persepsi dan keyakinan ibu hamil melakukan inisiasi menyusu dini

di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro.

Anda mungkin juga menyukai