Anda di halaman 1dari 83

Penilaian Cepat Program

Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)


UCAPAN TERIMA KASIH
Tim kajian telah dibantu, didukung dan dibimbing oleh
Direktur Kesejahteran Sosial Anak di Kementerian
Sosial, Dr. Edi Suharto, dan stafnya. Kami juga berterima
kasih atas kerja sama yang intensif dan kontribusi yang
sangat berharga dari Lauren Rumble dan Astrid Gonzaga
Dionisio (UNICEF Indonesia). Selanjutnya, kajian ini juga
memperoleh manfaat dari komentar-komentar atas draf
yang disampaikan oleh Ibu Yosi Dianitresna (BAPPENAS),
Ibu Patricia Bachtiar (komentar DFAT) dan Bapak Marco
Schaefer (GIZ). Akhirnya kami berterima kasih kepada
anak-anak, orangtua, guru, perwakilan badan-badan
internasional, kantor-kantor dinas sosial dan BAPPEDA di
tingkat provinsi dan kabupaten, serta lembaga-lembaga
pengasuhan anak yang dengan penuh kesabaran telah
berbagi pengetahuan selama wawancara dan diskusi
kelompok terarah (FGD). Kendati demikian, para penulis
bertanggung jawab atas isi dari kajian ini.
KATA SAMBUTAN

Banyak anak-anak di Indonesia yang beresiko mengalami kekerasan, eksploitasi,


perlakuan salah dan penelantaran. Perlindungan dari risiko-risiko tersebut dan menjamin
kepentingan terbaik bagi anak merupakan dasar pekerjaan yang dilakukan di Kementrian
Sosial. Laporan ini, “Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak” bertujuan
untuk memberikan penilaian terbaru dan independen pada Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) di Indonesia dan juga untuk memberikan informasi untuk merevisi
pedoman internal dalam pelaksanaan program.

PKSA telah dirancang untuk membantu memenuhi hak-hak termasuk Perlindungan anak
dan kebutuhan anak-anak termiskin dan paling rentan melalui penyediaan bantuan
tunai bersyarat dan pelayanan kesejahteraan sosial yang menyertainya. Sejak tahun
2010 hingga 2015, PKSA sudah menjangkau 173.611 anak-anak yang paling rentan
di seluruh Indonesia. Program ini telah mendorong aksesibilitas yang lebih baik pada
pendidikan, gizi, akta kelahiran dan inklusi keuangan untuk penerima manfaat.

Penemuan-penemuan kunci dari penilaian ini adalah kebutuhan untuk meningkatkan


kualitas dan cakupan layanan kesejahteraan sosial di seluruh Indonesia sehingga
banyak anak yang berisiko dan mengalami kekerasan, perlakuan salah, penelantaran
dan eksploitasi dapat mengakses bantuan kapanpun dan di manapun mereka
membutuhkannya dan untuk memastikan bahwa program ini lebih efisien dalam
hal biaya dan terkait dengan layanan pemerintah dan program lainnya. Penilaian ini
juga menggarisbawahi perlunya mengurangi atau menghilangkan secara keseluruhan
kebutuhan untuk mencantumkan “syarat” mengingat ukuran bantuan tunai yang
terbatas dan kesulitan yang berhubungan dengan pelaksanaan program. Kementerian
Sosial berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi ini, termasuk melalui program
yang direvisi yang dapat memberikan bantuan langsung kepada anak-anak yang rentan
dengan bantuan layanan perawatan di dalam keluarga dan komunitas. Ini berarti program
tidak hanya berpusat pada anak, tetapi juga berpusat pada keluarga.

Di dalam Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa - Bangsa yang telah diratifikasi
oleh Pemerintah Indonesia, kita semua diingatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk
dilindungi dan untuk hidup di dalam lingkungan keluarga. Jika dapat diterapkan, semua
tindakan harus dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan untuk menjaga
hak anak untuk tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga dan komunitas.
Kami memiliki aspirasi agar semua anak, terutama yang paling rentan, untuk dapat
memenuhi potensi mereka dan untuk dapat berpartisipasi penuh dalam komunitas
mereka. Pekerjaan pekerja sosial dan pakar kesejahteraan anak lainnya adalah sangat
penting untuk kesejahteraan dan perkembangan anak-anak di Indonesia. Untuk itu, para
pekerja sosial memerlukan pedoman yang relevan dan mekanisme kerja lintas sektor.
Investasi pada penilaian PKSA merupakan investasi pada anak-anak bangsa kita yang
paling rentan dan kami selaku pembuat kebijakan akan terus berusaha untuk membuat
layanan unggul bekerjasama dengan kementerian dan mitra lainnya.

Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk UNICEF Indonesia, BAPPENAS, DFAT,
GIZ dan yang lainnya atas kontribusi mereka untuk evaluasi ini. Yang terakhir, saya
juga ingin memberikan penghargaan kepada pekerja sosial dan pakar terkait lainnya
yang melakukan tugas sehari-hari yang menuntut banyak energi mereka agar dapat
melayani anak-anak yang kurang mampu sehingga mereka bisa menjadi yang terbaik.
Dalam upaya kita ke depan untuk memperkuat kesejahteraan sosial di Indonesia, saya
berharap penilaian ini dapat menjadi referensi untuk peningkatan kualitas PKSA.

Jakarta, Januari 2015

Direktur Jenderal
Rehabilitasi Sosial
Kementerian Sosial Republik Indonesia

Drs. H. Samsudi, M.M.


DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH
KATA SAMBUTAN
DAFTAR ISI.......................................................................................... i
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR.............................................................. ii
AKRONIM/SINGKATAN.......................................................................... iii
RINGKASAN......................................................................................... 1
Latar Belakang dan Tujuan Kajian............................................................ 1
Peranan, Tugas dan Pendekatan PKSA..................................................... 2
Ringkasan Hasil-Hasil Penilaian................................................................ 3
Rekomendasi........................................................................................ 6
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN.................................................. 7
Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
Perangkat Penelitian dan Pengumpulan Data......................................... 8
Analisis Data.................................................................................... 9
Batasan Kajian.................................................................................. 10
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN
ANAK DI INDONESIA......................................................................... 11
2.1 Kerentanan Anak di Indonesia..................................................... 11
2.2 Intervensi Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia.. 13
2.3 Angin Perubahan – Inisiatif yang Sedang Berjalan dan
yang Direncanakan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial
dan Perlindungan yang Sensitif Anak ........................................... 15
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA ................................................... 17
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI,
RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA.......................................... 20
4.1 Efektivitas – Apakah PKSA Telah Mencapai Tujuannya?................. 20
4.2 Kinerja – Seberapa Baik PKSA Mengimplementasikan
Kegiatan-Kegiatan Program Utama............................................... 40
4.3 Efisiensi – Apakah PKSA Menghasilkan Sesuatu yang
Sebanding dengan Nilai Uang yang Diberikan?............................... 50
4.5 Keberlanjutan – Apakah PKSA Dalam Bentuknya yang
Sekarang Ini Bisa Terus Berlanjut?............................................... 55
5. REKOMENDASI................................................................................. 56
5.1 Meningkatkan Pelaksanaan PKSA Dalam Batasan
Lingkungan Institusi Saat Ini....................................................... 56
5.2 Reformasi Institusi – Mendefinisikan Kembali Peranan dan Program.. 67
5.3 Mendasarkan Reformasi Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan
Anak Pada Bukti ...................................................................... 68
REFERENSI ........................................................................................... 73

i
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1 Jumlah Anak yang Dibantu oleh PKSA di Tahun 2012 dan 2013
Menurut Sub-Program............................................................ 17
Tabel 2 Rencana Cakupan PKSA Pemerintah Pusat dan Anggaran
2010-2020 .......................................................................... 19
Tabel 3 Daftar Anggaran Tahunan PKSA Untuk Tahun 2012 dan 2013.... 50
Tabel 4 Cakupan Populasi Target yang Dicapai oleh PKSA di Tahun
2012 dan 2013..................................................................... 54

Gambar 1 Peta Area Kerja Lapangan...................................................... 8


Gambar 2 Roadmap PKSA (2009 – 2019).............................................. 18
Gambar 3 Sistem Tujuan PKSA............................................................. 21

ii
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
AKRONIM/SINGKATAN

ABH Anak Berkonflik dengan Hukum


ABT Anak Balita Terlantar
ADK Anak Dengan Kecacatan
AMPK Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus
Antar Anak Terlantar
APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BOL Bantuan Operasional Lembaga
BOP Bantuan Operasional Pendampingan
BPS Badan Pusat Statistik
BSM Bantuan Siswa Miskin
CCT Conditional Cash Transfer (BantuanTunai Bersyarat)
Dekon De-concentration budget (Anggaran Dekonsentrasi)
DinSos Dinas Sosial
FDS Family Development Session (Sesi Pengembangan Keluarga)
FGDs Focused-Group Discussions (Diskusi Kelompok Terarah)
HAM Hak Asasi Manusia
IDR Indonesian Rupiah (Rupiah Indonesia) (USD 1 = IDR 12,000)
ILO International Labour Organization (Organisasi Buruh Internasional)
IRS Integrated Referral System (Sistem Rujukan Terpadu)
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
JSLU Jaminan Sosial Lanjut Usia
JSPACA Jaminan Sosial Penyandang Cacat
Kejar Paket Kelompok Belajar Paket
Kemensos Kementerian Sosial
LKSA Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
LSM Lembaga swadaya masyarakat

iii
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
AKRONIM/SINGKATAN

MOU Memorandum of Understanding (Memorandum Kesepahaman)


MP3KI Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di
Indonesia
Panti Lembaga Penitipan Anak/ Panti Asuhan
Perda Peraturan Daerah
PKH Program Keluarga Harapan
PKSA Program Kesejahteraan Sosial Anak
PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial
RasKin Beras Miskin
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPSA Rumah Perlindungan Sosial Anak
Sakti PekSos Pekerja sosial
Sekda Sekretaris Daerah
Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional
TKSK Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan
TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (National Team .
for the Acceleration of Poverty Reduction)
TOR Terms of Reference (Kerangka Acuan)
UDB Unified Data Base (Database terpadu)
UPTPK Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

iv
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

Latar Belakang dan Tujuan Kajian


PKSA, singkatan dari Program Kesejahteraan Sosial Anak, merupakan
program bantuan langsung tunai bersyarat bagi anak-anak yang kurang
beruntung yang dilaksanakan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak di
Kementerian Sosial. Pada tahun 2013, PKSA telah mencakup 173.611
anak dan merupakan salah satu dari empat bantuan langsung tunai
yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Keempat program tersebut
adalah: Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Sosial bagi Lanjut
Usia (JSLU), Jaminan Sosial Penyadang Kecatatan (JSPACA) dan
PKSA.

Sampai taraf tertentu, PKSA kadang tumpang tindih dengan program


bantuan langsung tunai lain yang disebut Program Keluarga Harapan
(PKH) yang juga dikelola oleh Kementerian Sosial. PKH menargetkan
keluarga sangat miskin yang memiliki anak dan/atau perempuan hamil
dan saat ini meliputi 3.2 juta keluarga. Dua program lainnya, yaitu
JSLU dan JSPACA, menargetkan orangtua dan orang cacat parah
dan masing-masing memiliki kurang dari 20.000 penerima manfaat.
Keempat program bantuan tunai yang dilaksanakan oleh Kementerian
Sosial saling melengkapi dan sebagian tumpang tindih dengan antara
150 sampai 250 program bantuan sosial dan bantuan tunai lain yang
dilaksanakan oleh kementerian lain dan badan-badan pemerintah
daerah. Tidak ada yang tahu jumlah pastinya. Pendek kata, sistem
kesejahteraan sosial di Indonesia, di mana PKSA menjadi salah satu
komponen kecil dan sangat terfragmentasi.

Setelah menggambarkan tujuan dan metodologi dari kajian ini, laporan


ini diawali dengan sebuah review tentang kerentanan anak, ringkasan
tentang kesejahteraan anak dan sistem perlindungan anak di Indonesia
dan peranan dan organisasi PKSA. Laporan ini memberikan sebuah
penilaian tentang efektivitas, kinerja implementasi, efisiensi, relevansi
dan keberlanjutan dari PKSA. Berdasarkan penilaian tersebut, kajian
ini juga memberikan rekomendasi tentang bagaimana meningkatkan
kualitas pelaksanaan PKSA.

1
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

Peranan, Tugas dan Pendekatan PKSA

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial No. 15A/HUK/2010 ,


tujuan dari PKSA dijabarkan sebagai berikut: Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
dasar anak dan perlindungan anak dari penelantaran, eksploitasi, dan
diskriminasi sehingga pembangunan anak, kelangsungan hidup dan
partisipasi mereka bisa dicapai.

PKSA diluncurkan karena Indonesia memiliki banyak anak-anak yang


dalam krisis dan anak-anak yang berisiko yang kebanyakan tinggal di
rumah tangga miskin dan tidak terjangkau oleh PKH atau program lain
atau membutuhkan layanan yang tidak diberikan oleh program lain.
Jumlah anak terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak penyandang disabilitas, dan anak yang membutuhkan
perlindungan khusus untuk mendapatkan akses pada layanan sosial
dasar diperkirakan oleh Kementerian Sosial berjumlah sekitar 4.3 juta
jiwa1.
PKSA bertujuan untuk menjangkau anak-anak ini dengan bantuan tunai
sebesar Rp.1,5 juta per anak per tahun (di tahun 2014 dikurangi menjadi
Rp.1 juta) yang digabungkan dengan bimbingan dan pengasuhan yang
diberikan kepada anak-anak dan keluarga mereka oleh pekerja sosial dan/
atau lembaga-lembaga pengasuhan anak yang menghubungkan anak-
anak dan keluarga mereka dengan layanan sosial dasar. Pendekatan
ini, yakni integrasi bantuan tunai, pengasuhan, dan layanan sosial,
dibuat untuk menghasilkan perubahan yang positif dalam perilaku
anak dan pengasuh yang mengarah pada peningkatan pengasuhan dan
penurunan persentase anak yang memiliki masalah-masalah sosial.
Untuk mencapai layanan ini, PKSA menggunakan 686 orang pekerja
sosial dan bekerja sama dengan 5.563 lembaga pengasuhan anak.

Mengingat anak-anak yang kurang beruntung tersebut merupakan


kelompok yang heterogen, PKSA telah menjabarkan panduan yang
spesifik, menggunakan pekerja sosial khusus dan bekerja sama dengan
lembaga-lembaga pengasuhan anak khusus untuk lima kategori anak-
anak kurang beruntung di atas. Beberapa kategori anak-anak dalam
krisis seperti anak-anak dalam situasi darurat, korban perdagangan anak,
dan korban kekerasan fisik dan/atau kekerasan mental membutuhkan
pengasuhan institusional sementara. Namun demikian, salah satu
tujuan dari PKSA adalah menggunakan pengasuhan institusional hanya
bila perlu dan untuk mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga
bilamana mungkin.

1
Sumber: Bagian pendahuluan Panduan PKSA (Kementerian Sosial , 2011)

2
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

Ringkasan Hasil-Hasil Penilaian Anak-anak yang menjadi penerima


bantuan tunai tanpa dukungan
Sesuai dengan Kerangka Acuan (TOR), kesejahteraan sosial yang memadai
kajian ini telah menilai efektivitas, kinerja telah kehilangan layanan rehabilitatif
implementasi, efisiensi, relevansi, dan yang diberikan untuk memfasilitasi
keberlanjutan PKSA. keluarga dan anak untuk mendapatkan
Dalam hal efektivitas, PKSA telah kembali kemampuan untuk berfungsi –
menunjukkan bahwa pendekatan elemen utama dari rancangan program.
dasarnya, yaitu kombinasi bantuan Kenyataan bahwa jumlah anak yang tidak
uang tunai dengan panduan intensif dan terlayani oleh pekerja sosial relatif besar
pengasuhan melalui pekerja sosial dan dibandingkan dengan kelompok yang
lembaga-lembaga pengasuhan anak, yang menerima dukungan penuh dari PKSA
memfasilitasi akses pada layanan sosial menimbulkan pertanyaan serius tentang
dan mempromosikan pengasuhan berbasis efektivitas program.
keluarga, cukup baik. Bila pendekatan ini Tujuan utama PKSA, yaitu penurunan
telah diimplementasikan sesuai dengan persentase anak yang memiliki masalah
panduan dan secara profesional, maka sosial (Kementerian Sosial, 2011), masih
hal ini akan membuahkan hasil yang belum tercapai. PKSA hanya mencakup
positif. Pendekatan ini meningkatkan 3 persen dari kelompok targetnya yang
pemanfaatan layanan sosial dasar, sebesar 4,3 juta anak kurang beruntung
meningkatkan perilaku anak dan pengasuh (informasi selanjutnya tentang kelompok
dan berkontribusi pada kesejahteraan target PKSA dan sumber data kelompok
anak dalam hal kesehatan, nutrisi, dan target, lihat Tabel 4). Berdasarkan asumsi
pendidikan. bahwa jumlah anak yang berisiko dan
Tetapi PKSA hanya memiliki 686 anak dalam krisis telah meningkat lebih
pekerja sosial untuk 5.563 Lembaga dari 3 persen sejak tahun 2010 (populasi
Kesejahteraan Sosial anak (LKSA) meningkat sebesar 8 persen), kita dapat
yang mengimplementasikan PKSA. menyimpulkan bahwa persentase anak
LKSA memiliki sejumlah pekerja sosial yang memiliki masalah sosial justru
sementara kebanyakan tidak memiliki meningkat, bukannya menurun. Hal ini
latar belakang pekerja sosial. Ini berarti ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
bahwa kurang dari 10 persen penerima 3 persen anak-anak yang terjangkau oleh
manfaat PKSA yang bisa dijangkau oleh PKSA bukanlah anak yang betul-betul
pendekatan PKSA secara utuh yaitu – membutuhkan perlindungan sosial.
integrasi uang tunai, pekerja sosial, dan Rendahnya cakupan dan kekeliruan
akses pada layanan sosial. dalam menetapkan target sebagian

3
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

disebabkan oleh tidak tercapainya tujuan lain dari PKSA, yaitu Meningkatnya jumlah
pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang mensinergikan PKSA dengan
program-program kesejahteraan yang ada dan perlindungan untuk anak yang didanai
oleh APBD (Kementerian Sosial, 2011). Alih-alih mengintegrasikan struktur Pemerintah
Daerah, sumber daya manusia, dan data ke dalam proses penargetan, PKSA sangat
bergantung kepada sejumlah lembaga-lembaga pengasuhan anak (LKSA) yang tidak
dibekali dengan baik untuk tugas ini.

Kinerja implementasi PKSA memiliki beberapa kekuatan dan kelemahan. LKSA dan
pekerja sosial pada umumnya memberikan layanan yang berharga pada para penerima
manfaat. Mereka adalah tulang punggung PKSA. Berdasarkan kekuatan ini, Kementerian
Sosial harus lebih banyak berbuat untuk meningkatkan kapasitas LKSA dan memperbaiki
kondisi kerja pekerja sosial.

Sosialisasi dan penetapan target adalah titik lemah program ini. Meskipun PKSA di
tahun 2012 telah menghabiskan Rp. 7.949 juta untuk sosialisasi dan rapat-rapat
koordinasi, struktur Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lokal lainnya merasa
tidak diberi tahu dan diabaikan. Ini adalah salah satu alasan mengapa PKSA tidak bisa
mensinergikan dan membangun kemitraan yang efektif dengan pemerintah daerah.

LKSA menangani hampir semua aktivitas penetapan target, yang memilih penerima
manfaat berdasarkan data yang tidak tepat. Hal ini menyebabkan hasil penetapan
target yang berkualitas sangat rendah.LKSA tidak bisa dan sebagian tidak mau untuk
secara sistematis memilih anak-anak yang paling membutuhkan. PKSA mendukung
LKSA dari klaster anak-anak terlantar yang menerima jumlah anak yang besar, yang
orangtuanya tinggal di provinsi lain dan hanya menginginkan pendidikan yang baik bagi
anak-anak mereka. Ini tidak konsisten dengan prinsip yang umumnya diterima untuk
mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga dan untuk menggunakan pengasuhan
institusional sebagai langkah terakhir.

Kementerian Sosial tidak memonitor hasil dan dampak dari PKSA dan tidak memiliki
prosedur pengaduan. Tidak adanya mekanisme umpan balik mungkin menjadi salah satu
alasan mengapa ada kesenjangan antara tujuan dan regulasi sebagaimana disampaikan
dalam panduan PKSA dan realitas di lapangan.

Memberikan persyaratan, memberikan sanksi jika tidak mematuhi, dan melaksanakan


strategi kelulusan merupakan isu-isu yang saling terkait yang perlu ditelaah. Sanksi
apabila tidak mematuhi persyaratan dapat berakibat buruk bagi sebagian besar anak-
anak rentan. Kriteria lulusan mungkin bisa dibatasi pada pencapaian batas usia dan bisa
dilengkapi dengan strategi tindak lanjut.

4
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

Mengenai efisiensi, biaya operasional PKSA mencapai 20 persen dari biaya keseluruhan.
Biaya ini tidak berlebihan, tetapi jika dibandingkan dengan program bantuan tunai
lainnya yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial, PKSA memiliki biaya operasional
yang paling tinggi.

Relevansi kontribusi PKSA terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak harus dinilai
dari dua perspektif. Dari perspektif konseptual, pendekatan PKSA, yaitu integrasi
bantuan tunai dengan akses pada layanan sosial dan pengasuhan anak oleh LKSA dan
panduan dan mentoring oleh pekerja sosial, merupakan respons yang relevan dengan
kebutuhan anak yang berisiko dan anak yang dalam situasi krisis. Namun demikian,
karena organisasinya yang tidak tepat sebagai sebuah program pemerintah pusat yang
terisolasi, karena beberapa isu implementasi dan karena cakupan yang sangat rendah,
hasil dan dampak dari PKSA tidaklah begitu signifikan dilihat dari perspektif makro.

Agar bisa berkelanjutan secara finansial, program ini memerlukan dukungan dari
kekuatan politik yang berpengaruh. Anggaran PKSA telah stagnan sejak tahun 2012.
Anggaran tahun 2014 telah dipotong meskipun pada kenyataannya perlindungan anak
merupakan salah satu prioritas pemerintah, sementara anggaran PKH terus meningkat.
Ini menunjukkan tidak adanya dukungan politis dan menimbulkan pertanyaan tentang

5
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN

bagaimana PKSA bisa mendapatkan dukungan politik yang diperlukan agar bisa
berkelanjutan secara finansial. Mengintegrasikan PKSA dan PKH (sebagai program yang
lebih besar dan lebih mapan secara politis) bisa menjadi salah satu opsi untuk menjaga
keberlanjutan PKSA. Mendapatkan dukungan yang berkomitmen dan pembiayaan dari
Pemerintah Daerah bisa menjadi strategi lain. Dengan tetap berada di dalam isolasi,
keberlangsungan PKSA tidak dapat terjamin.

Rekomendasi
Laporan ini mengajukan tiga rekomendasi:

1. Bagaimana meningkatkan pelaksanaan PKSA dalam batasan lingkup institusional


sekarang
Rekomendasi di bawah judul ini fokus pada bagaimana mencapai cakupan
geografis yang sistematis, bagaimana mensinergikan dengan struktur Pemerintah
Daerah dan program, memikirkan kembali peranan LKSA dalam konsep PKSA,
bagaimana meningkatkan kondisi kerja, kualifikasi, supervisi dan motivasi pekerja
sosial, bagaimana memastikan bahwa panduan PKSA bisa digunakan dan akan
digunakan, bagaimana mendasarkan penetapan target dan verifikasi pada bukti yang
bisadipercaya, bagaimana meningkatkan manajemen kasus, monitoring (termasuk
persyaratan) dan manajemen data, dan bagaimana mengimplementasikan sebuah
strategi penyelesaian dan tindak lanjutyang jelas dan realistis.

2. Reformasi institusional – mendefinisikan kembali peranan dan program


Rekomendasi di bawah judul ini mencakup fokus pada desentralisasi yang konsisten,
implementasi konsep PKSA melalui Dinas Sosial tingkat kabupaten yang kuat, kerja
sama atau integrasi yang erat dengan PKH untuk memastikan bahwa kemiskinan
keluarga (pendorong utama kerentanan anak) dapat berkurang dan tentang
mendefinisikan kembali peranan Kementerian Sosial..

3. Mendasari kesejahteraan sosial dan perlindungan anak pada bukti


Bagian ini menantang sejumlah asumsi yang mendasari sistem perlindungan sosial dan
kesejahteraan di Indonesia seperti kecenderungan untuk mengaitkan bantuan dengan
persyaratan, prevalensi penetapan target menurut kategori daripada penetapan
target berbasis keluarga yang inklusif, dan kecenderungan untuk memusatkan
program-program perlindungan sosial yang bisa diimplementasikan secara lebih
efektif oleh Pemerintah Daerah. Pada akhirnya ini menimbulkan pertanyaan apakah
rendahnya cakupan dari program bantuan sosial yang memberikan aluran dana
dengan tingkatyang begitu rendah dapat mengurangi kemiskinan dan kerentanan
yang diakibatkan oleh kemiskinan.

6
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN

Tujuan Penelitian
Penilaian cepat atas Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) telah dirancang
untuk memberikan Kementerian Sosial dan UNICEF informasi tentang kinerja
program dan beberapa rekomendasi untuk implementasi di masa mendatang.
Menurut TOR, kajian ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Menilai apakah model program PKSA yang sekarang ini efektif dan
efisien dalam mencapai hasil dan dampak perlindungan anak yang
relevan dan berkelanjutan. Selain itu, juga dilihat apakah program PKSA
memainkan peranan yang memadai dalam sistem kesejahteraan sosial dan
perlindungan anak di Indonesia.

2. Untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk memperkuat


efektivitas dan efisiensi PKSA dengan meningkatkan(apabila diperlukan)
prosedur PKSA seperti penetapan target, verifikasi, penyampaian
bantuan, menghubungkan penerima manfaat dengan layanan sosial dasar,
menetapkan dan memonitor persyaratan, mengimplementasikan strategi
penyelesaian dan memberikan tindak lanjut kepada penerima manfaat
dalam konteks yang lebih luas dari peningkatan sistem perlindungan anak
di Indonesia, dan menyelaraskan dengan layanan kesejahteraan sosial
yang terintegrasi di tiga provinsi pilot.

3. Merevisi panduan PKSA sesuai dengan rekomendasi yang diberikan.

Hasil-hasil yang terkait dengan dua tujuan pertama di atas didokumentasikan di


dalam laporan ini. Rekomendasi untuk merevisi panduan PKSA akan diberikan
dalam laporan yang terpisah.

7
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN

Perangkat Penelitian dan Pengumpulan Data


Data yang diperlukan untuk menghasilkan luaran yang disebutkan di atas telah
dikumpulkan melalui desk review dan melalui kerja lapangan di tiga provinsi. Desk
review mencakup publikasi tentang perlindungan sosial dan perlindungan anak di
Indonesia dengan fokus pada PKSA dan program bantuan tunai (lihat referensi). Ini
juga mencakup seluruh evaluasi yang ada, dokumen-dokumen kebijakan, panduan,
statistik, dan dokumen-dokumen anggaran. Catatan-catatan kasus yang dikumpulkan
oleh pekerja sosial, kartu monitoring pertumbuhan anak, laporan kehadiran siswa, dan
laporan pekerja sosial dipilih secara acak dan ditelaah.

Kerja lapangan dilakukan dalam tiga minggu berturut-turut pada bulan Oktober dan
November 2014 oleh sebuah tim peneliti yang terdiri dari seorang pemimpin tim dari Team
Consult dan tiga orang peneliti dari Universitas Padjadjaran. Kerja lapangan mencakup
6 kabupaten/kota, yaitu Jakarta Timur dan Jakarta Barat (Provinsi DKI Jakarta), Kota
Surakarta dan Kota Magelang (Provinsi Jawa Tengah), serta Kota Makassar dan
Kabupaten Gowa (Provinsi Sulawesi Selatan). Daerah ini dipilih setelah berkonsultasi
dengan UNICEF. Ini meliputi kabupaten-kota, di mana kebanyakan sub-program PKSA
diimplementasikan sejak tahun 2009 dan di mana 3 program pilot Kementerian Sosial
dan UNICEF yang berbasis daerah terletak untuk menjalankan intervensi kesejahteraan
sosial dan perlindungan sosial yang terpadu untuk perlindungan anak di Indonesia.

Gambar 1. Peta Area Kerja Lapangan

8
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN

Sources Size Tools


Diskusi Kelompok Terarah (FGD)/
Anak-anak 40
Wawancara
Orangtua / Pengasuh 45 Diskusi Kelompok Terarah (FGD)
Diskusi Kelompok Terarah (FGD),
Pekerja sosial / TKSK 42
Telaah catatan kasus
Badan-Badan Pelaksana 12 Wawancara
Wawancara, Catatan Kehadiran di
Guru, Terapis, Petugas Kesehatan 8 Sekolah, Catatan Monitoring Kasus/
Pertumbuhan
Pemerintah: Kementerian Sosial ,
33 Wawancara
BAPPENAS, DINSOS, BAPPEDA
Badan-badan Internasional 6 Wawancara

Sumber informasi, jumlah responden dan perangkat / instrumen penelitian

Responden untuk wawancara dan untuk FGD telah dipilih guna mendapatkan representasi
yang seimbang dari berbagai perspektif, lokasi dan fungsi dalam bidang perlindungan
anak. LKSA dipilih dari catatan yang diberikan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak di
Kementerian Sosial. Anak-anak dan orangtua dipilih oleh pekerja sosial dan LKSA. Etika
yang jelas dan protokol perlindungan anak yang merujuk pada Ethical Research Involving
Children (UNICEF, 2013) memandu komponen penelitian dan proses pengumpulan data,
yang menangani isu-isu terkait dengan pencegahan dampak buruk, izin, kerahasiaan,
dan kompensasi atas partisipasi.

Analisis Data
Efektivitas PKSA telah dinilai dengan membandingkan luaran, hasil dan dampak yang
dicapai dengan tujuan PKSA sebagaimana disampaikan dalam keputusan Menteri Sosial
di mana PKSA didasarkan. Kinerja dianalisa dengan menilai kualitas dari aktivitas yang
dilakukan oleh PKSA untuk mencapai tujuannya. Efisiensi PKSA ditentukan dengan
menghitung rasio biaya operasional dengan biaya program secara keseluruhan.

Relevansi PKSA telah dinilai dalam hal sejauh mana program memenuhi kebutuhan
kelompok target dan apakah itu berkontribusi secara signifikan bagi kesejahteraan
dan perlindungan anak di Indonesia. Keberlanjutan program telah dinilai dengan
membandingkan rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang menyangkut
cakupan PKSA dan anggarannya dengan perkembangan cakupan yang sesungguhnya
dan anggaran dari tahun 2010 sampai 2014 dan dengan menganalisa alasan-alasan
mengapa cakupan dan anggaran itu stagnan.

9
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN

Berdasarkan temuan dari penilaian cepat dan analisis biaya, tim telah
menyampaikan rekomendasi tentang bagaimana memastikan bahwa PKSA yang
telah meningkat memainkan peranan yang efektif sebagai sebuah komponen
dari sebuah sistem perlindungan sosial dan perlindungan anak yang terintegrasi.
Rekomendasi-rekomendasi tersebut dikembangkan dengan bekerja sama dengan
Kementerian Sosial dan UNICEF dan telah disampaikan dan dibicarakan dalam
sebuah lokakarya nasional yang diadakan di Jakarta pada tanggal 3 Desember
2014. Begitu sebuah konsensus tentang hasil-hasil penilaian dan tentang
implikasi pada PKSA telah dicapai, tim akan merevisi panduan PKSA bekerja
sama dengan Direktorat Kesejahteraan Anak di Kementerian Sosial.

Batasan Kajian
Meskipun beberapa literatur yang dikutip merujuk ke seluruh Indonesia, kerja
lapangan yang dilakukan untuk kajian ini dibatasi pada 6 kabupaten di 3provinsi.
Seluruh LKSA yang dikunjungi oleh tim peneliti memiliki pekerja sosial. Dengan
memusatkan perhatian pada LKSA yang memiliki pekerja sosial, tim peneliti bisa
mengamati hasil apa yang telah dicapai ketika pendekatan PKSA diterapkan
secara penuh, yaitu integrasi bantuan tunai, pekerja sosial, dan hubungan dengan
layanan sosial. Tapi kajian ini belum menilai hasil dan dampak PKSA dalam LKSA
yang tidak memiliki pekerja sosial.

Responden tidak dipilih secara acak. Pemangku kepentingan yang diwawancarai


atau yang berpartisipasi dalam FGD dipilih oleh LKSA dan oleh pekerja sosial dan
oleh sebab itu tidak representatif.

Kementerian Sosial tidak bisa memberikan hasil monitoring menyangkut


perubahan perilaku atau perubahan dalam kesejahteraan yang dicapai oleh anak-
anak dan orangtua yang berpartisipasi di PKSA. Tidak ada survei baseline dan/
atau survei lanjutan menyangkut hasil dan dampak PKSA.

Kajian ini tidak mencakup risiko fidusia (fiduciary risk) yang terkait dengan
pendelegasian manajemen bantuan tunai ke LKSA dan kontrol finansial dan
mekanisme audit yang telah dibuat untuk memastikan transparansi manajemen
dana publik melalui badan-badan swasta.

10
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

2.1 Kerentanan Anak di Indonesia


Sepertiga dari populasi Indonesia sebesar 237,6 juta terdiri dari anak-anak
di bawah usia 18 tahun (BPS, 2011). Secara keseluruhan, kesejahteraan
dan kualitas kehidupan dari populasi tersebut terus meningkat. Antara
tahun 1980 dan 2012, Indeks Pembangunan Manusia meningkat sebesar
49 persen. Selama periode ini harapan hidup saat lahir telah meningkat
lebih dari 12 tahun, rata-rata sekolah hampir 3 tahun, dan pendapatan
nasional bruto (GNI) per kapita sebesar 225 persen. Meskipun ada
pencapaian, banyak anak Indonesia masih hidup dengan kerentanan yang
menghalangi kesejahteraan dan perkembangannya.
Indonesia masih belum menunjukkan kinerja yang baik dalam menjamin hak
atas pencatatan kelahiran. Pencatatan kelahiran memberikan pengakuan
resmi tentang identitas dan eksistensi seorang anak. Hal bisa memberikan
perlindungan dari pengucilan dan eksploitasi anak termasuk perkawinan
ilegal, perkawinan anak adopsi ilegal, dan perdagangan anak. Data dari
Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) tahun 2011 menunjukkan
bahwa 40% anak usia 0-4 tahun tidak memiliki akta kelahiran (Badan
Statistik Nasional, 2012). Proporsinya diasumsikan akan lebih tinggi jika
anak yang usianya lebih tua tanpa akta kelahiran dimasukkan. Pemerintah,
melalui amandemen Undang-undang Administrasi Kependudukan di
tahun 2013 menghapuskan biaya yang berkaitan untuk mendapatkan
dokumen-dokumen sipil termasuk akta kelahiran. Walaupun begitu, dalam
prakteknya orangtua masih dihadapkan dengan prosedur yang rumit,
biaya pendaftaran dan kurangnya akses (Ramdhani, 2014).
Kemiskinan merupakan penyebab utama kerentanan anak di Indonesia.
Kemiskinan menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar anak terhadap
kesehatan, nutrisi, dan pendidikan yang baik. Stres yang berkaitan dengan
kemiskinan, pengangguran, dan akses yang terbatas pada sumber daya
menambah risiko penelantaran anak. Data dari PPLS menunjukkan bahwa
di tahun 2011, 23,4 juta anak usia di bawah 16 tahun hidup dalam
kemiskinan dan 3,4 juta anak usia antara 10-17 tahun bekerja sebagai
pekerja keluarga yang tidak dibayar. Mayoritas dari mereka hanya tamat
sekolah dasar, yang berarti bahwa mereka telah dikeluarkan dari sekolah
pada usia dini dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
dan kehidupan yang lebih baik.

Untuk memastikan keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka, banyak


orangtua yang mengirim anak-anak mereka ke salah satu dari 5000-8000
lembaga pengasuhan anak yang disebut Panti yang kebanyakan adalah
lembaga swasta.

11
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

Meskipun Panti bisa memenuhi kebutuhan anak di tahun 2013. Sebagian besar
anak akan pendidikan, pangan, dan dari mereka tinggal di keluarga-keluarga
tempat tinggal, tapi kebanyakan dari miskin (Kementerian Sosial, 2014).
lembaga itu tidak banyak memberikan
Banyak anak yang dibiarkan tanpa
pengasuhan yang yang memadai pada
pengasuhan dan perlindungan yang
anak (Kementerian Sosial , Save the
memadai dan terpaksa menjadi anak
Children, UNICEF, 2007).
jalanan. Anak jalanan terpapar pada
Kerentanan sebagian anak Indonesia risiko yang meliputi masalah kesehatan,
disebabkan oleh kurangnya pengasuhan eksploitasi dan kekerasan, putus sekolah,
yang memadai dari orangtua atau dan terlibat dalam aksi kejahatan.
pengasuh mereka. Sekitar 19,6 persen Anak jalanan yang diidentifikasi oleh
anak balita menderita gizi buruk, yang Kementerian Sosial pada tahun 2007
meningkatkan risiko mereka untuk adalah sebanyak 230.000 anak,
mengalami masalah kesehatan dan sementara CBS dan ILO memperkirakan
masalah kognitif (Riskesdas, 2013). Di bahwa ada 320.000 anak jalanan di tahun
tahun 2011, dua puluh persen dari anak- 2009.
anak dibawah 5 tahun kurang berat
Kelompok anak rentan lainnya adalah
badannya dan lebih dari 17 persen bayi
mereka yang berhadapan dengan
dilahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan
hukum dan membutuhkan perlindungan
yang profesional. Sebagian dari hal-hal
khusus. Data dari Kementerian Hukum
tersebut terjadi karena ketidakmampuan
menunjukkan bahwa 54.712 anak
mereka untuk membiayai layanan
melakukan pelanggaran hukum dan
kesehatan. Di tahun 2011, ada sekitar
ditahan pada tahun 2011 (Kementerian
1,2 juta anak balita dan 3,1 juta anak di
Pemberdayaan Perempuan dan
atas 5 tahun yang dikategorikan sebagai
Perlindungan anak, 2012). Susenas
anak terlantar (BPS, 2011).
melaporkan bahwa 285.500 anak telah
Di Indonesia, anak-anak penyandang menjadi korban kejahatan. Menyangkut
disabilitas menghadapi risiko lebih eksploitasi seksual (misalnya prostitusi
besar untuk mengalami diskriminasi, dan pornografi anak), data sulit
penelantaran, dan perlakuan buruk diperoleh karena kasus seperti itu
dibandingkan saudaranya yang ‘mampu’ tidak dilaporkan. Kendati demikian,
karena stigma yang melekat pada kondisi Kementerian Pemberdayaan Perempuan
mereka, kurangnya sumber daya dan dan Perlindungan Anak (2012) mencatat
fasilitas, masalah akses dan kebijakan bahwa 30% dari 30.000 – 70.000
perlindungan yang lemah. Di tahun 2009, pekerja seks di Indonesia masih tergolong
Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang anak-anak. Data dari Kepolisian Indonesia
Disabilitas di Kementerian Sosial mencatat (dikutip oleh Kementerian Pemberdayaan
bahwa sebanyak 199.163 anak di 24 Perempuan dan Perlindungan Anak,
provinsi menyandang disabilitas – 78.412 2012) menyebutkan bahwa sebanyak
anak dengan disabilitas ‘ringan’, 74.603 344 anak, kebanyakan perempuan, telah
anak dengan disabilitas ‘sedang’ dan menjadi korban perdagangan anak selama
46.148 anak dengan disabilitas ‘parah’. periode 2007 sampai 2011.
Angka ini meningkat menjadi 367.520

12
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

2.2 Intervensi Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia


Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan anak dengan
mengadopsi kebijakan-kebijakan dan memperkuat kerangka hukum yang menjamin
perlindungan hak-hak anak. Di tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konvensi ini mewajibkan
pemerintah untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan dan menjalankan aksi-
aksi untuk kepentingan terbaik anak, untuk menghargai hak-hak anak di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan sipil dan domain politik dan untuk melindungi
anak dari perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan. Di tingkat
nasional, pemerintah telah memberlakukan berbagai undang-undang yang sejalan
dengan konvensi tersebut termasuk Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang
No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
Undang-undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Undang-
undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-
undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-undang
No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
dan sejumlah rencana aksi lain untuk mengurangi pekerja anak dan eksploitasi

13
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

anak. Perlindungan anak juga merupakan


Di tahun 2000, Indonesia mulai mengatur
sebuah prioritas antar sektor di dalam pengasuhan kelembagaan dan menyadari
Rencana Pembangunan Jangka perlunya pergeseran dari pengasuhan
Menengah Nasional (RPJMN) tahun kelembagaan atau panti ke pengasuhan
2010-2014. berbasis keluarga dalam pengasuhan
dan perlindungan anak. Pergeseran
Meskipun sudah ada kerangka hukum
ini sebagian didasarkan pada temuan
yang sudah demikian komprehensif,
dari penelitian tentang pengasuhan
namun intervensi pengasuhan anak dan
institusional yang dilakukan beberapa
perlindungan anak masih belum terintegrasi
panti. Penelitian itu menunjukkan bahwa
dengan baik dan konsisten dengan
hanya 6% dari anak yang ada di panti-
promosi kepentingan terbaik untuk anak.
panti itu yang anak yatim. Kebanyakan dari
Tanggung jawab untuk melaksanakan
anak-anak dikirim ke panti oleh keluarga
kebijakan-kebijakan tersebar di berbagai
mereka untuk mendapatkan pendidikan
program dari berbagai kementerian
yang lebih baik dan kebanyakan anak
pusat dan di berbagai direktorat dalam
yang tinggal di lembaga-lembaga ini
lembaga pemerintahan yang sama.
tidak mendapatkan pengasuhan dan
Hal yang sama juga terjadi di lembaga-
perlindungan yang memadai (Florence &
lembaga pemerintah di bawahnya.
Sudrajat, 2007). Di tahun 2011, Standar
Program-program perlindungan anak
Nasional Pengasuhan Anak dalam institusi
terfragmentasi dan tidak terkoordinasi.
disahkan dan kebijakan ini mendukung
Ini menyebabkan terjadinya tumpang
anak untuk hidup bersama keluarga atau
tindih layanan serta kesenjangan dalam
dalam lingkungan keluarga sementara
cakupan dan menimbulkan dampak yang
pengasuhan institusional dianggap
terbatas.
sebagai langkah atau upaya terakhir.
Praktek yang dominan dalam menangani
Perubahan paradigma untuk
anak-anak rentan telah lama dilakukan
mempromosikan pengasuhan berbasis hak
dalam pengasuhan institusional.
dan berbasis keluarga telah diterjemahkan
Implementasi Undang-undang No. 3
ke dalam beberapa program termasuk
tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang
inisiatif pengentasan kemiskinan dan
mengatur intervensi rehabilitasi anak
perlindungan anak. Ini mengikuti Instruksi
telah lama dikritik karena tidak responsif
Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang
dalam melindungi hak-hak anak yang
Akselerasi Implementasi Prioritas
berkonflik dengan hukum. Pengasuhan
Pembangunan Nasional untuk tahun 2010
terhadap anak yatim dan anak terlantar
dan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun
kebanyakan dilakukan oleh lembaga-
2010 tentang Pembangunan Berkeadilan.
lembaga swasta di seluruh negeri.
Bantuan tunai Program Keluarga Harapan
Sayangnya, pemerintah dengan suatu
(PKH) dimulai pada tahun 2007. Program
cara mendukung praktek pengasuhan
ini memberikan bantuan tunai kepada
residensial itu dengan memberikan
keluarga miskin yang memiliki ibu hamil
bantuan biaya operasional untuk anak-
atau menyusui, bayi, dan anak usia
anak yang diasuh oleh lembaga-lembaga
sekolah. Di tahun 2004, 3,2 juta keluarga
/panti (Martin, 2013).
miskin menerima bantuan tunai dari PKH.

14
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

PKSA diperkenalkan di tahun 2009 sebagai intervensi perlindungan anak tingkat


sekunder dan tersier. Program ini menggabungkan bantuan tunai dan layanan
sosial untuk membantu anak yang berisiko atau anak dalam krisis (lebih lanjut
lihat Bab 3). Sebuah undang-undang baru tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
di tahun 2012 menekankan orientasi ke arah peradilan restoratif. Undang-undang
ini mempromosikan sistem peradilan pidana diluar pengadilan dan rehabilitasi
pelaku kejahatan remaja melalui layanan berbasis masyarakat.
Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia telah mulai mengembangkan sebuah
sistem perlindungan anak yang komprehensif dan terintegrasi yang difokuskan
pada pengasuhan berbasis keluarga dan pengasuhan berbasis masyarakat. Model
tersebut mengintegrasikan layanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan keadilan,
mengurangi duplikasi, inefisiensi, dan fragmentasi layanan dan bertujuan untuk
meningkatkan akses pada layanan.

2.3 Angin Perubahan – Inisiatif yang Sedang Berjalan dan yang Direncanakan
Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan yang Sensitif
Anak
Kementerian Sosial, TN2PK, Bappenas, berbagai mitra internasional mereka, dan
beberapa pemerintah daerah telah memulai dan/atau merencanakan sejumlah
intervensi untuk menyebarluaskan dan mencoba cara-cara baru untuk meningkatkan
perlindungan sosial. Tujuannya adalah untuk mengurangi fragmentasi ekstrem
program sosial, mengintegrasikan bantuan tunai dan layanan sosial dan menguji
tempat rujukan satu pintu (one-stop referral) dan model-model layanan. Subsidi
BBM telah dikurangi untuk mendapatkan dana untuk pengentasan kemiskinan
yang lebih efektif. Ada seruan yang meminta agar seluruh aktivitas bantuan sosial
dipusatkan di dalam program bantuan tunai yang harmonis. Beberapa inisiatif
tersebut adalah:
• Kementerian Sosial bekerja sama dengan UNICEF merencanakan program-
program pilot berbasis daerah yang akan menguji sebuah pendekatan yang
terintegrasi dengan kesejahteraan dan perlindungan anak berbasis keluarga di
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Griffith University, 2014).
• TNP2K dan Bappenas bekerja sama dengan Department of Foreign Affairs and
Trade (DFAT) Australia sudah memulai 11 proyek pilot untuk meningkatkan
data nasional terpadu (national unified data-base atau UDB) dengan
memperkenalkan sistem rujukan terpadu atau Integrated Referral System
(IRS), yang memberikan solusi teknologi untuk menghapuskan fragmentasi
program perlindungan sosial dan untuk meningkatkan koordinasi dan integrasi
layanan perlindungan sosial di tingkat nasional dan daerah.

15
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN
PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA

• “Model Sragen” adalah inisiatif pemerintah daerah yang disebut UPTK yang
langsung melapor kepada Sekretaris Daerah (Sekda). Ini ditujukan untuk
koordinasi tingkat daerah untuk perlindungan sosial melalui sebuah sistem
pencatatan online yang terintegrasi. Model ini mengalihkan implementasi
perlindungan sosial dari Kementerian Sosial ke pemimpin daerah. Model ini
merupakan respons terhadap fakta bahwa sistem penetapan target nasional
(UDB) memiliki kesalahan inklusi dan eksklusi yang tinggi. Namun demikian,
UPTK dalam bentuknya yang sekarang ini tidak cocok untuk mengidentifikasi
anak-anak yang sangat rentan yang tidak punya akte kelahiran atau bentuk
identifikasi lainnya
• Surakarta memiliki database sendiri tentang keluarga miskin dan sedang
melakukan uji coba pencatatan sipil online yang menghubungkan catatan
rumah sakit dengan data pencatatan sipil sehingga pengguna bisa dengan
mudah menentukan pencatatan sipil dan status kesehatan dari rumah tangga
tertentu.
Keempat inisiatif di atas fokus untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dari sistem
perlindungan anak dan sistem kesejahteraan yang ada sekarang. Menggabungkan
inisiatif-inisiatif ini bisa menghasilkan sinergi yang signifikan dan akan menghindar
fragmentasi inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi fragmentasi

16
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah program bantuan tunai perlindungan
anak bersyarat, yang dirancang sebagai sebuah model untuk merespon masalah-masalah
anak yang menghadapi krisis yang tinggal di keluarga miskin. PKSA menggabungkan
elemen-elemen bantuan tunai dengan bantuan pekerja sosial dan akses pada layanan
sosial dasar untuk menghasilkan keuntungan rehabilitatif agar keluarga bisa berfungsi.
Persyaratan fokus pada perubahan perilaku yang meliputi perubahan perilaku yang
positif dan peningkatan fungsi sosial dari anak-anak dan keluarga, serta meningkatkan
pemanfaatan layanan sosial dasar. Sebuah pendekatan manajemen kasus dan serangkaian
sesi pembangunan keluarga diaplikasikan untuk mencapai perubahan perilaku, untuk
memastikan rehabilitasi sosial dan untuk memfasilitasi akses pada layanan sosial.

Sesuai dengan kategori situasi krisis yang dialami oleh anak-anak, PKSA diatur dalam
enam sub-program, masing-masing dengan profil kelompok target sendiri (lihat Tabel
1).

Tabel 1: Jumlah Anak yang Dibantu oleh PKSA


di Tahun 2012 dan 2013 Menurut Sub-Program

Jumlah Anak Terjangkau


Sub-Program
2012 2013
1 PKSA untuk Anak Balita Terlantar 7.540 15.000
2 PKSA untuk Anak Terlantar (5- 18 tahun) 137.242 110.000
3 PKSA untuk Anak Jalanan 8.415 9.315
4 PKSA untuk Anak-Anak yang Berhadapan 1.040 7.840
dengan Hukum dan Remaja Rentan
5 PKSA untuk Anak Penyandang Disabilitas 1.750 8.600
6 PKSA untuk Anak yang Membutuhkan 1.210 8.146
Perlindungan Khusus *)
Total 157.197 158.901
Sumber : Lampiran “Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)”

*) mencakup anak korban berbagai macam kekerasan/perlakuan salah dan eksploitasi seperti
perdagangan anak, perlakuan salah seksual dan eksploitasi, dan pekerja anak, anak yang hidup
dengan HIV/AIDS, dan anak dari masyarakat adat terpencil

Kementerian Sosial telah merencanakan untuk secara perlahan mentransformasikan


5 sub-program ke dalam sebuah model yang terintegrasi, satu PKSA untuk semua
(lihat Gambar 1). Untuk periode 2010 sampai 2011, PKSA telah merencanakan untuk

17
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA

mengelola sub-sub program secara terpusat. Pada saat yang sama, sebagian dari dana
pusat dikirimkan ke pemerintah daerah(yang dikenal dengan istilah dana dekonsentrasi)
agar daerahmemulai program-program kesejahteraan anak sendiri yang mirip dengan
PKSA. Sebagai langkah selanjutnya yang dimulai di tahun 2011, direncanakan untuk
memulai proses pengintegrasian PKSA pusat dan program kesejahteraan anak daerah.
Untuk periode 2014 sampai 2019 direncanakan untuk meningkatkan peranan dan
kontribusi Pemerintah Daerah. Pada tahun 2020, pemerintah daerah diharapkan bisa
melaksanakan sebagian besar intervensi PKSA sementara pemerintah pusat memainkan
peranan pendukung.

Gambar 2. Roadmap PKSA (2009-2019)

Sumber: Presentasi Powerpoint dari Dr. Ir. R. Harry Hikmat: Best Practice PKSA 2009-2011,
Kementerian Sosial RI, 2012

Sebagai sebuah model untuk respons yang efektif terhadap kebutuhan perlindungan anak
dan kesejahteraan secara nasional, PKSA seharusnya dipakai sebagai referensi untuk
otoritas dan masyarakat provinsiatau kabupaten untuk memberikan pengasuhan dan
perlindungan untuk anak-anak (Kementerian Sosial, 2010). Oleh sebab itu, rancangan
PKSA mencakup pemerintah provinsidan kabupaten sebagai bagian dari struktur
pelaksana, bersamaan dengan deskripsi peranan yang khusus dari setiap level. Panduan
PKSA bahkan menyebutkan bahwa Dinas Sosial di seluruh level harus membentuk unit
pelaksana PKSA di kantor mereka masing-masing. Pendek kata, diperkirakan sejak awal
bahwa pada tahun 2019 pemerintah daerah akan memiliki kapasitas untuk mengelola
PKSA secara independen menggunakan sumber daya mereka sendiri.

18
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA

Tabel 2: Rencana Cakupan PKSA Pemerintah Pusat dan Anggaran 2010-2020


Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah
138.000 158.000 172.000 222.000 322.000 522.000 822.000 822.000 822.000 822.000 822.000
Anak
Anggaran 271 M 287 M 313 M 400 M 580 M 940 M 1,500 M 1,500 M 1,500 M 1,500 M 1,500 M
Sumber: Presentasif Dr. Ir. R. Harry Hikmat: Best Practice PKSA2009-2011, Kementerian Sosial RI, 2012

Tabel 2 menunjukkan rencana jangka panjang. PKSA bertujuan untuk meliputi 522.000
anak di tahun 2015 dan 822.000 anak pada periode 2016-2020 dari anggaran pusat.
Jumlah ini adalah 20 persen dari total populasi target dari anak yang membutuhkan.
Untuk secara perlahan mengurangi kesenjangan antara jumlah anak yang membutuhkan
dan jumlah anak yang sudah terjangkau program, diasumsikan bahwa 80% lainnya
dari kelompok target akan dicakup oleh sumber daya provinsidan kabupaten. Untuk
memastikan bahwa pemerintah daerah akan mengalokasikan tambahan dana untuk
implementasi program kesejahteraan anak, Kementerian Sosial harus mendapatkan
komitmen dan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Oleh sebab itu, salah satu
tujuan utama PKSA adalah untuk mensinergiskan, bekerja sama dengan erat dan
berbagi sumber daya dengan pemerintah daerah.

19
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN
KEBERLANJUTAN PKSA

4.1 Efektivitas – Apakah PKSA Telah Mencapai Tujuannya?


Keputusan Menteri Sosial No. 15A/HUK/2010 menyatakan bahwa tujuan dari
PKSA adalah sebagai berikut (Kementerian Sosial , 2010).
Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah terwujudnya pemenuhan
hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari penelantaran,eksploitasi,
dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi
anak dapat terwujud.
Keputusan yang sama memberikan tujuan-tujuan berikut untuk dicapai dalam
periode 2010 sampai 2014:
1. meningkatnya persentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan dan anak yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk memperoleh akses pelayanan
sosial dasar;
2. meningkatnya persentase orangtua / keluarga yang bertanggung jawab
dalam pengasuhan dan perlindungan anak;
3. menurunnya persentase anak yang mengalami masalah sosial;
4. meningkatnya lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak;
5. meningkatnya Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan
relawan sosial di bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlatih;
6. meningkatnya pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang bermitra dan
berkontribusi melalui APBD dalam pelaksanaan PKSA; dan
7. meningkatnya produk hukum perlindungan hak anak yang diperlukan untuk
landasan hukum PKSA

Diringkas dan diurutkan dengan urutan luaran - hasil - dampak, tugas PKSA
adalah untuk menghasilkan empat luaran berikut ini: :
• Meningkatkan jumlah lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang
memberikan layanan perlindungan untuk anak-anak (tujuan 4)
• Meningkatkan jumlah pekerja sosial terlatih yang profesional (tujuan 5).
• Mensinergiskan PKSA dengan program-program kesejahteraan dari
pemerintah daerah (tujuan 6)
• Meningkatkan kerangka hukum sebagai landasan hukum untuk PKSA
(tujuan 7)

20
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Sebagai akibat dari empat luaran itu, PKSA diharapkan untuk mencapai dua
luaran:
• Meningkatnya persentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang
berkonflik dengan hukum, anak penyandang disabilitas, dan anak yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk mendapatkan akses pada layanan
sosial dasar (tujuan 1).
• Meningkatnya persentase orangtua/keluarga yang akan bertanggung jawab
atas pengasuhan anak dan perlindungan (tujuan 2).

Luaran ini akan menghasilkan dampak berikut ini:


• Berkurangnya persentase anak yang memiliki masalah-masalah sosial
(tujuan 3)

Gambar 3. Sistem Tujuan PKSA

Berdasarkan tinjauan pustaka dan observasi yang dilakukan selama kerja lapangan,
sub-sub bab berikut ini menganalisa sampai sejauh mana PKSA telah mencapai
luaran, hasil dan dampaknya.

4.1.1 Meningkatnya Jumlah Lembaga-Lembaga Kesejahteraan Sosial yang


Memberikan Layanan Perlindungan Kepada Anak

Menjaga hak-hak anak dan melindungi anak adalah tanggung jawab


dari unsur-unsur pemerintah dan non-pemerintah. Jumlah dan kualitas
pemberi layanan menentukan sejauh mana dan seberapa baik layanan
perlindungan anak. Implementasi PKSA tergantung dari kolaborasi
dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) untuk memberikan
layanan kesejahteraan dan perlindungan anak di tingkat masyarakat.

21
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Panduan PKSA mengatur kriteria 2014, merespon kepada instruksi presiden


pemilihan LKSA, tanggung jawab, tentang pengurangan anggaran negara,
dan hak. Kriteria pemilihannya adalah: PKSA menghapuskan BOP dan BOL.
Disetujui oleh Dinas Sosial setempat, Alih-alih, setiap LKSA diberikan bantuan
memiliki pengalaman yang cukup finansial yang bervariasi antara Rp. 10
dalam menangani isu-isu anak, memiliki juta sampai Rp. 15 juta sebagai lumsum
sumber daya manusia dan sumber daya (berapa pun jumlah anak yang mereka
finansial serta memiliki infrastruktur layani).
yang memadai untuk melaksanakan
Kajian ini menemukan bahwa PKSA telah
programnya. LKSA yang terpilih
berhasil meningkatkan jumlah LKSA
diberikan tugas untuk mengidentifikasi
yang dapat bekerja sama, tapi tidak bisa
dan memverifikasi anak-anak yang
meningkatkan kualitas mereka untuk
berhak, membuka rekening bank untuk
memberikan layanan perlindungan anak.
setiap anak, mentransfer bantuan tunai
Di tahun 2010, ada 5400 LKSA. Angka
ke rekening anak, menghubungkan
itusedikit meningkat menjadi 5712 di
penerima manfaat dengan layanan
tahun 2011 dan menurun menjadi 4596
sosial, memfasilitasi informasi dan sesi
di tahun 2013. Pada tahun2014 jumlah
informasi untuk orangtua, dan memonitor
LKSA telah mencapai 5563. Karena PKSA
kepatuhan pada persyaratan.
hanya mempekerjakan 686 pekerja sosial,
Sebaliknya, Kementerian Sosial mayoritas LKSA beroperasi tanpa pekerja
memberikan pelatihan untuk personil sosial. Karena pekerja sosial memainkan
LKSA dan bantuan finansial yang disebut peranan penting dalam pendekatan
Bantuan Operasional Pendampingan PKSA, sebuah LKSA yang tidak memiliki
(BOP) dan Bantuan Operasional pekerja sosial mungkin tidak akan bisa
Lembaga (BOL). BOP adalah pendukung mengimplementasikan konsep PKSA
biaya operasional, misalnya, untuk secara efektif (lihat Bab 4.1.2)
pendampingan dan seleksi, untuk
Kerja lapangan menemukan beragam bukti
kunjungan rumah, manajemen kasus
yang berhubungan dengan kualitas LKSA.
dan transportasi untuk pekerja sosial.
Kebanyakan LKSA yang disurvei telah
BOL adalah untuk mendukung biaya
beroperasi sebelum PKSA dibentuk, yang
administrasi, seperti makanan untuk
mengindikasikan bahwa mereka telah
rapat-rapat koordinasi, gaji pegawai
memiliki pengalaman yang memadai dalam
LKSA dan infrastruktur kantor. Di
membantu anak-anak. Banyak dari mereka
antara tahun 2009 sampai 2013, setiap
yang memberikan pengasuhan berbasis
LKSA menerima sebanyak Rp. 300.000
masyarakat/keluarga, yang sejalan dengan
untuk BOP dan BOL per satu penerima
tujuan PKSA untuk mempromosikan
manfaat. Namun demikian, di tahun
pengasuhan yang bukan berbasis institusi.

22
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Namun kekhawatiran atas kapasitas mereka untuk mengimplementasikan PKSA


cukup besar. Beberapa LKSA ditemukan tidak memiliki infrastruktur dan fasilitas dasar
yang memadai untuk memberikan layanan dan pengasuhan yang memadai untuk
anak, meskipun mereka telah lama terlibat dalam PKSA. Beberapa dari mereka juga
beroperasi tanpa transparansi dan akuntabilitas. Misalnya, beberapa LKSA tidak pernah
memperlihatkan buku tabungan kepada penerima manfaat atau memberi tahu mereka
tentang jumlah uang yang tersisa (saldo), sementara panduan PKSA menyebutkan:
“Tabungan PKSA adalah komponen dari proses bantuan sosial untuk mendidik anak
belajar menabung dan mengetahui bagaimana sistem perbankan” (Kementerian Sosial
, 2010)

Di Makassar, beberapa pekerja sosial mengeluh bahwa mereka tidak pernah dilibatkan
oleh LKSA dalam mendistribusikan dan memonitor bantuan tunai. Di samping itu, ada
indikasi malpraktek yang sudah lama ada di beberapa lembaga pengasuhan berbasis
lembaga untuk anak-anak terlantar (panti) yang juga telah diamati dalam kajian
sebelumnya (Kementerian Sosial , Save the Children, UNICEF, 2013; 2008). Beberapa
peserta di Sulawesi Selatan yakin bahwa mengambil keuntungan merupakan motif
yang dominan bagi beberapa panti yang terlibat dalam PKSA. Panti-panti secara reguler
merekrut anak dari kabupaten atau provinsi lain. Banyak anak-anak yang direkrut itu
masih memiliki orangtua dan keluarga yang masih mampu mengasuh mereka. Bekerja
dengan LKSA semacam itu jelas tidak konsisten dengan tujuan mempromosikan
pengasuhan berbasis keluarga.

23
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Isu-isu lain yang terkait dengan penetapan target dan layanan, aktivitas
penetapan target yang dilakukan oleh LKSA tidak bermuara pada pemilihan
anak yang sangat miskin dan anak yang betul-betul membutuhkan (lihat Bab
4.2.2). Di samping itu, meskipun banyak LKSA yang disurvei menyatakan
bahwa mereka tidak terpengaruh secara signifikan dengan pengurangan
bantuan operasional, kajian ini menunjukkan hal sebaliknya. Beberapa
LKSA telah mengurangi frekuensi dan keteraturan pendampingan dan
aktivitas dengan orangtua/anak karena ada kendala finansial.

Banyak isu-isu yang diamati seharusnya bisa dideteksi dan dikurangi


melalui kriteria pemilihan yang tepat untuk LKSA, penilaian yang tepat,
monitoring dan evaluasi. Sesungguhnya, baik PKSA maupun pemerintah
daerah tidak secara hati memilih badan-badan pelaksana atau mengontrol
kinerja mereka dan/atau meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas mereka.
Menurut responden, pendaftaran LKSA sangat arbitrer dan monitoring
serta inspeksi yang dilakukan secara reguler. Apabila itu terjadi, hal itu
tidak dilakukan secara menyeluruh dan sistematis.

4.1.2 Meningkatnya Jumlah Pekerja Sosial Terlatih yang Profesional, Tenaga


Kesejahteraan Sosial, dan Relawan Sosial di Bidang Kesejahteraan Anak
dan Perlindungan Anak.

Pekerja sosial adalah komponen utama dalam program ini. Jumlah dan
kualitas mereka menentukan efektivitas intervensi-intervensi PKSA.
Pekerja sosial yang bekerja untuk PKSA, yang juga dikenal dengan
sebutan Sakti Peksos, memberikan layanan kepada anak-anak dan
pengasuh, menghubungkan mereka dengan organisasi layanan sosial dan
mempromosikan perubahan perilaku di tingkat keluarga dan masyarakat.
Peranan dan kompetensi pekerja sosial menjadi sangat penting dalam
platform PKSA yang baru karena program itu akan memberikan lebih
banyak prioritas untuk layanan rehabilitasi dan tidak akan banyak fokus
pada bantuan tunai. Panduannya mengatur bahwa setiap pekerja sosial
harus memiliki kompetensi profesional, pribadi, dan sosial yang tepat.

Meskipun jumlah pekerja sosial yang dipekerjakan oleh PKSA senantiasa


bertambah, tapi peningkatan ini tidak sesuai dengan peningkatan LKSA
yang melaksanakan kegiatan. Di tahun 2010 dan 2011, Kementerian
Sosial mempekerjakan 46 dan 140 pekerja sosial profesional. Di tahun

24
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

2012/2013 jumlahnya meningkat jadi 623 dan akhirnya mencapai 686


di tahun 2014. Pada umumnya pekerja sosial melihat pekerjaan mereka
itu penting dan juga menyenangkan secara emosional. Badan-badan
pelaksana dan penerima manfaat sangat menghargai kegigihan dan
dedikasi dari para pekerja sosial (lihat bab 4.2.4).

Tapi karena PKSA memiliki 5.563 LKSA, kebanyakan LKSA melaksanakan


program tanpa pekerja sosial (lihat bab 4.1.1). Ini berarti bahwa kurang
dari 10 persen penerima manfaat dijangkau oleh pendekatan PKSA
secara penuh, yaitu integrasi bantuan tunai, pekerja sosial, dan akses
pada layanan sosial. Anak-anak penerima bantuan tunai tanpa dukungan
kesejahteraan sosial yang tepat telah kehilangan layanan rehabilitatif
yang diberikan oleh pekerja sosial untuk memfasilitasi bahwa keluarga
dan anak-anak mendapatkan kembali kemampuan mereka untuk
berfungsi, sebuah elemen penting dari rancangan program ini. Kenyataan
bahwa jumlah anak yang tidak dilayani oleh pekerja sosial relatif besar
dibandingkan dengan kelompok yang menerima dukungan PKSA secara
penuh menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas program.

Di beberapa LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial, rasio antara anak
per pekerja sosial cukup problematis. Rasio yang sangat timpang adalah
pada klaster anak terlantar, dimana dalam rata- rata seorang pekerja
sosial harus menangani antara 915 anak (tahun 2013) sampai lebih dari
1000 anak (2012). Rasio rata-rata malah lebih buruk pada klaster balita
terlantar (1:47 di tahun 2012 dan 1:93 di tahun 2013) dan di klaster
anak yang membutuhkan perlindungan sosial (1:17 di tahun 2012 dan
1:78 di tahun 2013). Pekerja sosial dengan rasio yang tinggi dan bidang
pekerjaan yang luas mengakui bahwa mereka merasa kesulitan untuk
melakukan kunjungan rumah secara reguler atau memberikan layanan
yang tepat untuk memperkuat pengetahuan dan kapasitas orangtua.

Banyak pekerja sosial yang tidak puas dengan kondisi pekerjaan mereka
karena tidak adanya asuransi kesehatan, tidak adanya keamanan
pekerjaan, pengembangan karier yang terbatas, dan tidak adanya
pengakuan profesionalisme dari profesi lain. Beberapa dari masalah-
masalah ini telah dilaporkan dana kajian-kajian terdahulu (World Bank,
2011, Lahiri, 2013).

25
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

PKSA juga belum bekerja dengan baik untuk meningkatkan kompetensi


profesional pekerja sosial. Pelatihan kerja yang ada sekarang dianggap
terlalu singkat (10 hari untuk gelombang pertama dan 3 hari untuk
gelombang berikutnya), terlalu umum dan tidak dibuat secara khusus
untuk kompetensi yang dibutuhkan dalam setiap klaster. Pelatihan itu
terlalu terfokus pada pengetahuan, alih-alih pengembangan keterampilan.
Banyak yang merasa bahwa tanggung jawab untuk membagikan dan
memonitor bantuan telah mendorong mereka untuk melakukan tugas
sebagai “teller bank” atau “petugas administrasi” dan bukan pekerjaan
sosial yang sesungguhnya. Kecemasan akan kompetensi kerja terutama
disuarakan oleh mereka dalam klaster anak penyandang disabilitas, anak
yang berhadapan dengan hukum dan anak-anak yang membutuhkan
perlindungan khusus, karena kadang mereka harus menangani kasus-
kasus yang rumit yang membutuhkan keterampilan yang lebih khusus
dan kompetensi yang lebih besar.

Seorang pekerja sosial dari anak yang membutuhkan perlindungan khusus


merangkum tantangan kompetensi yang telah ia hadapi sebagai berikut:

“Kadang saya meragukan apakah saya melakukan tugas dengan benar


atau telah membuat perubahan yang positif untuk anak-anak. Ketika saya
harus menangani korban yang seringkali berada dalam kondisi traumatis,
saya seringkali tidak tahu apa yang harus saya lakukan … Saya tidak
mengerti metode apa yang harus saya gunakan untuk terlibat dalam
percakapan atau aktivitas apa yang bisa saya lakukan dengan mereka.
Saya tidak pernah mendapatkan pelatihan bagaimana menangani anak
yang traumatis dan saya juga tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang
teknik komunikasi dengan anak. Untuk mengatasi keterbatasan ini, saya
kadang-kadang berkonsultasi dengan pekerja sosial lain tapi kami semua
tidak tahu pasti apakah pendekatan kami sudah benar.”

Sejak pertengahan September 2014, Kementerian Sosial telah merespon


masalah mengenai kurangnya supervisi melalui pemberian supervisor
pekerja sosial. Beberapa orang dari supervisor yang baru diangkat itu
mengeluh bahwa panduan dan indikator yang tidak jelas untuk melalukan
tugas, tidak adanya pelatihan, dinamika kekuasaan dan beban kerja yang
begitu berat menimbulkan kesulitan untuk melakukan tugas secara efektif.
Kesimpulannya, bisa dikatakan bahwa PKSA belum mampu untuk mencapai
tujuannya untuk meningkatkan jumlah pekerja sosial profesional untuk
program ini. Pekerja sosial tidak terdistribusi secara merata dan kurang
dari 10 persen dari seluruh LKSA yang memiliki pekerja sosial. Perhatian
kurang diberikan kepada peningkatan kondisi kerja dan kompetensi.

26
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.1.3 Mensinergiskan PKSA dengan Program Kesejahteraan Pemerintah Daerah


Sinergi merujuk pada interaksi atau kerja sama antara dua organisasi atau
lebih untuk menciptakan efek gabungan yang lebih besar dari jumlah efek
terpisah. Sinergi bisa terjadi dalam tahap perencanaan, implementasi dan/
atau monitoring/evaluasi. Beberapa organisasi bisa bersinergi dalam satu
atau lebih aspek seperti kebijakan dan program, berbagi sumber daya
finansial dan sumber daya manusia, dan dalam manajemen data dan
informasi. Komunikasi dan koordinasi yang baik adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa tujuan, peranan dan tanggung jawab dibagi dan
dipahami secara bersama.
Sinergi dalam program pengasuhan dan perlindungan anak adalah penting
untuk menangani penyebab-penyebab yang kompleks dan konsekuensi
dari kerentanan anak. Ia memerlukan sebuah pendekatan yang holistik,
melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan menuntut adanya sumber
daya yang substansial. Mengingat PKSA adalah program pemerintah
pusat, ia harus mencari cara untuk menyelaraskan dirinya dengan struktur
dan program kesejahteraan pemerintah daerah agar bisa memberikan
pengasuhan dan perlindungan yang efektif.
Kajian ini menemukan bahwa tujuan untuk meningkatkan sinergi antara
PKSA dan program-program kesejahteraan Pemerintah Daerah masih
belum tercapai. Tidak ada pemerintah kabupaten yang dikunjungi yang
berkomitmen untuk mengalokasikan dana dari anggaran daerah untuk
mendukung PKSA. Banyak badan Pemerintah Daerah yang diwawancarai
dalam kajian ini tidak begitu tahu tentang PKSA, termasuk mereka yang
sebenarnya bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan keluarga.
PKSA dianggap sebagai program Pemerintah Pusat, yang tidak begitu
banyak melibatkan Pemerintah Daerah. Banyak keputusan dibuat di Jakarta
tanpa melibatkan masukan dan kepentingan Pemerintah Daerah. Dengan
demikian Pemerintah Daerah tidak merasa berkomitmen dengan PKSA.
Bahkan dalam mekanisme dekonsentrasi PKSA, Dinas Sosial provinsi
hanya memainkan peranan yang terbatas. Tidak adanya keterlibatan
yang signifikan dari Pemerintah Daerah mengurangi efektivitas PKSA
dan menyebabkan tidak adanya komitmen dari Pemerintah Daerah untuk
mendukung keberlanjutan PKSA.
Secara ringkas, tujuan untuk mensinergiskan PKSA dengan program-
program kesejahteraan Pemerintah Daerah belum tercapai. PKSA tetap
dianggap sebagai sebuah program dari pusat yang melangkahi lembaga-
lembaga setempat. Kementerian Sosial perlu mengembangkan sebuah
strategi yang jelas untuk mensinergiskan PKSA dengan struktur pemerintah
daerah dan program-program kesejahteraan dan perlindungan anak.

27
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.1.4 Meningkatkan Kerangka Hukum Sebagai Landasan Hukum Untuk PKSA

Tidak ada bukti yang mendukung bahwa PKSA turut memperkuat


kerangka hukum yang melandasinya.Panduan program tidak menjelaskan
jenis-jenis kerangka hukum yang akan ditingkatkan oleh PKSA dan
bagaimana itu akan dicapai.

Di tingkat nasional, keberlanjutan PKSA sebagai program nasional diatur


oleh peraturan menteri yang berasal dari Undang-undang Kesejahteraan
Sosial tahun 2009. Peraturan-peraturan tersebut menjelaskan
bagaimana program harus dikelola dan diatur dari tingkat pusat sampai
ke tingkat kabupaten dan tingkat masyarakat. Namun aturan itu tidak
mencakup jaminan bahwa PKSA akan didanai secara memadai. Panduan
PKSA adalah kerangka hukum untuk menjaga konsistensi layanan dan
manajemen program. Sayangnya, panduan yang ada sekarang tidak
sepenuhnya dipakai sebagai rujukan untuk memandu implementasi PKSA
di berbagai tingkat. Di tingkat lokal belum ada kerangka hukum untuk
intervensi PKSA yang dibuat (lihat bab 4.1.3).

Perkembangan terkini dengan diberlakukannya dua regulasi baru yaitu


Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Keputusan Presiden
tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam
Situasi Konflik tahun 2014 memberikan kesempatan bagi PKSA untuk
memperkuat signifikansinya dan mendapatkan dukungan politik yang lebih
banyak. Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak mempromosikan
implementasi pengasuhan berbasis masyarakat sebagai model utama
untuk merehabilitasi anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pendekatan
ini telah diperkenalkan dan diimplementasikan oleh PKSA dalam klaster
anak yang berkonflik dengan hukum. Di bawah undang-undang yang
baru, anak yang dituntut hukum penjara kurang dari 7 tahun harus
direhabilitasi dalam pelayanan berbasis masyarakat. Keputusan Presiden
terbaru menekankan perlunya layanan yang tepat untuk membantu anak
yang berada dalam situasi konflik. Sejalan dengan keputusan itu PKSA
telah membuat klaster untuk membantu anak-anak yang membutuhkan
perlindungan khusus, termasuk anak yang menjadi korban bencana alam
atau konflik sosial.

PKSA perlu mengembangkan struktur dan kapasitas untuk memenuhi


tugas dan tanggung jawab yang dibuat oleh keputusan yang
disebutkan di atas. Menyangkut anak-anak yang berkonflik dengan
hukum, penting sekali untuk mengklarifikasi dan memperkuat mandat
pekerja sosial melalui pengembangan regulasi-regulasi baru dan MoU
dengan kementerian terkait. Banyak pekerja sosial dalam klaster ini

28
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

mengungkapkan kekhawatiran mereka dengan kurangnya pengakuan


dari petugas departemen lain terhadap peranan, tanggung jawab, dan
mandat pekerja sosial. Perlu dihargai bahwa LKSA (misalnya di Magelang)
mengembangkan fasilitas yang bisa berfungsi sebagai tempat tahanan
berbasis masyarakat.

Di samping itu, PKSA melalui Kementerian Sosial perlu memonitor dan


mengontrol implementasi regulasi dan praktek-praktek di tingkat daerah
guna mencegah terjadi pelanggaran hak-hak anak. Ini meliputi ‘sweeping’
intensif terhadap anak jalanan yang ditemukan di Surakarta, Makassar,
dan Jakarta Utara, kebijakan sekolah yang mengeluarkan anak-anak yang
ditemukan berkonflik dengan hukum, dan praktek-praktek sekolah yang
tidak bersahabat untuk anak yang menjadi korban perlakuan salah.

Kesimpulannya, tujuan PKSA untuk memperkuat kerangka hukum hanya


baru bisa dicapai sebagian. Program ini perlu mengembangkan, melalukan
advokasi, dan memberlakukan lebih banyak aturan/regulasi baik di tingkat
pusat maupun tingkat lokal yang melindungi dan mempromosikan hak-
hak anak. Pada saat yang sama, program perlu merespon meningkatnya
kesempatan yang diberikan oleh undang-undang yang baru.

4.1.5 Meningkatnya Jumlah Anak Terlantar (Termasuk Balita), Anak Jalanan,


Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak Penyandang Disabilitas dan
Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, yang Bisa Mengakses
Layanan Dasar.

Peningkatan akses pada layanan dasar adalah salah satu tujuan PKSA
untuk memastikan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak.
Program ini memberikan bantuan tunai yang dikirim melalui rekening
penerima yang bisa dipakai untuk mengakses layanan. Pada saat ini,
setiap penerima manfaat menerima setiap tahunnya sebesar Rp. 1 juta
dibandingkan Rp.1,2 sampai Rp.1,5 juta pada tahun-tahun sebelumnya.
Untuk memonitor kemajuannya, Kementerian Sosial mulai menjalankan
sistem verifikasi di tahun 2014. Namun demikian, sampai pada saat
laporan ini ditulis, tim peneliti belum bisa mendapatkan hasil dari aktivitas
monitoring PKSA.

Kerja lapangan menemukan bahwa jumlah anak yang memiliki akses


pada layanan dasar meningkat setelah mereka bergabung dengan
PKSA. Pendidikan bisa diakses oleh kebanyakan anak usia sekolah di
kebanyakan wilayah dan klaster. Pemeriksaan silang dengan para guru

29
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

mengonfirmasikan bahwa angka kehadiran sekolah anak-anak cukup tinggi


(85% atau lebih). Wawancara dengan pekerja sosial dan kepala LKSA
menunjukkan bahwa jumlah anak yang memiliki akta kelahiran tumbuh
antara 10-30 persen. Hal ini terlihat jelas di Jakarta dan Sulawesi Selatan
di kalangan anak balita terlantar, anak yang membutuhkan perlindungan
khusus, dan anak penyandang disabilitas.

Khusus untuk anak balita terlantar, akses mereka pada makan bergizi,
imunisasi dasar, dan layanan kesehatan dasar hampir sama. Kebanyakan
dari anak ini juga mendapatkan akses untuk pendidikan prasekolah
kecuali di Makassar. Akses yang lebih besar juga dilaporkan untuk
pengobatan psikososial dan aktivitas pengayaan (misalnya, tutorial
akademis, olahraga, seni, dan aktivitas rekreasi lainnya) di kalangan
klaster anak yang memerlukan perlindungan khusus, anak yang berkonflik
dengan hukum, dan anak jalanan atau anak terlantar. Di Jakarta, anak
penyandang disabilitas mengakses layanan kesehatan atau pengobatan
menggunakan uang bantuan mereka dan dibantu oleh pekerja sosial. Di
Gowa, beberapa kemajuan terlihat tapi beberapa anak masih menghadapi
kesulitan untuk mengakses pengobatan reguler karena masalah tingginya
biaya pelayanan, ketersediaan pelayanan dan jaraknya yang jauh. Jumlah
anak yang bisa mendapatkan alat bantu tertentu (misalnya, alat bantu
untuk mobilitas dan alat bantu dengar masih terbatas di kedua wilayah
itu).

Berikut adalah beberapa komentar peserta yang menyoroti bagaimana


elemen-elemen PKSA meningkatkan akses pada layanan sosial dasar:

“Sebelum mendapat bantuan saya merasa malu untuk pergi ke sekolah


karena saya tidak punya sepatu dan tas yang bagus. Sekarang saya
senang bisa sama dengan anak-anak yang lain. Bahkan saya bisa beli
sepeda dari tabungan saya, sehingga saya bisa ke sekolah lebih cepat”
(anak di Surakarta)

“Meskipun tidak banyak dari anak-anak ini yang mendapat nilai yang
tinggi, tapi kehadiran mereka di sekolah sangat tinggi, sekitar 85%.
Sebelum mereka bergabung dengan PKSA, banyak anak jalanan keluar
dari sekolah. Orangtua mereka tidak bisa membayar uang sekolah dan
biaya lainnya. Uang dari PKSA telah berbuat banyak untuk mengurangi
beban orangtua dan untuk memotivasi anak jalanan ini untuk pergi ke
sekolah secara teratur.” (guru di Jakarta)

30
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

“Banyak orangtua anak jalanan yang tidak punya surat nikah atau KTP.
Dokumen-dokumen ini diperlukan untuk meminta akta kelahiran. Syukurlah
pekerja sosial dan LKSA bekerja keras untuk melakukan advokasi atas
nama orangtua dan anak. Dari 12 permohonan akta kelahiran yang
diajukan tahun ini, 6 telah disetujui dan 6 lagi masih dalam proses.”
(Kepala LKSA di Surakarta)

“Sekarang anak saya mendapatkan pengobatan reguler untuk disabilitas


dan ia semakin membaik. Terima kasih atas uang yang diberikan
kepadanya sehingga ia bisa membayar terapi kalau tidak ia tidak akan
bisa mendapatkan terapi. Pekerja sosial sangat membantu kami. Ia
telah menghubungkan kami dengan sekolah dimana anak saya sekarang
mendapatkan pendidikan khusus.” (orangtua di Jakarta)

Meskipun ada prestasi seperti ini, anak-anak masih berjuang untuk


memenuhi kebutuhan dasar mereka karena di tahun 2014 volume
bantuan tunai telah dikurangi. Kebanyakan orangtua menyadari
bahwa bantuan tunai hanya sementara dan tidak dimaksudkan untuk
menggantikan tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan anak-
anak mereka. Tapi beberapa orang menyatakan bahwa bantuan itu tidak
memadai untuk mendukung anak mereka. Orangtua yang memiliki anak
penyandang disabilitas dan tinggal di kota besar atau wilayah terpencil
menyampaikan keprihatinan yang lebih besar mengingat lebih tingginya
biaya perawatan atau biaya hidup yang harus mereka keluarkan untuk
memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Di samping dikurangi, bantuan
tunai itu juga sering tidak reguler dan tertunda-tunda, yang menghalangi
kemampuan orangtua untuk membuat rencana dan untuk membayar
pengeluaran lain seperti uang sekolah tepat waktu (lihat bab 4.2.3)

Dapat disimpulkan bahwa tidak adanya sistem manajemen data yang


tepat yang memonitor akses anak pada layanan sosial membatasi
kemungkinan untuk menilai efektivitas program. Sampai taraf tertentu
programnya telah bisa membantu anak mengakses layanan dasar. Namun
bagi keluarga yang sangat miskin, yang tidak menerima bantuan PKH,
kecilnya besaran bantuan ditambah dengan seringnya keterlambatan
pengiriman menjadi masalah yang cukup besar. Sulit bagi mereka untuk
memastikan bahwa anak akan mendapatkan akses yang cukup pada
layanan sosial. Masalah ini menjadi sangat serius bagi keluarga yang
memiliki anak penyandang disabilitas. Bantuan tunai seringkali tidak
mencukupi untuk membayar uang transpor ke tempat yang memberikan
layanan yang diperlukan oleh anak.

31
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.1.6 Meningkatnya Jumlah Orangtua atau Keluarga, yang Bertanggung


Jawab Dalam Pengasuhan dan Perlindungan Anak Mereka

Secara prinsip, PKSA melibatkan orangtua sebagai pengasuh dan pelindung


terbaik bagi anak-anak dan memperlihatkan bahwa keluarga adalah tempat
terbaik bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Memperkuat kapasitas
orangtua atau keluarga untuk memikul tanggung jawab dalam mengasuh
dan melindungi anak-anak mereka merupakan hal yang sangat penting.
Oleh sebab itu, panduan mengatur bahwa setelah menerima bantuan,
orangtua harus memperlihatkan peningkatan sikap dan perilaku mereka
dalam: (1) mengasuh anak mereka secara bertanggung jawab dengan
melakukan interaksi yang tepat, memberikan panduan dan perlindungan,
memenuhi kebutuhan pokok, dan memastikan bahwa anak-anak mereka
disalahgunakan, tidak mendapatkan perlakuan buruk, dieksploitasi atau
ditelantarkan; (2) berpartisipasi dalam sesi-sesi pengembangan keluarga
yang dilakukan atau difasilitasi oleh LKSA atau pekerja sosial, dan (3)
terlibat dalam mendapatkan layanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh
LKSA atau difasilitasi oleh bantuan LKSA sesuai dengan rencana yang
telah disepakati dan dengan kebutuhan anak. Panduan itu untuk setiap
klaster berisi indikator tanggung jawab orangtua, yang sama dengan
poin-poin yang diberikan di atas tapi tidak begitu praktis.

Meskipun PKSA pada tataran konsep dipersembahkan untuk pengasuhan


berbasis keluarga dan de-institusionalisasi, dalam prakteknya ia melanggar
prinsip ini dengan mendukung LKSA yang menarik anak-anak dari
keluarga dan memasukkan mereka ke institusi. Hampir separuh dari anak-
anak yang didukung oleh PKSA masih memiliki orangtua yang tinggal di
kabupaten atau provinsi lain. Banyak dari anak ini hanya bertemu dengan
orangtua mereka sekali dalam setahun (lihat bab 4.1.1).

Untuk PKSA yang mendukung anak-anak untuk tinggal dengan keluarga


mereka, tim peneliti menemukan kesulitan untuk menilai apakah sikap
orangtua berubah sebagai hasil dari program. Tidak ada sistem atau
data yang menginformasikan sejauh mana pengetahuan, sikap dan
perilaku orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak berubah setelah
mendapatkan layanan dari PKSA. Untuk memonitor orang, banyak
pekerja sosial yang mengandalkan angka kehadiran orangtua dalam sesi-
sesi keluarga dan/atau laporan dari anak atau tetangga mereka. Beberapa
mencatat observasi mereka terhadap sikap dan perilaku orangtua tapi
catatan itu cenderung bersifat sangat umum.

32
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. ASSESSMENT OF PKSA EFFECTIVENESS,
IMPLEMENTATION PERFORMANCE, EFFICIENCY,
RELEVANCE AND SUSTAINABILITY

Wawancara dan diskusi kelompok terarah (FGD) menunjukkan bahwa


tanggung jawab orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak mereka
telah meningkat. Kebanyakan orangtua cukup kooperatif dan berusaha
keras untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan akses
pada layanan dasar. Ada pemahaman yang solid dan luas di kalangan
orangtua bahwa bantuan tunai yang diberikan oleh program ini harus
digunakan untuk kebutuhan anak-anak mereka dan hanya dalam keadaan
yang luar biasa boleh dipakai untuk kebutuhan keluarga. Beberapa
orangtua melaporkan bahwa mereka menjadi lebih percaya diri, lebih
sadar dan termotivasi untuk memberikan pengasuhan dan perlindungan
yang lebih baik untuk anak-anak mereka. Mereka juga melaporkan
berkurangnya penggunaan hukuman fisik dan verbal kepada anak-anak
mereka, menggunakan standar kebersihan dan nutrisi yang lebih tinggi,
mempraktekkan komunikasi yang lebih egalitarian dan berempati dengan
anak dan memberikan pengawasan yang lebih efektif. Namun demikian,
kehadiran orangtua dalam FGD tetap rendah di beberapa klaster.

Kemajuan dalam pengetahuan dan sikap terhadap hak-hak anak,


pengasuhan anak, dan kebutuhan anak, dukungan dari pekerja sosial, dan
kepatuhan akan persyaratan dilaporkan telah memiliki pengaruh positif
pada perilaku orangtua/keluarga. Berikut adalah beberapa komentar yang
menggambarkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku di kalangan
orangtua: “The pendamping (social worker) helped me through the bad

33
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

“Pekerja sosial membantu saya di saat-saat yang sedang susah … kami


ngobrol dan ngobrol. Ia tanpa lelah mendorong saya untuk tetap kuat dan
ada untuk anak perempuan saya karena ia akan memerlukan pengasuhan
dan perhatian saya. Sekarang saya merasa lebih baik dan tidak merasa
tertekan.” (orangtua di Magelang).

“Apa yang saya pelajari dari pertemuan orangtua dengan pekerja sosial adalah
bahwa orangtua harus memenuhi hak-hak anak mereka. Seperti mendapatkan
pendidikan … mendapatkan pengobatan bila mereka sakit … menuntun dan
mencintai mereka. Saya ingat ketika saya marah terhadap anak saya, kadang
saya ancam dia dengan mengatakan saya akan meninggalkannya atau saya
bukan ibunya. Sekarang saya mencoba menghindari hal itu … itu salah dan
itu melukai perasaan anak saya.” (orangtua di Jakarta).

Saya suka mencubit anak saya kalau ia sulit diatur. Kadang-kadang saya
pukul kakinya kalau bandel. Perangainya seringkali menguji kesabaran saya
sampai saya kelewat batas. Sekarang saya jarang melakukan itu karena
pendamping atau terapisnya di LKSA mengatakan pada saya bahwa saya
harus menangani anak saya dengan penuh hormat, kasih sayang dan
kesabaran. Saya menyesal telah berlaku kasar padanya.” (orangtua di
Jakarta)

“Sebelumnya saya hanya cemas bahwa anak saya akan ditangkap polisi
ketika dia bekerja di jalanan. Setelah beberapa waktu, pendampingnya
mengatakan pada saya tentang bahaya lain yang mungkin timbul seperti
terbunuh, disodomi atau memakai narkoba. Saya betul-betul ingin anak
saya berhenti bekerja. Saya ingin ia sekolah, tapi kadang-kadang ia masih
melakukannya (bekerja di jalanan) tanpa sepengetahuan saya.´(orangtua di
Jakarta)

“Pendamping selalu mengingatkan kami bahwa uang itu hanya untuk anak
dan kami tidak boleh memakainya untuk keperluan lain. Kami harus mematuhi
aturan itu atau bantuan itu akan dihentikan oleh pemerintah.” (orangtua)

“Saya sebelumnya berpikir bahwa anak-anak akan baik-baik saja jika saya
bekerja karena ada kakek dan nenek yang akan mengasuh mereka. Saya rasa
saya telah menjadi ibu yang baik bila saya bekerja keras untuk keluarga. Saya
sangat menyesalkan kejadian ini (anak perempuannya diperkosa oleh seorang
anak laki-laki).Pembicaraan dengan pendamping telah membuka mata saya
bahwa menyediakan barang materi tidaklah cukup. Saya memutuskan untuk
berhenti bekerja sehingga saya bisa memberikan pengasuhan yang lebih baik
kepada anak-anak saya. Saya harus ada untuk mereka, bicara sebanyak
mungkin dengan mereka dan mengawasi mereka sehingga saya merasa
yakin akan keselamatan mereka.” (orangtua di Magelang)

34
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

“Sekarang ibu saya sering marah-marah jika saya lama bermain di luar
rumah. Ia akan mencari saya di sekitar jalanan. Jika ia mendapati saya
di dekat jalanan bersama teman-teman saya, ia akan marah. Ia tidak
ingin saya dapat pengaruh buruk dari mereka. Ya … banyak teman saya
yang merokok, ngelem, dan kadang mengajak berantem juga.” (anak di
Jakarta).

“Sebelum bergabung dengan PKSA, banyak orangtua menyembunyikan


anak-anak mereka yang cacat di rumah, tidak membawa mereka untuk
memeriksa kesehatannya atau ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan
khusus dan tidak membersihkan atau merawat mereka dengan baik. Ada
juga orangtua yang menelantarkan anak mereka yang cacat, memberi
makannya di pagi hari dan kemudian meninggalkannya di rumah sendirian
dalam waktu yang lama untuk bekerja di ladang. Mereka lakukan itu karena
mereka merasa malu dan takut akan stigma sosial atau dalam banyak
kasus hanya karena mereka begitu miskin dan tidak punya pengetahuan
tentang bagaimana mengasuh anak mereka. Beberapa di antara mereka
menolak kami dengan mengatakan mereka tidak mengizinkan adanya
intervensi dari pihak luar. Setelah berada di PKSA selama beberapa bulan
kami menemukan banyak perubahan yang positif. Sekarang orangtua lebih
kooperatif dengan kami, dan mereka juga mematuhi arahan kami untuk
membolehkan anak mereka masuk ke SLB.” (pekerja sosial di Gowa).

Sejumlah isu perlu mendapatkan perhatian yang serius mengingat potensi


dampaknya untuk melemahkan usaha peningkatan tanggung jawab
orangtua atau keluarga untuk pengasuhan dan perlindungan anak-anak.

Menurut rancangannya, PKSA adalah program yang berpusat pada anak.


Program ini tidak secara langsung dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Ini mengabaikan bukti bahwa kemiskinan
keluarga merupakan salah satu pendorong utama penelantaran dan
perlakukan buruk terhadap anak. Meningkatkan keadaan sosio-ekonomi
keluarga adalah penting untuk memperkuatkan dan menahan dampak
yang dihasilkan dari peningkatan pengetahuan, sikap orangtua dan
praktek-praktek pengasuhan dan perlindungan anak. Berbagai bentuk dan
mekanisme untuk menghubungkan keluarga dengan lebih banyak sumber
daya dan kesempatan telah dibicarakan secara rinci oleh Lahiri (2013).
Salah satu opsi untuk memastikan bahwa seluruh keluarga miskin yang
tercakup oleh PKSA juga tercakup oleh PKH, Raskin, BSM dan JKN.
Karena PKSA dan PKH keduanya diimplementasikan oleh Kementerian
Sosial, menghubungkan keduanya tentu tidak akan begitu sulit.

35
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Familly


Development Session (FDS) memerlukan beberapa revisi dalam hal
substansi dan mekanisme penyampaian untuk menciptakan dampak
positif yang lebih besar pada perilaku orangtua. Saat ini, materi P2K2
lebih kepada penguatan pengetahuan orangtua sementara mereka
perlu meningkatkan keterampilan pengasuhan. Topik yang diharapkan
dipelajari oleh orangtua meliputi teknik dan keterampilan yang terkait
dengan pengungkapan kehangatan emosional, stimulasi fisik, kognitif,
dan emosional, panduan dan batasan, serta komunikasi mengenai isu-isu
remaja yang spesifik seperti kesehatan reproduksi dan zat-zat berbahaya.

Para ibu memerankan peranan yang lebih besar dibandingkan ayah


untuk mengasuh anak dan memastikan kepatuhan pada program. Beban
yang tidak proporsional dan tanggung jawab yang dipikul oleh para ibu
bisa membuat mereka kewalahan dan berpotensi untuk mengurangi
kualitas pengasuhan mereka. Sebuah strategi perlu dikembangkan untuk
mendorong ayah untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih
besar dalam mengasuh dan melindungi anak.

Kesimpulannya, kurangnya data untuk mengidentifikasi perubahan perilaku


orangtua dalam pengasuhan dan perlindungan anak tidak memungkinkan
untuk menilai efektivitas program secara kuantitatif. Bukti anekdotal
yang diberikan di atas cukup menggembirakan. Tapi secara keseluruhan
kelihatannya PKSA, agar bisa lebih efektif, harus bergeser dari bersifat
berpusat pada anak ke berpusat pada keluarga.

4.1.7 Berkurangnya Jumlah Anak yang Memiliki Masalah Sosial

Tujuan PKSA untuk mengurangi jumlah anak yang menghadapi masalah-


masalah sosial masih belum tercapai. Data baseline yang dipakai untuk
memberikan justifikasi program di tahun 2010 mengasumsikan bahwa
kelompok target anak yang membutuhkan pengasuhan dan perlindungan
khusus mencapai 4.300.000 anak. Dengan asumsi bahwa jumlah anak
kurang beruntung tumbuh dengan angka yang sama dengan pertumbuhan
populasi Indonesia (diperkirakan 2 persen per tahun dalam 5 tahun terakhir),
secara kasar bisa diperkirakan bahwa jumlah anak yang membutuhkan
bisa meningkat sampai 8 persen antara tahun 2011 dan 2014. Sebanyak
158.901 anak yang tercakup oleh PKSA sama dengan 3 persen dari
kelompok sasaran. Meskipun kita asumsikan bahwa seluruh anak yang
dicakup oleh PKSA memenuhi kriteria eligibilitas dan bahwa semuanya
menghadapi masalah yang kurang signifikan, PKSA belum mengurangi
jumlah anak yang menghadapi masalah sosial tapi hanya memperlambat
peningkatannya.

36
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Di tataran mikro, kerja lapangan menemukan bahwa PKSA memainkan


peranan untuk mengurangi jumlah anak yang menghadapi masalah-
masalah sosial. Ini sebagian ditunjukkan oleh peningkatan kondisi
dan perilaku anak di seluruh klaster. Jumlah bayi yang sebelumnya
dikategorikan sebagai kelompok gizi buruk menurun sementara jumlah
anak yang sehat, bergizi baik, dan telah mencapai pertumbuhan fisik
yang sesuai usia dan perkembangan mental meningkat. Di samping itu,
laporan dari klaster anak jalanan menegaskan bahwa beberapa anak
berhenti bekerja di jalanan. Anak-anak yang lain mengurangi durasi atau
frekuensi bekerja di jalanan. Ini sesuai dengan meningkatnya jumlah anak
jalanan yang kembali ke sekolah sebagaimana yang dilaporkan oleh guru
dan orangtua.

Jumlah anak dengan kecacatan yang mengalami peningkatan fungsi


(misalnya, kemampuan merawat diri sendiri), atau mengalami
perkembangan (misalnya bahasa, mobilitas, akademis) dan orangtua
yang peduli juga meningkat. Untuk anak-anak dalam kelompok yang
membutuhkan perlindungan khusus, laporan menegaskan bahwa rasa
percaya diri anak sudah membaik, fungsi sosial dan psikososial juga
membaik, dan mereka terlibat dalam aktivitas akademis. Dari beberapa
anak yang berkonflik dengan hukum, ada pernyataan bahwa pengetahuan,
sikap anak dan praktek ke arah perilaku pro-sosial meningkat setelah
bergabung dengan PKSA. Tidak ada dari anak-anak ini kembali dihukum
dan kebanyakan dari mereka kembali bersekolah secara reguler. Para
informan melaporkan bahwa akses pada layanan-layanan ini telah
memberikan anak aktivitas yang terstruktur dan terawasi dan membantu
mengurangi isolasi, meningkatkan rasa percaya diri anak, meningkatkan
keterampilan sosial, dan memperbesar dukungan sebaya bagi perilaku
pro-sosial.

Kesimpulannya, beberapa anak menjadi lebih baik setelah bergabung


dengan PKSA. Tetapi dari perspektif makro, PKSA cakupannya kecil dan
karena itu tidak bisa menghasilkan dampak yang signifikan menyangkut
pengurangan jumlah anak yang menghadapi masalah-masalah sosial.

37
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.1.8 Keberlanjutan Dari Dampak Setelah Keluar Dari Program

PKSA belum membuat sebuah mekanisme yang sistematis untuk


memonitor perkembangan anak yang keluar dari program atau penerima
manfaat yang melakukan aktivitas lanjutan untuk menjaga dampak yang
telah dicapai. Dalam sebuah kajian tentang strategi transformasi dari
PKSA, Lahiri (2013) menekankan urgensi untuk membangun mekanisme
yang bisa menjaga dampak positif setelah penerima manfaat keluar dari
program.

Kajian itu mencatat bahwa di kalangan LKSA dan pekerja sosial yang
menangani anak jalanan/rentan, ada peningkatan kesadaran tentang
perlunya layanan lanjutan. Mereka merasa bahwa rancangan PKSA yang
ada sekarang ini tidak secara jelas mengindikasikan bagaimana menjaga
dampak itu. Mereka lebih fokus pada bagaimana anak jalanan yang telah
tamat sekolah non-formal (Kejar Paket) bisa bersaing dalam pasar kerja.
Meskipun ijazah yang diperoleh dari Kejar Paket telah dilegalisir, para
pemberi kerja umumnya lebih menyukai orang yang memiliki latar belakang
pendidikan formal. Oleh sebab itu, mereka akan memerlukan dukungan
lanjutan seperti pelatihan yang bisa menjembatani yang memungkinkan
mereka untuk bersaing secara lebih kompeten. Apabila mereka tidak bisa
dipekerjakan, mereka mungkin akan kembali ke jalanan atau melakukan
aktivitas lain yang tidak produktif.

Pekerja sosial dari klaster balita terlantar menyarankan program yang


menjembatani yang memungkinkan anak-anak yang sudah tamat sekolah
bisa dilindungi lebih lama. Menurut mereka, ada satu tahun waktu tunggu
sebelum mereka bisa masuk ke sekolah dasar. Untuk memastikan bahwa
anak-anak mendapatkan pengasuhan dan perlindungan yang tepat,
mereka harus diizinkan untuk tetap di PKSA sampai mereka diterima di
kelas satu.

38
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.1.9 Ringkasan Tentang Efektivitas PKSA

Tim kajian tidak menemukan banyak bukti yang mendukung bahwa PKSA
telah mencapai tujuannya. Ini sebagian disebabkan oleh kelemahan dalam
manajemen data PKSA dan rancangan monitoring/evaluasi dan praktek-
praktek yang dilakukan. Berdasarkan dari apa yang ada atau yang bisa
dikumpulkan selama kunjungan lapangan, penilaian ini menyimpulkan
bahwa PKSA memiliki hasil dan dampak positif di tataran mikro (di
tingkat yang dicapai anak), tapi tidak memiliki dampak yang signifikan di
tataran makro.

Hasil positif di tingkat mikro dibatasi oleh kenyataan bahwa volume


bantuan tunai tidak mencukupi untuk menimbulkan efek yang positif
dalam kesehatan anak dan bahwa PKSA tidak ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan keluarga, yang merupakan pendorong utama kerentanan anak.
Hasil positif sebagian besar disebabkan oleh layanan yang diberikan oleh
pekerja sosial. Oleh sebab itu kita harus berasumsi bahwa anak-anak yang
dilayani oleh LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial – 90 persen dari
LKSA tidak memiliki pekerja sosial, tidak memberikan banyak manfaat
dibandingkan dengan anak-anak yang dilayani oleh LKSA yang memiliki
pekerja sosial. Kenyataan bahwa hanya 10 persen dari anak yang tercakup
oleh PKSA dilayani oleh pekerja sosial menimbulkan pertanyaan serius
tentang efektivitas program ini. Bab-bab berikut menganalisa sampai
sejauh mana kinerja implementasi PKSA mempengaruhi tercapainya –
atau tidak tercapainya, tujuan-tujuan PKSA.

39
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.2 Kinerja – Seberapa Baik PKSA Mengimplementasikan Kegiatan-Kegiatan


Program Utama
Sub-sub bab berikut akan menganalisa kegiatan, yang diimplementasikan berkaitan
dengan PKSA untuk mencapai tujuan yang telah dinilai dalam bab 4.1. Kegiatan
itu meliputi fungsi yang berkaitan dengan implementasi bantuan tunai bersyarat
seperti penetapan target, validasi, penyampaian, dan pelaksanaan persyaratan,
fungsi-fungsi yang terkait dengan manajemen kasus, konseling dan rujukan dan
fungsi-fungsi yang terkait dengan program secara menyeluruh seperti sosialisasi,
penuntasan (kelulusan), dan tindak lanjut.

4.2.1 Sosialisasi

Sosialisasi memberikan informasi yang memadai bagi otoritas lokal dan


lembaga-lembaga untuk bisa terlibat secara efektif dalam implementasi
program. Sosialisasi memberi tahu penerima manfaat tentang hak-hak
mereka dan kewajiban mereka; ia menjamin bahwa tujuan-tujuan program
dan modalitas implementasi dipahami di masyarakat. Ia memberikan
informasi berkelanjutan dan pendidikan tentang program selama
implementasi; ia menciptakan dukungan untuk program dan memperkuat
kemitraan dan kerja sama antar organisasi.

Panduan PKSA tidak memberikan informasi tentang bagaimana dan oleh


siapa sosialisasi dilakukan. Dengan tidak adanya mekanisme sosialisasi
dan diseminasi yang jelas, kebanyakan beban sosialisasi PKSA menjadi
inisiatif para pekerja sosial, seperti memberi tahu penerima manfaat
dan pemangku kepentingan tentang implementasi program. Meskipun
sosialisasi merupakan bagian dari mandat mereka, tapi usaha mereka
tidak secara efektif didukung dan diperkuat oleh Kementerian Sosial di
tingkat nasional.

Selama kerja lapangan, dokumen cetak dari PKSA seperti booklet, pamflet
atau flyer, sulit dijumpai di kantor-kantor pemerintah daerah dan di
LKSA yang dikunjungi. Para pekerja sosial melaporkan bahwa sosialisasi
kepada penerima manfaat dan pemangku kepentingan PKSA dilakukan
secara informal oleh mereka atau bersama dengan perwakilan LKSA,
umumnya dari mulut ke mulut. Tidak adanya materi diseminasi memaksa
mereka untuk menghabiskan waktu tambahan untuk menjelaskan sifat,
tujuan, dan komponen program kepada penerima manfaat, pemangku
kepentingan, dan badan-badan pemerintah daerah.

40
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Pada umumnya pemuka masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah


daerah mengakui bahwa mereka tidak banyak tahu tentang PKSA dan
menyarankan agar arus informasinya diperbaiki. Kurangnya keterlibatan
lembaga-lembaga pemerintah daerah selama implementasi dan kurangnya
informasi tentang program itu menyebabkan mereka merasa diabaikan
atau di langkahi. Perasaan semacam ini berkali-kali diungkapkan oleh para
pegawai Dinas Sosial. Sampai taraf tertentu, keluhan yang sama juga
disampaikan oleh beberapa LKSA. Dinas Sosial dan LKSA menyatakan
bahwa mereka tidak diberi tahu tentang pekerja sosial yang baru yang telah
dikirim untuk bekerja dengan mereka. Beberapa pekerja sosial masih ingat
ketika mereka ditanya, “Kamu siapa?” ketika datang untuk melaksanakan
tugas di LKSA ke mana mereka dikirim.

Tidak adanya sosialisasi yang efektif di tingkat provinsidan kabupaten/


kota memperlemah dukungan untuk PKSA dan mempengaruhi kinerja para
pekerja sosial dalam memberikan akses pada layanan sosial. Misalnya,
kantor-kantor pencatatan sipil seringkali ragu untuk mengeluarkan akta
kelahiran bagi anak-anak karena mereka tidak pernah diberi tahu tentang
keberadaan, peranan, dan mandat dari pekerja sosial. Dengan kurangnya
pengakuan ini oleh lembaga-lembaga lokal, mengatasi rintangan birokratis
yang menghalang akses anak pada layanan sosial menjadi sebuah tantangan
dan membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha.

4.2.2 Menetapkan Target dan Verifikasi

Menetapkan target adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk


memastikan bahwa penerima manfaat dari sebuah program terpilih secara
benar. Kelompok target PKSA adalah anak balita terlantar, anak jalanan
dan anak terlantar, anak yang berkonflik dengan hukum, anak penyandang
disabilitas, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Klaster
dibagi ke dalam beberapa sub-kelompok. Jumlah anak yang memenuhi
kriteria eligibilitas dan jumlah anak dari berbagai klaster yang telah disetujui
oleh PKSA di tahun 2012 dan 2013 diberikan dalam Tabel 4. Ringkasnya,
PKSA menjangkau hanya 3 persen dari kelompok targetnya.

Dalam situasi dimana sebuah program hanya bisa menjangkau persentase


kecil dari kelompok targetnya, prosedur penetapan target harus menjamin
bahwa program itu menyetujui anak-anak yang paling rentan dan paling
membutuhkan bantuan program. Program harus menghindari kesalahan
inklusi agar sumber daya program yang terbatas difokuskan pada kebutuhan
yang betul kritis.

41
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Sejumlah dokumen yang menilai penetapan target PKSA menunjukkan


bahwa prosedur penetapan target PKSA tidak bermuara pada pemilihan
anak yang paling membutuhkan kesejahteraan anak dan intervensi
perlindungan anak

• Ketika kami memeriksa kondisi kehidupan di rumah, anak-anak


ini (penerima manfaat PKSA) umumnya tinggal di rumah yang
layak beratap genteng, dinding bata dan lantai semen.” (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011)

• Selama berinteraksi dengan Panti, terlihat bahwa tidak ada


keharusan bagi Panti untuk melakukan penilaian keluarga atau
kunjungan rumah untuk mendaftarkan anak di program PKSA.
Sebetulnya, administrasi di Panti menyebutkan bahwa pemerintah
tidak menanyakan tentang latar belakang keluarga anak ketika
mereka mengusulkan dukungan untuk anak-anak” … “Kentara
sekali bahwa hampir tidak ada anak yang ada di panti di
Jakarta yang berasal dari Jakarta dan hampir tidak ada orangtua
mereka yang tinggal di Jakarta. Mereka dikirim dari provinsi lain
agar mereka bisa mengakses pendidikan yang baik di panti.” (Lahiri,
2013).

• “Namun di kebanyakan tempat, LKSA menominasikan klien mereka


sendiri karena tidak cukup waktu dan uang untuk pengumpulan
data tambahan dan penilaian. Akibatnya, lebih dari 75 persen
dari penerima manfaat PKSA yang sekarang ini adalah klien
LKSA …. metode untuk mencari dan mengidentifikasi penerima
manfaat yang berhak memerlukan pertimbangan serius dan
peningkatan (World Bank, 2012b).

Pernyataan-pernyataan ini didukung oleh observasi yang dilakukan


selama kerja lapangan

42
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Untuk mendapatkan daftar anak-anak yang dalam daftar. Yang lain memilih anak
paling membutuhkan yang berhak untuk berdasarkan berbagai kriteria, misalnya
PKSA, Kementerian Sosial mengandalkan anak yang tinggal dekat LKSA, anak yang
data yang diberikan oleh LKSA, yang berperilaku baik, anak yang orangtuanya
menyusun daftar itu tanpa ada kontrol menjaga hubungan baik dengan LKSA.
dari Kementerian Sosial atau Dinas Sosial. Begitu anak yang akan diprioritaskan telah
Ketika LKSA menyusun daftar penerima dipilih, mereka dikunjungi oleh pekerja
manfaat yang diusulkan untuk disetujui, sosial untuk memverifikasi eligibilitas
mereka tidak mengambil dari database mereka. Namun demikian, karena
manapun atau daftar semua anak miskin proposal itu sendiri tidak didasarkan
dan rentan di daerah mereka yang sesuai pada bukti yang bisa diandalkan,
dengan kriteria dari LKSA (seperti anak verifikasi ini hanya mengoptimalkan
terlantar usia di atas 5 tahun), tapi hanya yang kurang optimal. Dalam beberapa
menggunakan informasi yang ada saja. kasus pekerja sosial melaporkan bahwa
Seringkali mereka hanya menggunakan mereka telah melakukan verifikasi tapi
LKSA mengabaikannya. Dalam kasus
daftar anak yang sudah menjadi klien
lain Kementerian Sosial meminta LKSA
LKSA. Dinas Sosial menerima proposal dari
untuk mengesahkan lebih banyak anak
LKSA termasuk daftar anak yang diusulkan
daripada yang mereka usulkan guna
untuk disetujui, tapi tidak memverifikasi
memenuhi kuota tertentu. LKSA akan
apakah anak tersebut memenuhi kriteria segera mencari lebih banyak anak dari
eligibilitas. Mereka hanya mengirimkan mana pun mereka bisa mendapatkannya.
daftar itu ke Kementerian Sosial . Dinas Sosial dalam banyak hal tidak
Berdasarkan pertimbangan anggaran, terlibat dalam memverifikasi. Petugas
Kementerian Sosial menetapkan berapa Kementerian Sosial mengunjungi LKSA
banyak anak dari daftar yang dikirim oleh untuk melakukan beberapa verifikasi
LKSA itu yang bisa disetujui (misalnya, 40 dengan mengadakan pertemuan-
persen). Jika jumlah ini kurang dari jumlah pertemuan dengan pemangku kepentingan
yang diusulkan oleh LKSA, maka LKSA dan dengan mengunjungi beberapa rumah
harus menetapkan anak mana dari daftar tangga. Tapi ini tidak begitu berpengaruh
itu yang harus mendapatkan prioritas. Ini pada kualitas penetapan target.
merupakan tingkat kedua dari penetapan Kesimpulannya, penetapan target dan
target dan dilakukan berbeda di setiap verifikasi adalah titik terlemah dari PKSA.
LKSA. Beberapa hanya mengambil saja
anak yang berada dalam deretan atas

43
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.2.3 Pemberian Bantuan Tunai

Penerima manfaat berhak untuk mendapatkan bantuan tunai sebesar Rp.


1.5 juta per tahun, yang karena pengurangan anggaran di tahun 2014
telah dikurangi menjadi Rp. 1 juta. Kementerian Sosial mentransfer uang
itu untuk penerima manfaat ke LKSA, yang selanjutnya mengirimkannya
ke rekening anak. Pekerja sosial membantu penerima manfaat untuk
membuka rekening atas nama anak.

Tabungan atas nama anak memiliki fungsi untuk mempromosikan


partisipasi, otonomi dan kebanggaan anak. Pada saat yang sama
ini merupakan tugas pekerja sosial untuk memastikan bahwa uang
itu dibelanjakan dengan bijak dan untuk kepentingan terbaik anak.
Pekerja sosial yang berbeda menggunakan strategi yang berbeda untuk
mengatasi situasi ini. Sebagian dari mereka menyimpan buku tabungan
dan membeli barang dan layanan untuk anak setelah disetujui oleh anak
dan orangtuanya tentang apa yang diperlukan. Yang lain menemani
anak dan orangtua ke bank dan kemudian ke toko atau pasar dimana
uang itu dibelanjakan. Yang lain memberikan uang ke orangtua dan
meminta mereka untuk memperlihatkan apa yang telah mereka beli atau
mengirimkan gambar dari barang yang dibeli. Di Gowa, pekerja sosial
mengirimkan uang per bulan saat sesi pengembangan keluarga dilakukan.
Dari sudut pandang pekerja sosial seluruh aktivitas ini memakan waktu.
Beberapa menyebutkan bahwa mereka merasa seperti akuntan keliling
yang bolak-balik antara bank dan keluarga anak.

Dari perspektif orangtua dan anak seringkali tidak ada akuntabilitas dan
transparansi. Beberapa orangtua mengaku bahwa LKSA tidak pernah
memperlihatkan kepada mereka buku tabungan anak atau memberi tahu
mereka sisa saldo. Pekerja sosial mengeluhkan bahwa mereka tidak
punya banyak pengaruh dan transparansi sehubungan dengan distribusi
uang dalam LKSA, yang menyebabkan kurangnya kepercayaan. Mereka
melaporkan bahwa beberapa LKSA, yang memberikan pengasuhan
institusional, menggunakan uang dari PKSA tidak sepenuhnya untuk
kebutuhan anak penerima PKSA.

Seluruh informan sepakat bahwa bantuan itu tidak bisa diandalkan dalam
hal waktu penyampaian. Tertundanya pembayaran bervariasi antara
4 sampai 6 bulan. Ini mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan
oleh pekerja sosial dan LKSA karena integrasi bantuan uang dengan
konseling, kunjungan rumah, interaksi dengan penerima manfaat dan
menghubungkan dengan layanan sosial hanya dilakukan begitu uang
sudah ada.

44
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.2.4 Konseling dan Hubungan dengan Penerima Manfaat


Konseling memberikan anak dan orangtua nasihat tentang bagaimana
memecahkan masalah-masalah anak dan informasi tentang dimana dan
bagaimana mendapatkan dukungan yang mereka perlukan. Ini dilakukan
melalui kunjungan rumah secara reguler oleh pekerja sosial, dengan FDS
dan dengan pertemuan-pertemuan antara orangtua dengan anak. FDS
dimaksudkan untuk memperkuat
kemampuan pengasuh untuk
menangani isu-isu perlindungan
dan untuk memberikan anak
mereka interaksi terapis atau
rehabilitatif. Pekerja sosial
mengalami bahwa pertemuan
orang-per-orang bisa membantu
baik anak maupun orangtua
untuk merasa aman untuk
mengungkapkan perasaan
mereka dan terbuka terhadap
isu-isu yang sensitif seperti
perlakuan salah seksual anak.
Frekuensi kunjungan rumah
dipengaruhi oleh parahnya kasus
serta seberapa luas wilayah
cakupan dan jumlah penerima
manfaat yang ditangani oleh
seorang pekerja sosial. Dalam
hal jumlah penerima manfaat
itu besar dan/atau wilayah
cakupannya luas, maka pekerja
sosial harus mengurangi
frekuensi kunjungan rumah,
tapi mereka harus selalu ada
untuk penerima manfaat selama
24/7 melalui telepon genggam.
Meskipun ada keterbatasan
ini, namun komitmen pekerja
sosial untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran
dari penerima manfaat dan
untuk menghubungkan mereka
dengan layanan sosial dasar
sangat luar biasa.

45
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Rujukan kepada pemberi layanan sosial dasar dan kepada badan-badan


khusus yang bisa memenuhi kebutuhan penerima manfaat dalam banyak
hal tidak dilakukan secara sistematis. PKSA belum mengembangkan
materi pelatihan untuk pekerja sosial tentang bagaimana melakukan
rujukan. Beberapa pekerja sosial tidak punya pengetahuan tentang
layanan dasar apa saja yang ada dan bagaimana menilainya. Kebanyakan
program ke mana penerima manfaat dirujuk adalah program yang
ditawarkan oleh LKSA yang peduli dengan penerima manfaat mereka
masing-masing. Skema dan program yang ditawarkan oleh LKSA kepada
penerima manfaat PKSA seringkali tidak punya hubungan langsung
dengan kebutuhan khusus anak, seperti berkemah atau aktivitas untuk
membangun keakraban (outbound).

4.2.5 Monitoring Kemajuan dan Kepatuhan Pada Persyaratan


Di tahun 2014, Kementerian Sosial telah memperkenalkan sebuah sistem
untuk memonitor kepatuhan penerima manfaat terhadap persyaratan
yang dioperasikan oleh pekerja sosial. Mereka bekerja sama dengan
sekolah-sekolah dan pusat-pusat kesehatan masyarakat, yang mencatat
kehadiran penerima manfaat dan kunjungan, serta kantor pencatatan
sipil terkait dengan akte kelahiran untuk anak. Kajian menemukan bahwa
memverifikasi kepatuhan terkait dengan pemanfaatan layanan kesehatan
lebih sulit daripada monitoring kehadiran di sekolah. Kebanyakan sekolah
telah memiliki sistem laporan kehadiran yang bisa dinilai, sementara
kebanyakan pusat kesehatan tidak punya catatan kunjungan yang dibuat
oleh penerima manfaat.
Sistem verifikasi untuk memonitor kepatuhan pada persyaratan belum
berfungsi secara benar. PKSA belum mengembangkan formulir untuk
mencatat prestasi yang dibuat oleh setiap penerima manfaat. Informasi
tentang kepatuhan yang dikumpulkan oleh pekerja sosial di tahun 2014
belum diproses dan dianalisa. Panduan PKSA tidak mencantumkan
prosedur hukum yang jelas. Tidak banyak penerima manfaat sejauh ini
yang diberikan sanksi karena tidak patuh. Kebanyakan dari mereka tidak
bisa memenuhi persyaratan pendidikan.
Sebelum berinvestasi lebih jauh ke dalam sistem persyaratan, monitoring
dan sanksi, Kementerian Sosial harus memikirkan biaya dan manfaat
dari sistem semacam itu. Ini membebani pekerja sosial, yang sudah
kelebihan beban, dengan tambahan pekerjaan, menciptakan aktivitas
birokratis tambahan di semua tingkat PKSA dan pada akhirnya bisa
memberikan sanksi pada anak yang paling rentan – alasan yang tidak
di bawah kontrol mereka untuk memenuhi persyaratan. Dalam sebuah

46
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

penilaian yang realistis tentang peranan persyaratan dalam PKSA dapat


disimpulkan bahwa mereka lebih banyak memberikan kerugian daripada
keuntungan (lihat juga bab 5.3).

4.2.6 Mekanisme Keluhan


Mekanisme keluhan menawarkan saluran bagi penerima manfaat
atau pemangku kepentingan melalui mana mereka bisa memberikan
umpan balik dan mengajukan keluhan tentang implementasi program.
Panduan PKSA tidak mencantumkan mekanisme keluhan. Panduan itu
hanya memberikan sanksi yang tidak langsung dan tidak spesifik, yang
menyatakan “bentuk monitoring dan evaluasi di setiap sub-program, pada
dasarnya meliputi monitoring, fasilitasi dan pemecahan masalah, yang
dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah bersama dengan LKSA.”
Pekerja sosial melaporkan bahwa kurangnya informasi tentang mekanisme
keluhan menimbulkan kebingungan mengenai tanggung jawab untuk
menyelesaikan keluhan yang disuarakan oleh penerima manfaat serta oleh
badan-badan pelaksana. Ketika respons mendesak dan cepat diperlukan,
kebanyakan pekerja sosial akan mengontak petugas di Kementerian Sosial
untuk mendapatkan klarifikasi atau solusi. Namun demikian, karena tidak
ada petugas khusus yang ditunjuk untuk menangani keluhan, kebanyakan
respons dari Kementerian Sosial tidak konsisten dan tergantung dari
bagaimana petugas Kementerian Sosial bersangkutan memahami
persoalannya.
Tidak adanya mekanisme keluhan yang jelas dalam prakteknya
menyebabkan kebanyakan keluhan ditangani secara tidak sistematis.
Karena tidak ada “formulir keluhan” atau “kotak keluhan”, kebanyakan
keluhan secara verbal disuarakan melalui pertemuan-pertemuan informal
atau lewat telepon. Penerima manfaat menyatakan bahwa kunjungan
rumah dan pertemuan orangtua dengan anak telah dimanfaatkan untuk
menyampaikan kekecewaan atau keraguan tentang implementasi
PKSA. Laporan tentang keluhan yang dibuat oleh pekerja sosial belum
menghasilkan respons yang memadai dari Kementerian Sosial .
Kajian ini mencatat bahwa kebanyakan keluhan disampaikan berkaitan
dengan isu-isu penetapan target, kurangnya informasi tentang peranan
dan mandat dari pekerja sosial, penyampaian bantuan yang tidak bisa
diandalkan dan pengurangan jumlah bantuan tunai. Pekerja sosial dan
LKSA berpendapat bahwa mereka menerima keluhan dari yang bukan
penerima manfaat, yang menanyakan mengapa anak-anak mereka tidak
disetujui oleh program. Respons kepada keluhan itu umumnya adalah
berupa penjelasan bahwa kuota penerima manfaat yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat itu terbatas.

47
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Gove 4.2.7 Kelulusan dan Tindak Lanjut

Levinger dan McLeod (2002) mengidentifikasi tiga pendekatan untuk


keluar: phase down, phase over, dan phase out. Mereka menyatakan
bahwa phase down, yaitu pengurangan secara perlahan input program,
merupakan tahap awal bagi phase over dan phase out. Phase out
mengacu pada penarikan input program tanpa membuat pengaturan yang
eksplisit bagi input atau aktivitas yang akan dilanjutkan oleh entitas lain,
karena program itu sendiri menghasilkan perubahan yang kemungkinan
akan berlanjut tanpa ini. Phase over mengacu pada pengalihan tanggung
jawab untuk aktivitas yang ditujukan untuk mencapai tujuan program
(aktivitas yang sekarang, atau aktivitas lain yang ditujukan untuk
mencapai hasil yang sama) kepada entitas lain. Phase over juga dapat
melibatkan pengalihan tanggung jawab untuk mencapai hasil program
kepada organisasi lain, misalnya, cabang setempat, pemerintah daerah
atau LSM lokal atau nasional.

Menurut Panduan PKSA tahun 2014, bantuan dari PKSA akan berakhir
apabila salah satu dari kriteria berikut telah dipenuhi:

(1) Penerima manfaat sudah berusia di atas 18 tahun, (2) pindah ke


tempat lain, (3) keberadaan mereka tetap tidak diketahui untuk jangka
waktu 3 bulan, (4) meninggal dunia, (5) menerima lebih dari satu program
yang sama dalam satu waktu, (6) orangtua dianggap mampu untuk
memenuhi hak-hak anak, (7) penerima manfaat menikah, (8) orangtua
tidak mengikuti pertemuan FDS sampai tiga kali dalam satu tahun, (9)
partisipasi anak dalam mengakses layanan (pengasuhan, kesehatan,
pendidikan, dan pengembangan diri) di bawah 75%, dan (10) penerima
manfaat mengikuti STILA (Strategi Tindak Lanjut) dari PKSA.

Karena STILA hanya ada di atas kertas, ini merupakan sebuah strategi phase
out tanpa tindak lanjut. Orangtua mengeluhkan prosedur penghentian
yang tidak jelas dan terkesan tiba-tiba itu, yaitu sebuah praktek yang
menyebabkan mereka tetap merasa khawatir dan tidak nyaman tentang
masa depan anak-anak mereka. Kriteria 7,8, dan 9 bisa memberikan
sinyal bahwa anak mereka justru membutuhkan lebih banyak bantuan,
bukannya dikurangi. Ini bisa bermuara pada penghentian bantuan pada
anak-anak yang sangat tidak beruntung, yang tidak bisa memenuhi
persyaratan karena alasan-alasan yang ada di luar kendali mereka.

48
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Kendati demikian, meskipun ini tidak terlihat di dalam panduan,


pekerja sosial atas inisiatif mereka sendiri memberikan konsultasi dan
membantu anak dan keluarga setelah bantuan dihentikan. Informasi
tentang perkembangan mantan penerima manfaat mereka didapatkan
melalui telepon atau pesan singkat yang dikirim oleh pemberi layanan
atau orangtua. Ini menambah beban kerja mereka, tapi kebanyakan
pekerja sosial menganggap ini sebagai sebuah apresiasi dari para mantan
penerima manfaat mereka.

4.2.8 Ringkasan Kinerja Implementasi PKSA

Kebanyakan LKSA dan pekerja sosial memberikan layanan yang bernilai


kepada penerima manfaat mereka. Mereka adalah tulang punggung
dari PKSA. Berdasarkan kekuatan ini, Kementerian Sosial seharusnya
menginvestasikan lebih banyak dalam memperkuat kapasitas mereka dan
kondisi kerja mereka (lihat bab 5.1.4).

Sosialisasi dan penetapan target adalah titik lemah. Meskipun PKSA telah
menghabiskan Rp. 5.598 juta untuk sosialisasi di tahun 2012 (lihat Tabel
3), pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain merasa tidak diberi
tahu dan dilangkahi. Ini merupakan salah satu alasan mengapa PKSA
tidak bisa bersinergi dan membangun kemitraan yang efektif dengan
pemerintah daerah (lihat bab 4.1.3).

Aktivitas pendelegasian penetapan target jarang dilakukan oleh LKSA,


yang mendasari pemilihan penerima manfaat atas data yang tidak tepat,
menyebabkan sangat rendahnya kualitas hasil penetapan target. LKSA
tidak bisa dan enggan untuk memilih secara sistematis anak-anak yang
paling membutuhkan. Kesalahan inklusi (inclusion errors) yang tinggi
berkontribusi pada kenyataan bahwa PKSA tidak berhasil mengurangi
jumlah anak yang memiliki masalah sosial yang cukup parah (lihat bab
4.1.7).

Memberlakukan persyaratan, memonitor kepatuhan dan


mengimplementasikan strategi kelulusan untuk mereka merupakan sebuah
seperangkat isu yang saling terkait yang perlu didefinisikan kembali.
Sebuah analisis tentang biaya dan manfaat mungkin bisa mengarah pada
kesimpulan bahwa ketiga aktivitas itu lebih banyak kerugian daripada
keuntungannya dan harus dihapuskan secara perlahan.4.3

49
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.3 Efisiensi – Apakah PKSA Menghasilkan Sesuatu yang Sebanding dengan


Nilai Uang yang Diberikan?
Sebuah panduan DfID terbaru tentang mengukur dan memaksimalkan nilai uang
dalam program bantuan tunai menyatakan: Kebutuhan untuk “membuat setiap
sen itu bernilai” dalam pendanaan bantuan tunai, dan untuk memastikan bahwa ini
dilakukan dengan cara yang bisa diukur dan konsisten, telah menjadi keprihatinan
di kalangan negara berkembang dan juga pemerintah donor. Nilai untuk Uang tidak
hanya sekedar meminimalisir biaya: ini adalah tentang memaksimalkan dampak
dari uang yang dibelanjakan untuk meningkatkan kehidupan orang miskin. Ini
berarti membuat analisis tentang biaya dan manfaat dari program bantuan tunai
setepat dan sekomprehensif mungkin (DfID, 2013).

Tabel 3: Daftar Anggaran Tahunan PKSA Untuk Tahun 2012 dan 2013

2012 2013
Pembiayaan/ Mata Anggaran
(Rp) 1,000 % (Rp) 1,000 %
1. Bantuan Sosial untuk
139.726.100 62,59% 142.311.000 63,18%
Anak-Anak
2. Gaji dan Tunjangan
13.740.000 6,16% 17.862.000 7,93%
Pekerja Sosial
3. Bantuan untuk institusi 3.182.840 1,43% 4.837.222 2,15%
4. Dukungan Operasional
untuk Pekerja Sosial 31.802.400 14,25% 31.780.200 14,11%
(BOP)
5. Biaya Operasional LKSA
15.719.700 7,04% 15.890.100 7,05%
(BOL)
6. Pelatihan Pekerja Sosial 4.687.330 2,10% 2.959.514 1,31%
7. Pelatihan untuk LKSA 2.063.075 0,92% 2.205.636 0,98%
8. Pemilihan Pekerja Sosial 505.475 0,23% 392.385 0,17%
9. Sosiallisasi 5.597.520 2,51% NA
10. Verifikasi 1.451.176 0,65% 1.178.918 0,52%
11. Supervisi 1.077.300 0,48% 474.740 0,21%
12. Monitoring dan Evaluasi 672.650 0,30% 954.377 0,42%
13. Penulisan Laporan 644.920 0,29% 799.211 0,35%
14. Pengembangan Panduan - - 1.101.429 0,49%
15. Pertemuan Koordinasi
2.352.130 1,05% 2.382.640 1,06%
Nasional
Total 223.222.616 225.257.827

Sumber: Kementerian Sosial , Direktorat Kesejahteraan Anak

50
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Membagi total biaya PKSA ke dalam kategori berikut ini membantu dalam menilai
efisiensi biaya -- biaya transfer yang sebetulnya dibayarkan kepada penerima manfaat,
biaya untuk pemberian konseling dan pengasuhan oleh LKSA dan pekerja sosial
dan biaya operasional untuk penetapan target, verifikasi, pengesahan, pemberian,
monitoring, dan administrasi memungkinkan dilakukannya penilaian tentang efisiensi
biaya. Biaya Operasional dalam Persen dari Total Biaya dan Total Rasio Biaya - Transfer
(total anggaran yang diperlukan untuk membagikan uang tunai dan layanan bernilai
Rp. Satu (1) juta kepada penerima manfaat) dihitung dengan membandingkan biaya
operasional dengan biaya untuk transfer dan layanan yang bisa menjangkau penerima
manfaat. Idealnya rasio yang berasal dari analisis ini kemudian harus dibandingkan
dengan standar nasional dan internasional. Namun demikian, PKSA merupakan sebuah
jenis program yang sangat spesifik sehingga tidak ada standar.

Tabel 3 berisi daftar biaya tahunan untuk bantuan tunai dan layanan yang telah
menjangkau penerima manfaat dan biaya operasional untuk melaksanakan PKSA.
Bantuan tunai yang diterima oleh penerima manfaat berjumlah 63 persen dari total
biaya program di tahun 2012 dan 2013. Layanan yang diberikan oleh pekerja sosial dan
LKSA (item 2 dan 4) adalah sebesar 20 persen di tahun 2012 dan 22 persen di tahun
2013. Biaya operasional dari Kementerian Sosial dan LKSA (seluruh item kecuali 1, 2,
dan 4) berjumlah 17 persen di tahun 2012 dan 15 di tahun 2013.

Namun demikian, biaya operasional belum mencakup gaji dan biaya operasional untuk
listrik, kantor, peralatan kantor dari Direktorat Kesejahteraan Anak. Tim peneliti tidak
bisa mendapatkan biaya-biaya untuk ini. Kami asumsikan bahwa itu berkisar antara 3
sampai 5 persen.

Ini berarti bahwa biaya operasional dalam persentase total biaya berjumlah sekitar 20
persen. Total rasio biaya dengan rasio transfer (TCTR) adalah 1.25. Biaya operasional
PKSA untuk bantuan tunai dan layanan adalah Rp. 1 kepada penerima manfaat berjumlah
Rp. 0.25.

Menurut sebuah kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank, 2012b), biaya
operasional dalam persentase dari total biaya di tahun 2010 adalah 8 persen dalam
JSLU (program untuk orang tua), dan 9 persen di JSPACA (Jaminan Sosial Penyandang
Cacat) dengan TCTR masing-masing sebesar 1.09 dan 1.10. Kajian Bank Dunia lainnya
(WB, 2012a) memperkirakan biaya operasional PKH di tahun 2010 sebesar 17 persen
dari total biaya yang menghasilkan TCTR sebesar 21. Meskipun program-program ini
tidak sepenuhnya bisa diperbandingkan, namun perbandingan itu mengindikasikan
bahwa efisiensi biaya PKSA relatif rendah meskipun tidak berlebihan.

51
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Jumlah anak yang memperoleh manfaat dari PKSA adalah sebanyak 158.843
orang di tahun 2012 dan 160.950 orang di tahun 2013. Biaya program tahunan
berjumlah sebesar Rp. 223.222.616 Miliar dan Rp. 225.257.827 Miliar Ini berarti
bahwa total biaya tahunan per anak adalah sebesar Rp. 1.405.300 di tahun
2012 dan Rp. 1.399.552 di tahun 2013.

Pemecahan biaya operasional dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa di tahun 2012


program itu telah menghabiskan sebanyak Rp. 7.949 juta untuk sosialisasi
dan rapat-rapat koordinasi, yang seharusnya bisa membuat struktur mitra
dan pemangku kepentingan di provinsitahu banyak dan bisa mempromosikan
kemitraan dan bersinergi. Kendati demikian, sebagaimana diperlihatkan dalam
bab 4.1.3 dan 4.2.1 tujuan ini belum tercapai. Ini menunjukkan rendahnya nilai
untuk uang yang dikeluarkan. Situasi menyangkut pelatihan untuk pekerja sosial
juga sama. Di tahun 2012 PKSA telah menghabiskan Rp. 4.687 juta tapi pekerja
sosial hanya mendapatkan 3 hari pelatihan dan merasa bahwa mereka tidak siap
untuk melakukan tugasnya (lihat bab 4.1.2).

4.4 Relevansi – Apakah Kontribusi PKSA Terhadap Kesejahteraan dan Perlindungan


Anak Signifikan?

Bagian ini menilai signifikansi dari kontribusi PKSA terhadap kesejahteraan


dan perlindungan anak dengan menganalisa relevansi tujuan-tujuan PKSA,
pendekatannya dan intervensi yang dilakukan dan dengan membandingkan jumlah
anak yang dijangkau dengan jumlah anak yang sangat memerlukan intervensi
kesejahteraan dan perlindungan.

Tujuan dan sasaran PKSA sebagaimana disebutkan dalam panduan PKSA (lihat
bab 3 dan 4) merespon berbagai bentuk kerentanan anak di Indonesia sebagaimana
dirangkum dalam bab 2.1. PKSA bertujuan untuk “memastikan pemenuhan hak-
hak dasar bagi anak dan perlindungan anak dari penelantaran, eksploitasi dan
diskriminasi sehingga perkembangan, kelangsungan hidup, dan partisipasi anak
bisa dicapai” (Kementerian Sosial, 2010). Pendekatan untuk mencapai tujuan-
tujuan PKSA mengintegrasikan bantuan tunai bersyarat kepada anak-anak
dengan konseling anak dan keluarga yang diberikan oleh pekerja sosial dan oleh
lembaga-lembaga pengasuhan anak dan dengan akses pada layanan sosial yang
menghubungkan anak dan keluarga dengan pemberi layanan.

Secara prinsip pendekatan ini masuk akal dan sesuai dengan praktek terbaik
internasional. Pekerja sosial, orangtua dan anak-anak melaporkan bahwa anak-
anak dan keluarga, yang telah dijangkau oleh PKSA telah memperoleh manfaat

52
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

dari layanan yang diberikan (lihat bab perkembanganyang terganggu, sebagai


4.1.3). Anak-anak mendapatkan akta akibat dari kegagalan keluarganya
kelahiran, pergi ke sekolah secara untuk mengatasi berbagai situasi krisis,
lebih teratur, bisa mengakses layanan masih tetap tumbuh. Dengan beberapa
kesehatan dan meningkatkan perilaku pengecualian, kemampuan masyarakat
mereka. Orangtua dan anggota masyarakat dan pemerintah daerah di berbagai tingkat
lainnya menghadiri sesi-sesi pengasuhan untuk mengembangkan sistem respons
dan meningkatkan pengetahuan mereka yang memadai belum meningkat.
tentang isu-isu anak. Ringkasnya,
Kelompok target PKSA diartikan sebagai
pendekatan PKSA didasarkan pada prinsip
anak-anak dari keluarga miskin yang
yang kokoh dan memiliki sejumlah hasil
memiliki atau hidup dalam situasi krisis
dan dampak positif dari perspektif keluarga
yang mengancam kelangsungan hidup dan
dan anak yang dijangkau oleh intervensi
kualitas pertumbuhan dan perkembangan
PKSA. Namun demikian, pernyataan
mereka. Tidaklah mudah untuk menentukan
positif ini hanya menggambarkan situasi
seberapa besar kelompok target ini. Sistem
dari 10 persen penerima manfaat yang bisa
pengumpulan data yang ada sekarang,
dijangkau oleh pekerja sosial. Situasi dari
baik di tingkat nasional maupun daerah,
mayoritas anak yang dilayani oleh LKSA
tidak bisa diandalkan. Berbagai organisasi
yang tidak memiliki pekerja sosial mungkin
memberikan data yang berbeda untuk
akan lebih kurang positif.
jenis isu tertentu.
Dari sudut pandang makro, hasil dan
Analisis data yang ada (lihat Tabel 4)
dampak dari PKSA secara menyeluruh
menunjukkan bahwa PKSA menjangkau
adalah minimal dibandingkan dengan apa
hanya sebagian kecil jumlah anak yang
yang seharusnya dicapai dan apa yang bisa
hidup dalam situasi krisis. Temuan dari
dicapai. Alasan utama atas kegagalan untuk
kerja lapangan mendukung kesimpulan
mengimplementasikan pendekatan PKSA
ini. Di Surakarta, sebuah LKSA baru-baru
secara efektif dan berhasil adalah tidak
ini melayani 30 orang anak yang berisiko
adanya pembuatan sistem kesejahteraan
berkonflik dengan hukum. Anak-anak ini
dan perlindungan anak di tingkat lokal dan
dipilih dari 100 anak rentan yang tinggal
masyarakat yang diintegrasikan ke dalam
di tiga desa dari wilayah cakupan LKSA
mana intervensi PKSA diintegrasikan.
tersebut, dari total 50 desa yang ada di
Dalam bentuknya yang sekarang sebagai
Surakarta. Anak-anak dari 47 desa lain
sebuah program pemerintah pusat yang
tidak punya akses pada PKSA karena
dilaksanakan secara birokratis yang
tidak LKSA lainnya di Surakarta yang
mendelegasikan fungsi manajemen dan
menerima anak yang berisiko berkonflik
layanannya kepada LKSA dan melangkahi
dengan hukum. Di Kabupaten Gowa lebih
pemerintah daerah di semua tingkatan,
dari 3000 anak terdaftar di Dinas Sosial
PKSA tidak banyak mencapai apa yang
sebagai pihak yang layak mendapat
seharusnya dicapai (lihat bab 4.1). Lima
bantuan, tapi PKSA hanya menjangkau
tahun setelah PKSA mulai beroperasi,
hanya 100 anak.
jumlah anak dengan pertumbuhan dan

53
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

Tabel 4: Cakupan Populasi Target yang Dicapai oleh


PKSA di Tahun 2012 dan 2013
Cakupan PKSA Dalam persen
Kategori masalah Populasi Sumber data Tahun
2012 2013 2012 2013
Anak Terlantar <5
1.217.800 BPS 2012 7.540 15.020 0,62% 1,23%
Tahun
Anak Terlantar >5 Pusdatin
241.500 2013 137.242 121.792 56,83% 50,43%
Tahun Kesos
Pusdatin
Anak Jalanan 31.478 2013 9.946 5.779 31,60% 18,36%
Kesos
Anak Berkonflik dengan Kemenkum-
4.300 2013
Hukum di Tahanan ham
Dit.RehSos
Anak Penyandang Penyandang
199.163 2009 1.750 8.600 0,88% 4,32%
Disabilitas Cacat, Ke-
mensos
ILO, Survey
Pekerja Anak Dalam Pekerja
2.000.000 2009 1.325 5.939 0,05% 0,30%
Pekerjaan Berbahaya Anak di
Indonesia
IOM,
Anak korban Lapran Data
890 2011
Perdagangan Layanan
2005-2010
Anak Hidup dengan
HIV/AIDS Usia <15 1.075 Kemenkes 2013
Tahun.
Kemsos.
Anak Masyarakat Asli 650.000 2009
go.id
Total 4.346.206 157.803 157.130 3,60% 3,60%
Sumber: Bagian pembukaan Panduan PKSA, 2011 Sumber: Sekretariat PKSA

Dalam hal cakupan geografis, PKSA diberikan melalui 5.563 LKSA (2014) secara
acak di 33 provinsi. Tidak ada pola standar dalam menentukan wilayah target, selain
ketersediaan LKSA yang mau bekerja sebagai badan implementasi. Mengingat LKSA
lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan, banyak anak dari daerah pedesaan yang tidak
terjangkau layanan ini. Karena cakupannya yang kecil, pemangku kepentingan tidak
menganggap PKSA sebagai sebuah program yang signifikan atau sebagai sebuah model
intervensi yang kuat untuk mengatasi masalah anak yang berada dalam krisis.

Ringkasan: Dari perspektif konseptual, pendekatan PKSA, yaitu integrasi bantuan tunai
dengan akses pada layanan sosial dan bantuan intensif yang diberikan oleh pekerja sosial
dan lembaga-lembaga pengasuhan anak, adalah sebuah respons yang relevan dengan
kebutuhan anak yang menghadapi krisis. Namun demikian, karena organisasinya yang
tidak tepat sebagai sebuah program pemerintah pusat yang terisolasi, karena beberapa
isu implementasi dan karena sangat rendahnya cakupan, hasil dan dampak dari PKSA
tidak begitu signifikan.

54
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA
IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI,
DAN KEBERLANJUTAN PKSA

4.5 Keberlanjutan – Apakah PKSA Dalam Bentuknya yang Sekarang Ini Bisa
Terus Berlanjut?
Keberlanjutan PKSA bergantung pada kinerjanya. Penerima manfaat yang telah
diwawancarai dalam penelitian ini umumnya mengakui bahwa PKSA telah
berkontribusi pada kesejahteraan anak dan keluarganya yang telah dijangkau.
Beberapa pejabat pemerintah daerah yang diwawancarai juga mengakui
pentingnya program-program seperti PKSA, termasuk pentingnya pekerja sosial
sebagai sebuah elemen penting dalam menangani isu-isu kesejahteraan anak.
Apa yang telah dicapai melalui kolaborasi elemen-elemen bantuan tunai, pekerja
sosial, dan LKSA akan mendukung pertanyaan PKSA untuk tetap berlanjut. Pada
saat yang sama banyak responden mengkritisi bahwa PKSA tidak menjangkau
anak-anak yang paling miskin dan paling rentan.

Meskipun masalah kinerja seperti buruknya sosialisasi dan penetapan target


bisa dikurangi dengan peningkatan struktural dan organisasional (lihat bab 5.1),
kurangnya hasil dan dampak yang signifikan (lihat bab 4.4) adalah beban berat
bagi kemungkinan berlanjutnya PKSA. Dalam satu hal PKSA telah berputar ke
dalam sebuah lingkaran. Hasil dan dampaknya yang tidak signifikan sebagian
disebabkan oleh kecilnya anggaran yang disediakan. Pada saat yang sama para
pembuat kebijakan ragu untuk meningkatkan atau bahkan mempertahankan
pendanaan dari sebuah program yang tidak signifikan.

Dari sudut pandang ekonomi politik, PKSA hanya akan tetap bertahan jika program
ini mendapatkan dukungan dari kekuatan politik yang berpengaruh. Anggaran
PKSA telah stagnan sejak tahun 2012, sementara anggaran PKH meningkat
dengan stabil. Ini mengindikasikan kurangnya dukungan politik dan menimbulkan
pertanyaan tentang bagaimana PKSA bisa mendapatkan dukungan politik yang
diperlukan. Mengintegrasikan PKSA dan PKH mungkin merupakan sebuah pilihan
untuk mengamankan keberlanjutan PKSA. Mendapatkan dukungan dan pendanaan
bersama dari pemerintah daerah bisa menjadi strategi lain. Dengan tetap berada
di dalam isolasi, keberlangsungan PKSA tidak dapat terjamin.

55
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1 Meningkatkan Pelaksanaan PKSA Dalam Batasan Lingkungan Institusi


Saat Ini
Keterbatasan untuk meningkatkan kinerja PKSA dalam lingkungan institusiyang
diberikan adalah:

• Struktur organisasi Kementerian Sosial sangatlah terfragmentasi.


PKSA, PKH, JSLU, dan JSPACA dilaksanakan oleh berbagai Direktorat
yang mempekerjakan pekerja sosial atau fasilitator mereka sendiri.

• Kementerian Sosial hanya salah satu dari sejumlah entitas pemerintah


daerah yang melaksanakan program-program pengurangan kemiskinan dan
perlindungan sosial yang tidak terkoordinasi.

• PKSA adalah intervensi pemerintah pusat yang dikelola oleh sebuah


kementerian yang tidak memiliki struktur di tingkat kabupaten.

• Anggaran PKSA sampai saat ini sangat kecil untuk menjangkau


kelompok target yang signifikan dan berfluktuasi dengan tajam sehingga
menyebabkan pemotongan-pemotongan yang tidak bisa diduga dalam
pengiriman kepada penerima manfaat.

Sejauh keterbatasan ini tidak berkurang, hanya ada satu lingkup terbatas untuk
meningkatkan efektivitas dan kinerja PKSA. Rekomendasi-rekomendasi yang
diberikan di bawah ini berasumsi bahwa keterbatasan yang disebutkan di atas
tidak akan hilang dalam waktu dekat.

5.1.1 Mencapai Cakupan Geografis yang Sistematis

Penyebaran intervensi PKSA yang sekarang ini ditentukan oleh ketersediaan


LKSA yang mau bekerja sama dengan Kementerian Sosial. LKSA yang
mau bekerja sama tersebar dalam jumlah sedikit di Indonesia dengan
penempatan acak. Dimana ada LKSA yang mau bekerja sama, anak dalam
wilayah layanan LKSA tersebut, yang cocok dengan spesialisasi khusus
dari LKSA tersebut (misalnya, anak balita terlantar), memiliki kesempatan
untuk menjadi target. Jika tidak ada LKSA yang terakreditasi untuk PKSA,
anak-anak yang membutuhkan tidak dimasukkan dalam target. Jika ada
LKSA tapi anak tidak masuk dalam klaster khusus dari LKSA tersebut,
anak yang membutuhkan tidak menjadi target. Sistem ini menghasilkan
distribusi layanan PKSA yang tidak utuh dan kesalahan eksklusi yang
besar dalam penentuan sasaran (exclusion error).

56
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

PKSA harus menerima bahwa dengan anggaran yang ada ia hanya bisa
menjangkau sekitar 3 persen dari anak yang membutuhkan. Ia harus
mempertimbangkan untuk memilih kabupaten-kabupaten termiskin
(penetapan target geografis) dan memastikan bahwa di kabupaten-
kabupaten ini seluruh anak yang layak ditargetkan. Atau PKSA harus
berkonsentrasi pada kabupaten-kabupaten itu, dimana pemerintah
daerah mau berkontribusi untuk 50 persen dari biaya-biaya PKSA, yang
akan menggandakan anggaran PKSA. Jika di kabupaten-kabupaten ini
jumlah LKSA yang mau tidak mencukupi, PKSA harus “bersinergi dengan
program-program pemerintah daerah” (ini adalah salah satu tujuan
PKSA – lihat bab 4.1.3) guna “meningkatkan jumlah lembaga-lembaga
kesejahteraan sosial yang memberikan layanan perlindungan untuk anak”
(ini merupakan tujuan lain dari PKSA – lihat bab 4.1.1).

Konsentrasi geografis dari sumber daya PKSA yang terbatas akan


bermuara pada sinergi dan efektivitas biaya. Para pekerja sosial bisa
dengan lebih mudah dilatih dan diawasi dan bisa bekerja dalam tim.
Implementasi yang efektif dan efisien dengan hasil dan dampak yang
signifikan di sejumlah kabupaten lebih disukai dalam situasi sekarang yang
tersebar dalam jumlah sedikit dengan hasil yang tidak signifikan. Begitu
PKSA bisa terbukti efektif dan efisien di sejumlah kabupaten, ini mungkin
bisa menarik pendanaan tambahan yang memfasilitasi pengembangan ke
lebih banyak kabupaten/kota lainnya.

5.1.2 Bersinergi dengan Struktur Pemerintah Daerah dan Program

Mensinergiskan program-program pemerintah daerah sebenarnya adalah


salah satu tujuan dari PKSA (Kementerian Sosial, 2010). Ini merupakan
sebuah prakondisi bagi sebuah implementasi PKSA yang efektif. Tapi
ini tidak terjadi. Pekerja sosial PKSA tidak bekerja sama dengan struktur
pemerintah daerah. Selain Dinas Sosial, struktur pemerintah daerah tidak
tahu apa itu PKSA. Bahkan beberapa pegawai Dinas Sosial tidak tahu
banyak tentang PKSA. Menurut panduan, mereka harus memverifikasi
eligibilitas dari anak-anak yang terdaftar dalam proposal LKSA. Tapi ini
tidak terjadi. Mereka hanya mengesahkan proposal itu dan mengirimkannya
ke Kementerian Sosial. .

Ini merupakan sebuah kesempatan yang hilang untuk meningkatkan


kualitas dari penetapan target PKSA dan pemberian layanan, untuk
memperkuat struktur pemerintah daerah dan untuk mengintegrasikan
program-program kesejahteraan dan perlindungan sosial pusat dan
daerah.

57
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

Dengan melembagakan arus informasi yang reguler antara PKSA dan


struktur pemerintah daerah dan sebaliknya, dengan menggunakan
pengetahuan dan data dari Dinas Sosial setempat untuk penetapan target
dan untuk rujukan dan dengan menempatkan pekerja sosial dan pengawas
d kantor Dinas Sosial, PKSA sampai target tertentu bisa diintegrasikan
dalam program-program pemerintah daerah yang sedang berjalan. Ini bisa
meliputi PKSA yang memberikan sumber daya tertentu ke Dinas Sosial
seperti pendanaan pelatihan dan ruang kantor untuk tim pekerja sosial.
Memfokuskan cakupan PKSA pada sejumlah kecil kabupaten (lihat bab
5.1.1) akan memudahkan untuk mengintegrasikan PKSA dan struktur
pemerintah daerah dan program.

5.1.3 Memikirkan Kembali Peranan LKSA Dalam Konsep PKSA

LKSA memainkan peranan penting dalam perlindungan sosial di Indonesia.


Mereka mengisi kekosongan ketika struktur perlindungan sosial pemerintah
dan program-program dihapuskan di masa pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid di tahun 2000. Namun demikian, memberikan LKSA
sebuah monopoli dalam siklus implementasi PKSA adalah salah satu
alasan utama atas kurang efektifnya penetapan target dan pemberian
layanan oleh PKSA. Ini juga tidak konsisten dengan tujuan untuk de-
institusionalisasi (lihat bab 4.1.6).

Meskipun LKSA harus terus memberikan layanan penting di bidang


pengasuhan institusional sebagai langkah terakhir, namun peranan
mereka dalam menetapkan target, dalam menangani pembayaran
transfer dan dalam menerima dan mengawasi pekerja sosial PKSA
yang dibayar harus direvisi. Pilihan alamiah untuk mengalihkan fungsi-
fungsi ini kepada organisasi lain adalah untuk Dinas Sosial di tingkat
kabupaten. Dinas Sosial mungkin perlu diperkuat, dilatih dan dilengkapi
dengan lebih baik agar bisa mengambil alih fungsi-fungsi tertentu yang
sekarang diimplementasikan oleh PKSA. Tetapi investasi ini, yang
difokuskan pada kabupaten-kabupaten yang menjadi prioritas, adalah
penting untuk membebaskan PKSA dari keterbatasan yang disebabkan
oleh ketergantungan pada LKSA.

5.1.4 Menentukan Kelompok Target Anak Terlantar Secara Lebih Tepat

Klaster “anak terlantar usia di atas 5 tahun” memiliki 3.2 juta anak –
74 persen dari kelompok target PKSA. Anak-anak di LKSA yang peduli

58
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

dengan klaster ini kebanyakan adalah anak-anak yang memiliki orangtua


yang tinggal di kabupaten lain. Mereka dikirim oleh orangtua mereka ke
panti semacam ini karena berharap bisa mendapatkan pendidikan yang
lebih baik (lihat bab 4.1). Anak-anak ini memerlukan fasilitas pendidikan
yang bisa diakses di dekat rumah mereka, hal ini tidak berarti anak-anak
tidak memerlukan pengasuhan institusional. Memberikan dukungan
kepada anak-anak yang hidup di panti-panti ketika mereka memiliki
orangtua di kabupaten atau provinsilain adalahtidak sesuai dengan
prinsip de-institusionalisasi.

Berdasarkan alasan ini PKSA seharusnya tidak mengesahkan anak yang


hidup di panti-panti sebagai anak terlantar ketika orangtua mereka masih
hidup dan tinggal di kabupaten atau provinsilain. Berdasarkan hasil
kajian lapangan dan kajian-kajian lain, kami berasumsi bahwa lebih dari
80 persen anak yang hidup di panti-panti sebagai anak terlantar memiliki
orangtua yang tinggal di daerah lain. Membatasi eligibilitas kepada anak
terlantar dari kabupaten yang sama akan memberikan ruang bagi banyak
anak-anak yang lain yang memerlukan intervensi PKSA.

59
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1.5 Meningkatkan Jumlah dan Memperbaiki Manajemen Kinerja Dari Pekerja


Sosial

Pekerja sosial adalah perangkat utama PKSA untuk melakukan konseling


kepada pengasuh dan anak, untuk menghubungkan mereka ke lembaga
layanan sosial dan untuk mencapai perubahan perilaku di tingkat keluarga
dan masyarakat. Namun demikian, hanya sebagian kecil dari LKSA yang
telah dilengkapi dengan pekerja sosial oleh PKSA. Lebih dari 90 persen
LKSA tidak memiliki pekerja sosial dan oleh sebab itu tidak mampu untuk
sepenuhnya mengaplikasikan konsep PKSA. Oleh sebab itu, penting
sekali agar PKSA meningkatkan jumlah pekerja sosial dari yang sekarang
berjumlah 686 menjadi paling kurang 5000 dan / atau melatih pekerja
sosial di tingkat kabupaten atau kecamatan untuk melakukan fungsi-
fungsi PKSA.

Guna memanfaatkan secara penuh potensi pekerja sosial terlatih, kondisi


kerja mereka (seperti, keamanan pekerjaan, prospek karier, beban kerja)
harus ditingkatkan. Mereka memerlukan pembagian kerja yang tepat,
pelatihan kerja berdasarkan model kompetensi, didukung oleh panduan
dan supervisi yang memadai. Mereka memerlukan status legal dan
wewenang untuk mengintervensi isu-isu perlindungan anak dan harus
diatur dalam tim.

Berdasarkan asumsi bahwa PKSA akan terus mengembangkan cakupannya


dan bahwa peranan utama dari pekerja sosial adalah untuk memfasilitasi
rehabilitasi sosial, maka kemudian cara untuk mengelola kinerja pekerja
sosial harus diperbaiki. Meskipun PKSA tidak menambah jumlah pekerja
sosial yang ada saat ini, sekarang saatnya untuk mengembangkan
sebuah sistem manajemen sumber daya manusia yang sistematis.
Sistem ini harus menangani seluruh aspek manajemen sumber daya
manusia termasuk sistem rekrutmen, rancangan kerja dan organisasi,
pengembangan kapasitas dan sikap kerja, supervisi, kondisi kerja, serta
sistem kinerja dan penghargaan untuk menjaga motivasi.

60
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

Model kompetensi untuk pekerja sosial yang efektif bisa didasarkan pada
pembagian kerja yang diberikan dalam Buku Panduan Pekerja Sosial. Tapi,
pekerja sosial yang baru lulus tidak mampu untuk mengatasi tantangan-
tantangan yang akan ditemukan pada saat bekerja dengan anak-anak
yang kurang beruntung dan keluarga mereka. Menggunakan pengalaman
yang didapatkan dalam beberapa tahun setelah melaksanakan PKSA,
model kompetensi yang lebih akurat dapat dikembangkan. Pekerja
sosial yang berkinerja baik bisa menjadi contoh bagaimana tugas sosial
dilakukan dalam praktek. Model seperti ini bisa menjadi dasar bagi proses
rekrutmen dan untuk penyusunan program pelatihan, yang perlu dipakai
untuk menggantikan pelatihan 3-4 hari yang tidak memadai seperti saat
ini.

Semua ini menjadi sulit untuk disediakan di dalam lingkungan yang


terdesentralisasi dimana PKSA dipimpin dari jauh oleh pekerja sosial
yang tersebar dalam jumlah sedikit di Indonesia dan bekerja dalam isolasi
Ini juga tidak bisa diberikan oleh LKSA, yang merupakan organisasi
heterogen yang mengikuti aturan, regulasi dan agenda mereka sendiri
dan tidak secara efektif diawasi oleh struktur PKSA di tingkat nasional.
Memberikan pekerja sosial kondisi kerja yang mereka butuhkan bisa diatur
dengan mengintegrasikan mereka ke dalam struktur pemerintah daerah.

61
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1.6 Memastikan Bahwa Panduan PKSA Bisa Dipakai dan Akan Dipakai

Menurut Kementerian Sosial, panduan PKSA seringkali diperbaharui.


Namun demikian, panduan dalam bentuk cetak yang tersedia adalah dari
tahun 2011. Tidak ada panduan cetak yang memasukkan perubahan
yang terjadi sejak panduan itu dicetak. Pelatihan pekerja sosial dibatasi
hanya selama 3 hari kursus. Kursus ini terutama terdiri dari presentasi
topik-topik umum dengan hanya 6 jam yang dipersembahkan untuk
menjelaskan panduan itu. Tidak ada studi kasus, tidak ada permainan
peran. Pendek kata, pelatihan dan arus informasi antara Direktorat
Kesejahteraan Anak di Kemensos dan pekerja sosial yang melaksanakan
program dan LKSA tidak diatur secara efektif. Supervisi dibatasi pada
isu-isu administrasi, tapi tidak bisa mengontrol bagaimana pekerja sosial
melakukan fungsi utamanya. Pekerja sosial dan LKSA kelihatannya tidak
yakin tentang sejumlah isu-isu implementasi seperti manajemen kasus
dan pelaporan.

Revisi panduan berikutnya akan meliputi deskripsi yang jelas dari


mekanisme keluhan PKSA (lihat bab 4.2.6).

Pada saat yang sama, Direktorat Kesejahteraan Anak tidak menyadari


adanya kesenjangan antara maksud PKSA seperti yang disebutkan dalam
panduan dengan realitas yang ada di lapangan. Ini telah terlihat oleh
berbagai laporan yang dipertegas oleh hasil konsultasi ini. Kesenjangan
ini kelihatannya sebagian disebabkan oleh jarak antara Direktorat
Kesejahteraan Anak dan pelaksana dan oleh kurangnya proses monitoring
dan supervisi yang sistematis.

Untuk memperbaiki situasi ini, versi terbaru dari panduan PKSA harus
dicetak dan seluruh pemangku kepentingan harus dilatih kembali
menggunakan pendekatan didaktik yang tepat. Ini harus diikuti oleh
proses monitoring dan supervisi yang sistematis. Konsentrasi intervensi
PKSA pada sejumlah kecil kabupaten (lihat bab 5.1.1) akan sangat
membantu mengontrol secara efektif dan memberlakukan panduan dan
memastikan bahwa panduan tersebut dipahami dan diimplementasikan.

62
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1.7 Mendasarkan Penetapan Target dan Verifikasi Bukti


Penetapan target dan verifikasi adalah titik terlemah dari PKSA (lihat bab
4.2.2). Untuk memperbaiki situasi ini, tanggung jawab untuk menetapkan
target harus dialihkan dari LKSA ke Dinas Sosial dan pekerja sosial. Agar
Dinas Sosial dan pekerja sosial bisa melakukan penetapan target yang
efektif, PKSA harus memastikan bahwa pekerja sosial mendapatkan
akses ke sejumlah data yang ada tentang isu-isu kemiskinan dan sosial
seperti bank data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS meskipun
data PPLS sudah terbelakang dan tidak spesifik terkait dengan isu-isu
perlindungan anak) dan data tentang struktur pemerintah daerah (seperti
Bappeda, Dinas Sosial) yang dikumpulkan dengan cara yang berbeda.
PKSA harus terlibat dalam program
pilot TNP2K dan Bappenas untuk
meningkatkan data-base terpadu (UDB)
nasional dengan memperkenalkan
sistem rujukan terpadu atau Sistem
Rujukan Terpadu (IRS), yang
memberikan solusi teknologi untuk
menghilangkan fragmentasi dari
program perlindungan sosial dan untuk
meningkatkan koordinasi dan integrasi
layanan perlindungan sosial di tingkat
nasional dan lokal. Manajemen PKSA
harus memastikan bahwa UDB yang
sudah ditingkatkan meliputi seluruh
data tentang isu-isu perlindungan anak
yang diperlukan untuk penetapan target
PKSA.
Namun demikian, penetapan target
tidak hanya mengandalkan database
tapi harus menggunakan seluruh
sumber yang memiliki informasi
tentang anak dalam keadaan sulit.
Dinas Sosial dan pekerja sosial harus
tetap menjaga hubungan dengan polisi,
klinik dan rumah sakit, telepon bantuan
(help-lines), sekolah dan organisasi-
organisasi lain untuk mengidentifikasi
lebih dini ketika anak menghadapi risiko
dan berada dalam krisis.

63
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1.8 Meningkatkan Manajemen Kasus dan Monitoring

Pekerja sosial adalah perangkat utama PKSA untuk memberikan konseling


kepada pengasuh dan anak-anak, untuk menghubungkan mereka dengan
organisasi-organisasi layanan sosial dan untuk mencapai perubahan
perilaku di tingkat keluarga dan masyarakat. Mereka bertanggung jawab
untuk membuat perencanaan dengan anak dan pengasuhuntuk monitoring
dan mengontrol seluruh usaha untuk mengatasi masalah-masalah anak
dan keluarga mereka. Untuk mengatasi masalah anak, berbagai sumber
yang potensial dari kesejahteraan sosial di tingkat individu, keluarga,
institusi/organisasi, dan masyarakat harus dimobilisasi. Semuanya ini
hanya bisa direalisasikan melalui manajemen kasus yang efektif, yang
menjamin bahwa kebutuhan anak dinilai dan layanan yang diperlukan
untuk menangani masalah direncanakan dengan cara yang partisipatif,
disampaikan dan dimonitor.

Karena PKSA, berbeda dengan PKH, menekankan pada fungsi rehabilitasi


untuk anak yang menghadapi krisis, pekerja sosial harus berusaha lebih
keras untuk memastikan bahwa siklus manajemen kasus diterapkan di
setiap kasus individu. Namun demikian, sepanjang ada kurang dari 700
pekerja sosial untuk 158.901 anak (lihat bab 5.1.5), hanya sedikit sekali
anak yang bisa dinilai dengan manajemen kasus yang tepat.

Agar manajemen kasus bisa secara efektif diimplementasikan, PKSA


perlu memastikan tersedianya kapasitas yang diperlukan (terkait dengan
kuantitas dan kualitas):

• Membuat panduan manajemen kasus yang spesifik, praktis dan


lengkap dengan protokol yang memandu proses penilaian,
perencanaan dan penyampaian layanan, sistem rujukan,
kunjungan rumah dan konseling keluarga. Panduan juga
harus mencakup prosedur untuk memonitor kemajuan anak dan
keluarganya.

• Persiapkan seluruh pekerja sosial untuk menjadi manajer kasus


melalui pelatihan dan pembinaan yang efektif meliputi:

- Melatih staf LKSA dalam manajemen kasus

- Merancang sebuah sistem untuk memonitor dan mengawasi


praktek manajemen kasus pekerja sosial dan staf PKSA.

- Meningkatkan jumlah pekerja sosial sebagaimana


direkomendasikan dalam bab 5.1.5.

64
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.1.9 Mengimplementasikan Sebuah Jalan Keluar yang Jelas dan Realistis


dan Strategi Tindak Lanjut

Sampai saat ini anak-anak keluar dari program karena mereka telah
melewati batas usia atau karena mereka pindah keluar dari wilayah LKSA
atau karena mereka tidak mematuhi persyaratan. Banyak anak yang
dihapus dalam program karena pemotongan anggaran PKSA.

Pemberhentian sebagai akibat dari pemotongan anggaran berarti bahwa


anak yang berisiko atau anak dalam situasi krisis telah ditinggalkan. Ini
memperlihatkan betapa tidak andalnya layanan perlindungan anak PKSA
itu. Jika tidak ada cara lain untuk melindungi anggaran PKSA, konsekuensi
logisnya adalah bahwa PKSA dengan cara tertentu dimasukkan di bawah
payung PKH, sebuah program yang tidak pernah meninggalkan penerima
manfaatnya karena pemotongan anggaran dan bahkan terus berkembang.

Kelulusan berarti situasi anak dan/atau situasi keluarga sudah stabil dengan
cara yang berkelanjutan dan sampai taraf tertentu tidak lagi memerlukan
intervensi perlindungan sosial. Dengan mempertimbangkan bahwa
kebanyakan anak dan keluarga mereka adalah orang termiskin dari yang
miskin dan paling rentan (jika ditargetkan dengan benar), pengurangan
yang signifikan dan berkelanjutan dari risiko atau krisis yang mengarah
pada pengesahan anak mayoritas tidak akan terjadi. Kebanyakan anak
dan keluarga mereka akan mengalami perubahan sebagai akibat dari
intervensi PKSA, tapi akan gagal lagi jika bantuan dihentikan. Evaluasi
kelihatannya mengindikasikan bahwa PKH menghadapi masalah kelulusan
yang sama. Banyak rumah tangga bermasalah yang tidak selesai. PKSA
harus menerima bahwa kebanyakan anak yang ditargetkan secara tepat
(yang paling membutuhkan) tidak selesai dan harus didukung sampai
mereka mencapai batas usia.

Sayangnya mencapai batas usia (5 tahun untuk anak balita terlantar dan
18 tahun untuk anak-anak) tidak selalu memperlihatkan bahwa risiko
atau krisis yang dihadapi oleh anak tersebut telah teratasi. Atas alasan
ini, PKSA memerlukan sebuah strategi lanjutan yang sistematis. Sebuah
strategi lanjutan terdiri dari sebuah “exit package”, sebuah komponen
monitoring dan komponen respons cepat yang beraksi ketika hasil
monitoring mengindikasikan sebuah krisis. Ketiga komponen itu perlu
dijabarkan dengan jelas dalam panduan PKSA.

65
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

“Exit package” bertujuan untuk memberikan mereka yang keluar dari


program dengan sumber daya dan/atau akses pada layanan yang mereka
butuhkan agar tidak jatuh kembali ke dalam risiko atau situasi krisis yang
mereka alami sebelum masuk dalam program. Tergantung dari situasi
khusus anak, ini bisa dalam bentuk akses bagi beasiswa untuk pendidikan
selanjutnya, magang atau kesempatan yang terkait dengan pekerjaan,
akses pada program sosial lain atau hibah untuk memulai sebuah aktivitas
yang bisa menghasilkan. Agar bisa memberikan layanan semacam itu,
pekerja sosial memerlukan panduan, pelatihan, dan informasi dan perlu
membuat jejaring dengan kantor-kantor pemerintah daerah, LSM dan
sektor swasta. Pekerja-pekerja sosial dari provinsi yang sama memiliki
jejaring mereka sendiri dan berbicara dengan bahasa setempat tidak akan
lebih mudah untuk memberikan exit package yang tepat dibandingkan
dengan pekerja sosial yang direkrut dari wilayah lain.

Monitoring yang dikombinasikan dengan konseling harus dilakukan


melalui pertemuan bulanan yang reguler dengan anak yang keluar,
ditambah dengan diskusi kelompok dengan anak yang keluar untuk
berbagi pengalaman. Hasil dari monitoring itu harus didokumentasikan
secara sistematis. Kasus-kasus bisa ditutup begitu situasi anak sudah
stabil atau begitu organisasi atau program lain telah mengambil alih
tanggung jawab atas anak itu.

Sekiranya monitoring menemukan bahwa anak kembali mengalami


krisis yang serius, pekerja sosial harus dipersiapkan untuk mengambil
intervensi respons cepat yang bisa dimulai dari bantuan medis (jika itu
masalah kesehatan) sampai rumah aman dalam hal kasus seksual dan
perlakuan salah lainnya. Agar bisa merespons dengan baik, pekerja sosial
harus kembali dilatih, diberi tahu dan dimantapkan di masyarakat dimana
ia bekerja.

66
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.2 Reformasi Institusi – Mendefinisikan Kembali Peranan dan Program


Bilamana seluruh rekomendasi yang diberikan di atas diimplementasikan,
efektivitas, kinerja dan efisiensi biaya PKSA akan meningkat. Tetapi PKSA masih
mencakup hanya sejumlah kecil anak yang membutuhkan perlindungan sosial
khusus sementara mayoritas anak yang membutuhkan tetap tidak terjangkau.
Agar sepenuhnya efektif dan relevan, PKSA harus memutus sejumlah rantai
yang membatasi efektivitasnya. Reformasi kelembagaan utama yang diperlukan
adalah:

• Desentralisasi yang konsisten – struktur pemerintah daerah harus diberdayakan


untuk mengelola sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial yang
terintegrasi yang meliputi kesejahteraan dan perlindungan anak.

• Dinas Sosial tingkat kabupaten/kota yang kuat harus diberdayakan untuk


mengimplementasikan konsep PKSA, yang mengintegrasikan bantuan tunai,
pekerja sosial, dan akses pada layanan sosial. Dinas Sosial Kabupaten/Kota
harus menjadi pusat yang mengoordinasikan dan menghubungkan
seluruh aktivitas kesejahteraan dan perlindungan anak, menyimpan database,
mengoordinasikan LKSA dan mempekerjakan dan mengawasi para pekerja
sosial.

• Kerjasama/integrasi yang erat dengan PKH, untuk memastikan bahwa


kemiskinan keluarga (pendorong utama kerentanan anak) dikurangi di seluruh
keluarga sangat miskin yang memiliki isu-isu perlindungan anak. Keluarga
ini juga harus secara otomatis mendapatkan akses pada raskin, BSM, dan
JKN. Begitu kemiskinan keluarga sudah bisa dikurangi, uang bantuan dari
PKSA akan dapat memenuhi kebutuhan anak.

• Dalam konsep ini, peranan Kementerian Sosial adalah untuk memastikan


bahwa seluruh kebijakan sektor dan anggaran bersifat sensitif anak, untuk
meningkatkan dasar hukum bagi kesejahteraan dan perlindungan anak, untuk
mengimplementasikan penelitian terapan pada isu-isu perlindungan anak,
untuk memberikan pelatihan dan panduan dan untuk memperkuat struktur
pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan
perlindungan anak.

67
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

5.3 Mendasarkan Reformasi Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Anak Pada


Bukti
Hal ini adalah tentang menantang sejumlah asumsi yang mendasari sistem
kesejahteraan di Indonesia seperti kecenderungan untuk mengaitkan bantuan
dengan persyaratan, prevalensi penetapan target berdasarkan kriteria versus
penetapan target berbasis keluarga yang inklusif dan kecenderungan untuk
menyentralisasikan program-program perlindungan sosial, yang mungkin bisa
diimplementasikan secara lebih efektif oleh pemerintah daerah.
Bagian Pendidikan dan Penelitian di Kementerian Sosial memiliki mandat dan
sumber daya untuk menantang prinsip dan prosedur pemberian layanan yang ada
sekarang, untuk menguji pendekatan-pendekatan baru dan untuk menghasilkan
bukti empiris yang mungkin bisa meningkatkan sistem kesejahteraan dan
perlindungan sosial di Indonesia. Implementasi dari limaprogram pilot berbasis
wilayah yang akan menguji pendekatan yang terintegrasi pada kesejahteraan dan
perlindungan anak berbasis keluarga di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi
merupakan sebuah contoh bagaimana Direktorat Kesejahteraan Anak menguji
pendekatan-pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan pemberian
layanan kesejahteraan (lihat bab 2.3).
Membandingkan sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial yang ada di
Indonesia saat ini dengan pengalaman internasional, penulis melihat adanya
sejumlah prinsip dan asumsi yang hanya ada dalam sistem di Indonesia, tapi
kelihatannya tidak didasarkan pada bukti empiris. Penelitian terapan untuk menguji
beberapa asumsi yang mendasari sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial di
Indonesia secara umum dan PKSA secara khusus bisa menghasilkan pemahaman
yang bisa dipakai untuk meningkatkan sistem itu lebih lanjut. Beberapa dari
asumsi tersebut yang berbeda dengan pengalaman internasional adalah:
• Program bantuan tunai bersyarat dianggap lebih unggul daripada program
tidak bersyarat.
• Banyak program berbasis kategori yang masing-masing hanya menargetkan
satu kategori kelompok rentan (contohnya anak, orang lanjut usia dan
penyandang disabilitas) lebih disukai dibanding program inklusif dimana
keluarga yang membutuhkan perlindungan sosial ditargetkan. Struktur
pemerintah daerah tidak mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan
sosial yang efektif.
• Implementasi dari lebih dari seratus program sosial yang tumpang tindih
dan terduplikasi merupakan cara yang efektif dan efisien dalam memberikan
perlindungan sosial.
• Rendahnya cakupan ditambah dengan rendahnya tingkat bantuan tunai bisa
memiliki dampak yang signifikan terkait dengan pengurangan kemiskinan.

68
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

Bantuan Tunai Bersyarat Versus Tidak Bersyarat

Perancang dan perencana program bantuan tunai bersyarat berasumsi bahwa


hasil yang dicapai oleh persyaratan lebih penting daripada biaya penerapan
persyaratan, monitoring kepatuhan dan pemberian sanksi ketidakpatuhan.
Namun demikian, sejumlah kajian empiris di berbagai negara (misalnya, di Afrika
Selatan) menunjukkan bahwa bantuan tunai tanpa syarat mencapai hasil yang
sama dibandingkan dengan bantuan tunai bersyarat.

Secara umum, kebanyakan program Amerika Latin yang didukung oleh Bank Dunia
dan Inter-American Development Bank memberlakukan persyaratan sementara
negara-negara di Eropa, Amerika Utara, dan Afrika tidak begitu. Salah satu alasan
yang diberikan untuk menerapkan syarat di Amerika Latin adalah bahwa bantuan
tunai bersyarat lebih mudah dijual kepada pembayar pajak daripada bantuan tunai
tanpa syarat. Ini sepertinya menunjukkan bahwa persepsi pro dan kontra tentang
persyaratan mungkin memiliki dimensi budaya dan politis dan bisa dianggap
berbeda dalam budaya yang berbeda. Hasil-hasil penelitian empiris tentang isu ini
sangat jarang.

Evaluasi berdasarkan penelitian kualitatif menunjukkan bahwa bantuan tunai


bersyarat di Indonesia memiliki hasil positif terkait dengan kesehatan dan
pendidikan menyangkut perilaku penerima manfaat. Kita bisa berasumsi bahwa
dampak terkait dengan pengembangan manusia adalah positif. Apa yang tidak
ketahui adalah sejauh mana hasil positif itu disebabkan oleh uang tunai dan sejauh
mana ini disebabkan oleh persyaratan. Bisa saja bahwa Indonesia sama seperti
banyak negara lain dimana bantuan tunai tanpa syarat memiliki hasil yang sama
atau hanya sedikit perbedaan dibandingkan dengan bantuan tunai bersyarat. Untuk
mengidentifikasi apakah bantuan bersyarat memiliki hasil berbeda dibandingkan
dengan bantuan tanpa syarat, diperlukan sebuah sampel survei kuantitatif acak
yang dapat membandingkan hasil dari keluarga bantuan bersyarat dengan dengan
kelompok kontrol dari keluarga tanpa syarat.
Kajian ini merekomendasikan bahwa Kementerian Sosial membentuk sebuah
kajian ilmiah yang membandingkan hasil dari bantuan bersyarat dengan bantuan
tanpa syarat di Indonesia. Jika hasil positif dari pemberlakuan syarat ternyata
tidak signifikan, ini akan memiliki implikasi besar. Tanpa persyaratan PKH dan
PKSA akan lebih efisien, membebaskan pekerja sosial dari beban monitoring
persyaratan dan akan lebih tidak paternalistik tanpa melakukan kompromi atas

69
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

tujuan pengembangan sumber daya memiliki anak atau perempuan hamil)


manusia. Penerima manfaat bisa dan selanjutnya mempertimbangkan
diselamatkan dari rasa penghinaan yang pengalihan PKH menjadi sebuah
mereka rasakan pada saat mereka harus program perlindungan sosial yang
membuktikan kepatuhan. PKH dan PKSA inklusif dan sepenuhnya sejalan dengan
bisa berkembang menjadi program yang kewajiban HAM pemerintah. Namun
memenuhi kewajiban hak asasi manusia tidak disarankan untuk memulai program
pemerintah dengan memberikan tambahan yang menargetkan rumah
perlindungan sosial tanpa ada embel- tangga yang saat ini tidak dimasukkan
embel dan persyaratan. dalam PKH, yang akan meningkatkan
fragmentasi program bantuan sosial
Perlindungan Sosial Berkategori versus
yang sudah ada. Rekomendasi ini hanya
Inklusif
untuk membuka PKH.
PKH, sebagai program bantuan tunai
Tanggung Jawab Pemerintah Pusat
utama di Indonesia, tidak menargetkan
versus Pemerintah Daerah Atas
seluruh rumah tangga miskin tapi hanya
Perlindungan Sosial
mereka yang memiliki anak dan/atau
perempuan hamil. Rumah tangga yang Pengalaman internasional menunjukkan
benar-benar miskin yang tidak punya bahwa kesejahteraan sosial dan
anak tidak dimasukkan. Di antara rumah perlindungan sosial termasuk bantuan
tangga miskin yang tidak dimasukkan sosial adalah paling efektif apabila
adalah rumah tangga yang terdiri dari ia ditempatkan di bawah tanggung
orang tuadan/atau penyandang disabilitas jawab pemerintah daerah sementara
dan/atau orang yang sakit kronis. Rumah pemerintah pusat punya tanggung
tangga ini bahkan lebih rentan dari rumah jawab untuk mengeluarkan undang-
tangga daripada rumah tangga miskin undang dan regulasi guna memastikan
yang memiliki anak, yang kebanyakan standar minimum pelayanan. Pemerintah
dari mereka memiliki orang dewasa yang pusat juga harus memastikan bahwa
sehat dalam usia kerja. Dengan tidak pemerintah daerah menerima dana yang
memasukkan rumah tangga yang tidak dibutuhkan untuk mengimplementasikan
punya anak atau perempuan hamil, PKH layanan kesejahteraan dan perlindungan
secara sistematis tidak memasukkan sosial yang efektif.
banyak orang termiskin dari yang miskin.
Undang-undang nasional tentang
Negara-negara Amerika Latin pada Desentralisasi dan Undang-undang
awalnya memiliki fokus yang sama pada tentang Kesejahteraan Sosial mengatur
rumah tangga miskin yang memiliki anak, wewenang pemerintah daerah dalam hal
tapi sejak itu sudah mulai memasukkan kesejahteraan sosial. Undang-undang
seluruh rumah tangga yang sangat tersebut menyebutkan pemerintah
miskin dalam program bantuan tunai daerah punya wewenang untuk
mereka. Kajian ini merekomendasikan mengembangkan program-program
agar Kementerian Sosial menganalisa kesejahteraan sosial dan anggaran yang
implikasi biaya dari membuat PKH bisa sejalan dengan kebutuhan, isu-isu, dan
diakses oleh seluruh rumah tangga kapasitas lokal.
sangat miskin (tidak hanya mereka yang

70
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

Agar menjadi efektif, badan-badan kesejahteraan sosial pemerintah daerah


memerlukan sumber daya yang berkualifikasi dan anggaran yang sesuai dengan
tugas mereka. Bilamana struktur kesejahteraan dan perlindungan sosial pemerintah
daerah lemah, ini seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk membentuk
program perlindungan sosial pemerintah pusat yang mengabaikan pemerintah
daerah dan menduplikasi struktur pemerintah daerah. Alih-alih, aksi pasti harus
dilakukan untuk memperkuat struktur kesejahteraan pemerintah daerah. Cara
yang paling efektif untuk memperkuat struktur pemerintah daerah adalah dengan
memberikan mereka tanggung jawab dan sumber untuk melaksanakan program-
program perlindungan sosial.
Kebijakan Perlindungan Sosial yang Dirancang dengan Baik Versus Fragmentasi
Bantuan sosial di Indonesia seperti sebuah selimut yang terdiri dari perca-perca
program yang tumpang tindih dan terduplikasi sementara pada saat yang sama
meninggalkan banyak sekali lubang. Beberapa dokumen menyebutkan bahwa
jumlah program bantuan sosial mencapai 250 buah. Beberapa rumah tangga
mendapat manfaat dari lebih dari lima program kesejahteraan sosial. Banyak dari
rumah tangga yang sangat miskin tetap tidak tersentuh.
Dalam hal anak berisiko dan anak dalam situasi krisis (kelompok target PKSA)
ada ribuan panti yang tidak terkontrol, kebanyakan lebih banyak keburukan
daripada kebaikannya. Ada program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak dan program dari pemerintah daerah yang tumpang tindih
dengan PKSA. Tidak ada yang tahu berapa banyak anak yang membutuhkan yang
tercakup dalam satu program atau lebih. Mayoritas kelihatannya tidak terjangkau.
Tidak ada pengawasan, komunikasi, koordinasi, dan kerja sama yang efektif.
Penelitian ini, seperti kajian-kajian lain yang sudah dilakukan sebelumnya,
merekomendasikan bahwa Pemerintah Indonesia merancang ulang kebijakan

71
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI

dan program perlindungan sosialnya. Masterplan (rencana induk) Percepatan


Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) belum menghasilkan konsolidasi
bantuan sosial yang sistematis. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah:
(1) analisis kebutuhan perlindungan sosial yang komprehensif, (2) identifikasi
kelompok populasi yang membutuhkan yang terjangkau oleh program untuk
mengidentifikasi duplikasi dan kesenjangan perlindungan sosial, (3) memutuskan
kombinasi program yang mana yang akan menutupi kesenjangan perlindungan
sosial dan program mana yang perlu dihapus. Reformasi itu harus ditujukan
untuk meningkatkan efektivitas dengan menargetkan secara sistematis seluruh
rumah tangga dan orang-orang yang membutuhkan perlindungan sosial dan
untuk meningkatkan efisiensi dengan menghapuskan fragmentasi dan duplikasi.
Pengurangan subsidi BBM adalah sebuah langkah besarmenuju arah yang benar.

Bisakah cakupan yang rendah dari program bantuan tunai yang dikombinasikan
dengan rendahnya tingkat bantuan tunai mengurangi kemiskinan?
PKH adalah program bantuan tunai utama di Indonesia. Program ini mencakup
hanya sekitar 50 persen dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Ini sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa program ini tidak memasukkan
seluruh keluarga yang tidak memiliki anak atau perempuan hamil. Program ini
memberikan setiap tahunnya uang rata-rata sebesar Rp. 1.750.000 kepada
keluarga miskin. Beberapa keluarga hanya mendapatkan Rp. 1 juta per tahun.
Dengan keluarga rata-rata sebesar lima orang, bantuan tahunan per orang adalah
sebesar Rp. 350.000 atau Rp. 29.000 per bulan atau Rp. 958 per hari.
Dibandingkan dengan rata-rata garis kemiskinan sebesar Rp. 302.735 per kapita
per bulan, bantuan bulanan PKH sebesar Rp. 29.000 adalah kurang dari 10 persen
garis kemiskinan. Untuk keluarga yang menerima Rp. 1 juta per tahun, bantuan
bulanan per orang adalah sebesar Rp. 17.700. Ini sama dengan Rp. 556 per hari
(US$0.05) atau 6 persen dari garis kemiskinan. Bagaimana bantuan sebesar Rp.
556 per hari per orang bisa memberikan harapan bagi keluarga miskin?
Perpaduan antara cakupan yang rendah dengan volume bantuan yang sangat
rendah membuat PKH dan program bantuan tunai Kementerian Sosial lainnya
tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan
kerentanan yang disebabkan oleh kemiskinan yang ekstrem.

72
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
REFERENSI

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI (2011), Building a social protection


system for children in Indonesia. An assessment on the implementation of the Ministry
of Social Affair’s social assistance program PKSA and its contribution to the child
protection system. Jakarta

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI 2014), Integrated referral system for


social protection in Indonesia. Jakarta

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI& Unicef (2012), Laporan gabungan


pemetaan sistem perlindungan anak di 6 provinsi di Indonesia: Aceh, Jawa Timur, jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jakarta.

BPS Indonesia (2011): National socio-economic survey (Susenas) 2010. Jakarta

de Janvry, Alain, Sadoulet, Elisabeth, and Vakis, Renos 2008, Protecting vulnerable
children from uninsured risks:adapting conditional cash transfer programs to provide
broader safety nets. Journal of Well-Being and Social Policy, 6(1), pp 161-183.

Griffith University (2014a) Developing child protection and social work in Indonesia.
Area-based pilot projects design proposal. Meadowbrook

Griffith University (2014b) Developing child protection and social work in Indonesia.
Report on stage 2 Technical Assistance. Meadowbrook

Kementrian Kesehatan RI (2010), Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta.

Kementarian PPN/Bappenas (2014), Integrated social assistance. Power-point


presentation. Jakarta

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-Badan Pusat Statistik


(2012), Profil anak Indonesia 2012. KPPA & BPS. Jakarta

Lahiri, Antara (2013), Understanding the Indonesian Child Social Welfare Program. Exit
strategies and way forward. Jakarta

Levinger, Beryl and Jean McLeod (2002), Hello, I Must Be Going: Ensuring Quality
Services and Sustainable Benefits through Well-Designed Exit Strategies. Newton,
Massachusetts

Kementerian Sosial Republik Indonesia, Save the Children, UNICEF (2007), Someone
that matters: the quality of care in childcare institutions in Indonesia. Save the Children
UK, the Ministry of Social Affairs & UNICEF. Jakarta

73
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
REFERENSI

Martin, Florence (2013), Changing the paradigm: Save the Children’s work to strengthen
the child protection system in Indonesia 2005-2012. Save the Children Indonesia
Country Office. Jakarta.

Ministry of Social Affairs (2010), Decree of the Minister of Social Affairs of the Republik
of Indonesia No: 15 A/HUK/2010 and General Guidelines Child Welfare Program (PKSA).
Jakarta

Patton, Michael Quinn (2002), Qualitative research & evaluation methods. (3rd ed.).
Sage Publication. London

PUSKAPA UI (2014), Understanding vulnerability. A study on situatons that affect


family separation and the lives of children in and out of family care. Jakarta

Ramdahani, Doni (2014), Rumitnya urus administrasi kependudukan di Coblong.


Published in Metro Bandung, October 3, 2014. www.inilahkoran.com

Riskesdas (2013), Riset Kesehatan Dasar (Basic Health Research), Jakarta

Rook, John (2014a), Family-based social assistance in Indonesia: Origins and evolution.
Jakarta

Rook, John (2014b), Family-based social assistance in Indonesia: Present day provision.
Jakarta

Sanfilippo, Marco, de Neubourg, Chris and Martorano, Bruno (2012), The Impact of
Social Protection on Children: A review of the literature. Working Paper 2012-06.
UNICEF Office of Research. Florence, Italy

TNP2K (2013), Program Keluarga Harapan (PKH): Indonesian conditional cash transfer
program. Research Brief 42. Jakarta

UNICEF Indonesia (2012), Child protection. Issue brief. Jakarta

UNICEF Indonesia (2013), Mapping child protection systems. A consolidated report of


findings in six target provinces in Indonesia. Jakarta

World Bank (2011) Program Keluarge Harapan. Main Findings from the Impact Evaluation
of Indonesia’s Pilot Household Conditional Cash Transfer Program. Jakarta

World Bank (2012a), PKH conditional cash transfer. Jakarta

Word Bank (2012b), JSLU, JSPACA, PKSA. Cash transfers for at-risk youth, the
disabled and vulnerable elderly. Jakarta

74
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)

Anda mungkin juga menyukai