Anda di halaman 1dari 3

Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap

negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini akan
menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Percepatan tersebut, mulai
dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian disuatu negara bahkan sampai
melakukan kerjasama internasional dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi
positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu
faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi,
faktor budaya dan faktor daya modal.
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) / AEC (Asean Economic Community) adalah proyek yang
telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian di kawasan ASEAN dan membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang
kuat. Dengan diberlakukannya MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan mengalami
aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara.
Tujuan dibuatnya Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian
dikawasan ASEAN, dengan dibentuknya kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu
mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
Negara-negara yang akan ikut serta dalam proyek MEA ini antara lain adalah Brunei, Filipina ,
Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam. MEA adalah
pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan
pembangunan ekonomi yang adil, dan kawasan yang termasuk ke dalam ekonomi global.
Dampak adanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa,
serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak arus bebas barang bagi
negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus
tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal.
Dari gambaran dan dampak MEA di atas sebenarnya ada peluang dari adanya MEA yang bisa
diraih Indonesia. Dengan adanya MEA diharapkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Salah satunya pemasaran barang dan jasa dari Indonesia dapat memperluas jangkauan ke negara
ASEAN lainnya. Indonesia juga memiliki kesempatan lebih besar untuk memasuki pasar yang
lebih luas. Ekspor dan impor juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.
Dilihat dari beberapa aspek, Indonesia dianggap belum siap dalam menghadapi era MEA. Aspek
utama yang menjadi alasan mengapa Indonesia belum siap menghadapi era MEA adalah SDM
(Sumber Daya Manusia). Ini dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manusia di Indonesia yang
memiliki potensi untuk bersaing dengan Sumber Daya Manusia dari Negara-negara ASEAN
lainnya. Namun hal ini bukanlah menjadi penghabat Indonesia untuk menghadapi era MEA.
Sudah seharusnya pemerintah mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu
caranya dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan yang ada di
Indonesia. Serta meningkatkan sarana dan prasarana dalam rangka menghadapi era MEA.
Di suatu sisi Indonesia cukup berpotensi untuk menhadapi era MEA. Alasanya adalah Indonesia
merupakan Negara Kepulauan yang memiliki banyak potensi alam di dalamnya. Jadi pada
dasarnya faktor utama yang mendukung Indonesia untuk menghadapi era MEA ini adalah
Sumber Daya Alam (SDM) yang melimpah. Faktor ini harus didukung oleh pengelolaan yang
baik dan bertanggung jawab.
Di lihat dari segi kebudayaan dan kaitannya dengan era MEA, Indonesia dihadapkan pada
tantangan yang cukup serius. Karena pada era MEA seluruh Negara-negara ASEAN akan bebas
keluar masuk Indonesia, dan tidak bisa dipungkiri hal itu akan berpengaruh pada kebudayaan
Indonesia. Dan sudah menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia untuk menjaga dan tetap
melestarikan keaslian budaya Indonesia, mengapa demikian. Dikarenakan budaya adalah salah
satu faktor penting suatu bangsa, budaya adalah identitas suatu bangsa agar dapat dikenal oleh
bangsa lain. Dan oleh karena itulah sudah sepantasnya bagi seluruh rakyat Indonesia terus
berkontribusi dalam kelestarian budaya Indonesia dalam menghadapi era MEA, dengan tetap
memfilter budaya-budaya dari luar secara bijak dan tetap berpedoman pada Pancasila dan budaya
Indonesia sendiri. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan
budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya
bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi
pada era MEA.
Bahasa Indonesia adalah salah satu identitas penting bagi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
juga merupakan tonggak penting eksistensi bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia pula lah yang
mempersatukan beragam etnis dengan berbagai bahasa di Indonesia. Dan pada era MEA dimana
Negara-negara anggota ASEAN akan melakukan sistem pasar bebas yang artinya Bahasa
internasional akan diterapkan untuk komunikasi antar bangsa lain. Dan sudah kita ketahui bahasa
Internasional yang digunakan adalah bahasa Inggris. Hal ini membutuhkan perhatian khusus bagi
bangsa dalam menghadapinya. Karena bisa jadi bahasa Indonesia akan terancam eksistensinya,
karena era MEA.

Menjaga eksistensi bahasa Indonesia di era MEA sudah menjadi tanggung jawab bersama bagi
bangsa Indonesia. Jika pada era MEA nanti kita diharapkan dapat menguasai bahasa Inggris dan
dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Namun yang harus kita ketahui
bahwa bahasa Indonesia tetaplah identitas kita bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga
keasliannya. Karena sebagian besar bangsa anggota ASEAN masih meruapakan rupun bahasa
Melayu, tidak menutup kemungkinan pula jika nantinya bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi antar bangsa-bangsa di era MEA.
Akademisi Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Simon Sabon mengatakan Bahasa
Indonesia layak menjadi bahasa penutur di kawasan regional ASEAN. Sebab, lebih banyak
penggunanya.
Selain karena jumlah penuturnya lebih mendominasi daerah-daerah di kawasan tersebut, Bahasa
Indonesia sangat mudah dipelajari dan dimengerti dibanding bahasa lainnya seperti Bahasa
Melayu.
"Jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah mencapai 200 juta lebih jiwa dan jumlah itulah yang
menjadi penutur Bahasa Indonesia itu. Maka layak menjadi bahasa pengahantar di ASEAN,"
katanya, Senin (25/1).
Dia mengatakan hal itu menjawab peluang Bahasa Indonesia dan Melayu direstui menjadi
bahasa resmi ASEAN dan telah diusulkan dalam pertemuan parlamen negara-negara di kawasan
itu. Menurut ahli bahasa Indonesia itu, dari aspek regulasi khusus yang berlaku dan dianut
negara-negara di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sebuah bahasa bisa dijadikan sebagai
bahasa penutur dan penghantar di sebuah kawasan, jika jumlah penuturnya sudah melampaui 200
juta penutur.
"Artinya jika jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 200 juta lebih maka sebanyak itu
jumlah penuturnya. Dengan demikian secara aturan sudah layak menjadi bahasa ASEAN,"
katanya.
Sementara jumlah penutur Bahasa Melayu, kata dia, sangatlah sedikit jika dibanding dengan
penutur dan pengguna Bahasa Indonesia. Dari aspek lingusitik juga, kata Simon Sabon,
mempelajari Bahasa Indonesia jauh lebih mudah, karena memiliki kodifikasi yang lebih mudah.
Hal itu sangat berbeda dengan sistem dan kodifikasi Bahasa Melayu yang jauh lebih rumit dan
sulit.
"Bahasa Melayu sangat sulit dipelajari. Kodifikasinya sangat rumit dan sangat kurang jelas,"
katanya.
Karenanya dia mendorong pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk terus menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa penghantar di negeri sendiri. Bahasa Indonesia kata dia, harus
dijadikan sebagai bahasa pemersatu dan jatidiri bangsa.
Meskipun secara faktual, nilai dan semangat pemanfaatan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
saat ini mulai kendur dan berpaling dari frame sebenarnya. Hal itu karena melemahnya semangat
dan pengetahuan berbahasa seluruh anak bangsa ini.Indonesia mengusulkan Bahasa Indonesia
bisa digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN, disamping juga Bahasa Inggris yang telah menjadi
bahasa komunikasi. Meskipun belum semua parlemen negara anggota ASEAN menyetujui,
usulan tersebut akan terus diperjuangkan. Hal itu karena Bahasa Indonesia digunakan oleh
banyak orang yang merupakan penduduk di negara ASEAN.
Selain Indonesia, di Malaysia separuh penduduknya juga menggunakan Bahasa Melayu (akar
Bahasa Indonesia). Sementara Filipina juga ada kurang lebih lima persen penduduknya di Moro
dan sekitarnya yang mengunakan Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai