Transformator adalah suatu alat yang digunakkan untuk menaikkan dan menurunkan
tegangan dari rangkaian listrik satu ke rangkaian listrik yang lainnya dengan frekuensi dan
daya yang sama dari input maupun outputnya. Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah
sebagai berikut, arus bolak balik (AC) yang mengalir pada kumparan primer yang
menyebabkan timbulnya medan magnet untuk melakukan induksi, induksi yang dihasilkan
oleh kumparan primer diperkuat oleh inti besi lalu dialirkan ke kumparan sekunder dan akan
timbul gaya geral listrik (GGL) pada ujung – ujung kumparan sekunder. Transformator
mempunyai bagian utama yaitu kumparan primer, kumparan sekunder serta inti besi. Salah
satu jenis transformator ialah transformator step up dan step down. Tujuan praktikum ini
untuk percobaan pengukuran transformator beban nol, menentukan tegangan primer sebagai
fungsi arus magnetisasi pada transformator menentukan perbandingan transformasi sebuah
transformator Percobaan kedua yaitu tentang autotransformator berbeban dengan tujuan
untuk memeriksa trafo dengan kumparan terpisah yang digunakan sebagai trafo hemat
dengan menyusun kumparan primer dan sekunder, menghitung daya trafo hemat dan
membebani trafo hemat dengan beban nominal. Selanjutnya peralatan yang digunakan
antara lain: kabel, tangmeter, regulator, multitester dan tentunya transformator. Kemudian
variabel dalam praktikum ini yaitu: variabel kontrol untuk praktikum beban nol dan beban
turun adalah besar tegangan primer (V1) sedangkan untuk praktikum auto transformator
ialah besar tegangan primer (V1) dan besar arus eksitasi (I). Variabel respon untuk semua
jenis praktikum ialah tegangan sekunder (V2) dan arus primer (I1). Variabel manipulasi di
dalam praktikum ini adalah pengaturan regulator. Dari semua percobaan di praktikum ini,
dapat dibuktikan bahwa tegangan dan arus primer akan berbanding lurus dengan tegangan
dan arus sekunder. Dalam pembahasan data hasil praktikum menggunakan rumus
diantaranya adalah rumus P = V x I x cos θ, Dari praktikum transformator beban nol untuk
V1 = 100 V didapatkan V2 = 28,6 V; dan I1 = 0,84 A; I2 = 2,937 A; 𝑎 = 3,497; Pin = 67,2; Pout =
67,2; Rprimer = 119,05; Rsekunder = 9,74. Dalam aplikasi didunia marine biasanya
digunakan untuk penerangan lampu kapal, termasuk lampu navigasi.
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Transformator atau sering disingkat dengan istilah Trafo adalah suatu alat listrik yang
dapat mengubah taraf suatu tegangan AC ke taraf yang lain. Maksud dari pengubahan taraf
tersebut diantaranya seperti menurunkan Tegangan AC dari 220VAC ke 12 VAC ataupun
menaikkan Tegangan dari 110VAC ke 220 VAC. Transformator atau Trafo ini bekerja
berdasarkan prinsip Induksi Elektromagnet dan hanya dapat bekerja pada tegangan yang
berarus bolak balik (AC).Transformator (Trafo) memegang peranan yang sangat penting
dalam pendistribusian tenaga listrik. Transformator menaikan listrik yang berasal dari
pembangkit listrik PLN hingga ratusan kilo Volt untuk di distribusikan, dan kemudian
Transformator lainnya menurunkan tegangan listrik tersebut ke tegangan yang diperlukan
oleh setiap rumah tangga maupun perkantoran yang pada umumnya menggunakan Tegangan
AC 220Volt.
Sumber : https://teknikelektronika.com
2.2 Bagian Bagian Transformator
Pada dasarnya transformator (trafo) terdiri beberapa bagian yaitu :.
a. Inti Besi
Inti besi berfungsi untuk mempermudah jalan fluks, yang ditimbulkan oleh arus listrik yang
melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang berisolasi, untuk
mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh arus pusar atau arus eddy
(eddy current).
b. Kumparan Transformator
Kumparan transformator adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk suatu
kumparan atau gulungan. Kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer dan kumparan
sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap antar kumparan dengan isolasi
padat seperti karton, pertinak dan lain-lain. Kumparan tersebut sebagai alat transformasi tegangan
dan arus.
Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer, tegangan sekunder, dan jumlah lilitan
sekunder, dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝑉𝑝 𝑁𝑝
=
𝑉𝑠 𝑁𝑠
Pada transformator besarnya tegangan yang dikeluarkan oleh kumparan sekunder adalah:
1. Berbanding lurus dengan banyaknya lilitan sekunder ( Vs ~ Ns ).
2. Berbanding lurus dengan besarnya tegangan primer ( Vs ~ Vp).
3. Berbanding terbalik dengan banyaknya lilitan primer,
𝑒 .𝑖 .𝑡 𝑞 = 𝑖 .𝑡
𝑚=
96.500
Keterangan:
m = massa zat yang dihasilkan (gram)
e = berat ekivalen = Ar/ Valensi = Mr/Valensi
i = kuat arus listrik (amper)
t = waktu (detik)
q = muatan listrik (coulomb)
Keterangan:
m = massa zat (gram)
e = beret ekivalen = Ar/Valensi = Mr/Valensi
Menurut Faraday: Jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan (diendapkan) pada elektroda
sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb) yang dialirkan melalui larutan elektrolit
tersebut. Massa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot
ekivalen zat-zat tersebut. Dari dua pernyataan diatas, disederhanakan menjadi persamaan:
𝑒 .𝑖 .𝑡
𝑚=
𝐹
Keterangan:
F = Faraday
Hubungan prinsip kerja dengan hukum faraday adalah medan magnet konstan tidak dapat
menghasilkan arus, namun perubahan medan magnet dapat menghasilkan arus listrik. Arus yang
dihasilkan disebut arus induksi. Pada saat medan magnet berubah, terjadi arus seolah-olah pada
rangkaian terdapat sumber ggl. Dengan demikian ggl induksi dihasilkan oleh medan magnet
yang berubah.
Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan sekunder lebih banyak
daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penaik tegangan. Transformator ini biasa
digunakan pada pembangkit tenaga listrik sebagai penaik tegangan yang digunakan dalam proses
transmisi listrik tegangan tinggi jarak jauh.
Trafo ini memiliki ciri :
Jumlah lilitan primer lebih sedikit daripada jumlah lilitan sekunder.
Tegangan primer lebih kecil daripada tegangan sekunder.
Kuat arus primer lebih besar daripada kuat arus sekunder.
Trafo Step-down
Transformator step-down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit daripada lilitan primer, sehingga
berfungsi sebagai penurun tegangan. Transformator jenis ini sangat mudah ditemui, terutama
dalam adaptor AC-DC.
Trafo ini memiliki ciri :
Jumlah lilitan primer lebih banyak daripada jumlah lilitan sekunder.
Tegangan primer lebih besar daripada tegangan sekunder.
Kuat arus primer lebih daripada kuat arus sekunder.
2.4.2. Auto-Transformator
Autotransformator dibagi menjadi 2, yaitu:
Autotransformator
Transformator jenis ini hanya terdiri dari satu lilitan yang berlanjut secara listrik, dengan
sadapan tengah. Dalam transformator ini, sebagian lilitan primer juga merupakan lilitan
sekunder. Fasa arus dalam lilitan sekunder selalu berlawanan dengan arus primer,
sehingga untuk tarif daya yang sama lilitan sekunder bisa dibuat dengan kawat yang lebih
tipis dibandingkan transformator biasa. Keuntungan dari autotransformator adalah ukuran
fisiknya yang kecil dan kerugian yang lebih rendah daripada jenis dua lilitan.
Gambar 2.6 Autotransformator
Sumber : https://informasicuy.blogspot.co.id
Autotranformator variabel
Autotransformator variabel adalah autotransformator biasa yang sadapan tengahnya bisa
diubah-ubah . memberikan perbandingan lilitan primer dan sekunder yang berubah-ubah.
Sumber : https://teknikelektronika.com
2.4.3. Transformator CT
Transformator ct adalah adanya titik center tap yang bersifat sebagai ground pada lilitan sekunder
trafo CT. Untuk lebih mudahnya, jika pada trafo biasa yang mempunyai spesifikasi tegangan primer
220VAC dan rasio lilitan 10:1 maka akan menghasilkan tegangan sekunder sebesar 22VAC pada kedua
ujung lilitan sekundernya.
Gambar 2.8. Transformator CT
Sumber : http://yosmedia.blogspot.co.id
Pcu = (I2)2 . R2
2. Kerugian Kopling
Kerugian yang terjadi karena kopling primer-sekunder tidak sempurna, sehingga tidak
semua fluks magnet yang diinduksikan primer memotong lilitan sekunder. Kerugian ini
dapat dikurangi dengan menggulung lilitan secara berlapis-lapis antara primer dan sekunder
Dengan adanya resistansi dari material inti maka arus pusar dapat menimbulkan
panas sehingga mempengaruhi sifat fisik material inti tersebut bahkan hingga
membuat transformer terbakar. Untuk mengurangi efek arus pusar maka
material inti harus dibuat tipis dan dilaminasi sehingga dapat disusun hingga
sesuai tebal yang diperlukan.
Rugi arus pusar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pe = Ke (f . Bmax)2
(sumber : http://staff.ui.ac.id/internal/040603019/material/transformerpaper.pdf)
b) Rugi Hysterisis
Rugi hysterisis terjadi karena respon yang lambat dari material inti. Hal ini
terjadi karena masih adanya medan magnetik residu yang bekerja pada material,
jadi saat arus eksitasi bernilai 0, fluks tidak serta merta berubah menjadi 0 namun
perlahan-lahan menuju 0. Sebelum fluks mencapai nilai 0 arus sudah mulai
mengalir kembali atau dengan kata lain arus sudah bernilai tidak sama dengan 0
sehingga akan membangkitkan fluks kembali. Grafik hysterisis dapat dilihat pada
Gambar 2.6.b
Rugi hysterisis ini memperbesar arus eksitasi karena medan magnetik residu
mempunyai arah yang berlawanan dengan medan magnet yang dihasilkan oleh
arus eksitasi.Untuk mengurangi rugi ini, material inti dibuat dari besi lunak yang
umum digunakan adalah besi silikon. Besarnya rugi hysterisis dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut
Ph = Kh . f . (Bmax)1,6
Dimana, Ph = Rugi hysterisis
f = Frekuensi (Hz)
B = Kerapatan fluks (Wb)
Kh = Konstanta hysterisis
(sumber : http://staff.ui.ac.id/internal/040603019/material/transformerpaper.pdf)
( Sumber :http//:belajarlistrik.com
Pada penjelasan mengenai sistem listrik AC yang memilik impedansi Z, dikenal suatu istilah
segitiga daya. Segitiga daya ini menunjukkan pembagian 3 buah daya yaitu daya semu, daya
reaktif, dan daya aktif.
Daya semu adalah daya listrik yang melalui suatu penghantar transmisi atau distribusi
dimana daya ini yang terukur atau terbaca pada alat ukur.
Daya ini merupakan hasil perkalian antara tegangan dan arus yang melalui penghantar.
Secara vektoris, Daya semu adalah penjumlahan daya aktif dan reaktif.
Rumus untuk tegangan 1 fasa
S=VxI
Rumus untuk tegangan 3 fasa
S = √3 x V x I
Daya reaktif merupakan selisih antara daya semu yang masuk pada penghantar dengan
daya aktif pada penghantar itu sendiri, dimana daya ini terpakai untuk daya mekanik dan
panas. Daya reaktif ini adalah hasil kali antara besarnya arus dan tegangan yang
dipengaruhi oleh faktor daya.
Rumus untuk tegangan 1 fasa
Q = V x I x Sin Ø
Rumus untuk tegangan 3 fasa
Q = √3 x V x I x Sin Ø
Daya Aktif(P)
Satuan : W (Watt)
Daya aktif disebut juga daya nyata yaitu daya yang dibutuhkan oleh beban atau daya
listrik yang digunakan untuk keperluan menggerakkan mesin-mesin listrik atau peralatan
lainnya.
Rumus untuk tegangan 1 fasa
P = V x I x Cos Ø
Rumus untuk tegangan 3 fasa
P = √3 x V x I x Cos Ø
Adaptor terdiri atas trafo step down dan rangkaian penyearah arus listrik yang berupa diode.
Adaptor merupakan catu daya yang ditambah dengan penyearah arus. Fungsi penyearah arus
yakni mengubah tegangan AC menjadi DC.
DATA PRAKTIKUM
\
Gambar 3.2a Rangkaian Transformator 1 Fase Tanpa Beban
2. Sisi primer trafo phasa dihubungkan jala jala melalui suatu variac
3. Pemasukan tegangan pada sisi primer itu dilakukan secara bertahap dengan cara mengatur
variac, mula mula mengarah naik (100-140 volt) kemudian mengarah turun (140-100 volt; V =
10 volt).
4. Mencatat arus masuk dan tegangan keluaran (output) dari tiap-tiap tegangan input.
2. Travo diberi tegangan jala-jala melalui variac hingga tegangan mencapai 90 volt.
3. Atur Rb hingga I2 dinaikkan dari 0.07 sampai 0.11 (I2 = 0.01)
4. Ukur arus dan tegangan primer (I1 dan V1) serta arus dan tengangan sekunder (I2 dan V2).
5. Lakukan langkah a-d dengan rangkaian seperti gambar 3.
A. TRANSFORMATOR
1. Beban Nol
NO V1 V2 I1
1 100 28,6 0,84
2 110 31,3 0,89
3 120 34,4 1,02
4 130 37,2 1,20
5 140 40 1,4
Tabel 3.1
2. Beban Turun
NO V1 V2 I1
1 100 40 1,43
2 110 37,2 1,2
3 120 34,2 1
4 130 31,7 0,88
5 140 28,3 0,73
Tabel 3.2
B. OTOTRANSFORMATOR
1. Rangkaian 1 Berbeban Naik
NO V1 V2 I1 I2
1 90 116,2 0,85 0,06
2 90 116,4 0,86 0,07
3 90 116,6 0,89 0,08
4 90 116,7 0,91 0,09
5 90 116,7 0,95 0,1
Tabel 3.3
NO V1 V2 I1 I2
1 90 118,6 0,92 0,1
2 90 118,4 0,92 0,09
3 90 118,2 0,9 0,08
4 90 118,0 0,86 0,07
5 90 117,9 0,83 0,06
Table 3.4
NO V1 V2 I1 I2
1 90 64,4 0,87 0,06
2 90 64,3 0,89 0,07
3 90 64,1 0,92 0,08
4 90 64,2 0,95 0,09
5 90 64,2 0,96 0,1
Tabel 3.5
4. Rangkaian 2 Berbeban Turun
NO V1 V2 I1 I2
1 90 64,0 0,97 0,1
2 90 64,2 0,93 0,09
3 90 64,4 0,91 0,08
4 90 64,3 0,88 0,07
5 90 64,4 0,85 0,06
Table 3.6
\
BAB IV
Data yang dipakai pada perhitungan adalah pada pemberian tegangan naik pada transformator
dan pembebanan naik pada ototrasformator
A. Transformator
Berikut ini merupakan cara perhitungannya: (Data Nomer 1 pada tabel 4.1)
Rasio Transformasi
𝑎 = 𝑉1 = 100 = 3.497
𝑉2 28.6
Efisiensi
𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡 x 100% = 67.2 x 100% = 100%
𝑃𝑖𝑛 67.2
B. Ototransformator
1. Rangkaian 1
Berikut ini merupakan cara perhitungannya: (Data Nomer 1 pada tabel 4.3)
Rasio Transformasi
𝑎 = 𝑉1 = 90 = 0.775
𝑉2 116.2
Efisiensi
𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡 x 100% = 5.578 x 100% = 9.1%
𝑃𝑖𝑛 61.2
Rugi Tembaga
𝑃𝑐𝑢 = (I2)2𝑥 𝑅s = (0,06)2 𝑥 1936.7 = 6.972 𝑤𝑎𝑡𝑡
1 90 116.2 0.85 0.06 61.2 0.775 5.578 105.9 1936.7 6.972
2 90 116.4 0.86 0.07 61.9 0.773 6.518 104.7 1662.9 8.148
3 90 116.6 0.89 0.08 64.1 0.772 7.462 101.1 1457.5 9.328
4 90 116.7 0.91 0.09 65.52 0.771 8.402 98.9 1296.7 10.503
5 90 116.7 0.95 0.1 68.4 0.771 9.336 94.7 1167.0 11.67
1 90 118.6 0.97 0.1 69.8 0.8 9.5 92.8 1186.0 11.86
2 90 118.4 0.92 0.09 66.2 0.8 8.5 97.8 1315.6 10.66
3 90 118.2 0.9 0.08 64.8 0.8 7.6 100.0 1477.5 9.456
4 90 118 0.86 0.07 61.9 0.8 6.6 104.7 1685.7 8.26
5 90 117.9 0.83 0.06 59.8 0.8 5.7 108.4 1965.0 7.074
2. Rangkaian 2
Berikut ini merupakan cara perhitungannya: (Data Nomer 1 Pada Tabel 4.5 )
Rasio Transformasi
𝑎 = 𝑉1 = 90 = 0.775
𝑉2 64.4
Efisiensi
𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡 x 100% = 3.091 x 100% = 4.935%
𝑃𝑖𝑛 62.64
Rugi Tembaga
𝑃𝑐𝑢 = (I2)2𝑥 𝑅s = (0,06)2 𝑥 1073.3 = 3.864 𝑤𝑎𝑡𝑡
1 90 64.4 0.87 0.06 62.64 1.40 3.09 103.4 1073.3 3.864
2 90 64.3 0.89 0.07 64.08 1.40 3.60 101.1 918.6 4.501
3 90 64.1 0.92 0.08 66.24 1.40 4.10 97.8 801.3 5.128
4 90 64.2 0.95 0.09 68.40 1.40 4.62 94.7 713.3 5.778
5 90 64.2 0.96 0.1 69.12 1.40 5.14 93.8 642.0 6.42
b. Rangkaian 2 Berbeban Turun
2 90 64.2 0.93 0.09 67.0 1.4 4.6 96.8 713.3 5.8
3 90 64.4 0.91 0.08 65.5 1.4 4.1 98.9 805.0 5.2
4 90 64.3 0.88 0.07 63.4 1.4 3.6 102.3 918.6 4.5
5 90 64.4 0.85 0.06 61.2 1.4 3.1 105.9 1073.3 3.9
4.2 Grafik
Gambar 4.1 Grafik perbandingan Pin dan Pout Beban nol tegangan naik
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data
karena data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
Gambar 4.2 Grafik perbandingan Pin dan Pout Beban nol tegangan turun
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data
karena data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data
karena data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
Gambar. 4.4 Grafik perbandingan Pin dan Pout Pada Rangkaian 1 Berbeban Turun
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data
karena data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
Gambar. 4.5 Grafik perbandingan Pin dan Pout Rangkaian 2 Berbeban Naik
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data karena
data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
4.2.6. Grafik Perbandingan Pin dan Pout pada Rangkaian 2 (Beban Turun)
Gambar. 4.6 Grafik perbandingan Pin dan Pout Rangkaian 2 Berbeban Turun
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa daya input dan daya output
memiliki nilai yang sama karena hasil perhitungan VxI pada primer dan sekunder
sama. Semakin besar nilai tegangan maka semakin besar pula nilai dari data karena
data dan tegangan berbanding lurus sesuai dengan rumus dibawah ini :
P in = P out
V in x I in = V out x I out
Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Vp Ip dan Vs Is pada Beban Nol (Tegangan Naik)
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan primer sudah
ditentukan. Jika nilai tegangan semakin naik maka nilai hambatan turun, sedangkan
nilai arus meningkat, sehingga nilai tegangan akan semakin besar. Hal ini sudah
sesuai dengan rumus V = IR dimana V dan I adalah berbanding lurus sesuai dengan
rumus :
Vp = Ip x Rp
Vs = Is x Rs
06
05
04
ARUS
03
02
01
00
00 20 40 60 80 100 120 140 160
V
Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Vp Ip dan Vs Is pada Beban Nol (Tegangan Turun)
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan primer sudah
ditentukan. Jika nilai tegangan semakin naik maka nilai hambatan turun, sedangkan
nilai arus meningkat, sehingga nilai tegangan akan semakin besar. Hal ini sudah
sesuai dengan rumus V = IR dimana V dan I adalah berbanding lurus sesuai dengan
rumus :
Vp = Ip x Rp
Vs = Is x Rs
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan primer sudah
ditentukan. Jika nilai tegangan semakin naik maka nilai hambatan turun, sedangkan
nilai arus meningkat, sehingga nilai tegangan akan semakin besar. Hal ini sudah
sesuai dengan rumus V = IR dimana V dan I adalah berbanding lurus sesuai dengan
rumus :
Vp = Ip x Rp
Vs = Is x Rs
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan primer sudah
ditentukan. Jika nilai tegangan semakin naik maka nilai hambatan turun, sedangkan
nilai arus meningkat, sehingga nilai tegangan akan semakin besar. Hal ini sudah
sesuai dengan rumus V = IR dimana V dan I adalah berbanding lurus sesuai dengan
rumus :
Vp = Ip x Rp
Vs = Is x Rs
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan primer sudah
ditentukan. Jika nilai tegangan semakin naik maka nilai hambatan turun, sedangkan
nilai arus meningkat, sehingga nilai tegangan akan semakin besar. Hal ini sudah
sesuai dengan rumus V = IR dimana V dan I adalah berbanding lurus sesuai dengan
rumus :
Vp = Ip x Rp
Vs = Is x Rs
Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Rp dan Rs pada Beban Nol (Tegangan Naik)
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
Gambar 4.16. Grafik Perbandingan Rp dan Rs pada Rangkaian 1 Berbeban Nol (Tegangan Turun)
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
Gambar 4.17. Grafik Perbandingan Rp dan Rs pada Rangkaian 1 Berbeban (Tegangan Naik)
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
Pada grafik diatas menunjukan bahwa nilai tegangan dan arusnya dipengaruhi
oleh hambatan primer dan hambatan sekunder, sehingga nilai hambatan yang terjadi
akan semakin menurun karena hubungan hambatan dan tegangan adalah berbanding
terbalik begitu juga sebaliknya, hal sesuai dengan rumus :
Rp = Vp/Ip
Rs = Vs/Is
BAB V
KESIMPULAN
1. Pengertian Transformator atau trafo adalah suatu alat listrik yang dapat menaikkan atau
menurunkan tegangan listrik melalui suatu gandengan magnet dengan prinsip listrik induksi
elektromagnetik dengan daya yang sama dari input maupun outputnya. Transformator berguna
untuk mengubah tegangan arus bolak balik (AC) dari suatu nilai tertentu ke nilai yang kita
inginkan. Trafo terdiri dari kumparan primer dan sekunder.
2. Transformator bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Tegangan masukan bolak-
balik yang membentangi primer menimbulkan fluks magnet yang idealnya semua bersambung
dengan lilitan sekunder. Fluks bolak-balik ini menginduksikan GGL dalam lilitan sekunder. Jika
efisiensi sempurna, semua daya pada lilitan primer akan dilimpahkan ke lilitan sekunder. Selain
itu, trafo hanya bisa mengubah arus bolak balik saja, dipengaruhi oleh cara kerja trafo dan
jenisnya yang berupa step up dan step down. Transformator tidak dapat dioperasikan pada
tegangan DC karena bila dioperasikan dengan sumber arus DC maka pada kumparan primer tidak
akan timbul fluks dan kumparan primer tidak akan menghasilkan arus. Sedangkan arus AC dapat
menimbulkan fluks magnet pada transformator sehingga transformator dapat digunakan, karena
prinsip kerja trafo didasarkan pada induksi elektromagnetik.
3. Pengaruh beban nol pada saat beban naik dan beban turun terhadap arus primer, arus sekunder,
tegangan primer dan tegangan sekunder adalah
a. Pada saat beban naik pada kumparan primer terjadi peningkatan tegangan sehingga arus
juga akan meningkat. Hal ini terjadi karena tidak ada proses pembebanan. Sedangkan
pada kumparan sekunder ketika tegangan meningkat maka arus juga akan meningkat. Hal
ini terjadi karena pengaruh dari kumparan primer dimana tegangan meningkat, nilai arus
juga akan meningkat. Sehingga hal ini sesuai dengan persamaan P = V I cos . Pada
percobaan pertama beban nol (tegangan naik) didapatkan data V1 = 100 V; V2 = 28,6 V;
dan I1 = 0,84 A; I2 = 2,937 A.
b. Pada saat beban turun, pada kumparan primer ketika tegangan menurun maka arus juga
akan menurun. Hal ini terjadi karena tidak ada proses pembebanan. Sedangkan pada
kumparan sekunder ketika tegangan menurun maka arus juga akan menurun. Hal ini
terjadi karena pengaruh dari kumparan primer dimana tegangan menurun, nilai arus juga
akan menurun. Sehingga hal ini sesuai dengan persamaan P = V I cos . Pada percobaan
pertama beban nol (tegangan turun) didapatkan data V1 = 140 V; V2 = 40 V; dan I1 = 1,4
A; I2 = 5 A.