Buku acuan:
V. V. Semyonov-Tyan-Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, Moscow, 196?
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap & Co.
Ltd., London, 1970
K. J. Rawson & E. C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th Ed. Vol. 1, Butterworth-Heinemann, Oxford,
2001. Ada soal-soal untuk latihan.
Edward V. Lewis, Ed., Principles of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I Stability and
Strength, the Society of Naval Architects and Marine Engineers (SNAME), Jersey City, NJ, 1988.
Code on Intact Stability for All Types of Ships Covered by IMO Instruments, 2002 edition, IMO,
London, 2002
International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974, and 1988 Protocol relating there to,
Consolidated Edition, IMO, London, 2001
Geladak Utama
Sekat
Ceruk buritan
Sekat Depan
Kamar Mesin
Alas
Alas Dalam
Sekat
Ruang Muat
Sekat
Ceruk Haluan
Lambung kanan dibuka untuk menunjukkan sekat melintang (warna biru) dan sekat memanjang (warna merah muda)
GAMBAR bagian badan kapal
2
Palkah 2 Palkah 1
Ceruk buritan Kamar Palkah 3
(after peak)
Mesin
Alas dalam (inner bottom)
Ceruk haluan
(fore peak)
Alas (bottom)
(Engine
Room)
Cargo
Hold 3
Cargo
Hold 2
Cargo
Hold 1
Ceruk haluan
(fore peak)
lambung (shell)
o alas (bottom)
o sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
alas (bottom)
o alas tunggal (single bottom)
o alas dalam (inner bottom)
o alas ganda, dasar ganda (double bottom)
sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
sekat (bulkheads)
o sekat tubrukan (collision bulkhead)
o sekat ceruk buritan (after peak bulkhead)
o sekat kamar mesin (engine room bulkhead)
o dan sebagainya
geladak (decks)
o geladak utama (main deck)
o geladak antara (tween deck)
o geladak cuaca (weather deck)
Ruang Mesin (engine room) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk permesinan
palkah (hold) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk muatan
lubang palkah (hatchway)
o ambang palkah (hatchway coaming)
bangunan atas (superstructure)
o akil, agil (forecastle)
o anjungan (bridge)
o kimbul (poop)
bagian bangunan atas
o geladak bangunan atas (superstructure deck)
o sisi kiri dan kanan bangunan atas (left and right sides of a superstructure)
o sekat ujung belakang dan depan bangunan atas (aft and front end bulkheads of a
superstructure)
3
Pandangan samping
Geladak (deck)
Buritan
(stern)
Haluan
(bow)
Alas (bottom)
Pandangan atas
Kiri (port)
Buritan
(stern)
Haluan
(bow)
Kanan (starboard)
GAMBAR daerah/lokasi
lunas (keel)
o lunas pelat (plate keel)
o lunas batang (bar keel)
garboard strake
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (plate floors, solid floor)
Konstruksi sisi
Konstruksi geladak
o memanjang (longitudinal)
senta sekat (bulkhead stringer)
Konstruksi sisi
Konstruksi geladak
Linggi
o linggi haluan (stem)
linggi haluan pelat (plate stem)
linggi haluan batang (bar stem)
o linggi buritan (stern)
linggi buritan pelat (plate sternframe)
linggi buritan batang (bar sternframe)
Ceruk haluan dan buritan
o Gading ceruk (peak frame)
o Senta sisi (side stringer)
o Tiers of beam
o Sekat berlubang (wash bulkhead)
sisi rongga adalah 4.987 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(5 m - 4.987 m) = 0.0065 m. Jadi volume
baja tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
125 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1226250 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 1226250 N) = +1149241.5 N berarah ke atas.
Volume air yang dipindahkan = 77008.5 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2) = 7.85 m3, sama seperti pada
percobaan 2.
Berapakah sarat kubus?
Luas bidang air = 5 m 5 m = 25 m2, jadi sarat = 7.85 m3 / 25 m2 = 0.314 m dan bagian kubus di atas air = 5
m - 0.314 m = 4.686 m.
Jika kita ingin lambung timbul kubus ini = 0.5 m, maka sarat muatan penuh = 5 m 0.5 m = 4.5 m.
Pada sarat ini gaya angkat = 4.5 m 25 m2 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1103625 N, jadi masih ada kelebihan
gaya angkat sebesar 1103625 N - 77008.5 N = 1026616.5 N atau muatan dan lain-lain dengan massa
1026616.5 N / 9.81 m/s2 = 104650 kg = 104.65 ton, seperti permesinan, bahan bakar, muatan, air tawar,
bahan makanan, ABK dan barang bawaannya.
11
Selanjutnya dihitung letak resultan gaya angkat. Karena TA tidak sama dengan TF, maka sisi perahu di
dalam air berbentuk trapesium.
Kita hitung titik berat trapesium dengan membaginya menjadi segitiga dan empat persegi panjang.
Nama bagian
Luas
Lengan terhadap AP Momen statis
Segitiga
0.5L (TF - TA)
2/3 L
L2 ( TF - TA)/3
4 persegi panjang
TAL
1/2 L
L2 TA/2
0.5L(TF + TA)
L2(2TF + TA)/6
Jadi jika diketahui TA dan TF , jarak titik berat dari AP
L2 ( 2TF TA ) / 6 L( 2TF TA )
xG
.
0.5L(TF TA )
3(TF TA )
L(TF TA )
xG
Titik berat dari midship menjadi
6(TF T A )
Kita hitung juga letak titik berat meninggi
Nama bagian
Luas
Lengan thd dasar
Momen statis
Segitiga
0.5L (TF - TA)
TA + 1/3(TF - TA)
L(TF - TA) (2TF + TA)/6
4 persegi panjang
TAL
1/2 TA
LTA2/2
2
0.5L(TF + TA)
L(TF + TATF + TA2)/6
TF2 TATF TA2
y
2 A 3xT 1
2 A 2 3 xT
L
L
dan T
TF
A
L
L
Dari contoh soal di atas, volume air yang dipindahkan = 0.67305 m3 dan karena lebar kapal = 1 m,
maka luas bidang samping = 0.67305 m3 / 1 m = 0.67305 m2 dan supaya momen = 0 maka
resaultan gaya angkat harus berjarak 0.371 m di depan midship, sama dengan letak resultan gaya
berat atau 0.371 m + 2.5 m = 2.871 m dari AP.
Dari dua ketentuan ini didapat TF = 0.194538 m dan TA = 0.074682 m.
Contoh lain lagi:
5m
20 m
35 m
35 m
Diketahui:
Panjang tongkang = 100 m, lebar = 20 m, tinggi = 10 m, tinggi alas dalam = 1 m. Tebal pelat alas = 12 mm,
tebal pelat alas dalam = 8 mm, tebal pelat sisi = 10 mm, tebal pelat geladak = 10 mm, tebal pelat sekat = 8
mm.
13
C(4,6)
B(10,2)
A(0,0)
14
Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat yang diberikan di atas, akan menghasilkan gambar segitiga
yang sama. Inilah keuntungan menggambar bentuk dengan skala atau Menggambar Teknik.
A,B
A,B
C,D
C
E
E
C,D
E
E
TAMPAK DEPAN
TAMPAK SAMPING
A
Y
D
E
A
X
TAMPAK ATAS
15
Haluan
X
bidang tengah panjang (midship)
Buritan
Haluan
Y
Cara kedua:
Sumbu X adalah perpotongan bidang
dasar dengan bidang tengah lebar
X
(centre line) kapal, positif ke arah
haluan. Sumbu Y adalah perpotongan
bidang dasar dengan bidang tengah panjang (midship) kapal, positif ke arah kiri. Sumbu Z adalah
perpotongan bidang tengah lebar (centre line) kapal melalui amidships juga positif ke arah atas.
Dalam menggambar kapal, dibuat penampang-penampang yang tegak lurus sumbu X, tegak lurus sumbu Y
dan tegak lurus sumbu Z seperti gambar berikut ini:
16
Kita lihat sebuah bentuk yang alasnya terpotong di ujung depan dan belakang:
Sebenarnya bentuk sederhana di atas cukup ditentukan dengan memberikan koordinat titik-titik sudutnya
saja. Tetapi sekarang akan kita perlakukan seperti sebuah bentuk kapal biasa, yaitu dengan membuat
penampang-penampang yang sejajar sumbu sistem koordinat.
10
CL
Penampang-penampang ini kemudian kita
gambar dalam satu gambar, bagian kanan
untuk penampang di depan midships dan
bagian kiri untuk penampang di belakang
midships. Hasilnya adalah sebagai gambar di
samping ini:
Sta 10
Sta 9
Sta 0
Sta 1
Sta 2
Sta 3
Sta 4 & 5
Sta 8
Sta 7
Sta 6
Sta 5
Base
Plane
17
WP 5
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 1
WP 0
WP 2
WP 3
Penampang-penampang mendatar ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar. Karena bentuk kapal
simetris terhadap bidang tengah bujur (centre line), maka cukup digambar bagian kiri atau bagian kanan saja.
Hasilnya adalah seperti di bawah ini. Gambar semacam ini disebut waterplane plan.
WP 2&3&4&5
WP 0
WP 0
WP 1
WP 1
WP 2
WP 3 WP 4&5
CL
Sta 0
CL
1
10
18
BP 2
BP 0
BP 4
BP 1
BP 3
Penampang-penampang ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar dan hasilnya adalah sebagai berikut:
BP 0&1&2&3&4
Bidang Dasar
Sta 0
10
Pada gambar di atas hanya ada satu gambar saja, karena semua penampang sama bentuk dan ukurannya.
Tiap penampang disebut buttock plane dan gambar semacam ini disebut sheer plan.
Dalam menggambar kapal, pada semua
gambar, semua penampang digambar
juga. Maka gambar body plan akan
menjadi seperti di samping ini.
CL
Sta 10
Sta 9
Sta 8
Sta 0
Sta 1
Sta 2
Sta 3
Sta 4 & 5
Sta 7
Sta 6
Sta 5
CL
Base Plane
WP 2,3,4,5
WP 1
WP 1
WP 2
WP 0
WP 0
WP 3 WP 4,5
CL
CL
Sta 0
10
Bidang Dasar
Sta. 0
10
Kita lihat suatu bentuk yang terpotong di bagian bawah kiri dan kanan. Selanjutnya kita buat penampangpenampang seperti di atas.
Station, tampak depan dan belakang
20
Sta 0
10
CL
CL
WP 5
CL
Base Plane
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0
WP 4,5
WP 3
WP 2
WP 1
CL
Sta 0
CL
1
6 WP 0 7
10
21
BP 3
BP 4
BP 2
BP 1
BP 0
BP 4
BP 3
BP 2
BP 1
BP 0
Base
Plane
Sta 0
Base Plane
6
10
Terpotong di mana-mana
Sekarang kita lihat kapal yang terpotong di ujung-ujungnya, di bawah maupun di sisi
22
Sta 0
CL
Sta 0
10
1
2
3
Base Plane
4
6
4,5 3 2 1
CL
CL
10
9
0
8
7
6,5
2
3
4,5
Base plane
CL
BA 5
BA 4
BA 3
BA 2
BA 1
BA 2
BA 1
BA 0
Bidang Dasar
23
GA 5
GA 5
GA 4
GA 3
GA 0
CL
GA 0
CL
GA 0
GA 1
GA 2
10
BP 0
BP 3
BP 3
CL
BP 2
BP 0
BP 1
BP 3
BP 3
BP 2
BP 2
BP 1
BP 0
BP 0,1
10
Untuk bentuk yang dibatasi oleh bidang lengkung, kita lihat gambar di bawah ini:
Rencana Garis
Kapal adalah benda 3 dimensi yang dibatasi oleh bidang datar maupun bidang lengkung. Maka penampangpenampangnya juga dibatasi oleh garis-garis lengkung. Jika digambar menurut aturan di atas, kita dapatkan
hasil berikut. Hanya perlu diingat bahwa gambar ini menurut cara Amerika, yaitu station 0 terletak di haluan
kapal dan bukan di buritan.
24
camber
f
H
T
GAMBAR amidships
amidships
flat of keel, half siding
o
rise of floor, deadrise
o
bilga (bilge)
o
jari-jari bilga (bilge radius)
o
tumblehome
o
flare
o
lengkung lintang geladak (camber, round of beam)
o
26
LWL
T
K. MESIN
AP
RUANG MUAT
Lpp
FP
Lwl
Loa
27
Kedudukan kapal
Lunas datar
(even keel)
trim haluan
(trim by bow)
trim buritan
(trim by stern)
28
sumbu X pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah bujur, positif ke arah haluan kapal
sumbu Y pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah lintang, positif ke arah lambung kiri
sumbu Z pada perpotongan bidang tengah bujur dengan bidang tengah lintang, positif ke arah atas
29
Z
x
Pada suatu harga z (sarat), setengah lebar bidang air diintegral ke arah memanjang
AWP 2
ydx
LWL
momen statis bidang air terhadap bidang tengah panjang (amidships) atau terhadap AP.
Integrasi ke arah memanjang juga
M WY 2
xydx
LWL
dengan x = lengan terhadap sumbu acuan Y. Satuan: m3. Sumbu acuan harus disebutkan.
titik berat bidang air (center of flotation) terhadap bidang tengah lintang atau terhadap AP.
LCF , x F
M WY
AWP
Satuan: m. Sumbu acuan harus disebutkan. Jika sumbu acuan adalah bidang tengah lintang
(amidships), LCF berharga positif jika letaknya di depan midships. Bentuk lain: MWY = LCF.AWP.
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
B
40 m
20 m
Y
A
C
X
60 m
40 m
Diketahui: Bidang Air dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar
air laut =1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitung:
- AWP - MWY - LCF - TPC
Jawab:
Bidang air kita bagi menjadi bagian belakang dan bagian depan.
30
ydx
LWL
Bagian belakang:
Titik A (0. 10)
titik B (60, 20)
Persamaan garis yang melalui A dan B:
x xA
y yA
yB y A
( x xA )
--> y y A
xB x A y B y A
xB x A
sehingga
20 10
x
( x 0) 10
60 0
6
60 x
x2
2
10 x |60
0.5AWP bagian belakang = 0 ( 10)dx
0 900 m
6
12
y 10
Bagian depan:
titik B (60, 20)
titik C (100, 0)
0 20
x
( x 60) 50
100 60
2
100
x
x2
2
50 x |100
0.5AWP bagian depan = 60 ( 50)dx
60 400 m
2
4
y 20
xydx
LWL
Bagian belakang:
0.5MWY bagian belakang =
60
x(
2
60 x
x
x3
3
10)dx (
10 x )dx
5 x 2 |60
0 30000 m
0
6
6
18
Bagian depan:
100
x
x3
3
50)dx
25 x 2 |100
60 29333.33 m
2
6
31
Sta 0
Z
9
10
Base
Plane
Pada harga x di tengah panjang, setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL
AM 2 ydz
0
Satuan: m2
AST 2 ydz
0
Satuan: m2
32
Pada suatu harga z (sarat), setengah keliling diintegral ke arah memanjang kapal
WSA 2
gdx
LWL
z
m
Y
Garis
lurus
dan bidang datar mempunyai m yang tetap, jadi m dapat dicari.
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
100 m
10 m
20 m
4m
4m
50 m
2m
Diketahui:
33
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3,
baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah:
Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m:
- kurva Bonjean
- AM
- AWP - MWY - LCF
- WSA
Jawab:
Menghitung kurva Bonjean
WL
AST 2 ydz
0
Karena kurva Bonjean dibuat untuk banyak station dan banyak sarat, diperlukan y sebagai fungsi x dan z
Bagian belakang
Di ujung belakang, xA = 0:
untuk z = 0 m -> yA = 6 m
untuk z = 10 m -> yA = 8 m
sehingga yA sebagai fungsi sarat adalah y A 6
Di tengah kapal, xM = 50 m,
untuk z = 0 m -> yA = 8 m
untuk z = 10 m -> yA = 10 m
sehingga y M
z
8
5
86
z
( z 0) 6
10 0
5
yM y A
(x xA )
xM x A
Substitusikan yA dan yM
z
z
8 6
z
z
x
5
y 6 5
( x 0) 6
5
50 0
5
25
Bagian depan
Di ujung depan, xF = 100 m:
untuk z = 0 m -> yF = 2 m
untuk z = 10 m -> yF = 4 m
sehingga y F 2
42
z
( z 0) 2
10 0
5
z
8
5
yF yM
( x xM )
xF xM
Substitusikan yF dan yM
z
z
2 8
z
3x z
5
y 8 5
( x 50) 14
5
100 50
25 5
Dengan hasil ini, kita hitung kurva Bonjean untuk sarat 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dan untuk station 0 pada
x = 0 m, station 1 pada x = 25 m, station 2 pada x = 50 m, station 3 pada x = 75 m dan station 4 pada x =
100m.
WP
AST 2 ydz
0
WP
2
x z
x
z
x
WP z
6 maka AST 2
6 dz 2
6 z 0
Untuk bagian belakang: y
25 5
25
5
5
25
WP
34
WP
2
3x z
z
3x
3x
WP z
14 dz 2
14 z 0
Untuk bagian depan: y 14 maka AST 2
25 5
25
5
25
5
WP
6 dz 2 * 6 * 2.5 2
30 1.25 31.25 m2
25
5
10
2.5 25
z
A1 2
6 dz 2 * 7 * 2.5 1.25 36.25 m2
0
25 5
2.5 50
z
A2 2
6 dz 2 * 8 * 2.5 1.25 41.25 m2
0
25 5
2.5
3 * 75 z
A3 2
14 dz 2 * 5 * 2.5 1.25 26.25 m2
0
25
5
2.5
3 * 100 2.5
A4 2
2.5
A0 2
0
Station 0 x = 0 m
Station 1 x = 25 m
Station 2 x = 50 m
Station 3 x = 75 m
Station 4 x = 100 m
Untuk sarat z = 5 m
0
z
52
6 dz 2 * 6 * 5 2
65 m2
25
5
10
5 25
z
6 dz 2 * 7 * 5 5 75 m2
Station 1 A1 2 0
25 5
5 50
z
6 dz 2 * 8 * 5 5 85 m2
Station 2 A2 2 0
25 5
5
3 * 75 z
14 dz 2 * 5 * 5 5 55 m2
Station 3 A3 2 0
25
5
5
3 * 100 z
14 dz 2 * 2 * 5 5 25 m2
Station 4 A4 2 0
25
5
Station 0 A0 2 0
5
z
7 .5 2
0
6 dz 2 * 6 * 7.5 2
101.25 m2
25
5
10
7.5 25
z
A1 2
6 dz 2 * 7 * 7.5 11.25 116 .25 m2
0
25 5
7.5 50
z
A2 2
6 dz 2 * 8 * 7.5 11.25 131.25 m2
0
25 5
7.5
3 * 75 z
A3 2
14 dz 2 * 5 * 7.5 11.25 86.25 m2
0
25
5
7.5
3 *100 z
A4 2
14 dz 2 * 2 * 7.5 11.25 41.25 m2
0
25
5
7.5
A0 2
0
Untuk sarat z = 10 m
Station 0
Station 1
Station 2
Station 3
z
10 2
0
6 dz 2 * 6 * 10 2
140 m2
25
5
10
10 25
z
A1 2
6 dz 2 * 7 * 10 20 160 m2
0
25 5
10 50
z
A2 2
6 dz 2 * 8 * 10 20 180 m2
0
25 5
10
3 * 75 z
A3 2
14 dz 2 * 5 * 10 20 120 m2
0
25
5
10
A0 2
0
35
10
3 * 100 z
A4 2
14 dz 2 * 2 * 10 20 60 m2
0
25
5
Station 4
6
14 dx
dx 2 50
25
25 5
5
2
2
2 x 50
2 * 3x 100
z
2 6 x |50
|0 2 14 x |100
|50
0
50
2 * 25
2 * 25
5
50
AWP 2 ydx 2
0
0
xydx 2
LWL
50
100
x
3x z
z
6
14 dx
dx 2 50 x
25
25 5
5
2
2
3
2 x 3 50 z
z
x 50
x 100 2 * 3x 100
2 6
|0
|0 2 14
|50
|50
3 * 25
3 * 25
5
2
5
2
500 z 15000 3333.33 1500 z 105000 70000
M WY 2000 z 53333.33
M WY 53333.33 m3, LCF = 53333.33 m3/1200 m2 = 44.4444 m
Sarat 0 m
M WY 2000 * 2.5 53333.33 58333.33 m3, LCF = 58333.33 m2/1300 m2 = 44.87179 m
Sarat 2.5 m
M WY 2000 * 5 53333.33 63333.33 m3, LCF = 71333.33 m2/1400 m2 = 45.2381 m
Sarat 5 m
M WY 2000 * 7.5 53333.33 68333.33 m3, LCF = 76333.33 m2/1500 m2 = 45.5556 m
Sarat 7.5 m
M WY 2000 * 10 53333.33 73333.33 m3, LCF = 81333.33 m2/1600 m2 = 45.8333 m
Sarat 10 m
LCF [m]
44.4444
44.8717
45.2381
45.5556
45.8333
36
_______________________________________________________________________________________
z
Y
Y
x
X
Kita bisa mengintegral luas bidang air ke arah meninggi atau mengintegral luas station ke arah
memanjang
WL
WP
dz
ST
dx
LWL
d
d
dan AST
dx
dz
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Untuk tongkang dalam contoh di atas, hitunglah displasemen moulded pada sarat 0m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan
10 m.
Jawab:
Di atas sudah didapat
AWP = 40z + 1200
Karena dihitung untuk seluruh panjang kapal tetapi untuk beberapa sarat, maka dipilih bentuk
37
Sarat 0 m
1200 * 0 20 * 0 2 0 m3
Sarat 2.5 m
Sarat 5 m
1200 * 5 20 * 52 6500 m3
Sarat 7.5 m
Sarat 10 m
1200 * 10 20 * 10 2 14000 m3
_______________________________________________________________________________________
tdx
LWL
x z
6 , tetapi kita membutuhkan z sebagai fungsi x dan y:
25 5
dz
x
5 dan sin = m / 1 m 2 5 / 1 25 0.980581 .
5 y 30 . Dari sisi didapat m
dy
5
2x z
2x
12 diubah menjadi z
5 y 60 . Karena m = 5 juga maka sin = 0.980581.
25 5
5
100
gdx 2
LWL
Sarat 0 m
WSA = 203.9608*0 = 0 m2. Tetapi masih harus ditambahkan luas alas dan luas ujung depan dan belakang.
Jadi WSA = 0 m2 + 1200 m2 + 0 m2 + 0 m2 = 1200 m2
Sarat 2.5 m
WSA = 203.9608*2.5 + 1200 m2 + 31.25 m2 + 21.25 m2 = 1762.402 m2
Sarat 5 m
WSA = 203.9608*5 + 1200 m2 + 65 m2 + 45 m2 = 2329.804 m2
Sarat 7.5 m
WSA = 203.9608*7.5 + 1200 m2 + 101.25 m2 + 71.25 m2 = 2902.206 m2
Sarat 10 m
WSA = 203.9608*10 + 1200 m2 + 140 m2 + 100 m2 = 3479.608 m2
Volume kulit
Sarat 0 m
Volume kulit = 1200 m2*0.012 m = 14.4 m3
Sarat 2.5 m
38
Satuan: m
ton (force) per centimeter immersion: tambahan gaya angkat jika sarat bertambah 1 cm
A g
TPC WP
100
dengan = massa jenis air (tawar atau laut) dan g = percepatan gravitasi. Satuan: N/cm
WL
M X
zA
WP
dz
M X
Satuan: m.
Bentuk lain: M X .KB
Jika KB kita turunkan terhadap z, kita dapat:
A
dKB dz B
1 dM X
d
zB
WP ( z z B )
dz
dz
dz
dz
Harga ini tidak mungkin nol, karena zB selalu kurang dari z. Jadi tidak ada harga ekstrem.
xAST dx
M Y
LWL
WL
WY
dz
M Y
xB
WP ( x F x B )
dz
dz
dz
dz
d
maka turunan di atas dapat ditulis sebagai
AWP
dxB 1
( x F xB )
d
_________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah KB dan LCB pada sarat 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dari tongkang di atas
Jawab:
Untuk menghitung KB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap bidang dasar
WL
zA
M X
WP
WL
M X
40 3
z 600 z 2
3
z(40 z 1200)dz
0
40 3
T 600T 2
3
Sarat 0 m
M X
40 3
0 600 * 0 2 0 m4. KB = 0 m (meskipun hasilnya adalah 0/0)
3
Sarat 2.5 m
40
40
2.53 600 * 2.52 4375 m4. KB = 4375 m4 / 3125 m3 = 1.4 m.
3
M X
Sarat 5 m
40 3
5 600 * 52 20000 m4. KB = 20000 m4 / 6500 m3 = 3.0769 m
3
M X
Sarat 7.5 m
40
7.53 600 * 7.52 50625 m4. KB = 50625 m4 / 10125 m3 = 5 m
3
M X
Sarat 10 m
M X
40 3
10 600 * 10 2 100000 m4. KB = 100000 m4 / 14000 m3 = 7.1429 m
3
Untuk menghitung LCB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap AP
xA
M Y
ST
dx
LWL
WL
AST 2 ydz
0
Bagian belakang: y
x z
6
25 5
x
x
z
z2
AST 2 ( 6)dz 2
6 z
0
25 5
10
25
2x z
12
Bagian depan: y
25 5
T
AST 2
M Y
xAST dx 0
50
LWL
50
2x T
3 * 25
3
xT T 2
2
6T
25 10
2x
2
2 x 2T
T2
2 x
6T
10
25
6T
10
50
4x T
3 * 25
100
50
2x
2
2 xT T 2
2
12T
25 10
0
2
2
100
T
4x T
dx
2 x
12T
50
25
10
2x
2x z
z2
(
12)dz 2
12 z
25 5
25
10
12T
10
dx
100
50
T2
T2
2 * 503 T
4(100 3 503 )T
50 2
6T
(100 2 50 2 )
12T
75
75
10
10
Cara lain:
WL
M Y
WY
WL
M Y
61333.333 z
T
0
1000T 2 61333.333T
41
Sta 0
CL
Sta 0
10
Base Plane
CL
Koefisien gading besar adalah perbandingan luas gading besar dengan luas empat persegi panjang
yang melingkupinya
A
CM M
BT
dengan AM = luas penampang gading besar
Koefisien bidang air adalah perbandingan luas bidang air dengan luas empat persegi panjang yang
melingkupinya
CWP
AWP
LWL B
42
V
LPP BT
Koefisien prismatik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder horisontal
dengan penampang sebesar gading besar dan panjang L
CP
V
LAM
43
Koefisien prismatik tegak adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder tegak
dengan tinggi T
penampang sebesar bidang air dan
C PV
V
TAWP
CV
(L
)3
10
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah koefisien bentuk untuk contoh di atas
Jawab:
Sarat Vol. displ CB
AM
CM
AWP 2yWP CWP
CP
CPV
CV
3
2
2
[m]
[m ]
[m ]
[m ] [m]
0
0
0
1200 16
0.75
2.5
3125 0.625 41.25 0.825 1300 17
0.7647 0.7576 0.8173 3.125
5
6500 0.65
85 0.85
1400 18
0.7778 0.7647 0.8357 6.5
7.5
10125 0.675 131.25 0.875 1500 19
0.7895 0.7714 0.855 10.125
10
14000 0.7
180 0.9
1600 20
0.8
0.7778 0.875
14
44
Contoh soal.
Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic
Koefisien prismatic
koefisien gading besar
Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA
titik berat bidang air LCF
TPC
WSA
Volume kulit
Luas gading besar
Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic
Koefisien prismatic
koefisien gading besar
A h( 12 y 0 y1 12 y 2 )
Jumlah
Jika dipakai banyak trapesium dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua trapesium:
46
A h( 12 y 0 y1 y 2 ... 12 y N )
Rumus Simpson I atau rumus 3 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan parabola
dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c. Tiap potongan parabola mencakup 3 titik pada garis
lengkung.
Untuk mudahnya diambil x0 = -h, x1 = 0 dan x2 = h. Maka
Y
y0 = ax02 + bx0 + c = ah2 bh + c
y1 = a02 + b0 + c = c
y2 = ax22 + bx2 + c = ah2 + bh + c
h
y2
y1
y0
A (ax 2 bx c)dx
1 3 1 2
2
ax bx cx | h h ah 3 2ch
3
2
3
A L( ah 2 bh c ) Mc N (ah 2 bh c )
ah 2 ( L N ) bh( L N ) c ( L M N )
N
)
0
o koefisien untuk b:
o koefisien untuk c:
L M N 2h
1
4
1
Dari 3 persamaan ini didapat L h, M h, N h
3
3
3
h2 (L N )
o koefisien untuk a:
Jika hanya dipakai 1 parabola dengan jarak ordinat h, luas parabola A menjadi
A
1
h( y 0 4 y1 y 2 )
3
Jika hanya dipakai 2 parabola dengan jarak ordinat h yang sama, jumlah luas parabola A menjadi
1
h( y0 4 y1 y 2 )
3
1
A1 h( y 2 4 y3 y 4 )
3
1
A h( y0 4 y1 2 y 2 4 y3 y 4 )
3
parabola I: A0
parabola II:
Jumlah
Jika dipakai banyak parabola dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua parabola:
1
h( y0 4 y1 2 y 2 4 y3 ... 4 y n1 y n )
3
Rumus Simpson II atau rumus 4 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan
polinom pangkat 3 dengan bentuk persamaan y = ax3 + bx2 + cx + d. Tiap potongan parabola
mencakup 4 titik pada garis lengkung.
Jika hanya dipakai 1 polinom pangkat 3 dengan
Y
jarak ordinat h, luas polinom A menjadi
A
y0
h
y1
h
y2
h
y3
y4
y5
y6
3
h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
8
polinom I: A0
h
X polinom II:
47
Jumlah
3
h( y0 3 y1 3 y 2 2 y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8
Dalam rumus-rumus di atas, dihitung luas gambar yang dibatasi oleh kurva, sumbu koordinat dan ordinatordinat ujung. Jika ingin dihitung luas gambar bagian kiri atau kanan saja, maka kita pakai
Rumus Simpson III atau rumus 5,8 minus 1: garis lengkung didekati dengan sebuah potongan
parabola dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c.
Y
Parabola mencakup 3 titik pada garis lengkung.
Luas bagian kiri saja adalah
AKIRI
y0
bagian
kanan
y1
bagian
kiri
h
1
h(5 y 0 8 y1 y 2 )
12
y2
AKANAN
1
h( y 0 8 y1 5 y 2 )
12
Rumus Newton-Cotes
Rumus Tchebycheff
Rumus Gauss
x3
x1
1
f ( x )dx h[ f ( x1 ) 4 f ( x 2 ) f ( x3 )]
3
Di sini f(x) dapat berupa apa saja sesuai dengan masalah yang dibahas.
luas bidang air (waterplane area)
AWP 2
ydx
LWL
dengan hX = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu X
momen statis bidang air terhadap bidang tengah lintang (midships)
xydx
M WY 2
LWL
gdx
LWL
gtdx
LWL
menjadi M WY 2. 1 3 h X ( x1 y1 4 x 2 y 2 ... x n y n )
dengan hZ = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu Z
kurva luas station atau kurva Bonjean (Bonjean curves)
WL
WP
dz
ST
LWL
48
M X
zA
WP
xA
WL
ST
dx
LWL
WY
M Y 1 hZ ( M WY 1 4 M WY 2 ... M WYn )
3
Kasus 1:
Jika dihitung per bagian kita dapatkan:
Luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan =1/3*h2(y3
y3
y4
y2
y5
+ 4y4 + y5).
y1
Untuk menggabungkannya menjadi satu, kita pilih h acuan
misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1.
h2
h2
h1
h1
Maka luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan =
1/3*ch1(y3 + 4y4 + y5). Kalau c kita masukkan ke dalam kurung, kita dapat luas kanan = 1/3*h1(cy3 + 4cy4 +
cy5) atau dalam bentuk tabel
Sta Y FS kiri FS kanan FS gabungan yFS gab
1
y1 1
1
y1
2
y2 4
4
4y2
3
y3 1
c
1+c
(1+c)y3
4
y4
4c
4c
4cy4
5
y5
c
c
cy5
Jumlah
1
Luas gabungan = 1/3 hacuan 1
Dengan cara seperti di atas kita dapat menggabungkan banyak bagian yang h-nya berbeda-beda.
Kasus 2:
y3A y
3B
y2
y1
h1
h1
h2
y5
y4
h2
menjadi satu, kita pilih h acuan misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1, dan dalam bentuk tabel:
Sta
FS
yFS
1
y1 1
y1
2
y2 4
y2
3A y3A 1
y3A
3B y3B C
cy3B
4
y4 4c
4cy4
5
y5 C
cy5
jumlah 2
Luas gabungan = 1/3 h acuan 2
49
FS y.FS
3.0 m 1
3.0 m
3.4 m 4
13.6 m
3.8 m 1
3.8 m
20.4 m
Lengan
0.2 m
0.3 m
0.4 m
y.FS.lgn
0.60 m2
4.08 m2
1.52 m2
6.2 m2
Y
3.8 m
4.1 m
4.4 m
FS y.FS
Lengan y.FS.lgn
1
3.0 m 0.4 m
1.52 m2
4
13.6 m 0.5 m
8.20 m2
1
3.8 m 0.6 m
2.64 m2
24.6 m
12.36 m2
20 m
4m
4m
50 m
2m
Diketahui:
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung =
10 mm. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3, baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah: Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5m dan 10 m:
Luas bidang air WPA
titik berat bidang air LCF
TPC
WSA
Volume kulit
Luas gading besar
Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatik
Koefisien prismatik vertikal
koefisien gading besar
Jawab:
Untuk tongkang ini, karena rencana garisnya berupa garis-garis lurus, sebenarnya cukup 3 titik ukur untuk
bagian belakang dan 3 titik ukut untuk bagian depan. Tetapi kita perlakukan seperti bentuk kapal sebenarnya,
dibuat 5 station di bagian belakang dan 5 station di bagian depan. Selanjutnya kita siapkan tabel setengah
lebar bidang air dengan perhitungan sebagai berikut
z
x
6
dan untuk bagian depan:
5
25
3x z
14 . Untuk Station 0 sampai dengan 10, harga x adalah 0 m, 10 m, 20 m, ...., 100m.
25 5
51
Untuk bidang air, supaya bisa dihitung dengan cara Simpson. perlu satu Bidang Air tambahan di tiap
lapis, sehingga harga z adalah 0 m, 1.25 m, 2.5 m, 3.75 m, ... 10 m. Dengan harga-harga ini didapat:
x
0
8.333
16.667
25
33.333
41.667
50
58.333
66.667
75
83.333
91.667
100
Sta\BA
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0
6
6.333
6.667
7
7.333
7.667
8
7
6
5
4
3
2
1.25
6.25
6.583
6.917
7.25
7.583
7.917
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25
2.25
2.5
6.5
6.833
7.167
7.5
7.833
8.167
8.5
7.5
6.5
5.5
4.5
3.5
2.5
3.75
6.75
7.083
7.417
7.75
8.083
8.417
8.75
7.75
6.75
5.75
4.75
3.75
2.75
5
7
7.333
7.667
8
8.333
8.667
9
8
7
6
5
4
3
6.25
7.25
7.583
7.917
8.25
8.583
8.917
9.25
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25
7.5
7.5
7.833
8.167
8.5
8.833
9.167
9.5
8.5
7.5
6.5
5.5
4.5
3.5
8.75
7.75
8.083
8.417
8.75
9.083
9.417
9.75
8.75
7.75
6.75
5.75
4.75
3.75
10
8
8.333
8.667
9
9.333
9.667
10
9
8
7
6
5
4
Untuk menghitung apa yang diminta, beberapa perhitungan digabung sehingga menjadi sebagai berikut
52
BA
0
Sta lengan FS Y
y*FS
y*FS*l
0
0 1
6
6
0
1
8.333 4 6.333
25.333 211.111
2
16.667 2 6.667
13.333 222.222
3
25 4
7
28
700
4
33.333 2 7.333
14.667 488.889
5
41.667 4 7.667
30.667 1277.778
6
50 2
8
16
800
7
58.333 4
7
28 1633.333
8
66.667 2
6
12
800
9
75 4
5
20
1500
10
83.333 2
4
8 666.667
11
91.667 4
3
12
1100
12
100 1
2
2
200
216
9600
WPA
1200 m2
MWY 53333.33 m3
LCF
44.444 M
volume displ
3125 m3
BA
1.25
y
y*FS
y*FS*l
6.25
6.25
0
6.583
26.333 219.444
6.917
13.833 230.556
7.25
29
725
7.583
15.167 505.556
7.917
31.667 1319.444
8.25
16.5
825
7.25
29 1691.667
6.25
12.5 833.333
5.25
21
1575
4.25
8.5 708.333
3.25
13 1191.667
2.25
2.25
225
225
10050
1250 m2
55833.33 m3
44.667 m
momen vol x 139583.3
momen vol z 3958.333
BA 2.5
yFS
Bonjean x = 1.25
y
y*FS
y*FS*l
A
Atot
y h. girth
6.5
6.5
0 37.5 31.25
31.25
0.5 2.5495
6.833
27.333 227.778 39.5 32.917 32.917
0.5 2.5495
7.167
14.333 238.889 41.5 34.583 34.583
0.5 2.5495
7.5
30
750 43.5 36.25
36.25
0.5 2.5495
7.833
15.667 522.222 45.5 37.917 37.917
0.5 2.5495
8.167
32.667 1361.111 47.5 39.583 39.583
0.5 2.5495
8.5
17
850 49.5 41.25
41.25
0.5 2.5495
7.5
30
1750 43.5 36.25
36.25
0.5 2.5495
6.5
13 866.667 37.5 31.25
31.25
0.5 2.5495
5.5
22
1650 31.5 26.25
26.25
0.5 2.5495
4.5
9
750 25.5 21.25
21.25
0.5 2.5495
3.5
14 1283.333 19.5 16.25
16.25
0.5 2.5495
2.5
2.5
250 13.5 11.25
11.25
0.5 2.5495
234
10500
2
1300 m
WSA 509.902
3
58333.33 m
WSA bottom 1200
44.872 m
WSA ends 42.5
LCB
44.667 m
WSA tot 1752.40
KB
1.267 m
BA
3.75
y
y*FS
y*FS*l
6.75
6.75
0
7.083
28.333 236.111
7.417
14.833 247.222
7.75
31
775
8.083
16.167 538.889
8.417
33.667 1402.778
8.75
17.5
875
7.75
31 1808.333
BA
y
hg*FS
2.5495
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
2.5495
91.782
m2
m2
m2
m2
7
7.333
7.667
8
8.333
8.667
9
8
5
y*FS
yFS
y*FS*l
7
0
29.333 244.444
15.333 255.556
32
800
16.667 555.556
34.667 1444.444
18
900
32 1866.667
40.5
42.5
44.5
46.5
48.5
50.5
52.5
46.5
A
33.75
35.417
37.083
38.75
40.417
42.083
43.75
38.75
Bonjean
Atot
65
68.333
71.667
75
78.333
81.667
85
75
x = 2.5
hg*FS
y h. girth
0.5
2.5495 2.5495
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198
8
9
10
11
12
66.667
75
83.333
91.667
100
2
4
2
4
1
6.5
5.5
4.5
3.5
2.5
WPA
MWY
LCF
vol displ 3375
volume total 6500
Sta
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
22
9
14
2.5
234
1300
58333.33
44.872
3
m
m3
866.667 6.75
13.5
900
7
14 933.333 40.5 33.75
1650 5.75
23
1725
6
24
1800 34.5 28.75
750 4.75
9.5 791.667
5
10 833.333 28.5 23.75
1283.333 3.75
15
1375
4
16 1466.667 22.5 18.75
250 2.75
2.75
275
3
3
300 16.5 13.75
10500
243
10950
252
11400
m2
1350 m2
1400 m2
3
3
m
60833.33 m
63333.33 m3
M
45.062 m
45.238 m
4
mom vol x = 152083.3 m mom vol.x 29166.67 m4
LCB 44.872 m
mom vol z = 12708.33 m4 mom vol.z 16666.67 m4
KB 2.564 M
BA
5
BA
lengan FS y
y*FS
y*FS*l
y
0 1
7
7
0 7.25
8.333 4 7.333
29.333 244.444 7.583
16.667 2 7.667
15.333 255.556 7.917
25 4
8
32
800 8.25
33.333 2 8.333
16.667 555.556 8.583
41.667 4 8.667
34.667 1444.444 8.917
50 2
9
18
900 9.25
58.333 4
8
32 1866.667 8.25
66.667 2
7
14 933.333 7.25
75 4
6
24
1800 6.25
83.333 2
5
10 833.333 5.25
91.667 4
4
16 1466.667 4.25
100 1
3
3
300 3.25
252
11400
WPA
1400 m2
MWY 63333.33 m3
LCF
45.238 m
3
vol displ 3625 m
mom vol x =
3
volume total 10125 m
mom vol z =
6.25
y*FS
7.25
30.333
15.833
33
17.167
35.667
18.5
33
14.5
25
10.5
17
3.25
261
1450
65833.33
45.402
164583.3
22708.33
BA 7.5
yFS
y*FS*l
y
y*FS
y*FS*l
0 7.5
7.5
0 43.5
252.778 7.833
31.333 261.111 45.5
263.889 8.167
16.333 272.222 47.5
825 8.5
34
850 49.5
572.222 8.833
17.667 588.889 51.5
1486.111 9.167
36.667 1527.778 53.5
925 9.5
19
950 55.5
1925 8.5
34 1983.333 49.5
966.667 7.5
15
1000 43.5
1875 6.5
26
1950 37.5
875 5.5
11 916.667 31.5
1558.333 4.5
18
1650 25.5
325 3.5
3.5
350 19.5
11850
270
12300
m2
1500 m2
m3
68333.33 m3
M
45.238 M
4
m mom vol.x 45250
m4
LCB
4
4
m
mom vol.z 39375
m
KB
65
55
45
35
25
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
WSA
WSA
WSAend
WSA tot
2.5495 5.099
2.5495 10.198
2.5495 5.099
2.5495 10.198
2.5495 2.5495
91.782
509.902 m2
2262.304 m2
316.667 m2
2578.971 m2
Bonjean x = 2.5
hg*FS
A
Atot
y h. girth
36.25
0.5
2.5495 2.5495
37.917
0.5
2.5495 10.198
39.583
0.5
2.5495
5.099
41.25
0.5
2.5495 10.198
42.917
0.5
2.5495
5.099
44.583
0.5
2.5495 10.198
46.25
0.5
2.5495
5.099
41.25
0.5
2.5495 10.198
36.25
0.5
2.5495
5.099
31.25
0.5
2.5495 10.198
26.25
0.5
2.5495
5.099
21.25
0.5
2.5495 10.198
16.25
0.5
2.5495 2.5495
91.782
WSA 509.902 m2
WSA 2772.206 m2
WSAend 350
m2
45.062 m
WSA tot 3122.206 m2
3.88 m
Sta Lengan FS
0
0 1
1
8.333 4
2
16.667 2
3
25 4
4
33.333 2
5
41.667 4
6
50 2
7
58.333 4
8
66.667 2
9
75 4
10
83.333 2
11
91.667 4
12
100 1
vol displ
vol total
BA
Sta FS
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
y
1
4
2
4
2
4
2
4
2
4
6
6.333
6.667
7
7.333
7.667
8
7
6
5
BA
7.5
BA
y
y*FS
y*FS*l
y
7.5
7.5
0 7.75
7.833
31.333 261.111 8.083
8.167
16.333 272.222 8.417
8.5
34
850 8.75
8.833
17.667 588.889 9.083
9.167
36.667 1527.778 9.417
9.5
19
950 9.75
8.5
34 1983.333 8.75
7.5
15
1000 7.75
6.5
26
1950 6.75
5.5
11 916.667 5.75
4.5
18
1650 4.75
3.5
3.5
350 3.75
270
12300
WPA
1500 m2
MWY 68333.33 m3
LCF
45.556 M
3
3875 m
mom vol x =
3
14000 m
mom vol z =
1.25
y
6.25
6.583
6.917
7.25
7.583
7.917
8.25
7.25
6.25
5.25
y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
8.75
y*FS
7.75
32.333
16.833
35
18.167
37.667
19.5
35
15.5
27
11.5
19
3.75
279
1550
70833.33
45.699
177083.3
33958.33
y*FS*l
BA
y
10
y*FS
y*FS*l
0
8
8
0
269.444 8.333
33.333 277.778
280.556 8.667
17.333 288.889
875
9
36
900
605.556 9.333
18.667 622.222
1569.444 9.667
38.667 1611.111
975
10
20
1000
2041.667
9
36
2100
1033.333
8
16 1066.667
2025
7
28
2100
958.333
6
12
1000
1741.667
5
20 1833.333
375
4
4
400
12750
288
13200
m2
1600 m2
m3
73333.33 m3
m
45.833 M
4
m mom vol.x 633333.3 m4
m4 mom vol.z 73333.33 m4
yFS
46.5
48.5
50.5
52.5
54.5
56.5
58.5
52.5
46.5
40.5
34.5
28.5
22.5
A
38.75
40.417
42.083
43.75
45.417
47.083
48.75
43.75
38.75
33.75
28.75
23.75
18.75
LCB
KB
45.238
5.238
Bonjean x = 2.5
hg*FS
Atot
y h. girth
140
0.5
2.5495 2.5495
146.667
0.5
2.5495 10.198
153.333
0.5
2.5495
5.099
160
0.5
2.5495 10.198
166.667
0.5
2.5495
5.099
173.333
0.5
2.5495 10.198
180
0.5
2.5495
5.099
160
0.5
2.5495 10.198
140
0.5
2.5495
5.099
120
0.5
2.5495 10.198
100
0.5
2.5495
5.099
80
0.5
2.5495 10.198
60
0.5
2.5495 2.5495
91.782
WSA 509.902 m2
WSA 3282.108 m2
WSAend 383.3333 m2
m
WSA tot 3665.441 m2
m
2.5
half
3.75
half
5
y
y
girth g gFS
y
y
girth g gFS
y
y
6.5 0.25 1.2748 1.2748
6.75
0.25 1.2748 1.2748
7
6.833 0.25 1.2748
5.099
7.083
0.25 1.2748
5.099 7.333
7.167 0.25 1.2748 2.5495
7.417
0.25 1.2748 2.5495 7.667
7.5 0.25 1.2748
5.099
7.75
0.25 1.2748
5.099
8
7.833 0.25 1.2748 2.5495
8.083
0.25 1.2748 2.5495 8.333
8.167 0.25 1.2748
5.099
8.417
0.25 1.2748
5.099 8.667
8.5 0.25 1.2748 2.5495
8.75
0.25 1.2748 2.5495
9
7.5 0.25 1.2748
5.099
7.75
0.25 1.2748
5.099
8
6.5 0.25 1.2748 2.5495
6.75
0.25 1.2748 2.5495
7
5.5 0.25 1.2748
5.099
5.75
0.25 1.2748
5.099
6
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
half
girth g gFS
1.2748 1.2748
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
10
11
12
2
4 4.25 0.25 1.2748
4
3 3.25 0.25 1.2748
1
2 2.25 0.25 1.2748
WSA 1200 m2
t bot 0.012 m
WSA
vol. kulit 14.4 m3
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt
BA
Sta FS
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
4
2
4
2
4
2
4
2
4
2
4
1
6.25
y
7.25
7.583
7.917
8.25
8.583
8.917
9.25
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25
y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
WSA
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt
gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
142.5
0.01
1.425
2.5495
5.099
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
42.5
0.01
0.425
4.5
3.5
2.5
m2
m
m3
m2
m
m3
0.25
0.25
0.25
1.2748
1.2748
1.2748
2.5495
5.099
1.2748
45.891
WSA
254.95
t side
0.01
vol klt
2.5495
WSAtot 1752.40
vol kulit 19.924
7.5
half
y
y
girth g gFS
7.5 0.25 1.2748 1.2748
7.833 0.25 1.2748
5.099
8.167 0.25 1.2748 2.5495
8.5 0.25 1.2748
5.099
8.833 0.25 1.2748 2.5495
9.167 0.25 1.2748
5.099
9.5 0.25 1.2748 2.5495
8.5 0.25 1.2748
5.099
7.5 0.25 1.2748 2.5495
6.5 0.25 1.2748
5.099
5.5 0.25 1.2748 2.5495
4.5 0.25 1.2748
5.099
3.5 0.25 1.2748 1.2748
45.891
2
m
WSA
254.95
m
t side
0.01
3
m
vol klt
2.5495
m2
WSAtot 3004.71
m
vol kulit 32.447
m3
4.75
3.75
2.75
m2
m
m3
m2
m3
0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt
8.75
half
y
y
girth g
7.75
0.25 1.2748
8.083
0.25 1.2748
8.417
0.25 1.2748
8.75
0.25 1.2748
9.083
0.25 1.2748
9.417
0.25 1.2748
9.75
0.25 1.2748
8.75
0.25 1.2748
7.75
0.25 1.2748
6.75
0.25 1.2748
5.75
0.25 1.2748
4.75
0.25 1.2748
3.75
0.25 1.2748
45.891
2
m
WSA
254.95
M
t side
0.01
3
m
vol klt 2.5495
m2
WSAen
200
3
m
t side
0.01
vol klt
2
Format yang diberikan di atas bukan harga mati, tetapi dapat diubah sesuai keperluan.
1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
90
0.01
0.9
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m
m3
gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m
m3
5
4
3
0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAtot
vol kulit
10
y
8
8.333
8.667
9
9.333
9.667
10
9
8
7
6
5
4
y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAtot
vol kulit
1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
2352.30
25.923
half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
3714.61
39.546
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m3
gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m3
Jika muatan dibongkar, maka P berharga negatif dan 1 lebih kecil dari .
Dari hubungan = V dan 1 = V1 didapatkan
P (V1 V )
Adanya tambahan muatan akan menyebabkan titik berat kapal berpindah tempat. Jika koordinat titik berat
kapal semula adalah xG, yG dan zG sedang koordinat titik berat muatan P adalah xP, yP dan zP, maka setelah
beban P ditambahkan, koordinat titik berat gabungan menjadi
y yP P
x xP P
z zP P
xGB G
yGB G
zGB G
P
P
P
Pergeseran titik berat dapat kita hitung sebesar
xG xGB xG
P
( xP xG )
P
yG yGB yG
zG zGB zG
P
( y P yG )
P
P
( z P zG )
P
dD
AWP
Jika letak titik apung semula adalah xB (= LCB), yB dan zB (= KB) dan letak titik berat bidang air adalah xF
(= LCF), maka pergeseran titik apung menjadi
dxB
dD
( x F xB )
dz B
dD
( zF zB )
Pergeseran ke arah y tidak ada karena kapal dianggap simetris dan tetap tegak. Pergeseran titik apung ini
akan nol jika dan hanya jika xF = xB.
Pergeseran titik berat dapat dihitung seperti di atas dan menghasilkan:
xG xGB xG
dD
( xP xG )
yG yGB yG
zG zGB zG
dD
( y P yG )
dD
( z P zG )
p
AWP
Titik berat lapisan air ini terletak pada setengah tinggi lapisan dan di atas titik berat bidang air (LCF),
sehingga koordinat titik beratnya adalah xF (= LCF), 0 (karena simetris), T + 0.5T. Untuk mencari
pergeseran titik apung, kita hitung momen statis volume
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu Y:
V ( xF xB ) (V V ) xB
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu X:
T
V T
z B (V V ) z B
zB
p
( xF xB )
p
p
T
zB
T
p
2
2
Dari hubungan d AWP dz dan mengganti dz dengan dT, kita dapatkan
d
dT
AWP 2
Mengingat bahwa C B LBT dan AWP CW LB maka rumus di atas dapat ditulis sebagai
dT
C d
B
T
CW
Jika kapal berlayar dari air tawar ke air laut yang berat jenisnya lebih besar, berarti d > 0 sehingga dT < 0
artinya sarat kapal berkurang.
Karena sarat berubah, maka letak titik apung akan berpindah juga.
2. STABILITAS KAPAL
Buku Acuan:
Edward V. Lewis, Ed., Principle of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I, Stability and
Strength, SNAME, Jersey City, NJ, 1988
o Lawrence L. Goldberg, Chapter 2: Intact Stability, pp. 63 138
o George C. Nickum, Chapter 3: Subdivision and Damage Stability, pp. 143 - 194
V. Semyonov Tyan Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, Moscow,
1960?
K.J. Rawson, E.C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th edition, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001
--, SOLAS, Consolidated Edition, 1997, IMO, London.
o Chapter II 1, Construction Subdivision and stability, machinery and electrical installations
Part A General
Part B Subdivision and Stability
Part B-1 Subdivision and damage stability of cargo ships, pp. 89 99.
Pendahuluan
Pada waktu bongkar muat maupun pada waktu berlayar, kapal selalu mendapat gaya-gaya baik dari muatan
yang sedang dibongkar-muat maupun dari benda dan alam sekitarnya: ombak, arus, angin, tumbukan dengan
dermaga, kapal lain atau kandas. Gaya-gaya ini menyebabkan kapal mengalami oleng dan gerakan-gerakan
lain. Dalam cuaca buruk, gaya-gaya ini akan menjadi semakin besar dan akan menyebabkan oleng dan
gerakan lain yang besar dan cepat, bahkan dapat menyebabkan kapal terbalik. Jadi kita perlu tahu
kemampuan kapal menghadapi gaya-gaya tersebut dan kemungkinan kapal terbalik.
Stabil
dx
Indiferen / netral
dx
Labil
Surge
sway
heave
roll
pitch
yaw
G
B
5m
gV
10 m
Z
P
TKIRI
G
B
B
gV
TKANAN
pada berat tongkang dan muatannya, maka gaya apung juga tidak
berubah, berarti volume displasemen akan tetap. Gambar
penampang melintangnya sekarang menjadi seperti di samping
ini.
Dari gambar dapat kita hitung bahwa luas penampang dalam air
adalah A 0.5 B(TKIRI TKIRI B tan ) , sedang luas semula A =
B.T, sehingga supaya luasnya tetap:
sarat kiri adalah
B
tan
2
B
T tan
2
TKIRI T
Setelah harga T, B dan tan dimasukkan, didapat TKIRI = 4.5626 m dan TKANAN = 5.4374 m.
Demikian juga titik apung berpindah tempat, sehingga sekarang koordinatnya adalah:
B(TKIRI 2TKANAN ) B (3T 0.5 B tan )
yB
tan 2
2
2
TKIRI
TKIRI .TKANAN TKANAN
dihitung dari alas
4
zB
3(TKIRI TKANAN )
3T
Setelah T, B dan tan dimasukkan, didapat yB = 0.145814 m dihitung dari CL dan zB = 2.506379 m.
Dalam keadaan ini, arah gaya berat maupun gaya apung tidak lagi sejajar CL, tetapi berubah, yaitu tegak
lurus muka air, sehingga kedua gaya ini membentuk momen kopel. Untuk menghitung lengan momen kopel
ini, ada dua cara:
Cara 1
Kita buat persamaan garis kerja gaya angkat:
Permukaan air mempunyai kemiringan 5 derajat, jadi angka arah persamaan garisnya adalah m1 = tan 50 dan
karena garis kerja gaya angkat tegak lurus muka air, berarti amgka arahnya = -1/tan 50. Garis kerja ini
melewati titik B sehingga persamaan garisnya menjadi:
(z zB) = -1/tan 50 (y yB) = -11.4301(y yB)
Lengan momen adalah jarak titik G ke garis kerja di atas. Rumus untuk jarak suatu titik G(yG,zG) ke suatu
garis dengan persamaan ay + bz + c = 0 adalah
ay bzG c
d G
a 2 b2
Maka persamaan di atas perlu dirubah bentuknya menjadi
+11.4301y + z zB - 11.4301yB = 0
sehingga a = 11.4301, b = 1 dan c = -2.506379 - 11.4301*0.145814 = -4.17305
dan jarak d
11.4301 * 0 1 * 4 4.17305
11 .43012 12
0.015082m
Harga d < 0 menunjukkan bahwa titik G ada di sebelah kiri garis kerja, sehingga momen kopel akan
memutar kapal berlawanan arah jarum jam, kembali ke kedudukan tegak.
Cara 2
Sumbu koordinat diputar sehingga sumbu X sejajar muka air dan sumbu Y tegak lurus muka air. Dalam
contoh ini sistem sumbu diputar sebesar sudut oleng yaitu 50 atau 0.087266 radian. Dari matematika kita
dapat bahwa hubungan koordinat sebelum diputar dengan setelah diputar adalah:
ybaru = ylama cos + zlama sin
zbaru = -ylama sin + zlama cos
b
h
(0.5 B 0.5b)bh
BH bh
(0.5 B 0.5b)bh
BH bh
BH bh
BH bh
BH bh
Pergeseran titik berat muatan adalah dari -0.5B+0.5b ke 0.5B-0.5b atau sebesar B-b. Jadi perbandingan
pergeseran adalah
y G1 y G 0
bh
B b
BH bh
Untuk pergeseran vertikal, dengan cara yang sama kita dapatkan:
yG1 = yG0
z G1 zG 0
bh
H h
BH bh
Pergeseran titik pusat gaya angkat tongkang pada sudut oleng kecil
yM
yK
yKtan
yK
B0
yM
B1
Kita lihat suatu tongkang yang oleng kecil dengan displasemen tetap. Tongkang mempunyai panjang L, lebar
B, tinggi H dan sarat T. Volume displasemen tongkang ini adalah V m3. Tongkang oleng sebesar .
Volume baji masuk = luas segitiga * panjang = 0.5 yM*yM tan *L.
Volume baji keluar = luas segitiga * panjang = 0.5 yK*yK tan *L.
Supaya displasemen tetap, volume baji masuk = volume baji keluar, jadi
0.5 yM*yM tan *L= 0.5 yK*yK tan *L sehingga yM = yK
Adanya baji masuk dan keluar ini dapat kita lihat juga sebagai pergeseran muatan. "Muatan" yang semula
ada di tempat baji keluar dipindah ke tempat baji masuk. Akibatnya titik pusat gaya angkat akan berpindah.
Besar perpindahan titik berat "muatan" = yK + yM
Dari hasil di atas, besar perpindahan searah sumbu Y adalah
y B1 y B 0
0.5Ly M2 tan
2 y 2 y
LBT
3 K
3 M
Kita tulis lagi menjadi
( 2 y 0.5Ly K2 2 3 y M 0.5Ly M2 ) tan ( 13 Ly K3 13 LjM3 ) tan
y B1 y B 0 3 K
V
V
Dari fisika kita lihat bahwa Ly3M adalah momen inersia bidang air masuk terhadap sumbu putar sedang
Ly3K adalah momen inersia bidang air keluar terhadap sumbu putar, sehingga jumlahnya adalah momen
inersia bidang air seluruhnya IXX terhadap sumbu putar yang // sumbu X. Maka persamaan di atas menjadi
I
y y B1 y B 0 XX tan
V
Pergeseran titik pusat gaya angkat kapal pada sudut oleng kecil
Suatu kapal yang berlayar di laut akan mengalami oleng. Kita lihat suatu keadaan oleng tetapi tanpa trim.
Karena tidak ada perubahan muatan, maka oleng terjadi pada displasemen tetap. Kapan oleng terjadi pada
displasemen tetap? Jika volume baji masuk sama dengan baji keluar.
z
yk tan
yk
Ak
Am
ym
WL1
ym tan
WL
dx
GAMBAR 2
vm vk
(1)
Untuk kapal berdinding tegak, dari segitiga keluar kita dapat
dvk 1 2 yk yk tan dx
sehingga
L
vk
yk yk tan dx
(2)
vk tan
yk yk dx
Integral ini dapat dibaca juga sebagai berikut: y k dx adalah luasan elementer dan 1 2 y k adalah lengan
luasan terhadap sumbu X hingga integral itu juga dapat dibaca sebagai momen statis bagian bidang air yang
keluar terhadap sumbu X.
L
(3)
M Sk
dan
yk yk dx
vk M Sk tan
vk vm M Sk tan M Sm tan
ym
/3
WL1
yk
/3
WL
ym
y
GAMBAR 4
Jadi dalam hal kapal oleng tadi, titik berat baji keluar bergerak ke titik berat baji masuk, maka titik apung
kapal akan bergerak sejajar arah gerak tersebut:
vk g 0 g1 VB0 B1
sehingga
vk
g 0 g1
V
Dari gambar untuk komponen gerakan ke arah Y kita lihat bahwa ( g 0 g1 ) y 2 3 ( yk y m ) dan v k didapat
dari rumus di atas, sehingga
B0 B1
(5)
vk ( g 0 g1 ) y
2 yk tan
y yk dx
2 k
(6)
v k ( g 0 g1 ) z
yk tan tan
y yk dx 1 2 I xx tan 2
2 k
(7)
( B0 B1 ) z z B
(8)
( B0 B1 ) x x B
I yF
V
tan
Untuk sudut kecil tan sehingga rumus-rumus di atas dapat disederhanakan menjadi
xB
(9)
I yF
V
I xx
V
I
z B 1 2 xx 2
(11)
V
Dengan demikian kita dapat menghitung koordinat titik B pada waktu oleng jika diketahui.
y B
(10)
dA
dengan
A luas elementer
y jarak luas elementer dA terhadap sumbu acuan
Momen inersia suatu 4 persegi panjang alas b dan tinggi h terhadap alasnya adalah I 13 bh 3 .
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu X memanjang, lebar elementer
adalah dx dan tinggi adalah y sehingga momen inersianya adalah
I xx 2 3 y 3 dx
(12)
Sumbu acuan untuk momen inersia ini melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis potong melalui
titik berat sudah dipenuhi.
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu Y melintang, luas elementer
adalah ydx dan jarak adalah x sehingga momen inersianya adalah
I yy 2 x 2 ydx
(13)
Sumbu acuan untuk momen inersia ini biasanya tidak melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis
potong melalui titik berat biasanya tidak dipenuhi. Momen inersia terhadap sumbu yang melalui titik berat
dan // sumbu Y bisa didapat dengan rumus pergeseran sumbu
I yF I yy y F2 AWL
(14)
dengan
AWL luas bidang air
y F jarak titik berat bidang air dari sumbu acuan Y
y
Untuk bidang air oleng dengan sudut tanpa trim y cos sehingga
I x 2 3 y3 dx 2 3
(15)
I x
y3
I
dx xx3
3
cos
cos
I xx
cos3
I y 2 x 2 y dx 2 x 2
(16)
I y
I yy
y
dx
cos
cos
I yy
cos
dan
(17)
I yF
I yy
cos
y F2
AWL
cos
WL1
WL
B0
GAMBAR 4
I xx
dan jika dianggap segitiga MB0B1
V
adalah segitiga siku-siku, maka kita dapat B0 B y B MB0 sin MB0 , berarti
I
MB0 rT xx
(18)
V
Dari rumus ini kita lihat bahwa MB0 bukan fungsi , berarti untuk sudut kecil, MB0 tetap harganya, jadi titik
M tidak berpindah. MB0 yang tetap besarnya ini diberi nama jari-jari metasenter. Untuk gerak oleng, harga
ini disebut jari-jari metasenter melintang dan besarnya menurut rumus di atas, sedang untuk gerak angguk
atau trim, besarnya jari-jari metasenter adalah
Kita lihat segitiga MB0B1. Komponen datar dari B0B adalah y B
(19)
M L B0 rL
I yF
V
dan disebut jari-jari metasenter memanjang. Baik jari-jari metasenter melintang maupun memanjang selalu
berharga positif.
Karena panjang kapal beberapa kali lebih besar dari lebarnya, maka IyF banyak lebih besar dari Ixx sehingga
MLB0 juga banyak lebih besar dari MB0.
Momen penegak
Pada waktu kapal tegak, garis kerja gaya berat dan gaya apung berimpit dan berada pada CL kapal dan
kapal dalam keadaan seimbang atau diam. Pada waktu kapal oleng, jika tidak ada muatan yang bergeser
atau muatan cair, maka titik berat kapal tidak bergeser. Sebaliknya, dari pembahasan di atas, jelas bahwa
titik apung akan bergeser. Ini berarti ada sepasang gaya sama besar (gaya berat dan gaya apung) yang
membentuk kopel dan kopel ini disebut momen penegak (righting moment), karena seharusnya akan
menegakkan kapal kembali.
Ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi:
M
G
WL1
B0
WL
M=
G
B0
WL1
WL
B
V
G
WL1
WL
B0
GAMBAR 5
Yang kita inginkan tentu saja Kasus 1, sedang yang lain kita hindari.
Z
M
WL1
zG
B0
WL
zB
gV
GAMBAR 6
atau tinggi metasenter sama dengan tinggi titik M di atas lunas dikurangi tinggi titik berat
MG KM KG z M z G
atau tinggi metasenter sama dengan jari-jari metasenter dikurangi tinggi titik berat di atas titik apung
MG MB BG rT a
(21)
dengan a = BG = KG KB.
Momen penegak menjadi
M r Dl DMG sin D (rT a )
(22)
D
V
untuk kecil dan
.
Kita lihat kembali ketiga kasus di atas:
Kasus 1: titik B terletak di bawah titik G, berarti
KB KG atau BG KG KB zG z B 0
dan titik M terletak di atas titik G, berarti
KM KG
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB
sehingga
MB BG atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D ( rT a ) 0
atau arah putar Mr adalah untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan stabil.
Kasus 2: titik B terletak di bawah titik G, berarti
KB KG atau z B z G
dan titik M terletak berimpit dengan titik G, berarti
KM KG atau z M z G
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB
sehingga
Ini berarti bahwa
MB BG atau rT a
M r D(rT a) 0
tidak ada momen untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan netral atau indiferen.
y 3 dx
1
3
LWL
y13 4. 1 3 y 23 ... 1 3 y n3 )
IX
Satuan: m
tinggi metasenter melintang (height of transverse metacentre)
TKM TBM KB
Satuan: m
momen inersia bidang air (moment of inertia of waterplane) terhadap sumbu Y
IY 2
ydx
LWL
Satuan: m4
jari-jari metasenter memanjang (longitudinal metacentric radius)
LBM
IY 0
Satuan: m
tinggi metasenter memanjang (height of longitudinal metacentre)
LKM LBM KB
Satuan: m
Perubahan displasemen akibat trim 1 cm (change of displacement due to trim 1 cm)
lengan
0
8.333
16.667
25
33.333
41.667
50
58.333
66.667
75
83.333
91.667
100
BA
FS y
1
6
4 6.333
2 6.667
4
7
2 7.333
4 7.667
2
8
4
7
2
6
4
5
2
4
4
3
1
2
0
y3
y FS
216
254.037
296.296
343
394.37
450.630
512
343
216
125
64
27
8
216
1016.148
592.593
1372
788.741
1802.519
1024
1372
432
500
128
108
8
9360
IXX = 17333.33
xy
x yFS
0
439.815
1851.852
4375
8148.148
13310.19
20000
23819.44
26666.67
28125
27777.78
25208.33
20000
0
1759.259
3703.704
17500
16296.3
53240.74
40000
95277.78
53333.33
112500
55555.56
100833.3
20000
570000
IYY = 3166667
kor 237037
IY0 = 796296.3
BA
y
1.25
y3
y3FS
x2y
x2yFS
W2
W1
TA-TF
L0
L2
A
LCF
W0
L1
TF
TA
FP
X
AP
TPC LCF
LPP
Satuan: N/cm
Momen untuk merubah trim 1 cm (moment to change trim 1 cm)
Jika kapal mengalami trim, maka akan timbul momen kopel reaksi untuk menegakkan kapal. Jadi kita harus
melawan momen kopel ini. Dari pembahasan yang lalu, besarnya momen kopel ini = gV MLG sin .
Untuk trim sebesar 1 cm kita dapat sin = tan = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga
GM L
MTC TOT
100 LPP
MLG = KML - KG = KB + BML - KG.
Harga KB - KG adalah kecil terhadap BML sehingga dapat diabaikan, jadi momen kopel ~ gV BML
0.01 / Lpp.
LBM
MTC TOT
100 LPP
Satuan: Nm/cm
Untuk Contoh soal, lihat soal pada Hidrostatik bagian pertama
M y
D.M L G
yM
L2
W1
zM
yk
W2
yB1
yB2
L1
B2
E
B1
zB1
K
ym
zB2
Y
Kita lihat sebuah kapal dalam keadaan oleng tidak kecil sebesar dengan bidang air W1L1. Pada saat itu
letak resultan gaya angkat adalah di B1(yB1, zB1) dan letak metasenter di M(yM,zM). Kemudian oleng ditambah
dengan d pada displasemen tetap dengan bidang air W2L2. Ini berarti volume baji masuk sama dengan
volume baji keluar atau vm = vk
L
vk tan d
2 yk y k dx vm tan d
ym ym dx
Dan integral ini dapat kita baca sebagai momen statis bidang air W1L1 terhadap garis potong yang melewati
titik berat bidang air
L
M Sk
yk yk dx M Sm
ym ym dx
Dan karena momen statis bidang air masuk = momen statis bidang air keluar berarti bahwa garis potong
melewati titik berat bidang air.
Dan karena ada volume yang berpindah tempat, dan karena d kecil, maka resultan gaya angkat akan
berpindah tempat ke arah sumbu Y sejauh
I
( B1B2 ) y yB x d
V
dan pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah
I
( B1B2 ) z z B 1 2 x ( d ) 2 .
V
Dan untuk trim, pergeseran ke arah X adalah
( B1B2 ) x xB
I yF
V
Rumus analitis untuk menghitung koordinat titik apung dan titik metasenter
Dari pembahasan di atas kita dapat:
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen V dikalikan
perubahan titik apung ke arah X:
I yF
d I yF d
V
M yz V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V dikalikan
komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xz V x d cos I x cos d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V dikalikan
komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xy V x d sin I x sin d
V
VxB I yF d
I
xB yF d
V
V
yB
Vy B I x d
I
yB x cos d
V
V
z B
Vz B I x d
I
z B x sin d
V
V
Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut 1 sampai sudut 2, maka koordinat titik apung dapat diperoleh
dengan
2
2
2
I yF
I x
I
xB 2 xB1
d
yB 2 yB1
cos d
z B 2 z B1 x sin d
V
V
V
1
1
1
I x
kita sebut rT yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut
V
I
rT x
(24)
V
I yF
sedang
kita sebut rL yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut . Dengan demikian rumusV
rumus di atas akan menjadi
Harga
(25)
xB 2 xB1 rL d
1
(26)
yB 2 yB1 rT cos d
1
(27)
z B 2 z B1 rT sin d
1
Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat lagi kapal oleng sebesar , lalu
ditambah lagi sebesar d.
Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar d, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat segitiga kecil
B1B2E. Karena d kecil, maka B1B2 E dan
dy B1E B1B2 cos
dz EB2 B1 B2 sin
sedang B1B2 r d , sehingga
dy r cos d
(28)
dz r sin d
(29)
dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari 1 sampai 2 dan kita dapatkan
pers. (26) dan (27).
Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa
yM y B1 rT sin
(30)
(31)
z M z B1 rT cos
G
Z
W
E
B0
zB0
yB
zB
Y
Setelah koordinat titik apung dan titik metasenter kita dapatkan, maka selanjutnya kita hitung lengan
stabilitas pada sudut oleng .
Dari gambar kita lihat bahwa lengan momen penegak pada waktu sudut oleng adalah
l GZ B0Q QR B0 E
(33)
l rT cos( )d a sin
0
l ( rT 0 a ) sin
rT
sin( )dr
T
rT 0
Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r Dl gVl dan r diganti, maka didapat
rT
(35)
Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari metasenter tetap
harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga jari-jari metasenter tersebut.
Pada keadaan tegak, = 0 sehingga sin = 0, cos = 1, yB = 0, zB = zB0 dan r = r0 dan rumus di atas
menjadi
dl
r0 a MG
0
Jadi turunan pertama lengan stabilitas statis terhadap sudut oleng pada keadaan tegak adalah tinggi
metasenter awal. Kalau kita perhatikan, turunan ini mempunyai satuan panjang. Untuk mencari penggal
garis yang mana, lihat gambar berikut:
Z
M
L2
Z2
G
W1
Z1
W2
L1
d
B2
B1
GAMBAR 9
Misalkan pada sudut oleng letak titik metasenter M dan titik berat G diketahui. Jika dari G ditarik garis
tegak lurus garis kerja gaya apung, didapat lengan stabilitas statis pada sudut oleng berupa penggal garis
GZ1. Jika kemudian sudut oleng ditambah dengan d, titik M tidak berpindah tempat, tetapi untuk garis kerja
gaya apung yang baru, titik Z1 akan berpindah ke Z2.
Untuk d0, maka
dl
MZ1
d
dl MZ 1d atau
(36)
MZ1 yang diukur dari titik metasenter ke titik potong lengan dengan garis kerja gaya apung, disebut tinggi
umum metasenter. Pada waktu lengan stabilitas statis mencapai maksimum, maka
titik M dan titik H berimpit.
dl
MZ1 0 , berarti
d
G
G
GAMBAR 10
Dalam keadaan diam gambar kiri bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring gambar
tengah ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam keadaan tegak
gambar kanan titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik berat ini jelas dibutuhkan
usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda) dengan berat dikalikan perpindahan
titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat
pada kedudukan awal.
Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat reaksi
tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi titik berat saja.
Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan selama proses oleng, ketinggian
titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat juga selalu berubah dan jarak vertikal
inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang dilakukan adalah
E Dld
Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga , sehingga untuk mengolengkan kapal dari
keadaan tegak ke sudut oleng dibutuhkan kerja sebesar
E Dld D ld
ld ld
(37)
Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut tertentu dan
sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut oleng.
Marilah kita turunkan rumus lengan stabilitas dinamis.
Z
G
Z
W
a
a
E Q R
B0
zB0
B
P
yB
zB
Y
GAMBAR 11
Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas dinamis
adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih jarak pada sudut
oleng , maka
ld ZB ZN ZB a
ZB GE QP FP
ld max
Pada sudut kecil, besar lengan stabilitas statis diberikan oleh rumus (20)
l GZ MG sin
Jika kita ambil turunan pertamanya terhadap , kita peroleh
dl
MG cos
d
sehingga kemiringan garis singgung pada = 0 adalah MG. Jadi untuk menggambar garis singgung di = 0,
kita ukurkan MG tegak lurus pada absis 1 rad (=57.3 derajat) dan hubungkan ujungnya dengan titik 0, maka
kita dapat garis singgungnya.
Karena simetri badan kapal, maka kurva lengan stabilitas statis akan ada juga untuk sudut negatif dan bentuk
di bagian sudut negatif ini akan sama dengan bentuknya di bagian sudut positif, karena besar lengan tak
dipengaruhi oleh arah oleng kapal. Jadi lengan stabilitas statis adalah fungsi ganjil.
l statis
l statis
l statis
h0
1 rad
Type I
h0
1 rad
Type II
1 rad
h0
Type III
GAMBAR 13
Gambar-gambar di atas menunjukkan tiga jenis diagram stabilitas statis untuk bentuk badan kapal atau
Rencana Garis yang paling sering dijumpai.
Jenis I adalah bentuk diagram stabilitas statis yang paling sering dijumpai. Kurva ini hanya
mempunyai 1 titik balik pada daerah lengan positif. Sudut batas stabilitasnya biasanya antara 60
sampai dengan 90 derajat dan MG awalnya antara 0.5 sampai 1.0 m atau lebih.
Jenis II adalah bentuk diagram stabilitas statis kapal dengan MG awal yang kecil, 0.4 m atau kurang,
tetapi dengan lambung bebas yang besar. Kurvanya berada di atas garis singgung awal dilanjutkan
dengan titik balik. Meskipun MG awal kecil, tetapi stabilitasnya cukup baik karena luasnya besar dan
sudut batas stabilitas yang besar.
Jenis III adalah bentuk diagram stabilitas statis untuk kapal dengan MG awal negatif. Garis singgung
awal berarah ke bawah. Kurvanya berada di atas garis singgung diikuti titik minimum lalu memotong
sumbu datar pada sudut 1 diikuti dengan titik balik. Ini berarti bahwa pada sudut oleng 00, kapal
mempunyai keseimbangan labil dan baru stabil dengan sudut oleng 1. Meskipun luas kurva mungkin
besar dan sudut batas stabilitasnya besar, bentuk ini sekarang tidak diijinkan lagi.
l
l
p
B
B
p
B1
Y
Y
Kita lihat suatu kapal yang sedang bongkar muat. Pada kapal ini ada beban tergantung sebesar p yang titik
gantungnya adalah A sedang titik berat beban ada di titik B, dengan panjang AB = l. Jika beban ini terikat di
titik B, maka pada waktu kapal oleng, muatan tersebut tidak bergeser. Jika beban tidak terikat di titik B,
maka pada waktu oleng, titik berat beban akan berpindah ke titik B1 searah dengan arah oleng kapal. Untuk
sudut kecil, pergeseran titik berat beban ke arah Y dapat dianggap sebesar l. Sebagai akibatnya, kapal
akan mendapat momen oleng tambahan sebesar
M pl
M r D M T G pl D M T G
pl
D
Y
Y
Kita lihat suatu kapal yang mempunyai tangki berisi muatan cair. Pada waktu kapal tegak, permukaan
muatan cair sejajar dengan bidang dasar kapal. Pada waktu kapal mengalami oleng sebesar (tanpa trim),
permukaan muatan cair akan membentuk sudut juga dengan bidang dasar kapal, berarti ada baji masuk.
ada baji keluar. Karena muatan cair volumenya tak berubah, berarti pergeseran titik berat muatan cair dapat
dihitung dengan rumus
ym
dengan
i = momen inersia bidang permukaan muatan cair terhadap sumbu melalui titik berat bidang dan sejajar
sumbu X
v = volume muatan cair (bukan volume tangki)
Jika berat muatan cair adalah 1gv, maka pergeseran muatan menyebabkan momen oleng sebesar
i
M 1 gv. 1 gi
v
dengan
1 = massa jenis muatan cair (kg/m3)
Jadi momen penegak menjadi
gi
i
M r D M T G 1 gi D M T G 1 D M T G 1
D
sw V
L1
D
1
W1
T
T1
Y
GAMBAR 14
Kita lihat kapal tanpa trim dan suatu bidang air WL dengan sudut oleng besar dan bidang air W1L1 dengan
sudut oleng 1 yang berpotongan di titik sembarang. Dengan demikian bidang air WL akan memotong
sumbu Z pada titik T dan bidang air W1L1 memotong sumbu Z pada titik T1. Antara dan 1 serta antara T
dan T1 ada hubungan
1
T1 T T
Tinggi elemen baji h (diukur // sumbu Z) yang dibatasi oleh kedua bidang air itu adalah
h = AC + CD - AB
AC = T
Lihat CDT1: CD = y tan 1
Lihat ABT: AB = y tan
Jadi
h T y (tan 1 tan ) y{tan( ) tan }
sehingga
y
h T
cos 2
Sedangkan harga z pada bidang WL dapat dihitung dengan rumus
z T y tan
V hdA T dA
ydA
2
cos
A
A
A
V AWP T
(40)
M yz
xydA
A
M yz AWP x F T
(41)
M xz
AWP y F
cos 2
cos 2
dA
M xz AWP y F T
(42)
I xy
Ix
cos 2
y
y
M xy zhdA z T
dA
dA (T y tan )TdA (T y tan )
2
cos
cos 2
A
A
A
A
Untuk kasus khusus dengan kedua bidang air WL dan W1L1 membatasi displasemen yang sama, berarti
bahwa V = 0 dan pers (40) menjadi
y
T F2
cos
Maka kita perlu membuat bidang air dengan displasemen tetap dengan sudut oleng yang berselisih sama.
Ada dua cara yang dikembangkan oleh Krylov:
Cara pertama
Z
500 400
300
200
yk
100
00
A
ym
GAMBAR
Pada cara pertama, bidang air dengan sudut oleng 10o, 20o dan seterusnya dibuat melalui satu titik, yaitu titik
potong CL dengan bidang air tegak. Untuk suatu sudut, biasanya volume baji masuk tidak akan sama dengan
volume baji keluar, sehingga bidang air harus digeser dengan sudut tetap supaya kedua volume baji sama
besar. Besar pergeseran adalah sedemikian sehingga volume air di antara kedua bidang air sama dengan
selisih volume baji masuk vm dan volume baji keluar vk. Dari gambar kita dapatkan
AWP vm vk
dengan
= jarak penggeseran bidang air [m]
AWP = luas bidang air awal sebelum digeser [m2]
Rumus ini hanya tepat jika kapal berdinding tegak, tetapi untuk kecil kesalahannya akan kecil juga. Besar
kita hitung dengan rumus
v v
m k
AWP
Karena semua bidang air melalui titik yang sama pada sumbu Z, maka tidak ada perubahan sarat, dT = 0,
sehingga dari rumus (40) kita dapat menghitung perubahan volume
AWP y F
d
cos 2
dv
Faktor pertama ruas kanan dapat dilihat juga sebagai momen statis bidang air oleng terhadap sumbu
olengnya, sehingga
dv M x d
vm vk M x d
0
sehingga menjadi
(44)
1
AWP
Pada rumus ini, momen statis bidang air dapat dihitung dengan rumus
L/2
1
Mx
( ym2 yk2 )dx
2 L / 2
AWP
(y
y k ) dx
L / 2
Jika momen statis bidang air masuk lebih besar dari harga mutlak momen statis bidang air keluar, maka titik
berat bidang air akan berada di sebelah kanan sumbu Z. Ini berarti juga volume baji masuk lebih besar dari
volume baji keluar, maka volume displasemen akan bertambah. Jadi bidang air harus digeser turun supaya
volume tidak berubah.
Jika sebaliknya, maka volume displasemen akan berkurang dan bidang air harus digeser naik supaya volume
tidak berubah.
Dalam rumus di atas, kita harus mengintegral Mx sebagai fungsi . Dengan beda sudut 100 = 0.174533 rad,
dan momen statis bidang air pada suatu sudut kita sebut M dan hasil integralnya kita sebut MS, ini kita
lakukan dengan cara trapesium sebagai berikut:
Sudut AWP
oleng
Mx
00
100
200
300
dst
M0
M10
M20
M30
A0
A10
A20
A30
MS = M x d
0
MS0 = 0
MS10 = 0.5(M0 + M10)* 0.174533
MS20 = MS10 + 0.5(M10 + M20) * 0.174533
MS30 = MS20 + 0.5(M20 + M30) * 0.174533
Dst
0 = 0
10 = MS10/A10
20 = MS20/A20
30 = MS30/A30
Setelah didapat, maka bidang air oleng dengan displasemen tetap telah didapatkan. Dengan bidang air air
ini, kita menghitung momen inersia bidang air oleng dengan rumus
L/2
Ix
1
( ym3 yk3 )dx
3 L/ 2
Tetapi momen inersia ini tidak melewati titik berat bidang air oleng, jadi masih harus dikoreksi
I xF I x y F2 AWP
Setelah momen inersia didapat, dihitung jari-jari metasenter dengan rumus (24). Kemudian koordinat titik
apung dihitung dengan rumus (26) dan (27) dan terakhir komponen lengan stabilitas bentuk dan komponen
lengan stabilitas berat dihitung dengan rumus (31) dan (32) dan lengan stabilitas dinamis dengan rumus (38).
Ini dilakukan untuk tiap sudut oleng dan setelah itu dibuat diagram stabilitas statis dan dinamis.
Langkah pelaksanaan
a) Diketahui: Panjang L, lebar B, sarat T, displasemen V, tinggi titik berat KG, tinggi titik apung awal
KB0. dan Rencana Garis
b) Buat bidang air dengan keolengan 0o.
c) Buat bidang air dengan keolengan 10o. Titik potong bidang air dengan CL kita sebut A.
d) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik A.
e) Ulangi untuk semua station.
f) Hitung luas bidang air AWP dan momen statis MX bidang air 10o terhadap sumbu memanjang lewat A.
g) Hitung .
h) Letakkan titik B pada CL juga sejarak cos 10 o di bawah di titik A jika MX berharga positif dan di
atas titik A jika MX berharga negatif.
i) Buat bidang air dengan kemiringan 10o melalui titik B.
j) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik B.
k) Ulangi untuk semua station.
l) Hitung luas bidang air AWP, momen statis MX dan momen inersia IX bidang air 10o terhadap sumbu
memanjang lewat B. Hitung titik pusat bidang air yF.
m) Hitung momen inersia bidang air IXF terhadap sumbu memanjang melewati titik pusat bidang air
n) Hitung jari-jari metasenter r pada 10o.
o) Ulangi langkah c) sampai dengan n) untuk sudut 20o, 90o.
p) Hitunglah lengan stabilitas dengan rumus l cos r cos d sin r sin d a sin
q) Buat grafik lengan stabilitas statis
Contoh soal:
Sebuah tongkang mempunyai panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m, sarat = 8.5 m dan tinggi titik berat
KG = 8 m.
Hitunglah lengan stabilitas statis pada sudut oleng 200.
Penyelesaian:
Tetapi zka melebihi tinggi geladak, berarti yang dipotong oleh bidang air bukan sisi, tetapi geladak. Maka zka
= 10m (tinggi geladak). Maka zka = 10m dan yka = (10m - 8.5m)/ 0.176327 = 8.506923m.
yk = ( y ki y A ) 2 ( z ki z A ) 2 = {(-10m - 0)2 + (6.73673m - 8.5m)2} = 10.15427m
ym = {(10m - 0m)2 + (10m - 8.5m)2} = 8.638156m
Luas bidang air WPA10 = 100m*(10.15427m + 8.638156m) = 1879.242 m2
Momen statis bidang air terhadap sumbu melalui titik A // sumbu X: MS10 = 0.5*{(8.638156m)2 (10.15427m)2} = -1424.57m3, maka yF = -1424.57m3/1879.242 m2 = -0.94853m jadi di sebalah kiri titik A.
-0.06615m.
Bidang air terkoreksi
Koordinat titik B: yB = 0m, zB = 8.5m - (-0.06615m) = 8.56615m.
Persamaan garis melalui titik B dan bersudut 100 terhadap sumbu Y:
z = 0.176327*y + 8.56615m atau y = (z - 8.56615m)/ 0.176327
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 0.176327*(-10m) + 8.56615m = 6.802883m
Titik potong kanan: zka = 10m, yka = (10m - 8.56615m)/ 0.176327 = 8.131752m
yk = 10.15427m, ym = 8.257197m
WPA10 = 1841.146m, MS10 = -1746.39m3, yF = -0.94853m
IX10 = 53666.13m4, IXF10 = 52009.62m4
r10 = 3.059389m.
20 = -0.44208m
Bidang air terkoreksi
Koordinat titik B: yB = 0m, zB = 8.5m - (-0. 44208m) = 8.94208m.
Persamaan garis melalui titik B dan bersudut 200 terhadap sumbu Y:
z = 0.36397*y + 8. 94208m atau y = (z - 8. 94208m)/ 0. 36397
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 5.30238m
Titik potong kanan: zka = 10m, yka = 2.906606m
yk = 10.64178m, ym = 3.093146m.
WPA20 = 1373.492m2, MS20 = -5183.99m3
yF20 = -3.77432m, berada di sebelah kiri sumbu Z.
IX20 = 41158.26m4, IXF20 = 21592.23m4
r20 = 1.270131m
Setelah semua data yang diperlukan sudah dihitung, kita hitung lengan stabilitas dengan bantuan tabel
berikut:
Cara kedua
F10
WL0
WL10
F30
F20
F20
F10
F30
WL20
WL30
Pada cara kedua, bidang air baru dibuat melewati titik berat bidang air sebelumnya, misalnya bidang air
dengan kemiringan 300 dibuat melalui titik berat bidang air dengan kemiringan 200 dan seterusnya. Karena
selisih sudut (= 100) cukup kecil, maka integral dalam rumus (44) cukup didekati dengan rumus trapezium
1
M x1 M x 2
S
Karena sumbu oleng dibuat melalui titik berat bidang air pertama, maka Mx1 = 0, sehingga
M
x
S 2
dan Mx adalah momen statis bidang air bantu terhadap sumbu oleng. Faktor pertama ruas kanan sama dengan
jarak titik berat bidang air bantu terhadap sumbu oleng, jadi rumus di atas dapat ditulis sebagai
y
F
2
Setelah didapat, langkah selanjutnya adalah menghitung lengan stabilitas statis dan dinamis seperti pada
cara pertama. Ada beberapa penyederhanaan yang dapat dilakukan, karena biasanya kecil. Untuk
mendapatkan titik berat dan momen inersia bidang air, dapat diambil harga ym dan yk dari bidang air bantu
dan bukan dari bidang air displasemen tetap. Ini berarti bahwa letak titik berat bidang air displasemen tetap
dan titik berat bidang air bantu dianggap berjarak sama ke sumbu putar. Setelah itu langkah berikutnya
sampai akhir sama dengan langkah pada cara pertama.
Tetapi untuk menggambar bidang air oleng berikutnya, harus dibuat melalui titik berat bidang air
displasemen tetap.
tidak boleh kurang dari 0.055 meter.radian sampai sudut oleng = 300,
tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai sudut oleng = 400 atau sudut air masuk f jika
sudut ini kurang dari 400.
Selain itu luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 300 dan 400 atau
sudut air masuk f jika sudut ini kurang dari 400, tidak boleh kurang dari 0.03 meter.radian.
3.1.2.2 Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 300 atau lebih
3.1.2.3 Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng lebih dari 300 tetapi tidak kurang dari
250.
3.1.2.4 Tinggi metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter.
3.1.2.5 Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat penumpang bergerombol di satu sisi kapal
seperti ditentukan dalam paragraf 3.5.2.6 sampai dengan 3.5.2.9 tidak boleh melebihi 100.
3.1.2.6 Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat kapal berbelok tidak boleh melebihi 100 jika
dihitung dengan rumus berikut:
V2
d
M R 0.196 0 KG
L
2
dengan
MR = momen pengoleng [kN.m]
V0 = kecepatan dinas [m/s]
L = panjang kapal pada bidang air [m]
= displasemen [ton]
d = sarat rata-rata [m]
KG = tinggi titik berat di atas bidang dasar [m]
3.5.2.6 Setiap penumpang dianggap bermassa 75 kg, tetapi dapat dikurangi menjadi tidak kurang dari 60 kg
jika ada alasan cukup. Massa barang bawaan dan letaknya ditentukan oleh Administration.
3.5.2.7 Tinggi titik berat penumpang dianggap sama dengan
1. 1.0 m di atas geladak untuk penumpang yang berdiri. Jika perlu, pengaruh camber dan sheer
diperhitungkan juga
2. 0.30 m di atas tempat duduk untuk penumpang yang duduk
3.5.2.8 Penumpang dan bagasinya dianggap berada di tempat yang memang disediakan untuk mereka untuk
perhitungan menurut 3.1.2.1 sampai dengan 3.1.2.4
3.5.2.9 Penumpang tanpa bagasi harus dianggap terdistribusi sedemikian hingga menghasilkan momen
pengoleng terbesar dan/atau tinggi metasenter awal terkecil yang mungkin dalam praktek, pada
wqaktu perhitungan menurut 3.1.2.5 dan 3.1.2.6. Dianggap dalam tiap m2 tidak lebih dari 4
penumpang.
3.2 Severe wind and rolling criterion (weather criterion)
Berlaku untuk kapal barang dan penumpang yang panjangnya 24 m atau lebih
3.2.2 Recommended weather criterion
3.2.2.1 Kemampuan kapal untuk bertahan terhadap pengaruh gabungan angin dari samping dan gerak oleng
harus dibuktikan untuk setiap kondisi muatan standard, dengan melihat Fig. 3.2.2.1 dengan cara
berikut:
1. kapal dikenai angin konstan yang tegak lurus bidang tengah kapal yang mengakibatkan lengan
pengoleng angin konstan (lw1)
2. dari sudut setimbang hasil di atas (0), kapal dianggap oleng akibat gelombang sebesar 1 searah
angin. Harus diperhatikan pengaruh angin konstan ini agar sudut oleng tidak berlebihan. (Sebagai
pegangan, diambil 160 atau 80 % sudut terbenamnya geladak)
3. kapal kemudian dikenai hembusan angin sesaat yang mengakibatkan lengan pengoleng angin sesaat
(lw2)
4. dalam keadaan ini, luas b harus sama dengan atau lebih besar dari luas a
5. pengaruh permukaan bebas harus diperhitungkan dalam kondisi muatan standard
Sudut-sudut pada Fig. 3.2.2.1 didefinisikan sebagai berikut
0 = sudut oleng akibat angin konstan (lihat 3.2.2.1.2 dan catatan)
1 = sudut oleng searah angin akibat gelombang
2 = sudut air masuk (downflooding) f atau 500 atau c
dengan
f = sudut oleng saat bukaan yang tidak dapat ditutup kedap air pada badan kapal, bangunan atas atau
rumah geladak mulai terbenam.
c = sudut saat perpotongan kedua antara lengan oleng angin lw2 dengan kurva GZ
3.2.2.2 Lengan oleng angin lw1 dan lw2 besarnya konstan untuk semua sudut oleng dan dihitung dengan rumus
berikut:
l w1
lw2
PAZ
1000 g
1.5l w1
[m]
[m]
dengan
P = tekanan angin sebesar 504 Pa. Harga P untuk kapal dengan pelayaran terbatas boleh dikurangi
dengan persetujuan Administration
A = luas proyeksi samping dari kapal dan muatan geladak yang di atas bidang air [m2]
Z = jarak tegak antara titik berat A dengan titik berat luasan samping dari badan kapal dalam air atau
ke titik setengah sarat rata-rata [m]
= displasemen [ton]
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
3.2.2.3 Sudut oleng 1 akibat gelombang dihitung dengan rumus berikut
1 109kX 1 X 2 rs
dengan
X1 = faktor menurut table 3.2.2.3-1 di bawah ini
X2 = faktor menurut table 3.2.2.3-2 di bawah ini
k = faktor sebagai berikut
untuk kapal dengan bilga bulat yang tidak mempunyai lunas bilga atau lunas batang
k=0
untuk kapal dengan bilga tajam
k = 0.7
untuk kapal yang mempunyai lunas bilga atau lunas batang atau keduanya
lihat tabel 3.2.2.3-3 di bawah ini
r = 0.73 0.6 OG/d
dengan
OG = jarak titik pusat massa kapal dengan bidang air [m].( + jika titik pusat massa kapal di atas
bidang air, - jika di bawahnya)
d = sarat rata-rata kapal [m]
s = faktor menurut table 3.2.2.3-4 di bawah ini
periode oleng
2CB
GM
[s]
dengan
C = 0.373 + 0.023(B/d) 0.043(L/100)
L = panjang bidang air [m]
B = lebar moulded [m]
d = sarat rata-rata moulded [m]
CB = block coefficient
AK = jumlah luas semua lunas bilga, atau luas proyeksi samping lunas batang, atau jumlah kedua luas
ini [m2]
GM = tinggi metasenter setelah dikoreksi untuk permukaan bebas
Tabel 3.2.2.3-1
B/d
X1
Tabel 3.2.2.3-2
CB
X2
2.4
2.5
2.6
0.45
0.50
0.55
1.0
0.98
0.96
0.75
0.82
0.89
Tabel 3.2.2.3-3
Ak .100 K
L.B
0
1.0
1.1
0.98
1.5
0.95
Tabel 3.2.2.3-4
T
s
6
7
8
0.100
0.098
0.93
2.7
2.8
2.9
3.0
3.1
3.2
3.4
3.5
0.95
0.93
0.91
0.90
0.88
0.86
0.82
0.80
0.60
0.65
0.70
0.95
0.97
1.0
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
0.88
0.79
0.74
0.72
0.70
12
14
16
18
20
0.065
0.053
0.044
0.038
0.035
Dalam rekomendasi di atas tidak diberikan harga maksimum, tetapi harus diingat bahwa MG yang besar
mengakibatkan percepatan yang besar juga dan dapat membahayakan kapal, anak buahnya, peralatannya dan
muatannya.
Selain itu, ditentukan juga kondisi apa saja yang harus diperiksa stabilitasnya.
Chapter 3.5 Standard loading condition to be examined
3.5.1 Loading conditions
3.5.1.1 Kapal penumpang:
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii.
Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan (cargo), dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang bawaannya
tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
1) Kapal barang:
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii.
Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan bahan bakar
penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan bahan bakar
tinggal 10 % saja
2) Kapal barang dengan muatan geladak
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, dengan persediaan dan
bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, tetapi dengan
persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
KEBOCORAN
Buku acuan:
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, Basic Ship Theory, Longman, London, 1983 Chapter 5 Hazards
and Protection.
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970
Pendahuluan
Semua kapal menghadapi risiko tenggelam jika badan kapal bocor dan air masuk. Kapal dapat bocor jika
terjadi tabrakan, kandas atau ledakan di dalam badan kapal dan kejadian-kejadian tersebut cukup sering
terjadi.
Jika suatu ruangan terhubung dengan air laut, maka pada ruangan itu
gaya apung berkurang/hilang
momen inersia bidang air berkurang, hingga lengan stabilitas kapal berkurang..
Kalau kedua hal ini tidak bisa dibatasi, maka kapal akan
tenggelam tanpa terbalik (foundering). Jika kapal tetap tegak, maka berjalan (atau berlari), naik turun
tangga, menurunkan sekoci penyelamat dan lain-lain akan jauh lebih mudah.
tenggelam menukik, biasanya dengan haluan kapal tenggelam lebih dahulu.
Apapun penyebabnya, kita harus membatasi banyaknya air yang masuk karena alasan-alasan berikut:
supaya berkurangnya stabilitas melintang sekecil mungkin
supaya kerusakan muatan sesedikit mungkin
supaya kapal jangan kehilangan stabilitas memanjang
supaya berkurangnya gaya apung cadangan sesedikit mungkin
Cara yang paling efektif untuk membatasi air yang masuk adalah memasang sekat melintang.
Masalahnya adalah berapa sekat yang dianggap cukup dan diletakkan di mana?
Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa ketidak pastian yang dihadapi:
letak dan besarnya kerusakan tidak diketahui terlebih dahulu
banyaknya, jenis dan penempatan muatan berubah selama satu pelayaran dan dari pelayaran ke
pelayaran
perancang tidak tahu apakah ABK akan mengambil tindakan yang tepat dalam keadaan darurat atau
sebaliknya akan mengambil tindakan yang justru memperburuk keadaan.
Selain itu sekat juga menambah beaya pembangunan dan pemeliharaan serta membatasi panjang muatan
yang bisa diangkut.
Suatu kompromi antara tingkat keselamatan dan segi ekonomis kapal harus ditemukan dan sebagai
kompromi disepakati bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi.
Sejarah
Pada akhir abad 19, biro klasifikasi menetapkan peraturan empiris untuk pemasangan sekat pada kapal
niaga, terutama sekat ceruk buritan dan sekat ceruk haluan serta sekat yang memisahkan ruang permesinan
dari ruang muat. Tetapi peraturan ini tidak didasarkan pada kemampuan kapal bertahan pada keadaan bocor.
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, bangsa-bangsa maritim besar mulai mempelajari masalah ketahanan
terhadap bocor. Hal ini dipicu oleh bertambah seringnya kecelakaan di laut yang mengambil korban jiwa
yang besar, dan sebagai puncaknya adalah tenggelamnya kapal Titanic dengan korban 1430 jiwa dalam
tahun 1912.
Pada tahun 1913 diadakan konferensi international untuk Safety of Life at Sea yang membahas usulan dari
Inggris, Jerman dan Perancis. Hasilnya adalah kompromi dari ketiga usulan itu, tetapi tidak pernah
dilaksanakan karena meletusnya Perang Dunia I.
Pada tahun 1929 diadakan lagi International Conference on Safety of Life at Sea. Disetujui sistem
penyekatan faktorial (factorial system of subdivision) dan dipakai criterion of service. Sistem ini banyak
kekurangannya dan stabilitas tidak diperhatikan.
Setelah itu ada lagi International Conference on Safety of Life at Sea pada tahun 1948 dan 1960. Hanya ada
sedikit perubahan dan disyaratkan standard yang lebih tinggi untuk kapal yang membawa banyak
penumpang dalam pelayaran pendek dan lebih banyak kapal yang harus memenuhi syarat dua kompartemen
bocor.
Perubahan peraturan yang ada didorong terutama atas tenggelamnya kapal Andrea Doria yang dibuat
memenuhi persyaratan tahun 1948 yang terbukti tidak cukup baik. Pada konferensi 1960 ada usulan konsepkonsep baru yang nantinya akan dibahas. Pemikiran pertama adalah bahwa keselamatan kapal dapat diukur
dari besarnya kerusakan yang dapat ditanggungnya. Pemikiran kedua adalah kemampuan menanggung
kerusakan dengan dasar probabilitas. Sementara itu Intergovernmental Maritime Consultative Organization
dibentuk pada tahun 1958 yang bernaung di bawah PBB dan studi mengenai hal-hal di atas dapat dilakukan
lebih intensif.
Sebelum tahun 1970, peraturan yang ada hanya untuk kapal penumpang (banyaknya penumpang paling
sedikit 12 orang) dan kapal tanker. Setelah tahun itu, IMCO mengeluarkan peraturan untuk bulk chemical
carriers dan liquefied gas carriers, lalu untuk tanker, mobile offshore drilling unit (MODU) dan offshore
supply vessel, Untuk kapal ikan besar ada konvensi 1977 kemudian juga untuk kapal-kapal khusus lain.
Semua peraturan ini tidak lagi mengikuti sistem faktorial, tetapi berdasarkan konsep-konsep baru tersebut di
atas. Peraturan yang berlaku sekarang dimuat dalam SOLAS Consolidated Edition 2000.
Dasar pemikiran
Dengan dasar bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi,
disepakati bahwa titik terendah geladak paling sedikit masih harus 76 mm (atau 3 inci) di atas permukaan
air. Maka dibuat garis yang sejajar dengan geladak sejarak 76 mm di bawahnya dan garis ini disebut garis
batas atau margin line. Di atas sudah disebut bahwa cara paling efektif supaya kapal tidak mudah tenggelam
adalah dengan membuat sekat-sekat lintang. Persoalannya adalah berapa banyak sekat dan diletakkan di
mana?
Kita lihat dua keadaan:
Keadaan I
Keadaan II
xB1
xB2
V1
xA
xF
xv v
xA
GAMBAR 1
V2
xF
Pada keadaan I, kapal pada sarat T1. Ada beberapa sekat di kapal ini, tetapi yang digambar hanya dua,
membatasi suatu ruangan kosong. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen
kapal V1 dan letak resultan gaya angkat xB1.
Pada keadaan II, ruangan tersebut bocor dan air masuk sehingga sekarang air di luar menyinggung
margin line. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen kapal V2 dan letak resultan
gaya angkat adalah xB2.
Air yang masuk mempunyai volume v dan letak titik berat xv.
Jika kedua sekat dapat kita geser-geser dengan volume tetap sama dengan v, di mana kedua sekat harus
diletakkan supaya air luar tepat menyinggung margin line?
Keadaan II dapat kita lihat sebagai gabungan keadaan I dan air yang masuk. Dari fisika, kita dapat rumus
untuk titik berat gabungan:
V * x v * xv
x B 2 1 B1
V1 v
dengan xB1 dan xB2 diukur dari AP.
Karena v sudah didapat, maka xv dapat dihitung.
Jika sarat makin rendah, volume air yang masuk bisa lebih banyak untuk air sampai menyinggung margin
line, sehingga jarak pasangan sekat bisa lebih jauh dan sebaliknya. Jadi jarak sekat sangat ditentukan oleh
besar sarat. Karena itu waktu perhitungan dilakukan, sejak awal sarat ini harus sudah ditentukan dan disebut
sarat penyekatan (subdivision load line).
Jadi masalahnya sekarang adalah dengan sarat tersebut, di mana meletakkan sekat belakang dan depan
supaya volume ruangan sama dengan v dan momen statis volume terhadap AP sama dengan v* xv.
Volume v dapat kita tulis sebagai
xF
ST
xF
( x )dx
xA
ST
xA
( x ) dx
( x )dx
ST
xF
xF
xA
xA
xAST ( x )dx
xAST ( x )dx
xA
ST
( x )dx
dengan
xA = letak sekat belakang
xF = letak sekat depan
xst
Untuk membantu kita mencari xA dan xF, kita buat dua kurva, yaitu kurva V
ST
( x ) dx dan kurva
xst
xA
ST
ASTFSL
Mtot
0
A2L2
4A3L3
A4L4
A6L6
4A7L7
A8L8
M02
M24 M04
M06
M68 M08
M010
AST[m2]
Vol[m3]
M[m4]
LF[m]
MS
kurva volume
ruang dari AP
sampai x [m3]
xF
Untuk mencari xA dan xF , dipakai cara coba-coba (trial and error). Dipilih suatu harga xA1, lalu dicari harga
xF1 supaya volume ruang = v. Cara mencari xF1 adalah sebagai berikut:
Dari harga xA1 yang dipilih, dibaca atau diinterpolasi volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut vA1
dan juga besar momen statis volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut MA1.
Volume ruang bocor adalah v sehingga volume ruang dari AP sampai xF adalah vF1 = vA1 + v.
Dengan dasar harga xF1, dibaca atau diinterpolasi harga momen statis volume ruang dari AP sampai
hasilnya tidak sama dan kita sebut MF1 - MA1 - v*xv = res1.
Jika res1 > 0, berarti ruang yang kita pilih terlalu ke depan dan sebaliknya jika res1 < 0, berarti ruang
ke belakang.
Dihitung res2 dan res 3. Diharapkan ada pergantian tanda antara res1 dan res2 atau antara res2 dan
res3. Jika tidak terjadi perubahan tanda (+ diikuti - atau sebaliknya), berarti letak xA2 dan xA3 masih
kurang ke depan atau ke belakang.
Jika sudah terjadi perubahan tanda, hitunglah harga xA dengan interpolasi supaya harga res = 0.
bocor, dengan skala yang sama dengan skala sumbu horizontal. Titik ini adalah bagian dari kurva
panjang bocor (floodable length curve).
Panjang ruangan atau jarak sepasang sekat yang bersebelahan sebagai hasil perhitungan di atas disebut
panjang bocor (floodable length).
Pembahasan di atas mengandaikan bahwa ruang yang bocor itu kosong. Dalam praktek jarang terjadi bahwa
ruang muat sama sekali kosong dalam suatu pelayaran. Adanya muatan dan/atau benda lain tentu saja
mengakibatkan banyaknya air yang bisa masuk berkurang. Bahkan pada muatan penuhpun masih ada selasela tempat air bisa masuk, meskipun tidak banyak. Dalam Kamar Mesin ada permesinan dan tidak berisi
muatan, sehingga banyak ruang kosong, maka air yang bisa masuk lebih banyak dibandingkan ruang muat.
Perbandingan volume air yang bisa masuk dalam ruangan berisi dengan volume ruang kosong disebut
permeabilitas (permeability), dinyatakan dalam % diberi tanda (mu).
=volume air masuk / volume ruang kosong [%]
Jika banyaknya air yang masuk berkurang, ini berarti bahwa jarak antara sekat lintang dapat diperbesar
sebelum air di luar mencapai margin line. Harga permeabilitas berbagai ruangan tentu saja berbeda-beda,
tergantung apa isi ruangan tersebut.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF
Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Semuanya itu diperhitungkan dalam faktor penyekatan atau factor of subdivision F.
Dengan demikian panjang yang diijinkan adalah
LP LF .F
LF F
Jarak h ini dibagi tiga. Demikian juga dari titik potong bidang air datar dengan FP dilakukan hal yang
sama.
Dari tiap titik dibuat bidang air yang menyinggung margin line, sehingga ada 7 bidang air
Untuk tiap bidang air
o dihitung volume displasemen V2 dan letak memanjang titik apung xB2.
o Kemudian dihitung volume air yang masuk v dan letak titik berat air masuk xV dengan rumus
di atas.
o Dibuat grafik dengan absis adalah panjang kapal dan ordinat adalah volume
o Ketujuh pasang v dan xV digambar pada grafik ini dan dihubungkan membentuk suatu grafik.
Grafik ini menunjukkan besar v untuk sebarang xV. Lihat Gambar di bawah.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu mengumpul sehingga bagian ujung kapal tidak ada
titiknya, ditambah titik (satu atau lebih sesuai kebutuhan) di bawah ujung jarak h di atas.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu menyebar sehingga melewati ujung kapal, ditambah titik
(satu atau lebih sesuai kebutuhan) di tengah dua titik yang sudah ada.
o Kemudian cari harga xA dan xF seperti dijelaskan di atas dan gambarkan titik untuk kurva
panjang bocor.
Ulangi langkah di atas untuk harga-harga v dan xV lain, lalu hubungkan titik ujung atas untuk semua
LF hingga didapat grafik sepanjang kapal, yaitu grafik panjang bocor (curve of floodable length).
v[m3]
LF[m]
v1
x1
x2
v4
v3
v2
x3
x4
v5
v6
v7
FP
x5
x6
x7
dengan
a
= volume ruang penumpang menurut Regulation 2, yang terletak di bawah margin line dan dalam
batas-batas ruang permesinan
c
v
= volume ruang geladak antara yang terletak di bawah margin line dan dalam batas-batas ruang
permesinan yang dipakai untuk muatan, batubara atau gudang
= volume seluruh ruang permesinan di bawah margin line
a
v
dengan
a
= volume ruang penumpang, menurut Regulation 2 yang terletak di bawah margin line dan terletak
di depan atau di belakang Ruang Permesinan
v
= volume seluruh ruang di bawah margin line di depan atau di belakang Ruang Permesinan
2.3 Untuk kapal-kapal yang memenuhi persyaratan III/20.1.2, permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di
depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
95 35
b
v
dengan
b
= volume ruangan di bawah margin line dan di atas wrang, alas ganda atau tangki ceruk yang
disediakan dan dipakai untuk tempat muatan, bahan bakar atau batubara, gudang, ruang bagasi dan
surat pos, kotak rantai dan tangki air tawar, di depan atau di belakang Ruang Permesinan.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF
LF [m]
LF[m]
AP
FP
3. Criterion of service
Apakah suatu kapal terutama dipakai untuk mengangkut barang atau penumpang, diukur dengan criterion
service.
Sebelum menghitung criterion of service, kita harus menghitung P1 terlebih dahulu.
L
= panjang kapal dalam meter menurut Regulation 2
M
= volume Ruang Permesinan dalam m3 menurut Regulation 2, dengan ditambah bunker minyak
permanen yang boleh terletak di atas alas ganda dan di depan atau di belakang Ruang Permesinan
P
= seluruh volume Ruang Penumpang di bawah margin line dalam m3 menurut Regulation 2
V
= seluruh volume badan kapal di bawah margin line dalam m3
Selanjutnya
N
= jumlah penumpang yang akan ditulis dalam sertifikat
K
= 0.056L
3
PU
= seluruh volume Ruang Penumpang di atas margin line dalam m ,
Jika KN <= P + PU, maka
P1 KN
Untuk kapal dengan panjang tertentu, factor penyekatan ditentukan oleh criterion of service numeral dan
selanjutnya disebut criterion numeral CS. Criterion numeral dihitung sebagai berikut:
M 2 P1
C S 72
jika P1 > P
V P1 P
C S 72
M 2P
V
jika P1 <=P
dengan
CS
= criterion numeral
Faktor penyekatan
Pengaruh panjang kapal dinyatakan oleh faktor A dan B. Faktor A adalah untuk kapal yang panjang dan
terutama mengangkut barang dan factor B adalah untuk kapal yang pendek dan terutama mengangkut
penumpang. Faktor A dan B dihitung dengan rumus berikut:
A
58.2
0.18
L 60
30.3
0.18
L 42
3.574 25 L
dan CS = S,
13
o CS >= 123
F=B
F=1
F 1
(1 B )(C S S )
123 S
o Untuk CS < S
F=1
Untuk L < 79 meter
F=1
Setelah faktor penyekatan didapat, kita hitung panjang yang diijinkan LP:
LP LF .F
LF F
LF[m]
LP[m]
E
F
AP
FP
Pada kurva panjang bocor, masukkan pengaruh permeabilitas dan faktor penyekatan hingga mendapatkan
panjang yang diijinkan (curve of permissible length).
Berdasarkan kurva panjang yang diijinkan, periksalah apakah peletakkan sekat pada kapal sudah memenuhi
syarat.
Contoh: sepasang sekat kedap air yang dipasang di A dan B tidak memenuhi syarat, sebab kalau dari titik
tengah G kita ukurkan panjang AB ke atas dan mendapat titik E, titik ini berada di atas garis panjang ijin LP,
berarti jarak sepasang sekat tersebut melebihi panjang yang diijinkan.
Kalau sepasang sekat itu kita letakkan di C dan D akan memenuhi syarat, sebab kalau dari titik tengah G kita
ukurkan panjang CD ke atas dan mendapat titik F, titik ini berada di bawah garis panjang ijin LP, berarti
jarak sepasang sekat tersebut kurang dari panjang yang diijinkan.
T
T
Luas gading besar = 12 T ( B AWAL B ALAS ) 12 T 2 B ALAS B DEK
H
H
B AWAL B ALAS
tan
( BDEK B ALAS )
Titik potong
( BDEK B ALAS )
H
1
inverse
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2
tan
( BDEK B ALAS )
H
1
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2
tan
dan
TM
B
ALAS
z KANAN
tan
( BDEK BALAS )
( BDEK B ALAS )
H
1
inverse
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2
tan
Titik potong
( BDEK B ALAS )
H
1
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2
tan
y KIRI
Luas kiri
Trapesium
Segitiga
z KI ( 12 B ALAS y KI )
12 y KI (TM z KI )
1
2
dan
TM
B
ALAS
z KIRI
Jumlah
Luas kanan
Trapesium
1
4
B ALAS z KI 12 y KI TM
z KA ( 12 B ALAS y KA )
y KA ( z KA TM )
Segitiga
14 B ALAS z KA 12 y KATM
Jumlah
1
1
Jumlah seluruhnya
4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA )
1
2
1
2
Karena displasemen tetap, jumlah luas ini harus sama dengan luas semula
T
T
1
1
1
BDEK AAWAL
BALAS
4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA ) 2 T 2
H
H
y KIRI y KANAN
2
H ( BDEK B ALAS ) B ALAS
tan 2 AAWAL {4 H 2 ( B DEK B ALAS ) 2 tan 2 } 0