Anda di halaman 1dari 104

Teori Bangunan Kapal 1

Buku acuan:

V. V. Semyonov-Tyan-Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, Moscow, 196?
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap & Co.
Ltd., London, 1970
K. J. Rawson & E. C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th Ed. Vol. 1, Butterworth-Heinemann, Oxford,
2001. Ada soal-soal untuk latihan.
Edward V. Lewis, Ed., Principles of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I Stability and
Strength, the Society of Naval Architects and Marine Engineers (SNAME), Jersey City, NJ, 1988.
Code on Intact Stability for All Types of Ships Covered by IMO Instruments, 2002 edition, IMO,
London, 2002
International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974, and 1988 Protocol relating there to,
Consolidated Edition, IMO, London, 2001

0. Nama bagian badan kapal (hull)


Kapal: suatu bangunan berdinding tipis dari
pelat baja atau aluminium
papan kayu
fibreglass reinforced plastics (FRP)
ferrocement
bukan benda pejal.

Geladak Utama

Sekat
Ceruk buritan

Sekat Depan
Kamar Mesin
Alas
Alas Dalam
Sekat
Ruang Muat

Sekat
Ceruk Haluan

Lambung kanan dibuka untuk menunjukkan sekat melintang (warna biru) dan sekat memanjang (warna merah muda)
GAMBAR bagian badan kapal
2

Palkah 2 Palkah 1
Ceruk buritan Kamar Palkah 3
(after peak)
Mesin
Alas dalam (inner bottom)

Ceruk haluan
(fore peak)

Alas (bottom)
(Engine
Room)

Ceruk buritan Kamar


(after peak)
Mesin

Cargo
Hold 3

Cargo
Hold 2

Cargo
Hold 1

Ceruk haluan
(fore peak)

lambung (shell)
o alas (bottom)
o sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
alas (bottom)
o alas tunggal (single bottom)
o alas dalam (inner bottom)
o alas ganda, dasar ganda (double bottom)
sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
sekat (bulkheads)
o sekat tubrukan (collision bulkhead)
o sekat ceruk buritan (after peak bulkhead)
o sekat kamar mesin (engine room bulkhead)
o dan sebagainya
geladak (decks)
o geladak utama (main deck)
o geladak antara (tween deck)
o geladak cuaca (weather deck)
Ruang Mesin (engine room) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk permesinan
palkah (hold) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk muatan
lubang palkah (hatchway)
o ambang palkah (hatchway coaming)
bangunan atas (superstructure)
o akil, agil (forecastle)
o anjungan (bridge)
o kimbul (poop)
bagian bangunan atas
o geladak bangunan atas (superstructure deck)
o sisi kiri dan kanan bangunan atas (left and right sides of a superstructure)
o sekat ujung belakang dan depan bangunan atas (aft and front end bulkheads of a
superstructure)
3

rumah geladak (deckhouses)


o geladak akomodasi (accommodation deck)
o geladak sekoci (boat deck)
o geladak navigasi (navigation deck, bridge deck)
o geladak kompas (compass deck)
o dan sebagainya
bagian rumah geladak
o geladak rumah geladak (deck of a deckhouse)
o sisi rumah geladak (sides of a deckhouse)
o sekat ujung rumah geladak (end bulkheads of a deckhouse)
ceruk (peak)
o ceruk buritan (after peak)
o ceruk haluan (fore peak)

Nama daerah / lokasi

Pandangan samping

Geladak (deck)

Buritan
(stern)

Haluan
(bow)
Alas (bottom)

Pandangan atas

Kiri (port)

Buritan
(stern)

Haluan
(bow)
Kanan (starboard)
GAMBAR daerah/lokasi

Nama bagian konstruksi kapal baja


Konstruksi alas tunggal

lunas (keel)
o lunas pelat (plate keel)
o lunas batang (bar keel)
garboard strake
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (plate floors, solid floor)

Sistem kerangka melintang (transversal framing system)


Konstruksi alas ganda

lunas pelat (plate keel)


pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (solid floor)
wrang terbuka (open floor)
gading alas (bottom angle)
gading balik (reversed angle)
wrang kedap air (watertight floor)
pelat alas dalam (inner bottom plating)

Konstruksi sisi

pelat sisi (side plating)


gading (frame)
gading besar (web frame)
senta sisi (side stringer) di Kamar mesin dan ceruk

Konstruksi geladak

pelat geladak (deck plating)


balok geladak (deck beam)
balok besar geladak (strong beam)
cantilever
penumpu geladak (deck girder)
5

balok ujung palkah (hatch end beam)


ambang palkah (hatchway)

Konstruksi sekat melintang

pelat sekat (bulkhead plating)


penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o tegak (vertical)
o datar (horizontal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Konstruksi sekat memanjang

pelat sekat (bulkhead plating)


penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o melintang (transverse)
6

o memanjang (longitudinal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Sistem kerangka memanjang (longitudinal framing system)

Konstruksi alas ganda

lunas pelat (plate keel)


pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
pembujur alas (bottom longitudinal)
pembujur alas dalam (inner bottom longitudinal)
pelintang alas (bottom transverse)
wrang kedap air (watertight floor)
pelat alas dalam (inner bottom plating)

Konstruksi sisi

pelat sisi (side plating)


pembujur sisi (side longitudinal)
pelintang sisi (side transverse)
senta sisi (side stringer) di Kamar Mesin dan ceruk

Konstruksi geladak

pelat geladak (deck plating)


penbujur geladak (deck longitudinal)
pelintang geladak (deck transverse)
balok ujung palkah (hatch end beam)
ambang palkah (hatchway)
7

Konstruksi sekat melintang

pelat sekat (bulkhead plating)


penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o tegak (vertical)
o datar (horizontal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Konstruksi sekat memanjang

pelat sekat (bulkhead plating)


penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o melintang (transverse)
o memanjang (longitudinal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Sistem kerangka campuran (combination framing system)

alas dan geladak memakai sistem kerangka memanjang


sisi memakai sistem kerangka melintang

Konstruksi bangunan atas dan rumah geladak

sekat ujung (end bulkhead)


o penegar sekat (bulkhead stiffeners)
dinding samping (side wall)
o gading dinding samping (side wall frame)
geladak bangunan atas dan rumah geladak (superstructure deck and deckhouse deck)
o balok geladak (deck beam)
o balok besar geladak (strong deck beam)
o penumpu geladak (deck girder)

Konstruksi ceruk dan linggi

Linggi
o linggi haluan (stem)
linggi haluan pelat (plate stem)
linggi haluan batang (bar stem)
o linggi buritan (stern)
linggi buritan pelat (plate sternframe)
linggi buritan batang (bar sternframe)
Ceruk haluan dan buritan
o Gading ceruk (peak frame)
o Senta sisi (side stringer)
o Tiers of beam
o Sekat berlubang (wash bulkhead)

Hukum Archimedes (287 SM 212 SM), gaya angkat


Archimedes menyatakan bahwa suatu benda yang berada dalam cairan, baik terbenam maupun terapung
akan mendapat gaya angkat sebesar gaya berat cairan yang dipindahkan. Gaya berat cairan yang dipindahkan
adalah masa jenis cairan percepatan gravitasi g volume cairan yang dipindahkan.
Untuk lebih jelasnya, kita lakukan percobaan berikut:
Percobaan 1
Sebuah kubus baja yang pejal mempunyai panjang sisi = 1 meter, dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi
atasnya, kemudian dilepaskan. Masa jenis baja = 7850 kg/m3 dan masa jenis air tawar = 1000 kg/m3 dan
percepatan gravitasi = 9.81 m/s2.
Apa yang terjadi?
Kubus baja akan masuk ke dalam air.
Mengapa kubus tidak diam di tempatnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai Hukum Newton yang pertama: suatu benda yang tidak dikenai
gaya akan diam atau bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap. Atau dalam bentuk singkatnya:
Jika pada suatu benda gaya = 0 dan momen = 0 maka benda itu akan diam atau bergerak lurus
beraturan dengan kecepatan tetap.
Dalam percobaan ini, arah positif gaya diambil arah ke atas
Gaya apa saja yang bekerja pada kubus itu?
Karena berada di bumi, kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
Karena berada dalam cairan, kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
1 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 9810 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gata sebesar (-77008.5 N + 9810 N) = -67198.5 N berarah ke bawah dan karena itu kubus
akan masuk terus ke dalam air.
Percobaan 2
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 2 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 8 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 7 m3. Maka sisi
rongga adalah 1.913 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(2 m - 1.913 m) = 0.0435 m. Jadi volume baja
tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai cara seperti di atas:
kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
8 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 78480 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 78480 N) = +1471.5 N berarah ke atas, maka kubus akan
bergerak ke atas!
Apakah kubus akan bergerak terus ke atas?
Tentu tidak, karena kalau kubus bergerak naik, gaya angkat akan berkurang, (Mengapa?)
Kapan kubus akan berhenti?
Tentunya jika gaya = 0 atau jika gaya berat sama besarnya dengan gaya angkat yaitu sebesar 77008.5 N.
Berapa volume air yang harus dipindahkan untuk mendapat gaya angkat sebesar itu?
Volume air = 77008.5 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2) = 7.85 m3.
Ini terjadi pada sarat berapa?
Luas bidang air kubus adalah 2 m 2 m = 4 m2 sehingga sarat = 7.85 m3 / 4 m2 = 1.9625 m.
Maka bagian kubus yang berada di atas muka air adalah 0.0375 m. Tidak banyak memang, tetapi terapung!
Percobaan 3
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 5 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 125 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 124 m3. Jadi
10

sisi rongga adalah 4.987 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(5 m - 4.987 m) = 0.0065 m. Jadi volume
baja tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
125 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1226250 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 1226250 N) = +1149241.5 N berarah ke atas.
Volume air yang dipindahkan = 77008.5 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2) = 7.85 m3, sama seperti pada
percobaan 2.
Berapakah sarat kubus?
Luas bidang air = 5 m 5 m = 25 m2, jadi sarat = 7.85 m3 / 25 m2 = 0.314 m dan bagian kubus di atas air = 5
m - 0.314 m = 4.686 m.
Jika kita ingin lambung timbul kubus ini = 0.5 m, maka sarat muatan penuh = 5 m 0.5 m = 4.5 m.
Pada sarat ini gaya angkat = 4.5 m 25 m2 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1103625 N, jadi masih ada kelebihan
gaya angkat sebesar 1103625 N - 77008.5 N = 1026616.5 N atau muatan dan lain-lain dengan massa
1026616.5 N / 9.81 m/s2 = 104650 kg = 104.65 ton, seperti permesinan, bahan bakar, muatan, air tawar,
bahan makanan, ABK dan barang bawaannya.

Menghitung berat dan titik berat kapal


Diketahui: suatu tongkang dengan panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m. Tongkang dibuat dari pelat baja,
tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat sisi 8 mm, tebal pelat ujung 10 mm, tebal pelat geladak 10 mm. g = 10
m/s2, baja = 7850 kg/m3.
Hitunglah: massa tongkang dan letak titik beratnya.
Jawab: Untuk menghitung berat kapal, kita buat tabel berikut
Bagian
Panjang Lebar
Luas
Tebal Volume
Massa
[m]
[m]
[m2]
[m]
[m3]
[kg]
Alas
100
20
2000
0.012
24
188400
Sisi
100
10
2*1000 = 2000 0.008
16
125600
Geladak
100
20
2000
0.01
20
157000
Ujung belakang
20
10
200
0.01
2
15700
Ujung depan
20
10
200
0.01
2
15700
Jumlah
502400
Berat kapal = 502400 kg * 10 m/s2 = 5024000 N = 5024 kN
Untuk menghitung letak titik berat kapal, kita buat tabel berikut
Bagian
Massa
Berat
Lengan
Momen
Lengan
Momen
[kg]
[N]
->alas [m] [Nm]
->AP
[Nm]
Alas
188400 1884000 0
0
50
94200000
Sisi
125600 1256000 5
6280000
50
62800000
Geladak
157000 1570000 10
15700000
50
78500000
Ujung belakang 15700
157000
5
785000
0
0
Ujung depan
15700
157000
5
785000
100
15700000
Jumlah
23550000
251200000
Tinggi titik berat = 251200000 Nm / 23550000 N = 4.6875 m dari bidang dasar
Letak memanjang titik berat = 251200000 Nm / 23550000 N = 50 m dari AP

11

Hukum Newton I (1642 - 1727), keseimbangan benda terapung


Pada percobaan di atas, kita tidak memeriksa apakah momen = 0 karena bendanya berbentuk kubus dan
muatan dianggap tersebar merata, hingga garis kerja gaya berat dan gaya angkat berimpit. Bagaimana kalau
tidak?
Contoh soal A
Sebuah perahu berbentuk kotak mempunyai panjang 5 m, lebar 1 m dan tinggi sisi 0.8 m. Tebal pelat yang
dipakai = 5 mm. Seorang penumpang dengan massa 100 kg naik ke perahu itu dan duduk di tengah-tengah.
Berapakah sarat perahu? Massa jenis baja = 7850 kg/m3, massa jenis air tawar = 1000 kg/m3, percepatan
gravitasi = 9.81 m/s2.
Jawab:
Pertama kita perlu menghitung massa kapal.
Nama bagian
Luas
tebal
volume
2
Alas
5 m 1 m = 5.0 m 0.005 m 0.025 m3
Sisi kiri dan kanan
2 5 m 0.8 m = 8.0 m2 0.005 m 0.040 m3
Ujung depan & belakang 2 1 m 0.8 m = 1.6 m2 0.005 m 0.008 m3
jumlah
0.073 m3
Massa perahu = 0.073 m3 7850 kg/m3 = 573.05 kg.
Lalu kita hitung gaya berat perahu dan penumpang:
Nama bagian massa
Massa g
gaya berat
Perahu
573.05 kg
573.05 kg 9.81 m/s2
5621.62 N
2
Penumpang
100.00 kg
100 kg 9.81 m/s
981.00 N
jumlah
6602.62 N
Selanjutnya kita hitung sarat kapal
Volume air yang dipindahkan = 6602.62 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 0.67305 m3, sedang luas bidang air =
5 m 1 m = 5 m2, sehingga sarat perahu = 0.67305 m3 / 5 m2 = 0.13461 m.
Contoh soal B
Pada perahu dalam contoh soal diatas, penumpang tadi pindah ke ujung depan perahu.
Berapakah sarat belakang TA san sarat depan TF?
Jawab:
Karena penumpang pindah ke depan, titik berat gabungan gaya berat perahu dan penumpang akan bergeser
ke depan juga, sehingga supaya momen = 0, titik berat gaya angkat harus bergeser ke depan juga.
Fisika memberi kita rumus untuk menghitung titik berat gabungan dari dua massa
x m x 2 m2
xG 1 1
m1 m2
dengan
xG = letak titik berat gabungan
m1 dan m2 = massa benda 1 dan 2
x1 dan x2 = letak titik berat benda 1 dan 2 terhadap suatu sumbu acuan
x1m1 = momen massa m1 terhadap sumbu acuan
x2m2 = momen massa m2 terhadap sumbu acuan
Rumus ini dapat diperluas untuk banyak massa
xi mi
xG
mi
Selain itu massa dapat digantikan dengan berat, luasan atau volume.
Kita hitung letak titik berat gabungan gaya berat
Nama bagian Massa
Lengan thd midship Momen
Perahu
573.05 kg 0 m
0 kgm
Penumpang
100 kg
2.5 m
250 kgm
Jumlah
673.05 kg
250 kgm
Titik berat gabungan terhadap midship = 250 kgm / 673.05 kg = 0.371 m di depan midship
12

Selanjutnya dihitung letak resultan gaya angkat. Karena TA tidak sama dengan TF, maka sisi perahu di
dalam air berbentuk trapesium.
Kita hitung titik berat trapesium dengan membaginya menjadi segitiga dan empat persegi panjang.
Nama bagian
Luas
Lengan terhadap AP Momen statis
Segitiga
0.5L (TF - TA)
2/3 L
L2 ( TF - TA)/3
4 persegi panjang
TAL
1/2 L
L2 TA/2
0.5L(TF + TA)
L2(2TF + TA)/6
Jadi jika diketahui TA dan TF , jarak titik berat dari AP
L2 ( 2TF TA ) / 6 L( 2TF TA )
xG

.
0.5L(TF TA )
3(TF TA )
L(TF TA )
xG
Titik berat dari midship menjadi
6(TF T A )
Kita hitung juga letak titik berat meninggi
Nama bagian
Luas
Lengan thd dasar
Momen statis
Segitiga
0.5L (TF - TA)
TA + 1/3(TF - TA)
L(TF - TA) (2TF + TA)/6
4 persegi panjang
TAL
1/2 TA
LTA2/2
2
0.5L(TF + TA)
L(TF + TATF + TA2)/6
TF2 TATF TA2
y

Titik berat di atas dasar menjadi G


3(TF TA )
Jika diketahui bahwa luas trapesium = A dan letak titik beratnya dari AP = xT, berapakah TA dan TF?
Dari hitungan di atas didapat:
0.5L(TF + TA) = A
L2(2TF + TA)/6 = A.xT
Dari dua persamaan ini didapat:

2 A 3xT 1
2 A 2 3 xT
L
L
dan T
TF
A
L
L

Dari contoh soal di atas, volume air yang dipindahkan = 0.67305 m3 dan karena lebar kapal = 1 m,
maka luas bidang samping = 0.67305 m3 / 1 m = 0.67305 m2 dan supaya momen = 0 maka
resaultan gaya angkat harus berjarak 0.371 m di depan midship, sama dengan letak resultan gaya
berat atau 0.371 m + 2.5 m = 2.871 m dari AP.
Dari dua ketentuan ini didapat TF = 0.194538 m dan TA = 0.074682 m.
Contoh lain lagi:
5m

20 m

35 m

35 m

Diketahui:
Panjang tongkang = 100 m, lebar = 20 m, tinggi = 10 m, tinggi alas dalam = 1 m. Tebal pelat alas = 12 mm,
tebal pelat alas dalam = 8 mm, tebal pelat sisi = 10 mm, tebal pelat geladak = 10 mm, tebal pelat sekat = 8
mm.
13

baja = 7850 kg/m3, g = 10 m/s2.


Hitunglah:
(a) berat dan letak memanjang dan meninggi titik berat tongkang kosong
(b) sarat depan dan belakang tongkang kosong
Jawab:
(a) Seperti pada contoh di atas, kita buat tabel:
Bagian
Luas Volume Massa Berat
Lengan Momen Lengan Momen
2
3
[m ] [m ]
[kg]
[N]
->alas [m] [Nm]
->AP
[Nm]
Alas
2000 24
188400 1884000 0
0
50
94200000
Alas dalam
1800 14.4
113040 1130400 1
1130400 50
56520000
Sisi kiri & kanan 2000 20
157000 1570000 5
7850000 50
78500000
Geladak
2000 20
157000 1570000 10
15700000 50
78500000
Ujung belakang 200 2.4
18840 188400 5
942000 0
0
Sekat 1
200 1.6
12560 125600 5
628000 5
628000
Sekat 2
200 1.6
12560 125600 5
628000 25
3140000
Sekat 3
200 1.6
12560 125600 5
628000 60
7536000
Sekat 4
200 1.6
12560 125600 5
628000 95
11932000
Ujung depan
200 2.4
18840 188400 5
942000 100
18840000
Jumlah
89.6
703360 7033600
29076400
349796000
Total berat = 703360 N,
KG = 29076400 Nm / 7033600 N = 4.133929 m di atas dasar
LCG = 349796000 Nm / 7033600 N = 49.73214 m dari AP
(b) Jika sarat rata (TA = TF) maka luas bidang samping = 7033600 N /(20 m*1000 kg/m3*10 m/s2) =
35.1680 m2. Dengan rumus di atas didapat:
TF = 0.346028 m dan TA = 0.357332 m
Dari percobaan dan contoh soal di atas, ternyata gaya angkat sebanding dengan volume badan kapal yang
tercelup air, sedangkan volume itu ditentukan oleh sarat kapal. Demikian juga letak resultan gaya berat
menentukan oleh letak resultan gaya apung dan yang akhir ini ditentukan juga oleh sarat. Maka kita perlu
mempunyai grafik hubungan sifat-sifat kapal dengan saratnya, yang kita pelajari dalam bagian berikut ini

Sistem koordinat, bentuk dan penampang


Untuk menyebutkan letak sesuatu, sering dipakai acuan sesuatu yang lain yang sudah diketahui atau dikenal,
misalnya: Saya duduk di sebelah kanan A. Tetapi jika kita ingin lebih teliti, kita perlu menyebutkan jarak,
misalnya saya duduk 50 cm di sebelah kanan A. Di sini acuannya adalah A.

Gambar 2 dimensi, koordinat bidang


Jika kita ingin menyebutkan letak suatu titik dalam bidang secara teliti, kita membutuhkan 2 garis acuan
yang biasanya disebut system koordinat. Kita sebutkan jarak titik tersebut ke sumbu Y sebagai absis dan
disebut x dan jarak titik ke sumbu X sebagai ordinat dan disebut y. Misalnya kita punya suatu segitiga
dengan titik-titik sudutnya adalah titik A (0,0), titik B (10,2) dan titik C(4,6) dan gambarnya adalah sebagai
berikut:
Y

C(4,6)

B(10,2)
A(0,0)

14

Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat yang diberikan di atas, akan menghasilkan gambar segitiga
yang sama. Inilah keuntungan menggambar bentuk dengan skala atau Menggambar Teknik.

Gambar 3 dimensi, koordinat ruang


Untuk menyebutkan letak suatu titik dalam ruang, kita membutuhkan 3 bidang acuan yang membentuk
sistem koordinat XYZ. Jarak titik ke bidang YOZ menjadi harga x, jarak titik ke bidang XOZ menjadi harga
y dan jarak titik ke bidang XOY menjadi harga z. Karena kita hanya dapat menggambar pada bidang datar,
maka sistem sumbu 3 dimensi kita gambar dalam bentuk
tampak depan: yang digambar hanya koordinat y dan z
tampak samping: yang digambar hanya koordinat x dan z
tampak atas yang digambar hanya koordinat x dan y.
Misalkan kita pilih sumbu X ke arah memanjang benda, sumbu Y ke arah kiri dan sumbu Z ke arah atas.
Suatu benda dibatasi oleh titik-titik berikut ini:
Titik A (0,-10,10), titik B(0,10,10), titik C(0,-8,2), titik D(0,8,2), titik E(0,0,0).
Titik A(10,-7,10), titik B(10,7,10), titik C(10,-5.3,4.6), titik D(10,5.3,4.6), titik E(10,0,3)
Benda dibatasi oleh
bidang AABBA (bidang atas)
bidang AACCA (bidang sisi kanan)
bidang CCEEC, (bidang alas kanan)
bidang EEDDE, (bidang alas kiri)
bidang BBDDB (bidang sisi kiri)
bidang ACEDBA, (bidang ujung belakang)
bidang ACEDBA (bidang ujung depan)
Gambar ketiga pandangan adalah sebagai berikut:
Z

A,B

A,B

C,D

C
E

E
C,D
E

E
TAMPAK DEPAN

TAMPAK SAMPING
A

Y
D

E
A

X
TAMPAK ATAS

15

GAMBAR benda tiga dimensi


Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat dan bidang batas yang diberikan di atas, akan
menghasilkan gambar benda yang sama. Dengan demikian kita dapat dengan tepat memberi tahu orang lain
bentuk dan ukuran benda yang kita inginkan.
Z

Buritan bidang tengah lebar (center line)

Haluan

X
bidang tengah panjang (midship)
Buritan

Haluan
Y

Untuk pemakaian di kapal, sistem


sumbu yang dipakai adalah sebagai
berikut:
Cara pertama:
Sumbu X adalah perpotongan bidang
dasar (base plane) dengan bidang
tengah lebar (centre line) kapal,
positif ke arah haluan. Sumbu Y
adalah perpotongan bidang dasar
(base plane) dengan bidang tegak
melalui AP, positif ke arah kiri.
Sumbu Z adalah perpotongan bidang
tengah lebar (centre line) kapal
dengan bidang tegak melalui AP,
positif ke arah atas.

Cara kedua:
Sumbu X adalah perpotongan bidang
dasar dengan bidang tengah lebar
X
(centre line) kapal, positif ke arah
haluan. Sumbu Y adalah perpotongan
bidang dasar dengan bidang tengah panjang (midship) kapal, positif ke arah kiri. Sumbu Z adalah
perpotongan bidang tengah lebar (centre line) kapal melalui amidships juga positif ke arah atas.
Dalam menggambar kapal, dibuat penampang-penampang yang tegak lurus sumbu X, tegak lurus sumbu Y
dan tegak lurus sumbu Z seperti gambar berikut ini:

16

Kita lihat sebuah bentuk yang alasnya terpotong di ujung depan dan belakang:
Sebenarnya bentuk sederhana di atas cukup ditentukan dengan memberikan koordinat titik-titik sudutnya
saja. Tetapi sekarang akan kita perlakukan seperti sebuah bentuk kapal biasa, yaitu dengan membuat
penampang-penampang yang sejajar sumbu sistem koordinat.

Station, tampak depan dan belakang


Yang pertama kita buat adalah pandangan muka dan belakang dan membuat penampang-penampang yang
sejajar bidang YOZ. Panjang antara garis tegak kita bagi menjadi 10 atau 20 bagian yang sama panjangnya
dan penampang-penampang dibuat melalui titik-titik bagi ini dan masing-masing penampang disebut station.
Sta. 0

10

CL
Penampang-penampang ini kemudian kita
gambar dalam satu gambar, bagian kanan
untuk penampang di depan midships dan
bagian kiri untuk penampang di belakang
midships. Hasilnya adalah sebagai gambar di
samping ini:

Sta 10
Sta 9
Sta 0
Sta 1
Sta 2
Sta 3
Sta 4 & 5

Sta 8

Gambar semacam ini disebut body plan.

Sta 7
Sta 6
Sta 5

Base
Plane

17

Bidang air (water plane plan), tampak atas


Selanjutnya kita buat pandangan atas dan membuat penampang-penampang mendatar sejajar bidang XOY
dan berjarak sama. Besar jarak ini tergantung pada besar kapal, mungkin tiap 0.5 m, atau tiap 1 m, atau harga
lain. Masing-masing penampang disebut bidang air (water plane).Untuk contoh ini dibuat 6 bidang air
termasuk bidang dasar (base plane).

WP 5
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 1

WP 0

WP 2

WP 3

Penampang-penampang mendatar ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar. Karena bentuk kapal
simetris terhadap bidang tengah bujur (centre line), maka cukup digambar bagian kiri atau bagian kanan saja.
Hasilnya adalah seperti di bawah ini. Gambar semacam ini disebut waterplane plan.
WP 2&3&4&5

WP 0

WP 0
WP 1

WP 1

WP 2

WP 3 WP 4&5

CL
Sta 0

CL
1

10

Buttock plane, tampak samping


Terakhir kita buat pandangan samping dengan membuat penampang-penampang tegak memanjang sejajar
bidang XOZ.. Jarak penampang-penampang ini dibuat sama dan banyaknya tergantung besar kapal. Untuk
contoh ini dibuat 5 penampang termasuk yang pada bidang tengah bujur (centre line).

18

BP 2

BP 0

BP 4

BP 1
BP 3

Penampang-penampang ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar dan hasilnya adalah sebagai berikut:

BP 0&1&2&3&4

Bidang Dasar
Sta 0

10

Pada gambar di atas hanya ada satu gambar saja, karena semua penampang sama bentuk dan ukurannya.
Tiap penampang disebut buttock plane dan gambar semacam ini disebut sheer plan.
Dalam menggambar kapal, pada semua
gambar, semua penampang digambar
juga. Maka gambar body plan akan
menjadi seperti di samping ini.

CL

Sta 10
Sta 9
Sta 8

Sta 0
Sta 1
Sta 2
Sta 3
Sta 4 & 5

Sta 7
Sta 6
Sta 5
CL

Base Plane

Dan gambar waterplane akan menjadi seperti berikut ini


19

WP 2,3,4,5

WP 1

WP 1

WP 2

WP 0

WP 0

WP 3 WP 4,5

CL

CL

Sta 0

10

Akhirnya, gambar buttock plane akan menjadi seperti ini


BP 0&1&2&3&4

Bidang Dasar
Sta. 0

10

Terpotong sisi kiri dan kanan

Kita lihat suatu bentuk yang terpotong di bagian bawah kiri dan kanan. Selanjutnya kita buat penampangpenampang seperti di atas.
Station, tampak depan dan belakang
20

Sta 0

10

Setelah semua penampang dikumpulkan, hasilnya adalah


Sta 0,1,2,3,4,5

CL

Bidang air, tampak atas


Sta 5,6,7,8,9,10

CL
WP 5

CL

Base Plane

WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0

WP 4,5
WP 3
WP 2
WP 1
CL
Sta 0

CL
1

6 WP 0 7

10

Buttock plane, tampak samping

21

BP 3
BP 4
BP 2
BP 1
BP 0

BP 4
BP 3
BP 2
BP 1
BP 0

Base
Plane
Sta 0

Base Plane
6

10

Terpotong di mana-mana
Sekarang kita lihat kapal yang terpotong di ujung-ujungnya, di bawah maupun di sisi

Station, tampak depan dan belakang

22

Sta 0

CL

Sta 0
10

1
2

3
Base Plane

4
6

4,5 3 2 1

CL

CL
10

9
0

8
7

6,5

2
3
4,5

Base plane
CL

Bidang air, tampak atas


BA 5
BA 4
BA 3

BA 5
BA 4
BA 3
BA 2
BA 1

BA 2
BA 1
BA 0

Bidang Dasar

23

GA 5

GA 5

GA 4
GA 3

GA 0

CL

GA 0
CL

GA 0

GA 1

GA 2

10

Buttock plane, tampak samping


BP 1
BP 2

BP 0

BP 3
BP 3
CL
BP 2

BP 0
BP 1

BP 3

BP 3
BP 2

BP 2

BP 1
BP 0

BP 0,1

10

Untuk bentuk yang dibatasi oleh bidang lengkung, kita lihat gambar di bawah ini:

Rencana Garis
Kapal adalah benda 3 dimensi yang dibatasi oleh bidang datar maupun bidang lengkung. Maka penampangpenampangnya juga dibatasi oleh garis-garis lengkung. Jika digambar menurut aturan di atas, kita dapatkan
hasil berikut. Hanya perlu diingat bahwa gambar ini menurut cara Amerika, yaitu station 0 terletak di haluan
kapal dan bukan di buritan.

24

Gambar 1 Lines Plan


25

Bentuk badan kapal dalam proyeksi


bidang dasar (base line) BL
bidang tengah lebar (centerline) CL
garis tegak belakang (after perpendicular) AP
garis tegak depan (forward perpendicular) FP
bidang tengah panjang (amidships)
body plan pandangan depan-belakang
station
o
gading (frame)
o
deck side line
o
kubu-kubu (bulwark)
o

camber
f

H
T

GAMBAR amidships
amidships
flat of keel, half siding
o
rise of floor, deadrise
o
bilga (bilge)
o
jari-jari bilga (bilge radius)
o
tumblehome
o
flare
o
lengkung lintang geladak (camber, round of beam)
o

26

Ukuran utama kapal (principal dimensions)

LWL
T

K. MESIN

AP

RUANG MUAT

Lpp

FP

Lwl
Loa

GAMBAR ukuran utama


sarat air (draught, draft)
sarat dalam (draught moulded) Tmld
o
sarat rancang (designed draught)
o
sarat ringan (light draught)
o
sarat haluan (forward draught) TA
o
sarat buritan (after draught) TF
o
panjang kapal (length)
panjang antara garis tegak (length between perpendiculars) LPP, LBP
o
panjang bidang air (length of load water line) LWL
o
panjang seluruhnya (length over all) LOA
o
lebar kapal (breadth, beam)
lebar dalam (breadth moulded) Bmld
o
lebar bidang air (breadth of waterline) BWL
o
lebar maksimum/terbesar (maximum breadth) Bmax
o
tinggi geladak, tinggi (depth)
tinggi dalam (depth moulded) Hmld, diukur di tengah Lpp (amidships)
o
lambung timbul (freeboard)

27

Kedudukan kapal

sarat rata (even keel) >< trim


tegak (upright) >< oleng (heel)

Lunas datar
(even keel)

trim haluan
(trim by bow)

trim buritan
(trim by stern)

28

1a. Perhitungan dan kurva hidrostatik (hydrostatic curves and


calculations) Bagian I
Semua koefisien, luas, titik berat luasan, volume, titik berat volume dan lain-lain berubah harganya menurut
sarat kapal. Padahal harga-harga tersebut dibutuhkan untuk berbagai keperluan. Maka dibuat suatu diagram
yang menunjukkan harga-harga tersebut sebagai fungsi sarat: kurva hidrostatik. Kurva ini dibuat untuk kapal
diam di air tenang. Kapal yang bergerak maju dan dalam air yang bergelombang dipelajari dalam Hambatan
kapal dan Gerak Kapal.
Sistem sumbu:

GAMBAR sistem sumbu

sumbu X pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah bujur, positif ke arah haluan kapal
sumbu Y pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah lintang, positif ke arah lambung kiri
sumbu Z pada perpotongan bidang tengah bujur dengan bidang tengah lintang, positif ke arah atas

Kedudukan kapal: tidak trim, tidak oleng.


Luas bidang air WPA (water plane area)
1.
titik berat bidang air LCF (longitudinal centre of floatation)
2.
Luas gading besar MSA (midship section area)
3.
Kurva Bonjean
4.
Luas permukaan basah WSA (wetted surface area),
5.
displasemen moulded (volume)
6.
tinggi titik apung KB
7.
letak memanjang titik apung LCB (longitudinal centre of bouyancy)
8.
Volume kulit
9.
10. displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
11. displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
12. TPC (ton per cm immersion)
13. koefisien blok CB
14. koefisien prismatik CP
15. koefisien prismatik tegak CPV
16. koefisien gading besar CM
17. LBM
18. TBM
19. MTC (moment to change trim 1 cm)
20. DDT (change of displacement due to trim 1 cm)

29

Luasan dan titik berat luasan

luas bidang air (waterplane area)

Z
x

Pada suatu harga z (sarat), setengah lebar bidang air diintegral ke arah memanjang
AWP 2

ydx

LWL

dengan y = setengah lebar bidang air. Satuan: m2

momen statis bidang air terhadap bidang tengah panjang (amidships) atau terhadap AP.
Integrasi ke arah memanjang juga
M WY 2

xydx

LWL

dengan x = lengan terhadap sumbu acuan Y. Satuan: m3. Sumbu acuan harus disebutkan.

titik berat bidang air (center of flotation) terhadap bidang tengah lintang atau terhadap AP.
LCF , x F

M WY
AWP

Satuan: m. Sumbu acuan harus disebutkan. Jika sumbu acuan adalah bidang tengah lintang
(amidships), LCF berharga positif jika letaknya di depan midships. Bentuk lain: MWY = LCF.AWP.
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
B
40 m

20 m

Y
A

C
X

60 m

40 m

Diketahui: Bidang Air dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar
air laut =1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitung:
- AWP - MWY - LCF - TPC
Jawab:
Bidang air kita bagi menjadi bagian belakang dan bagian depan.
30

Karena simetris, kita hitung hanya bagian di atas sumbu X


Menghitung AWP
AWP 2

ydx

LWL

Bagian belakang:
Titik A (0. 10)
titik B (60, 20)
Persamaan garis yang melalui A dan B:
x xA
y yA
yB y A

( x xA )
--> y y A
xB x A y B y A
xB x A
sehingga

20 10
x
( x 0) 10
60 0
6
60 x
x2
2
10 x |60
0.5AWP bagian belakang = 0 ( 10)dx
0 900 m
6
12
y 10

Bagian depan:
titik B (60, 20)

titik C (100, 0)

0 20
x
( x 60) 50
100 60
2
100
x
x2
2
50 x |100
0.5AWP bagian depan = 60 ( 50)dx
60 400 m
2
4
y 20

AWP = 2(900 m2 + 400 m2) = 2600 m2


Menghitung MWY
M WY 2

xydx

LWL

Bagian belakang:
0.5MWY bagian belakang =

60

x(

2
60 x
x
x3
3
10)dx (
10 x )dx
5 x 2 |60
0 30000 m
0
6
6
18

Bagian depan:
100

0.5MWY bagian depan = 60 x (

x
x3
3
50)dx
25 x 2 |100
60 29333.33 m
2
6

MWY = 2(30000 m3 + 29333.33 m3) = 118666.7 m3


Menghitung LCF:
M
LCF , x F WY
AWP
LCF = 118666.7 m3/ 2600 m2 = 45.64103 m dari AP
Menghitung TPC:
A g
TPC WP
100
air laut = 1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
TPC = 2600 m2*1025 kg/m3*9.81 m/s2/100 = 261436.5 N/cm
_______________________________________________________________________________________

luas gading besar (midship area)

31

Sta 0
Z

9
10

Base
Plane

Pada harga x di tengah panjang, setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL

AM 2 ydz
0

Satuan: m2

kurva luas station atau kurva Bonjean (Bonjean curves)


Pada suatu harga x (Station), setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL

AST 2 ydz
0

Satuan: m2

Gambar Kurva Bonjean

luas permukaan basah (wetted surface area)

32

Pada suatu harga z (sarat), setengah keliling diintegral ke arah memanjang kapal
WSA 2

gdx

LWL

dengan g = setengah keliling (half girth). Satuan: m2


Dari gambar kita lihat sin = z / g, jadi g = z / sin . Hubungan sin dengan tan
adalah sin tan 1 tan 2 Tetapi tan adalah angka arah garis m. Jadi
g
z 1 m2 .
g

z
m
Y
Garis
lurus
dan bidang datar mempunyai m yang tetap, jadi m dapat dicari.

_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
100 m
10 m

20 m

4m

4m
50 m

2m

Diketahui:
33

Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3,
baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah:
Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m:
- kurva Bonjean
- AM
- AWP - MWY - LCF
- WSA
Jawab:
Menghitung kurva Bonjean
WL

AST 2 ydz
0

Karena kurva Bonjean dibuat untuk banyak station dan banyak sarat, diperlukan y sebagai fungsi x dan z
Bagian belakang
Di ujung belakang, xA = 0:
untuk z = 0 m -> yA = 6 m
untuk z = 10 m -> yA = 8 m
sehingga yA sebagai fungsi sarat adalah y A 6
Di tengah kapal, xM = 50 m,
untuk z = 0 m -> yA = 8 m
untuk z = 10 m -> yA = 10 m
sehingga y M

z
8
5

Jadi y sebagai fungsi x adalah y y A

86
z
( z 0) 6
10 0
5

yM y A
(x xA )
xM x A

Substitusikan yA dan yM
z
z
8 6
z
z
x
5
y 6 5
( x 0) 6
5
50 0
5
25
Bagian depan
Di ujung depan, xF = 100 m:
untuk z = 0 m -> yF = 2 m
untuk z = 10 m -> yF = 4 m
sehingga y F 2

42
z
( z 0) 2
10 0
5

Di tengah kapal, xM = 50 m, dari hasil di atas y M


Jadi y sebagai fungsi x adalah y y M

z
8
5

yF yM
( x xM )
xF xM

Substitusikan yF dan yM
z
z
2 8
z
3x z
5
y 8 5
( x 50) 14
5
100 50
25 5
Dengan hasil ini, kita hitung kurva Bonjean untuk sarat 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dan untuk station 0 pada
x = 0 m, station 1 pada x = 25 m, station 2 pada x = 50 m, station 3 pada x = 75 m dan station 4 pada x =
100m.
WP

AST 2 ydz
0

WP
2
x z
x
z
x
WP z
6 maka AST 2
6 dz 2
6 z 0
Untuk bagian belakang: y
25 5
25
5
5
25

WP

34

WP
2
3x z
z
3x
3x
WP z
14 dz 2
14 z 0
Untuk bagian depan: y 14 maka AST 2
25 5
25
5
25
5

WP

Untuk sarat z = 2.5 m


z
2.52
0

6 dz 2 * 6 * 2.5 2
30 1.25 31.25 m2
25
5
10

2.5 25
z

A1 2
6 dz 2 * 7 * 2.5 1.25 36.25 m2
0
25 5

2.5 50
z

A2 2
6 dz 2 * 8 * 2.5 1.25 41.25 m2
0
25 5

2.5
3 * 75 z

A3 2
14 dz 2 * 5 * 2.5 1.25 26.25 m2
0
25
5

2.5
3 * 100 2.5

A4 2

14 dz 2 * 2 * 2.5 1.25 11.25 m2


0
25
5

2.5

A0 2
0

Station 0 x = 0 m
Station 1 x = 25 m
Station 2 x = 50 m
Station 3 x = 75 m
Station 4 x = 100 m
Untuk sarat z = 5 m

0
z
52

6 dz 2 * 6 * 5 2
65 m2
25
5
10

5 25
z

6 dz 2 * 7 * 5 5 75 m2
Station 1 A1 2 0
25 5

5 50
z

6 dz 2 * 8 * 5 5 85 m2
Station 2 A2 2 0
25 5

5
3 * 75 z

14 dz 2 * 5 * 5 5 55 m2
Station 3 A3 2 0
25
5

5
3 * 100 z

14 dz 2 * 2 * 5 5 25 m2
Station 4 A4 2 0
25
5

Station 0 A0 2 0
5

Untuk sarat z = 7.5 m


Station 0
Station 1
Station 2
Station 3
Station 4

z
7 .5 2
0

6 dz 2 * 6 * 7.5 2
101.25 m2
25
5
10

7.5 25
z

A1 2
6 dz 2 * 7 * 7.5 11.25 116 .25 m2
0
25 5

7.5 50
z

A2 2
6 dz 2 * 8 * 7.5 11.25 131.25 m2
0
25 5

7.5
3 * 75 z

A3 2
14 dz 2 * 5 * 7.5 11.25 86.25 m2
0
25
5

7.5
3 *100 z

A4 2
14 dz 2 * 2 * 7.5 11.25 41.25 m2
0
25
5

7.5

A0 2
0

Untuk sarat z = 10 m
Station 0
Station 1
Station 2
Station 3

z
10 2
0

6 dz 2 * 6 * 10 2
140 m2
25
5
10

10 25
z

A1 2
6 dz 2 * 7 * 10 20 160 m2
0
25 5

10 50
z

A2 2
6 dz 2 * 8 * 10 20 180 m2
0
25 5

10
3 * 75 z

A3 2
14 dz 2 * 5 * 10 20 120 m2
0
25
5

10

A0 2
0

35

10
3 * 100 z

A4 2
14 dz 2 * 2 * 10 20 60 m2
0
25
5

Station 4

Hasil ini kita kumpulkan dalam tabel berikut


Tabel Bonjean [m2]
WP \ Sta Station 0 Station 1 Station 2 Station 3 Station 4
WP 0
0
0
0
0
0
WP 2.5
31.25
36.35
41.25
26.25
11.25
WP 5
65
75
85
55
25
WP 7.5
101.25
116.25
131.25
86.25
41.25
WP 10
140
160
180
120
40
Menghitung AM
Bisa dibaca dari kurva Bonjean untuk Station 2:
WP
AM [m2]
WP 0
0
WP 2.5
41.25
WP 5
85
WP 7.5 131.25
WP 10
180
Menghitung AWP
Dihitung AWP sebagai fungsi z:
100
x
3x z
z

6
14 dx
dx 2 50
25
25 5
5

2
2
2 x 50
2 * 3x 100
z

2 6 x |50
|0 2 14 x |100
|50
0
50
2 * 25
2 * 25
5

20 z 600 100 20 z 1200 800 200 40 z 1200


AWP 40 z 1200
AW 0 40 * 0 1200 1200 m2,
Sarat 0 m
Sarat 2.5 m AW 2.5 40 * 2.5 1200 1300 m2,
AW 5 40 * 5 1200 1400 m2,
Sarat 5 m
Sarat 7.5 m AW 7.5 40 * 7.5 1200 1500 m2,
AW 10 40 * 10 1200 1600 m2,
Sarat 10 m
L

50

AWP 2 ydx 2
0
0

Menghitung MWY dan LCF


Dihitung MWY sebagai fungsi z:
M WY 2

xydx 2

LWL

50

100
x
3x z
z

6
14 dx
dx 2 50 x
25
25 5
5

2
2
3
2 x 3 50 z
z
x 50
x 100 2 * 3x 100
2 6
|0
|0 2 14
|50
|50
3 * 25
3 * 25
5
2
5
2
500 z 15000 3333.33 1500 z 105000 70000
M WY 2000 z 53333.33
M WY 53333.33 m3, LCF = 53333.33 m3/1200 m2 = 44.4444 m
Sarat 0 m
M WY 2000 * 2.5 53333.33 58333.33 m3, LCF = 58333.33 m2/1300 m2 = 44.87179 m
Sarat 2.5 m
M WY 2000 * 5 53333.33 63333.33 m3, LCF = 71333.33 m2/1400 m2 = 45.2381 m
Sarat 5 m
M WY 2000 * 7.5 53333.33 68333.33 m3, LCF = 76333.33 m2/1500 m2 = 45.5556 m
Sarat 7.5 m
M WY 2000 * 10 53333.33 73333.33 m3, LCF = 81333.33 m2/1600 m2 = 45.8333 m
Sarat 10 m

Hasil di atas dikumpulkan dalam tabel sebagai berikut:


Sarat [m2] MWY [m3]
0
53333.33
2.5
58333.33
5
71333.33
7.5
76333.33
10
81333.33

LCF [m]
44.4444
44.8717
45.2381
45.5556
45.8333
36

_______________________________________________________________________________________

Volume dan titik berat volume

displasemen (volume) moulded (moulded displacement)

z
Y

Y
x

X
Kita bisa mengintegral luas bidang air ke arah meninggi atau mengintegral luas station ke arah
memanjang
WL

WP

Satuan: m3. Sebaliknya


AWP

dz

ST

dx

LWL

d
d
dan AST
dx
dz

_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Untuk tongkang dalam contoh di atas, hitunglah displasemen moulded pada sarat 0m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan
10 m.
Jawab:
Di atas sudah didapat
AWP = 40z + 1200
Karena dihitung untuk seluruh panjang kapal tetapi untuk beberapa sarat, maka dipilih bentuk
37

AWP dz ( 40 z 1200)dz 1200 z 20 z 2 0 1200T 20T 2


T

Sarat 0 m
1200 * 0 20 * 0 2 0 m3

Sarat 2.5 m

1200 * 2.5 20 * 2.52 3125 m3

Sarat 5 m

1200 * 5 20 * 52 6500 m3

Sarat 7.5 m

1200 * 7.5 20 * 7.52 10125 m3

Sarat 10 m

1200 * 10 20 * 10 2 14000 m3

_______________________________________________________________________________________

volume kulit (shell displacement)


Volume kulit diambil sama dengan Luas Permukaan Basah (WSA) dikalikan tebal kulit. Karena tebal
kulit berbeda-beda menurut letaknya, maka luas permukaan basah dihitung per lajur (antara dua sarat)
Vsh 2

tdx

LWL

dengan t = tebal pelat kulit. Satuan: m3


_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah luas permukaan basah WSA dan volume kulit tongkang dalam contoh di atas.
Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung = 10 mm.
Jawab:
Bagian belakang
Dari hasil di atas didapat y
z

x z
6 , tetapi kita membutuhkan z sebagai fungsi x dan y:
25 5

dz
x
5 dan sin = m / 1 m 2 5 / 1 25 0.980581 .
5 y 30 . Dari sisi didapat m
dy
5

Jadi g z / sin z / 0.980581 1.019804 z . Untuk tongkang ini, g bukan fungsi x.


Bagian depan:
y

2x z
2x
12 diubah menjadi z
5 y 60 . Karena m = 5 juga maka sin = 0.980581.
25 5
5

Jadi g 1.019804 z . Untuk tongkang ini, g bukan fungsi x.


WSA 2

100

gdx 2

LWL

1.019804 zdx 2 * 1.019804 zx |100


0 2.039608 z * 100 203.9608 z

Sarat 0 m
WSA = 203.9608*0 = 0 m2. Tetapi masih harus ditambahkan luas alas dan luas ujung depan dan belakang.
Jadi WSA = 0 m2 + 1200 m2 + 0 m2 + 0 m2 = 1200 m2
Sarat 2.5 m
WSA = 203.9608*2.5 + 1200 m2 + 31.25 m2 + 21.25 m2 = 1762.402 m2
Sarat 5 m
WSA = 203.9608*5 + 1200 m2 + 65 m2 + 45 m2 = 2329.804 m2
Sarat 7.5 m
WSA = 203.9608*7.5 + 1200 m2 + 101.25 m2 + 71.25 m2 = 2902.206 m2
Sarat 10 m
WSA = 203.9608*10 + 1200 m2 + 140 m2 + 100 m2 = 3479.608 m2
Volume kulit
Sarat 0 m
Volume kulit = 1200 m2*0.012 m = 14.4 m3
Sarat 2.5 m
38

Volume kulit 0 m - 2.5 m = (1762.402 m2 - 1200 m2)*0.01 m = 5.62402 m3


Volume kulit 0 m - 2.5 m = 20.02402 m3
Sarat 5 m
Volume kulit 2.5 m - 5 m = (2329.804 m2 - 1762.402 m2)* 0.01 m = 5.67402 m3
Volume kulit 0 m - 5 m = 25.69804 m3
Sarat 7.5 m
Volume kulit 5 m - 7.5 m = (2902.206 m2 - 2329.804 m2)*0.01 m = 5.72402 m3
Volume kulit 0 m - 7.5 m = 31.42206 m3
Sarat 10 m
Volume kulit 7.5 m - 10 m = (3479.608 m2 - 2902.206 m2)*0.01 m = 5.77402 m3
Volume kulit 0 m - 10 m = 37.19608 m3
_______________________________________________________________________________________

displasemen (volume) total (displacement including shell)


TOT VSH
3

Satuan: m

displasemen (gaya) total di air tawar (total displacement in fresh water)


FW TOT FW g

dengan FW = massa jenis air tawar. Satuan kN atau MN.

displasemen (gaya) total di air laut (total displacement in salt water)


SW TOT SW g

dengan SW = massa jenis air laut. Satuan kN atau MN.

ton (force) per centimeter immersion: tambahan gaya angkat jika sarat bertambah 1 cm
A g
TPC WP
100
dengan = massa jenis air (tawar atau laut) dan g = percepatan gravitasi. Satuan: N/cm

cadangan gaya apung (reserve buoyancy):


tambahan muatan atau air yang akan menyebabkan kapal tepat tenggelam. Jika volume badan kapal
di atas bidang air sampai geladak dikalikan massa jenis dan percepatan gravitasi, hasilnya adalah
cadangan gaya apung.
GAMBAR
_________________________________________________________________________________
Contoh soal
Hitunglah volume displasemen total, gaya angkat total di air tawar dan di air laut dan TPC di air laut
dari tongkang di atas.
air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Sarat Volume
Volume Volume
Gaya angkat Gaya angkat Luas
TPC di air
3
[m] displasemen kulit [m ] displasemen di air tawar di air laut
bidang laut
moulded [m3]
total [m3]
[kN]
[kN]
air [m2] [kN/cm]
0
0
14.4
14.4
141.264
144.796
1200
120.663
2.5
3125 20.02402
3145.024
30852.686
31624.003
1300
130.718
5
6500 25.69804
6525.698
64017.098
65617.525
1400
140.774
7.5
10125 31.42206 10156.422
99634.500 102125.363
1500
150.829
10
14000 37.19608 14037.196 137704.894 141147.516
1600
160.884
_________________________________________________________________________________

momen statis volume terhadap bidang dasar


Elemen momen statis volume terhadap bidang dasar adalah luas bidang air AWP dikalikan dengan
lengan terhadap bidang dasar
39

WL

M X

zA

WP

dz

dengan z = lengan terhadap bidang dasar. Satuan: m4

tinggi titik apung (vertical center of buoyancy)


Tinggi titik apung di atas bidang dasar
VCB, KB, z B

M X

Satuan: m.
Bentuk lain: M X .KB
Jika KB kita turunkan terhadap z, kita dapat:
A
dKB dz B
1 dM X
d


zB
WP ( z z B )
dz
dz
dz
dz

Harga ini tidak mungkin nol, karena zB selalu kurang dari z. Jadi tidak ada harga ekstrem.

momen statis volume terhadap bidang tengah panjang


Elemen momen statis volume terhadap bidang tengah panjang adalah luas station AST dikalikan
dengan lengan terhadap bidang tengah panjang (positif ke arah haluan), lalu diintegral ke arah
memanjang.

xAST dx

M Y

LWL

WL

WY

dz

dengan x = lengan terhadap bidang tengah lintang. Satuan: m4

letak memanjang titik apung (longitudinal centre of buoyancy)


LCB, xB

M Y

LCB berharga positif jika terletak di depan midships. Satuan: m.


Jika LCB diturunkan terhadap z, kita peroleh
A
dLCB dx B
1 dM Y
d


xB
WP ( x F x B )
dz
dz
dz
dz

Harga ekstrem terjadi jika turunan ini berharga 0, yaitu jika xF xB = 0.


Mengingat bahwa dz

d
maka turunan di atas dapat ditulis sebagai
AWP

dxB 1
( x F xB )
d
_________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah KB dan LCB pada sarat 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dari tongkang di atas
Jawab:
Untuk menghitung KB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap bidang dasar
WL

zA

M X

WP

dz . Dari hasil di atas kita dapatkan AWP = 40z + 1200, sehingga

WL

M X

40 3

z 600 z 2
3

z(40 z 1200)dz
0

40 3
T 600T 2
3

Sarat 0 m
M X

40 3
0 600 * 0 2 0 m4. KB = 0 m (meskipun hasilnya adalah 0/0)
3

Sarat 2.5 m
40

40
2.53 600 * 2.52 4375 m4. KB = 4375 m4 / 3125 m3 = 1.4 m.
3

M X

Sarat 5 m
40 3
5 600 * 52 20000 m4. KB = 20000 m4 / 6500 m3 = 3.0769 m
3

M X

Sarat 7.5 m
40
7.53 600 * 7.52 50625 m4. KB = 50625 m4 / 10125 m3 = 5 m
3

M X

Sarat 10 m
M X

40 3
10 600 * 10 2 100000 m4. KB = 100000 m4 / 14000 m3 = 7.1429 m
3

Untuk menghitung LCB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap AP

xA

M Y

ST

dx

LWL

WL

AST 2 ydz
0

Bagian belakang: y

x z
6
25 5

x
x
z
z2

AST 2 ( 6)dz 2
6 z
0
25 5
10

25
2x z
12
Bagian depan: y
25 5
T

AST 2

M Y

xAST dx 0

50

LWL
50

2x T

3 * 25
3

xT T 2

2

6T

25 10

2x
2

2 x 2T
T2

2 x
6T
10

25

6T
10

50

4x T
3 * 25

100

50

2x
2

2 xT T 2

2

12T
25 10

0
2
2
100
T

4x T
dx
2 x
12T
50
25
10

2x
2x z
z2

(
12)dz 2
12 z
25 5
25
10

12T
10

dx

100

50

T2

T2

2 * 503 T
4(100 3 503 )T
50 2
6T
(100 2 50 2 )
12T
75
75
10

10

Cara lain:
WL

M Y

WY

dz . Dari hasil di atas di dapat MWY = 2000z + 61333.33

WL

M Y

(2000 z 61333.333)dz 0.5 * 2000 z

61333.333 z

T
0

1000T 2 61333.333T

Sarat Vol. displ MVX [m4] KB [m] MVY[m4]


LCB [m]
3
[m]
[m ]
0
0
0
0
0 (LCF) 44.4444
2.2
3125
4375
1.4 159583.33
51.0667
5
6500
20000
3.0769 331666.67
51.0256
7.5
10125
50625
5
516250
50.9877
10
14000
100000
7.1429 713333.33
50.9524
_________________________________________________________________________________

Koefisien bentuk (coefficients of form)

Koefisien gading besar (midship coefficient)

41

Sta 0
CL

Sta 0
10

Base Plane
CL
Koefisien gading besar adalah perbandingan luas gading besar dengan luas empat persegi panjang
yang melingkupinya
A
CM M
BT
dengan AM = luas penampang gading besar

Koefisien bidang air (waterplane coefficient)

Koefisien bidang air adalah perbandingan luas bidang air dengan luas empat persegi panjang yang
melingkupinya
CWP

AWP
LWL B

dengan AWL = luas bidang bidang air

Koefisien blok (block coefficient)

42

GAMBAR koefisien blok


Koefisien blok adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume kotak yang melingkupinya
CB

V
LPP BT

Koefisien prismatik (prismatic coefficient, longitudinal prismatic coefficient)

Koefisien prismatik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder horisontal
dengan penampang sebesar gading besar dan panjang L
CP

V
LAM

Koefisien prismatik tegak (vertical prismatic coefficient)

43

Koefisien prismatik tegak adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder tegak
dengan tinggi T
penampang sebesar bidang air dan
C PV

V
TAWP

Koefisien volumetrik (volumetric coefficient)


Koefisien volumetrik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume kubus dengan sisi
sebesar L/10. Dipakai dalam masalah Hambatan Kapal

CV

(L

)3
10

_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah koefisien bentuk untuk contoh di atas
Jawab:
Sarat Vol. displ CB
AM
CM
AWP 2yWP CWP
CP
CPV
CV
3
2
2
[m]
[m ]
[m ]
[m ] [m]
0
0
0
1200 16
0.75
2.5
3125 0.625 41.25 0.825 1300 17
0.7647 0.7576 0.8173 3.125
5
6500 0.65
85 0.85
1400 18
0.7778 0.7647 0.8357 6.5
7.5
10125 0.675 131.25 0.875 1500 19
0.7895 0.7714 0.855 10.125
10
14000 0.7
180 0.9
1600 20
0.8
0.7778 0.875
14

44

Contoh soal.

GAMBAR contoh soal


Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA
titik berat bidang air LCF
TPC
WSA
Volume kulit
Luas gading besar
45

Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic
Koefisien prismatic
koefisien gading besar

Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA
titik berat bidang air LCF
TPC
WSA
Volume kulit
Luas gading besar
Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic
Koefisien prismatic
koefisien gading besar

Metode Integrasi Numerik


K. J. Rawson dan E. C. Tupper, Basic Ship Theory, Longman, London, 1983. pp 23 33.
Dalam rumus-rumus di atas, untuk menghitung luas, volume, momen dll. kita memakai integral suatu fungsi.
Tetapi untuk bentuk badan kapal, fungsi yang dibutuhkan biasanya tidak diketahui. Hal ini dapat diatasi
dengan memakai integrasi numerik yang tidak membutuhkan fungsi, tetapi membutuhkan hasil pengukuran,
biasanya setengah lebar kapal dan/atau sarat.
Rumus trapezoid: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan garis lurus.
Jika hanya dipakai 1 trapesium dengan jarak ordinat
Y
h, luas trapezium A menjadi
A 12 h( y 0 y1 )
Jika dipakai 2 trapesium dengan jarak ordinat h yang
sama, jumlah luas trapezium A menjadi
y
4
A0 12 h( y 0 y1 )
y3
trapesium I:
y2
y1
y0
A1 12 h( y1 y 2 )
trapesium II:
X
h
h
h
h

A h( 12 y 0 y1 12 y 2 )
Jumlah
Jika dipakai banyak trapesium dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua trapesium:

46

A h( 12 y 0 y1 y 2 ... 12 y N )

Rumus Simpson I atau rumus 3 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan parabola
dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c. Tiap potongan parabola mencakup 3 titik pada garis
lengkung.
Untuk mudahnya diambil x0 = -h, x1 = 0 dan x2 = h. Maka
Y
y0 = ax02 + bx0 + c = ah2 bh + c
y1 = a02 + b0 + c = c
y2 = ax22 + bx2 + c = ah2 + bh + c
h

y2

y1
y0

A (ax 2 bx c)dx

1 3 1 2
2
ax bx cx | h h ah 3 2ch
3
2
3

Misalkan luas dapat dinyatakan sebagai A = Ly0 + My1 +


Ny2. Masukkan harga y0, y1 dan y2:

A L( ah 2 bh c ) Mc N (ah 2 bh c )
ah 2 ( L N ) bh( L N ) c ( L M N )

Kedua luas ini identik, sehingga didapat 3 persamaan berikut:


2 3
2
h LN h
3
3
h
(

N
)

0
o koefisien untuk b:
o koefisien untuk c:
L M N 2h
1
4
1
Dari 3 persamaan ini didapat L h, M h, N h
3
3
3
h2 (L N )

o koefisien untuk a:

Jika hanya dipakai 1 parabola dengan jarak ordinat h, luas parabola A menjadi
A

1
h( y 0 4 y1 y 2 )
3

Jika hanya dipakai 2 parabola dengan jarak ordinat h yang sama, jumlah luas parabola A menjadi
1
h( y0 4 y1 y 2 )
3
1
A1 h( y 2 4 y3 y 4 )
3
1
A h( y0 4 y1 2 y 2 4 y3 y 4 )
3

parabola I: A0
parabola II:
Jumlah

Jika dipakai banyak parabola dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua parabola:
1
h( y0 4 y1 2 y 2 4 y3 ... 4 y n1 y n )
3

Rumus Simpson II atau rumus 4 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan
polinom pangkat 3 dengan bentuk persamaan y = ax3 + bx2 + cx + d. Tiap potongan parabola
mencakup 4 titik pada garis lengkung.
Jika hanya dipakai 1 polinom pangkat 3 dengan
Y
jarak ordinat h, luas polinom A menjadi
A

y0
h

y1
h

y2
h

y3

y4

y5

y6

3
h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
8

Jika hanya dipakai 2 polinom pangkat 3 dengan


jarak ordinat h yang sama, jumlah luas polinom A
menjadi
3
h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
8
3
A1 h( y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8

polinom I: A0
h

X polinom II:

47

Jumlah

3
h( y0 3 y1 3 y 2 2 y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8

Dalam rumus-rumus di atas, dihitung luas gambar yang dibatasi oleh kurva, sumbu koordinat dan ordinatordinat ujung. Jika ingin dihitung luas gambar bagian kiri atau kanan saja, maka kita pakai

Rumus Simpson III atau rumus 5,8 minus 1: garis lengkung didekati dengan sebuah potongan
parabola dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c.
Y
Parabola mencakup 3 titik pada garis lengkung.
Luas bagian kiri saja adalah
AKIRI

y0

bagian
kanan

y1

bagian
kiri
h

1
h(5 y 0 8 y1 y 2 )
12

Luas bagian kanan saja adalah

y2

AKANAN

1
h( y 0 8 y1 5 y 2 )
12

Rumus-rumus pendekatan lain adalah:

Rumus Newton-Cotes
Rumus Tchebycheff
Rumus Gauss

PENERAPAN RUMUS SIMPSON


Dalam menerapkan rumus Simpson di bidang perkapalan, lebih jelas jika rumus ditulis dalam bentuk
berikut:
A

x3

x1

1
f ( x )dx h[ f ( x1 ) 4 f ( x 2 ) f ( x3 )]
3

Di sini f(x) dapat berupa apa saja sesuai dengan masalah yang dibahas.
luas bidang air (waterplane area)
AWP 2

ydx

LWL

dengan hX = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu X
momen statis bidang air terhadap bidang tengah lintang (midships)

xydx

M WY 2

LWL

gdx

LWL

menjadi WSA 2. 1 3 h X ( g1 4 g 2 ... g n )

volume kulit (shell displacement)


Vsh 2

gtdx

LWL

menjadi M WY 2. 1 3 h X ( x1 y1 4 x 2 y 2 ... x n y n )

luas permukaan basah (wetted surface area)


WSA 2

menjadi AWP 2. 1 3 h X ( y1 4 y 2 ... y n )

menjadi Vsh 2. 1 3 h X ( g1t1 4 g 2 t 2 ... g n t n )

luas gading besar (midship area)


WL

AM 2 ydz menjadi AM 2. 1 hZ ( y1 4 y 2 ... y n )

dengan hZ = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu Z
kurva luas station atau kurva Bonjean (Bonjean curves)
WL

AST 2 ydz menjadi AST 2. 1 hZ ( y1 4 y 2 ... y n )

displasemen (volume) moulded (moulded displacement)


WL

WP

dz

ST

LWL

dx menjadi 1 hZ ( AWP1 4 AWP 2 ... AWPn ) atau

48

1 h X ( AST 1 4 AST 2 ... ASTn )


3

momen statis volume terhadap bidang dasar


WL

M X

zA

WP

dz menjadi M X 1 hZ ( z1 AWP1 4 z 2 AWP 2 ... z n AWPn )

momen statis volume terhadap bidang tengah lintang


M Y

xA

WL

ST

dx

LWL

WY

dz menjadi M Y 1 h X ( x1 AST 1 4 x 2 AST 2 ... x n ASTn ) atau

M Y 1 hZ ( M WY 1 4 M WY 2 ... M WYn )
3
Kasus 1:
Jika dihitung per bagian kita dapatkan:
Luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan =1/3*h2(y3
y3
y4
y2
y5
+ 4y4 + y5).
y1
Untuk menggabungkannya menjadi satu, kita pilih h acuan
misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1.
h2
h2
h1
h1
Maka luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan =
1/3*ch1(y3 + 4y4 + y5). Kalau c kita masukkan ke dalam kurung, kita dapat luas kanan = 1/3*h1(cy3 + 4cy4 +
cy5) atau dalam bentuk tabel
Sta Y FS kiri FS kanan FS gabungan yFS gab
1
y1 1
1
y1
2
y2 4
4
4y2
3
y3 1
c
1+c
(1+c)y3
4
y4
4c
4c
4cy4
5
y5
c
c
cy5
Jumlah
1
Luas gabungan = 1/3 hacuan 1
Dengan cara seperti di atas kita dapat menggabungkan banyak bagian yang h-nya berbeda-beda.
Kasus 2:

y3A y
3B

y2

y1
h1

h1

h2

y5

y4
h2

Jika dihitung per bagian kita dapat


Luas kiri = 1 h1 ( y1 4 y2 y3 A ) dan luas kanan = 1 h2 ( y3 B 4 y4 y5 ) . Untuk menggabungkannya

menjadi satu, kita pilih h acuan misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1, dan dalam bentuk tabel:
Sta
FS
yFS
1
y1 1
y1
2
y2 4
y2
3A y3A 1
y3A
3B y3B C
cy3B
4
y4 4c
4cy4
5
y5 C
cy5
jumlah 2
Luas gabungan = 1/3 h acuan 2
49

Perhitungan kurva hidrostatik per lapis


Dalam pembuatan kurva hidrostatik, yang dihitung tentu saja tidak harga-harga untuk satu bidang air. Paling
sedikit diminta harga untuk 20 bidang air, tetapi bisa juga 100 bidang air atau lebih. Dengan cara di atas,
hitungan harus kita ulang sebanyak bidang air yang diinginkan. Maka lebih menguntungkan kalau hasil
bidang air yang lalu bisa dimanfaatkan untuk perhitungan bidang air selanjutnya. Caranya adalah sebagai
berikut:
Dimulai dari bidang dasar, diambil 3 bidang air, misalnya BA. 0m, BA 0.1m, BA 0.2m. Seluruh
perhitungan hidrostatik kita lakukan untuk bagian ini. Sebagai contoh kita hitung volume displasemen,
tinggi dan letak memanjang titik apung, dan hasilnya adalah V02, KB02 dan LCB02. Perhitungan
dilanjutkan untuk harga-harga lain selengkapnya.
Kemudian diambil 3 bidang air berikutnya. Yaitu BA 0.2m, BA 0.3m dan BA 0.4m. Untuk bagian ini
dihitung volume displasemen, tinggi dan letak memanjang titik apung, dan hasilnya adalah dV0204,
dKB0204 dan dLCB0204. Hasil ini digabungkan dengan hasil sebelumnya menjadi
V04 V02 dV0204

KB02V02 dKB0204 dV0204


V02 dV0204
LCB02V02 dLCB0204 dV0204
LCB04
V02 dV0204
Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk harga-harga lain selengkapnya.
Demikian perhitungan kita lanjutkan lapis demi lapis sampai selesai.
Contoh:
Diketahui:
y6
BA 0.6m y0 = 2 m, y1 = 2.5 m, y2 = 3m, y3 = 3.4 m, y4 = 3.8 m, y5 = 4.1 m,
y5
y6 = 4.4 m.
BA 0.5m Diminta: Luas dan titik berat station pada BA 0.2 m, BA 0.4 m
y4
BA 0.4m dan BA 0.6 m.
Jawab:
y3
BA 0.3m
Luas dan titik berat sampai BA 0.2 m:
y2
Bid. Air
Y
FS y.FS
lengan y.FS.lgn
BA 0.2m
0
m
2.0
m
1
2
m
0.0 m
0 .0m2
y1
BA 0.1m
0.1 m
2.5 m 4
10 m 0.1 m
1.0 m2
y0
0.2 m
3.0 m 1
3 m 0.2 m
0.6 m2
BA 0m
15 m
1.6 m2
KB04

Luas station = 1/3*0.1 m*15 m = 0.5 m2


Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*1.6 m2 = 0.053333 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.05333 m3 / 0.5 m2 = 0.106667 m.
luas dan titik berat dari BA 0.2 m sampai BA 0.4 m:
Bid. Air
0.2 m
0.3 m
0.4 m

FS y.FS
3.0 m 1
3.0 m
3.4 m 4
13.6 m
3.8 m 1
3.8 m
20.4 m

Lengan
0.2 m
0.3 m
0.4 m

y.FS.lgn
0.60 m2
4.08 m2
1.52 m2
6.2 m2

Luas station = 1/3*0.1 m*20.4 m = 0.68 m2


Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*6.2 m2 = 0.206667 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.206667 m3/ 0.68 m2 = 0.303922 m
Gabungan BA 0 m sampai dengan BA 0.4 m:
Luas station = 0.5 m2 + 0.68 m2 = 1.18 m2
Momen statis terhadap dasar = 0.053333 m3 + 0.206667 m3 = 0.26 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.26 m3 / 1.18 m2 = 0.220339 m.
50

luas dan titik berat dari BA 0.4 m sampai BA 0.6 m:


Bid. Air
0.4 m
0.5 m
0.6 m

Y
3.8 m
4.1 m
4.4 m

FS y.FS
Lengan y.FS.lgn
1
3.0 m 0.4 m
1.52 m2
4
13.6 m 0.5 m
8.20 m2
1
3.8 m 0.6 m
2.64 m2
24.6 m
12.36 m2

Luas station = 1/3*0.1 m*24.6 m = 0.82 m2


Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*12.36 m2 = 0.412 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.412 m3 / 0.82 m2= 0.502439 m
Gabungan BA 0 m sampai dengan BA 0.6 m:
Luas station = 1.18 m2 + 0. 82 m2 = 2.0 m2,
Momen statis terhadap dasar = 0.26 m3 + 0.412 m3 = 0.672 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.672 m3 / 2.0 m2 = 0.336 m.
Cara di atas dapat diterapkan untuk menghitung volume dan titik beratnya, baik letak meninggi maupun
letak memanjang. Selanjutnya bagian-bagian lain dari kurva hidrostatik dapat dihitung dengan rumus-rumus
yang ada.
Contoh soal:
Untuk lengkapnya kita lihat tongkang dalam contoh di atas
100 m
10 m

20 m

4m

4m
50 m

2m

Diketahui:
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung =
10 mm. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3, baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah: Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5m dan 10 m:
Luas bidang air WPA
titik berat bidang air LCF
TPC
WSA
Volume kulit
Luas gading besar
Kurva Bonjean
displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB
letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatik
Koefisien prismatik vertikal
koefisien gading besar
Jawab:
Untuk tongkang ini, karena rencana garisnya berupa garis-garis lurus, sebenarnya cukup 3 titik ukur untuk
bagian belakang dan 3 titik ukut untuk bagian depan. Tetapi kita perlakukan seperti bentuk kapal sebenarnya,
dibuat 5 station di bagian belakang dan 5 station di bagian depan. Selanjutnya kita siapkan tabel setengah
lebar bidang air dengan perhitungan sebagai berikut

Dari contoh di atas kita dapat untuk bagian belakang: y


y

z
x
6
dan untuk bagian depan:
5
25

3x z
14 . Untuk Station 0 sampai dengan 10, harga x adalah 0 m, 10 m, 20 m, ...., 100m.
25 5

51

Untuk bidang air, supaya bisa dihitung dengan cara Simpson. perlu satu Bidang Air tambahan di tiap
lapis, sehingga harga z adalah 0 m, 1.25 m, 2.5 m, 3.75 m, ... 10 m. Dengan harga-harga ini didapat:
x
0
8.333
16.667
25
33.333
41.667
50
58.333
66.667
75
83.333
91.667
100

Sta\BA
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

0
6
6.333
6.667
7
7.333
7.667
8
7
6
5
4
3
2

1.25
6.25
6.583
6.917
7.25
7.583
7.917
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25
2.25

2.5
6.5
6.833
7.167
7.5
7.833
8.167
8.5
7.5
6.5
5.5
4.5
3.5
2.5

3.75
6.75
7.083
7.417
7.75
8.083
8.417
8.75
7.75
6.75
5.75
4.75
3.75
2.75

5
7
7.333
7.667
8
8.333
8.667
9
8
7
6
5
4
3

6.25
7.25
7.583
7.917
8.25
8.583
8.917
9.25
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25

7.5
7.5
7.833
8.167
8.5
8.833
9.167
9.5
8.5
7.5
6.5
5.5
4.5
3.5

8.75
7.75
8.083
8.417
8.75
9.083
9.417
9.75
8.75
7.75
6.75
5.75
4.75
3.75

10
8
8.333
8.667
9
9.333
9.667
10
9
8
7
6
5
4

Untuk menghitung apa yang diminta, beberapa perhitungan digabung sehingga menjadi sebagai berikut

52

BA
0
Sta lengan FS Y
y*FS
y*FS*l
0
0 1
6
6
0
1
8.333 4 6.333
25.333 211.111
2
16.667 2 6.667
13.333 222.222
3
25 4
7
28
700
4
33.333 2 7.333
14.667 488.889
5
41.667 4 7.667
30.667 1277.778
6
50 2
8
16
800
7
58.333 4
7
28 1633.333
8
66.667 2
6
12
800
9
75 4
5
20
1500
10
83.333 2
4
8 666.667
11
91.667 4
3
12
1100
12
100 1
2
2
200

216
9600
WPA
1200 m2
MWY 53333.33 m3
LCF
44.444 M
volume displ
3125 m3

BA
1.25
y
y*FS
y*FS*l
6.25
6.25
0
6.583
26.333 219.444
6.917
13.833 230.556
7.25
29
725
7.583
15.167 505.556
7.917
31.667 1319.444
8.25
16.5
825
7.25
29 1691.667
6.25
12.5 833.333
5.25
21
1575
4.25
8.5 708.333
3.25
13 1191.667
2.25
2.25
225
225
10050
1250 m2
55833.33 m3
44.667 m
momen vol x 139583.3
momen vol z 3958.333

BA 2.5
yFS
Bonjean x = 1.25
y
y*FS
y*FS*l
A
Atot
y h. girth
6.5
6.5
0 37.5 31.25
31.25
0.5 2.5495
6.833
27.333 227.778 39.5 32.917 32.917
0.5 2.5495
7.167
14.333 238.889 41.5 34.583 34.583
0.5 2.5495
7.5
30
750 43.5 36.25
36.25
0.5 2.5495
7.833
15.667 522.222 45.5 37.917 37.917
0.5 2.5495
8.167
32.667 1361.111 47.5 39.583 39.583
0.5 2.5495
8.5
17
850 49.5 41.25
41.25
0.5 2.5495
7.5
30
1750 43.5 36.25
36.25
0.5 2.5495
6.5
13 866.667 37.5 31.25
31.25
0.5 2.5495
5.5
22
1650 31.5 26.25
26.25
0.5 2.5495
4.5
9
750 25.5 21.25
21.25
0.5 2.5495
3.5
14 1283.333 19.5 16.25
16.25
0.5 2.5495
2.5
2.5
250 13.5 11.25
11.25
0.5 2.5495
234
10500

2
1300 m
WSA 509.902
3
58333.33 m
WSA bottom 1200
44.872 m
WSA ends 42.5
LCB
44.667 m
WSA tot 1752.40
KB
1.267 m

BA
3.75
y
y*FS
y*FS*l
6.75
6.75
0
7.083
28.333 236.111
7.417
14.833 247.222
7.75
31
775
8.083
16.167 538.889
8.417
33.667 1402.778
8.75
17.5
875
7.75
31 1808.333

BA
y

hg*FS
2.5495
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
5.099
10.198
2.5495
91.782
m2
m2
m2
m2

Tabel perhitungan hidrostatik


BA
2.5
Sta lengan FS Y
y*FS
y*FS*l
0
0 1
6.5
6.5
0
1
8.333 4 6.833
27.333 227.778
2
16.667 2 7.167
14.333 238.889
3
25 4
7.5
30
750
4
33.333 2 7.833
15.667 522.222
5
41.667 4 8.167
32.667 1361.111
6
50 2
8.5
17
850
7
58.333 4
7.5
30
1750

7
7.333
7.667
8
8.333
8.667
9
8

5
y*FS

yFS
y*FS*l

7
0
29.333 244.444
15.333 255.556
32
800
16.667 555.556
34.667 1444.444
18
900
32 1866.667

40.5
42.5
44.5
46.5
48.5
50.5
52.5
46.5

A
33.75
35.417
37.083
38.75
40.417
42.083
43.75
38.75

Bonjean
Atot
65
68.333
71.667
75
78.333
81.667
85
75

x = 2.5
hg*FS
y h. girth
0.5
2.5495 2.5495
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198
0.5
2.5495 5.099
0.5
2.5495 10.198

8
9
10
11
12

66.667
75
83.333
91.667
100

2
4
2
4
1

6.5
5.5
4.5
3.5
2.5

WPA
MWY
LCF
vol displ 3375
volume total 6500

Sta
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
22
9
14
2.5
234
1300
58333.33
44.872
3
m
m3

866.667 6.75
13.5
900
7
14 933.333 40.5 33.75
1650 5.75
23
1725
6
24
1800 34.5 28.75
750 4.75
9.5 791.667
5
10 833.333 28.5 23.75
1283.333 3.75
15
1375
4
16 1466.667 22.5 18.75
250 2.75
2.75
275
3
3
300 16.5 13.75
10500
243
10950
252
11400
m2
1350 m2
1400 m2
3
3
m
60833.33 m
63333.33 m3
M
45.062 m
45.238 m
4
mom vol x = 152083.3 m mom vol.x 29166.67 m4
LCB 44.872 m
mom vol z = 12708.33 m4 mom vol.z 16666.67 m4
KB 2.564 M

BA
5
BA
lengan FS y
y*FS
y*FS*l
y
0 1
7
7
0 7.25
8.333 4 7.333
29.333 244.444 7.583
16.667 2 7.667
15.333 255.556 7.917
25 4
8
32
800 8.25
33.333 2 8.333
16.667 555.556 8.583
41.667 4 8.667
34.667 1444.444 8.917
50 2
9
18
900 9.25
58.333 4
8
32 1866.667 8.25
66.667 2
7
14 933.333 7.25
75 4
6
24
1800 6.25
83.333 2
5
10 833.333 5.25
91.667 4
4
16 1466.667 4.25
100 1
3
3
300 3.25
252
11400
WPA
1400 m2
MWY 63333.33 m3
LCF
45.238 m
3
vol displ 3625 m
mom vol x =
3
volume total 10125 m
mom vol z =

6.25
y*FS
7.25
30.333
15.833
33
17.167
35.667
18.5
33
14.5
25
10.5
17
3.25
261
1450
65833.33
45.402
164583.3
22708.33

BA 7.5
yFS
y*FS*l
y
y*FS
y*FS*l
0 7.5
7.5
0 43.5
252.778 7.833
31.333 261.111 45.5
263.889 8.167
16.333 272.222 47.5
825 8.5
34
850 49.5
572.222 8.833
17.667 588.889 51.5
1486.111 9.167
36.667 1527.778 53.5
925 9.5
19
950 55.5
1925 8.5
34 1983.333 49.5
966.667 7.5
15
1000 43.5
1875 6.5
26
1950 37.5
875 5.5
11 916.667 31.5
1558.333 4.5
18
1650 25.5
325 3.5
3.5
350 19.5
11850
270
12300
m2
1500 m2
m3
68333.33 m3
M
45.238 M
4
m mom vol.x 45250
m4
LCB
4
4
m
mom vol.z 39375
m
KB

65
55
45
35
25

0.5
0.5
0.5
0.5
0.5

WSA
WSA
WSAend
WSA tot

2.5495 5.099
2.5495 10.198
2.5495 5.099
2.5495 10.198
2.5495 2.5495
91.782
509.902 m2
2262.304 m2
316.667 m2
2578.971 m2

Bonjean x = 2.5
hg*FS
A
Atot
y h. girth
36.25
0.5
2.5495 2.5495
37.917
0.5
2.5495 10.198
39.583
0.5
2.5495
5.099
41.25
0.5
2.5495 10.198
42.917
0.5
2.5495
5.099
44.583
0.5
2.5495 10.198
46.25
0.5
2.5495
5.099
41.25
0.5
2.5495 10.198
36.25
0.5
2.5495
5.099
31.25
0.5
2.5495 10.198
26.25
0.5
2.5495
5.099
21.25
0.5
2.5495 10.198
16.25
0.5
2.5495 2.5495
91.782
WSA 509.902 m2
WSA 2772.206 m2
WSAend 350
m2
45.062 m
WSA tot 3122.206 m2
3.88 m

Sta Lengan FS
0
0 1
1
8.333 4
2
16.667 2
3
25 4
4
33.333 2
5
41.667 4
6
50 2
7
58.333 4
8
66.667 2
9
75 4
10
83.333 2
11
91.667 4
12
100 1

vol displ
vol total
BA
Sta FS
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

0
y
1
4
2
4
2
4
2
4
2
4

6
6.333
6.667
7
7.333
7.667
8
7
6
5

BA
7.5
BA
y
y*FS
y*FS*l
y
7.5
7.5
0 7.75
7.833
31.333 261.111 8.083
8.167
16.333 272.222 8.417
8.5
34
850 8.75
8.833
17.667 588.889 9.083
9.167
36.667 1527.778 9.417
9.5
19
950 9.75
8.5
34 1983.333 8.75
7.5
15
1000 7.75
6.5
26
1950 6.75
5.5
11 916.667 5.75
4.5
18
1650 4.75
3.5
3.5
350 3.75
270
12300
WPA
1500 m2
MWY 68333.33 m3
LCF
45.556 M
3
3875 m
mom vol x =
3
14000 m
mom vol z =
1.25
y
6.25
6.583
6.917
7.25
7.583
7.917
8.25
7.25
6.25
5.25

y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25

half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748

gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099

8.75
y*FS
7.75
32.333
16.833
35
18.167
37.667
19.5
35
15.5
27
11.5
19
3.75
279
1550
70833.33
45.699
177083.3
33958.33

y*FS*l

BA
y

10
y*FS

y*FS*l
0
8
8
0
269.444 8.333
33.333 277.778
280.556 8.667
17.333 288.889
875
9
36
900
605.556 9.333
18.667 622.222
1569.444 9.667
38.667 1611.111
975
10
20
1000
2041.667
9
36
2100
1033.333
8
16 1066.667
2025
7
28
2100
958.333
6
12
1000
1741.667
5
20 1833.333
375
4
4
400
12750
288
13200
m2
1600 m2
m3
73333.33 m3
m
45.833 M
4
m mom vol.x 633333.3 m4
m4 mom vol.z 73333.33 m4

yFS
46.5
48.5
50.5
52.5
54.5
56.5
58.5
52.5
46.5
40.5
34.5
28.5
22.5

A
38.75
40.417
42.083
43.75
45.417
47.083
48.75
43.75
38.75
33.75
28.75
23.75
18.75

LCB
KB

45.238
5.238

Bonjean x = 2.5
hg*FS
Atot
y h. girth
140
0.5
2.5495 2.5495
146.667
0.5
2.5495 10.198
153.333
0.5
2.5495
5.099
160
0.5
2.5495 10.198
166.667
0.5
2.5495
5.099
173.333
0.5
2.5495 10.198
180
0.5
2.5495
5.099
160
0.5
2.5495 10.198
140
0.5
2.5495
5.099
120
0.5
2.5495 10.198
100
0.5
2.5495
5.099
80
0.5
2.5495 10.198
60
0.5
2.5495 2.5495
91.782
WSA 509.902 m2
WSA 3282.108 m2
WSAend 383.3333 m2
m
WSA tot 3665.441 m2
m

2.5
half
3.75
half
5
y
y
girth g gFS
y
y
girth g gFS
y
y
6.5 0.25 1.2748 1.2748
6.75
0.25 1.2748 1.2748
7
6.833 0.25 1.2748
5.099
7.083
0.25 1.2748
5.099 7.333
7.167 0.25 1.2748 2.5495
7.417
0.25 1.2748 2.5495 7.667
7.5 0.25 1.2748
5.099
7.75
0.25 1.2748
5.099
8
7.833 0.25 1.2748 2.5495
8.083
0.25 1.2748 2.5495 8.333
8.167 0.25 1.2748
5.099
8.417
0.25 1.2748
5.099 8.667
8.5 0.25 1.2748 2.5495
8.75
0.25 1.2748 2.5495
9
7.5 0.25 1.2748
5.099
7.75
0.25 1.2748
5.099
8
6.5 0.25 1.2748 2.5495
6.75
0.25 1.2748 2.5495
7
5.5 0.25 1.2748
5.099
5.75
0.25 1.2748
5.099
6

0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25

half
girth g gFS
1.2748 1.2748
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099
1.2748 2.5495
1.2748
5.099

10
11
12

2
4 4.25 0.25 1.2748
4
3 3.25 0.25 1.2748
1
2 2.25 0.25 1.2748
WSA 1200 m2
t bot 0.012 m
WSA
vol. kulit 14.4 m3
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt

BA
Sta FS
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1
4
2
4
2
4
2
4
2
4
2
4
1

6.25
y
7.25
7.583
7.917
8.25
8.583
8.917
9.25
8.25
7.25
6.25
5.25
4.25
3.25

y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25

half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
WSA
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt

gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
142.5
0.01
1.425

2.5495
5.099
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
42.5
0.01
0.425

4.5
3.5
2.5
m2
m
m3
m2
m
m3

0.25
0.25
0.25

1.2748
1.2748
1.2748

2.5495
5.099
1.2748
45.891
WSA
254.95
t side
0.01
vol klt
2.5495
WSAtot 1752.40
vol kulit 19.924

7.5
half
y
y
girth g gFS
7.5 0.25 1.2748 1.2748
7.833 0.25 1.2748
5.099
8.167 0.25 1.2748 2.5495
8.5 0.25 1.2748
5.099
8.833 0.25 1.2748 2.5495
9.167 0.25 1.2748
5.099
9.5 0.25 1.2748 2.5495
8.5 0.25 1.2748
5.099
7.5 0.25 1.2748 2.5495
6.5 0.25 1.2748
5.099
5.5 0.25 1.2748 2.5495
4.5 0.25 1.2748
5.099
3.5 0.25 1.2748 1.2748
45.891
2
m
WSA
254.95
m
t side
0.01
3
m
vol klt
2.5495
m2
WSAtot 3004.71
m
vol kulit 32.447
m3

4.75
3.75
2.75
m2
m
m3
m2
m3

0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAen
t side
vol klt

8.75
half
y
y
girth g
7.75
0.25 1.2748
8.083
0.25 1.2748
8.417
0.25 1.2748
8.75
0.25 1.2748
9.083
0.25 1.2748
9.417
0.25 1.2748
9.75
0.25 1.2748
8.75
0.25 1.2748
7.75
0.25 1.2748
6.75
0.25 1.2748
5.75
0.25 1.2748
4.75
0.25 1.2748
3.75
0.25 1.2748
45.891
2
m
WSA
254.95
M
t side
0.01
3
m
vol klt 2.5495
m2
WSAen
200
3
m
t side
0.01
vol klt
2

Format yang diberikan di atas bukan harga mati, tetapi dapat diubah sesuai keperluan.

1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
90
0.01
0.9

2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m
m3

gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m
m3

5
4
3

0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAtot
vol kulit

10
y
8
8.333
8.667
9
9.333
9.667
10
9
8
7
6
5
4

y
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
WSA
t side
vol klt
WSAtot
vol kulit

1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
2352.30
25.923

half
girth g
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
1.2748
45.891
254.95
0.01
2.5495
3714.61
39.546

2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m3

gFS
1.2748
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
2.5495
5.099
1.2748
m2
m
m3
m2
m3

Pemakaian kurva hidrostatik


Perubahan akibat muatan dimuat atau dibongkar
Pergeseran titik berat secara umum
Kita lihat kasus ada muatan ditambahkan. Pada kapal dengan displasemen ditambahkan muatan sebesar P,
sehingga displasemen menjadi 1:
1 P

Jika muatan dibongkar, maka P berharga negatif dan 1 lebih kecil dari .
Dari hubungan = V dan 1 = V1 didapatkan
P (V1 V )
Adanya tambahan muatan akan menyebabkan titik berat kapal berpindah tempat. Jika koordinat titik berat
kapal semula adalah xG, yG dan zG sedang koordinat titik berat muatan P adalah xP, yP dan zP, maka setelah
beban P ditambahkan, koordinat titik berat gabungan menjadi
y yP P
x xP P
z zP P
xGB G
yGB G
zGB G
P
P
P
Pergeseran titik berat dapat kita hitung sebesar
xG xGB xG

P
( xP xG )
P

yG yGB yG

zG zGB zG

P
( y P yG )
P

P
( z P zG )
P

Rumus di atas berlaku umum, untuk muatan P kecil atau besar.


Jadi kalau letak titik berat muatan P berimpit dengan titik berat kapal, maka titik berat tidak akan berpindah
tempat. Tetapi displasemen akan selalu berubah, berarti sarat juga selalu berubah dan titik apung juga akan
berpindah tempat.
Tambahan muatan kecil tak hingga
Untuk mencari pergeseran titik apung, kita mulai dengan penambahan muatan kecil tak hingga sebesar dD
dan kapal dianggap simetris dan tetap tegak. Akibat penambahan muatan ini, akan terjadi perubahan
displasemen sebesar
dD d

dan perubahan sarat sebesar


dz

dD
AWP

Jika letak titik apung semula adalah xB (= LCB), yB dan zB (= KB) dan letak titik berat bidang air adalah xF
(= LCF), maka pergeseran titik apung menjadi
dxB

dD
( x F xB )

dz B

dD
( zF zB )

Pergeseran ke arah y tidak ada karena kapal dianggap simetris dan tetap tegak. Pergeseran titik apung ini
akan nol jika dan hanya jika xF = xB.
Pergeseran titik berat dapat dihitung seperti di atas dan menghasilkan:
xG xGB xG

dD
( xP xG )

yG yGB yG

zG zGB zG

dD
( y P yG )

dD
( z P zG )

Tambahan muatan kecil tertentu


Jika tambahan muatan itu kecil tetapi tertentu besarnya, untuk menyederhanakan masalah, dianggap bahwa
badan kapal berdinding tegak sekitar bidang air yang diperiksa.
Muatan tambahan kita sebut p, dan berdasarkan anggapan di atas maka perubahan sarat adalah
T

p
AWP

Titik berat lapisan air ini terletak pada setengah tinggi lapisan dan di atas titik berat bidang air (LCF),
sehingga koordinat titik beratnya adalah xF (= LCF), 0 (karena simetris), T + 0.5T. Untuk mencari
pergeseran titik apung, kita hitung momen statis volume
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu Y:
V ( xF xB ) (V V ) xB
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu X:
T

V T
z B (V V ) z B

Dari kedua persamaan ini didapat pergeseran titik apung


xB

zB

p
( xF xB )
p

p
T

zB
T
p
2

Tambahan muatan dianggap kecil jika p besarnya tidak lebih dari 10 15 % .


Pergeseran titik berat dapat dihitung dengan rumus umum di atas.
Tambahan muatan besar
Untuk penambahan muatan besar, kita memakai bantuan kurva hidrostatik, yaitu kurva displasemen, LCB
dan KB sebagai fungsi sarat. Pada kurva displasemen dibuat suatu titik yang menunjukkan displasemen awal
kapal. Dari titik ini diukurkan ke kanan tambahan muatan sebesar P dan dengan bantuan kurva displasemen
dibaca sarat baru serta LCB dan KB baru.
Pengaruh massa jenis air
Perubahan kadar garam selalu diikuti oleh perubahan massa jenis air. Kita lihat suatu kapal berlayar dari
sungai ke laut atau sebaliknya, sedang gaya beratnya tetap. Hubungan volume displasemen dengan berat
displasemen adalah

Kita ambil turunan kedua ruas


d

2
Dari hubungan d AWP dz dan mengganti dz dengan dT, kita dapatkan
d
dT
AWP 2
Mengingat bahwa C B LBT dan AWP CW LB maka rumus di atas dapat ditulis sebagai
dT
C d
B
T
CW
Jika kapal berlayar dari air tawar ke air laut yang berat jenisnya lebih besar, berarti d > 0 sehingga dT < 0
artinya sarat kapal berkurang.
Karena sarat berubah, maka letak titik apung akan berpindah juga.

2. STABILITAS KAPAL
Buku Acuan:
Edward V. Lewis, Ed., Principle of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I, Stability and
Strength, SNAME, Jersey City, NJ, 1988
o Lawrence L. Goldberg, Chapter 2: Intact Stability, pp. 63 138
o George C. Nickum, Chapter 3: Subdivision and Damage Stability, pp. 143 - 194
V. Semyonov Tyan Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, Moscow,
1960?
K.J. Rawson, E.C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th edition, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001
--, SOLAS, Consolidated Edition, 1997, IMO, London.
o Chapter II 1, Construction Subdivision and stability, machinery and electrical installations
Part A General
Part B Subdivision and Stability
Part B-1 Subdivision and damage stability of cargo ships, pp. 89 99.

Pendahuluan
Pada waktu bongkar muat maupun pada waktu berlayar, kapal selalu mendapat gaya-gaya baik dari muatan
yang sedang dibongkar-muat maupun dari benda dan alam sekitarnya: ombak, arus, angin, tumbukan dengan
dermaga, kapal lain atau kandas. Gaya-gaya ini menyebabkan kapal mengalami oleng dan gerakan-gerakan
lain. Dalam cuaca buruk, gaya-gaya ini akan menjadi semakin besar dan akan menyebabkan oleng dan
gerakan lain yang besar dan cepat, bahkan dapat menyebabkan kapal terbalik. Jadi kita perlu tahu
kemampuan kapal menghadapi gaya-gaya tersebut dan kemungkinan kapal terbalik.

Keseimbangan benda kaku


Suatu benda dikatakan dalam keadaan seimbang jika jumlah gaya yang bekerja pada benda dan jumlah
momen (yang bekerja pada benda) terhadap suatu titik sama dengan nol.
Jika benda yang dalam keadaan seimbang tadi mendapat gangguan kecil sesaat dari luar, apa yang akan
terjadi? Ada 3 kemungkinan:
Keseimbangan disebut stabil jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda bergerak kembali ke
kedudukan semula.
Keseimbangan disebut indiferen atau netral jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda tidak
kembali ke kedudukan semula, tetapi tetap diam pada kedudukannya yang baru.
Keseimbangan disebut labil jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda tidak kembali ke
kedudukan semula, tetapi bergerak terus menjauhi kedudukan semula.
dx

Stabil

dx

Indiferen / netral

Gambar Macam keseimbangan

dx

Labil

Keseimbangan kapal dengan 6 derajat bebas

GAMBAR 1 Sistem koordinat


Sistem sumbu yang dipakai: sumbu X pos ke arah haluan kapal, sumbu Y pos ke arah kanan (starboard)
kapal dan sumbu Z pos ke arah atas.
z
x
y

Surge

sway

heave

roll

pitch

yaw

Gambar Derajat bebas kapal terapung


Suatu kapal yang terapung bebas mempunyai 6 derajat bebas, yaitu 3 translasi ke arah sumbu X, Y dan Z
serta 3 rotasi, memutari sumbu // sumbu X, Y dan Z.
Gerakan translasi ke arah sumbu Z (vertikal) atau heave: keseimbangan stabil
Gerakan translasi ke arah sumbu X dan Y (horisontal) atau surge dan sway: keseimbangan netral atau
indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu Z (vertikal) atau yaw: keseimbangan netral atau indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y atau heel dan pitch: tidak tentu, mungkin
keseimbangan stabil, labil atau netral.
Jadi yang perlu dibahas adalah gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y saja, karena keadaan
keseimbangannya tidak tertentu.

Keseimbangan sebuah tongkang


Z
P
8m

G
B

5m

gV
10 m

Kita lihat sebuah tongkang dengan panjang 50 m, lebar 10 m,


tinggi 8 m dan sarat 5 m. Volume displasemen tongkang ini
adalah 2500 m3. Tinggi titik beratnya adalah 0.5*H = 4 m dan
tinggi titik apungnya adalah 0.5*T = 2.5m, sedang letak
memanjangnya adalah 0.5*L = 25 m dari AP. Gambar penampang
melintangnya adalah seperti gambar di samping ini:
Tongkang dalam keadaan diam karena gaya = 0 dan momen
= 0.

Z
P

TKIRI

G
B

B
gV

TKANAN

pada berat tongkang dan muatannya, maka gaya apung juga tidak
berubah, berarti volume displasemen akan tetap. Gambar
penampang melintangnya sekarang menjadi seperti di samping
ini.
Dari gambar dapat kita hitung bahwa luas penampang dalam air
adalah A 0.5 B(TKIRI TKIRI B tan ) , sedang luas semula A =
B.T, sehingga supaya luasnya tetap:
sarat kiri adalah
B
tan
2
B
T tan
2

TKIRI T

dan sarat kanan adalah TKANAN

Setelah harga T, B dan tan dimasukkan, didapat TKIRI = 4.5626 m dan TKANAN = 5.4374 m.
Demikian juga titik apung berpindah tempat, sehingga sekarang koordinatnya adalah:
B(TKIRI 2TKANAN ) B (3T 0.5 B tan )
yB

dihitung dari sisi kiri


3(TKIRI TKANAN )
3T
B(TKANAN TKIRI )
yB
dihitung dari CL
6(TKIRI TKANAN )
dan
B2
2
3
T

tan 2
2
2
TKIRI
TKIRI .TKANAN TKANAN
dihitung dari alas
4
zB

3(TKIRI TKANAN )
3T
Setelah T, B dan tan dimasukkan, didapat yB = 0.145814 m dihitung dari CL dan zB = 2.506379 m.
Dalam keadaan ini, arah gaya berat maupun gaya apung tidak lagi sejajar CL, tetapi berubah, yaitu tegak
lurus muka air, sehingga kedua gaya ini membentuk momen kopel. Untuk menghitung lengan momen kopel
ini, ada dua cara:
Cara 1
Kita buat persamaan garis kerja gaya angkat:
Permukaan air mempunyai kemiringan 5 derajat, jadi angka arah persamaan garisnya adalah m1 = tan 50 dan
karena garis kerja gaya angkat tegak lurus muka air, berarti amgka arahnya = -1/tan 50. Garis kerja ini
melewati titik B sehingga persamaan garisnya menjadi:
(z zB) = -1/tan 50 (y yB) = -11.4301(y yB)
Lengan momen adalah jarak titik G ke garis kerja di atas. Rumus untuk jarak suatu titik G(yG,zG) ke suatu
garis dengan persamaan ay + bz + c = 0 adalah
ay bzG c
d G
a 2 b2
Maka persamaan di atas perlu dirubah bentuknya menjadi
+11.4301y + z zB - 11.4301yB = 0
sehingga a = 11.4301, b = 1 dan c = -2.506379 - 11.4301*0.145814 = -4.17305
dan jarak d

11.4301 * 0 1 * 4 4.17305
11 .43012 12

0.015082m

Harga d < 0 menunjukkan bahwa titik G ada di sebelah kiri garis kerja, sehingga momen kopel akan
memutar kapal berlawanan arah jarum jam, kembali ke kedudukan tegak.
Cara 2
Sumbu koordinat diputar sehingga sumbu X sejajar muka air dan sumbu Y tegak lurus muka air. Dalam
contoh ini sistem sumbu diputar sebesar sudut oleng yaitu 50 atau 0.087266 radian. Dari matematika kita
dapat bahwa hubungan koordinat sebelum diputar dengan setelah diputar adalah:
ybaru = ylama cos + zlama sin
zbaru = -ylama sin + zlama cos

Jadi setelah diputar, koordinat titik berat menjadi


yGB = 4m*cos 50 + 0m*sin 50 = 0.348623 m
zGB = -4m*sin 50 + 0m*cos 50 = 3.984779 m
sedang koordinat titik apung menjadi
yBB = 0.363705 m dan zBB = 2.484132 m
Dari harga y kita lihat bahwa titik B ada di sebelah kanan titik G, sehingga lengan kopel adalah sebesar
0.363705 m - 0.348623 m = 0.015082 m dan momen kopel akan memutar kapal berlawanan dengan jarum
jam atau kembali pada kedudukan tegak.
Jadi kuncinya adalah mengetahui letak titik apung dalam keadaan oleng dan jarak titik berat kapal ke garis
kerja gaya angkat.
Bagaimana kalau lebar kapal kita rubah, sedang ukuran yang lain tetap?
Misalkan lebar kapal dirubah menjadi 9 m. Dengan cara seperti di atas, kita dapatkan
TKIRI = 4.606301 m dan TKANAN = 5.393699 m. Selanjutnya yB = 0.11811 m dan zB = 2.505167 m.
Maka didapat lengan kopel = 0.01262 m, dan momen kopel tidak mengembalikan kapal ke kedudukan
semula.

Oleng kecil dengan displasemen tetap


Pergeseran titik berat gabungan akibat pergeseran bagian kecil
b

b
h

GAMBAR 3 Pergeseran muatan


Sebuah kapal dengan ukuran B x H mempunyai muatan dengan ukuran b x h yang terletak di sudut kiri.
Sumbu Y di BL dan sumbu Z di CL kapal. Maka letak titik berat kapal adalah yK = 0 dan zK = 0.5H. Letak
titik berat beban adalah yB = -0.5B+0.5b dan zB = H+0.5h.
Momen statis gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH ( 0.5 B 0.5b)bh

sehingga letak titik berat terhadap CL adalah


yG 0

Momen statis gabungan terhadap BL adalah

(0.5 B 0.5b)bh
BH bh

M SB 0.5 H .BH ( H 0.5h)bh

sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah


0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG 0
BH bh
Muatan ini kemudian digeser ke sudut kanan. Maka letak titik beratnya adalah +0.5B0.5b. Momen statis
gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH (0.5 B 0.5b)bh

sehingga letak titik berat terhadap CL adalah


yG1

(0.5 B 0.5b)bh
BH bh

Momen statis gabungan terhadap Base Line adalah

M SB 0.5 H .BH ( H 0.5h)bh

sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah


0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG1
BH bh
Ternyata tinggi titik berat terhadap BL tidak berubah, sedang letak titik berat terhadap CL bergeser sejauh
(0.5 B 0.5b)bh ( 05 B 0.5b)bh ( B b)bh
yG 1 yG 0

BH bh
BH bh
BH bh
Pergeseran titik berat muatan adalah dari -0.5B+0.5b ke 0.5B-0.5b atau sebesar B-b. Jadi perbandingan
pergeseran adalah
y G1 y G 0
bh

B b
BH bh
Untuk pergeseran vertikal, dengan cara yang sama kita dapatkan:
yG1 = yG0

z G1 zG 0
bh

H h
BH bh

Pergeseran titik pusat gaya angkat tongkang pada sudut oleng kecil

yM

yK
yKtan

yK
B0

yM
B1

Kita lihat suatu tongkang yang oleng kecil dengan displasemen tetap. Tongkang mempunyai panjang L, lebar
B, tinggi H dan sarat T. Volume displasemen tongkang ini adalah V m3. Tongkang oleng sebesar .
Volume baji masuk = luas segitiga * panjang = 0.5 yM*yM tan *L.
Volume baji keluar = luas segitiga * panjang = 0.5 yK*yK tan *L.
Supaya displasemen tetap, volume baji masuk = volume baji keluar, jadi
0.5 yM*yM tan *L= 0.5 yK*yK tan *L sehingga yM = yK
Adanya baji masuk dan keluar ini dapat kita lihat juga sebagai pergeseran muatan. "Muatan" yang semula
ada di tempat baji keluar dipindah ke tempat baji masuk. Akibatnya titik pusat gaya angkat akan berpindah.
Besar perpindahan titik berat "muatan" = yK + yM
Dari hasil di atas, besar perpindahan searah sumbu Y adalah

y B1 y B 0
0.5Ly M2 tan

2 y 2 y
LBT
3 K
3 M
Kita tulis lagi menjadi
( 2 y 0.5Ly K2 2 3 y M 0.5Ly M2 ) tan ( 13 Ly K3 13 LjM3 ) tan
y B1 y B 0 3 K

V
V
Dari fisika kita lihat bahwa Ly3M adalah momen inersia bidang air masuk terhadap sumbu putar sedang
Ly3K adalah momen inersia bidang air keluar terhadap sumbu putar, sehingga jumlahnya adalah momen
inersia bidang air seluruhnya IXX terhadap sumbu putar yang // sumbu X. Maka persamaan di atas menjadi
I
y y B1 y B 0 XX tan
V

Pergeseran titik pusat gaya angkat kapal pada sudut oleng kecil
Suatu kapal yang berlayar di laut akan mengalami oleng. Kita lihat suatu keadaan oleng tetapi tanpa trim.
Karena tidak ada perubahan muatan, maka oleng terjadi pada displasemen tetap. Kapan oleng terjadi pada
displasemen tetap? Jika volume baji masuk sama dengan baji keluar.
z
yk tan

yk
Ak

Am

ym

WL1
ym tan
WL

dx

GAMBAR 2
vm vk
(1)
Untuk kapal berdinding tegak, dari segitiga keluar kita dapat

dvk 1 2 yk yk tan dx

sehingga
L

vk

yk yk tan dx

Karena tan adalah konstan, maka dapat dikeluarkan dari integral


L

(2)

vk tan

yk yk dx

Integral ini dapat dibaca juga sebagai berikut: y k dx adalah luasan elementer dan 1 2 y k adalah lengan
luasan terhadap sumbu X hingga integral itu juga dapat dibaca sebagai momen statis bagian bidang air yang
keluar terhadap sumbu X.
L

(3)

M Sk

dan

yk yk dx

vk M Sk tan

vk vm M Sk tan M Sm tan

dan setelah tan dicoret, kita dapatkan


M Sk M Sm
(4)
Jadi volume baji masuk sama dengan volume baji keluar berarti juga momen statis bagian bidang air keluar
terhadap sumbu X sama dengan momen statis bagian bidang air masuk terhadap sumbu X.
Ini berarti bahwa
jika kapal oleng sedemikian sehingga garis potong dua bidang air tersebut melalui titik berat bidang
air tegak dan oleng, maka displasemennya tetap
atau
supaya displasemennya tetap, kapal harus oleng sedemikian sehingga garis potong kedua bidang air
harus melalui titik berat bidang-bidang air tersebut.
z
yk
2

ym

/3

WL1

yk

/3

WL

ym

y
GAMBAR 4
Jadi dalam hal kapal oleng tadi, titik berat baji keluar bergerak ke titik berat baji masuk, maka titik apung
kapal akan bergerak sejajar arah gerak tersebut:
vk g 0 g1 VB0 B1

sehingga
vk
g 0 g1
V
Dari gambar untuk komponen gerakan ke arah Y kita lihat bahwa ( g 0 g1 ) y 2 3 ( yk y m ) dan v k didapat
dari rumus di atas, sehingga
B0 B1

(5)

vk ( g 0 g1 ) y

2 yk tan

y yk dx

2 k

tan yk3dx I xx tan


L

Jadi pergeseran titik apung ke arah Y besarnya adalah


I xx
tan
V
Komponen gerakan ke arah Z adalah ( g 0 g1 ) z 2 3 yk tan sehingga
( B0 B1 ) y y B

(6)

v k ( g 0 g1 ) z

yk tan tan

y yk dx 1 2 I xx tan 2

2 k

Jadi pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah


I xx
tan 2
V
Analog dengan di atas, untuk trim, pergeseran ke arah X adalah

(7)

( B0 B1 ) z z B

(8)

( B0 B1 ) x x B

I yF
V

tan

Untuk sudut kecil tan sehingga rumus-rumus di atas dapat disederhanakan menjadi
xB

(9)

I yF
V

I xx

V
I
z B 1 2 xx 2
(11)
V
Dengan demikian kita dapat menghitung koordinat titik B pada waktu oleng jika diketahui.
y B

(10)

Momen inersia bidang air


Dalam rumus-rumus pergeseran titik apung selalu dibutuhkan momen inersia bidang air. Momen inersia
suatu bidang terhadap suatu sumbu adalah
I

dA

dengan
A luas elementer
y jarak luas elementer dA terhadap sumbu acuan
Momen inersia suatu 4 persegi panjang alas b dan tinggi h terhadap alasnya adalah I 13 bh 3 .
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu X memanjang, lebar elementer
adalah dx dan tinggi adalah y sehingga momen inersianya adalah
I xx 2 3 y 3 dx
(12)
Sumbu acuan untuk momen inersia ini melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis potong melalui
titik berat sudah dipenuhi.
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu Y melintang, luas elementer
adalah ydx dan jarak adalah x sehingga momen inersianya adalah
I yy 2 x 2 ydx
(13)
Sumbu acuan untuk momen inersia ini biasanya tidak melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis
potong melalui titik berat biasanya tidak dipenuhi. Momen inersia terhadap sumbu yang melalui titik berat
dan // sumbu Y bisa didapat dengan rumus pergeseran sumbu
I yF I yy y F2 AWL
(14)
dengan
AWL luas bidang air
y F jarak titik berat bidang air dari sumbu acuan Y
y

Untuk bidang air oleng dengan sudut tanpa trim y cos sehingga
I x 2 3 y3 dx 2 3

(15)

I x

y3
I
dx xx3
3
cos
cos

I xx
cos3

I y 2 x 2 y dx 2 x 2

(16)

I y

I yy
y
dx
cos
cos

I yy
cos

dan
(17)

I yF

I yy
cos

y F2

AWL
cos

Metasenter dan jari-jari metasenter


Jika garis kerja gaya apung pada keadaan tegak dan garis kerja gaya apung dalam keadaan miring
dilanjutkan, keduanya akan berpotongan di suatu titik. Titik potong ini kita beri nama M, singkatan dari
metasenter.
M

WL1

WL

B0

GAMBAR 4
I xx
dan jika dianggap segitiga MB0B1
V
adalah segitiga siku-siku, maka kita dapat B0 B y B MB0 sin MB0 , berarti
I
MB0 rT xx
(18)
V
Dari rumus ini kita lihat bahwa MB0 bukan fungsi , berarti untuk sudut kecil, MB0 tetap harganya, jadi titik
M tidak berpindah. MB0 yang tetap besarnya ini diberi nama jari-jari metasenter. Untuk gerak oleng, harga
ini disebut jari-jari metasenter melintang dan besarnya menurut rumus di atas, sedang untuk gerak angguk
atau trim, besarnya jari-jari metasenter adalah
Kita lihat segitiga MB0B1. Komponen datar dari B0B adalah y B

(19)

M L B0 rL

I yF
V

dan disebut jari-jari metasenter memanjang. Baik jari-jari metasenter melintang maupun memanjang selalu
berharga positif.
Karena panjang kapal beberapa kali lebih besar dari lebarnya, maka IyF banyak lebih besar dari Ixx sehingga
MLB0 juga banyak lebih besar dari MB0.

Momen penegak

Pada waktu kapal tegak, garis kerja gaya berat dan gaya apung berimpit dan berada pada CL kapal dan
kapal dalam keadaan seimbang atau diam. Pada waktu kapal oleng, jika tidak ada muatan yang bergeser
atau muatan cair, maka titik berat kapal tidak bergeser. Sebaliknya, dari pembahasan di atas, jelas bahwa
titik apung akan bergeser. Ini berarti ada sepasang gaya sama besar (gaya berat dan gaya apung) yang
membentuk kopel dan kopel ini disebut momen penegak (righting moment), karena seharusnya akan
menegakkan kapal kembali.
Ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi:

M
G

Kasus 1: garis kerja gaya berat berada di sebelah


kanan garis kerja gaya apung karena titik berat kapal
letaknya rendah. Momen kopel akan memutar badan
kapal supaya kapal tegak kembali seperti yang
diinginkan, maka disebut momen penegak. Kapal
dalam keadaan seimbang stabil.

Kasus 2: garis kerja gaya berat berimpit dengan


garis kerja gaya apung karena titik berat kapal
letaknya agak tinggi. Momen kopel atau penegak
besarnya nol, berarti kapal tidak berusaha kembali
ke kedudukan tegak. Kapal dalam keadaan seimbang
netral atau indiferen.

Kasus 3: garis kerja gaya berat berada di sebelah kiri


garis kerja gaya apung karena titik berat kapal
letaknya tinggi. Momen kopel atau penegak akan
memutar kapal makin oleng atau miring. Kapal
dalam keadaan seimbang labil.

WL1

B0

WL

M=
G

B0

WL1
WL

B
V

G
WL1

WL

B0

GAMBAR 5
Yang kita inginkan tentu saja Kasus 1, sedang yang lain kita hindari.

Rumus stabilitas memakai metasenter. Tinggi metasenter


Kita lihat suatu kapal yang oleng kecil. Letak titik metasenter M, titik berat G, titik apung B dan beberapa
titik lain diberikan dalam gambar. Terlihat bahwa lengan momen penegak adalah
l GZ MG sin
(20)
MG menunjukkan tinggi titik metasenter M di atas titik berat G dan disebut tinggi metasenter melintang.
Ternyata besar MG menentukan besar lengan stabilitas.
Dari gambar kita lihat bahwa tinggi metasenter sama dengan tinggi titik apung ditambah jari-jari metasenter
dikurangi tinggi titik berat
MG KB BM KG z B rT z G

Z
M

WL1
zG

B0

WL

zB

gV

GAMBAR 6
atau tinggi metasenter sama dengan tinggi titik M di atas lunas dikurangi tinggi titik berat
MG KM KG z M z G

atau tinggi metasenter sama dengan jari-jari metasenter dikurangi tinggi titik berat di atas titik apung
MG MB BG rT a
(21)
dengan a = BG = KG KB.
Momen penegak menjadi
M r Dl DMG sin D (rT a )
(22)
D

V
untuk kecil dan
.
Kita lihat kembali ketiga kasus di atas:
Kasus 1: titik B terletak di bawah titik G, berarti
KB KG atau BG KG KB zG z B 0
dan titik M terletak di atas titik G, berarti
KM KG
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB
sehingga
MB BG atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D ( rT a ) 0
atau arah putar Mr adalah untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan stabil.
Kasus 2: titik B terletak di bawah titik G, berarti
KB KG atau z B z G
dan titik M terletak berimpit dengan titik G, berarti
KM KG atau z M z G
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB

sehingga
Ini berarti bahwa

MB BG atau rT a
M r D(rT a) 0

tidak ada momen untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan netral atau indiferen.

Kasus 3: titik B terletak di bawah titik G, berarti


KB KG atau z B z G
dan titik M terletak di bawah titik G, berarti
KM KG atau z M z G
Kedua ruas kita kurangi dengan zB menjadi
z M z B z G z B atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D (rT a) 0
atau arah putar Mr akan lebih mengolengkan kapal atau kapal dalam keseimbangan labil.

1b. Perhitungan dan kurva hidrostatik (hydrostatic curves and


calculations) Bagian II

momen inersia bidang air (moment of inertia of waterplane) terhadap sumbu X


IX 2

y 3 dx

1
3
LWL

Satuan: m4. Jika dipakai rumus Simpson, rumus menjadi I X 2. 1 h X

y13 4. 1 3 y 23 ... 1 3 y n3 )

jari-jari metasenter melintang (transverse metacentric radius)


TBM

IX

Satuan: m
tinggi metasenter melintang (height of transverse metacentre)
TKM TBM KB
Satuan: m
momen inersia bidang air (moment of inertia of waterplane) terhadap sumbu Y
IY 2

ydx

LWL

Satuan: m4. Jika dipakai rumus Simpson, rumus menjadi I Y 2. 1 h X ( x1 y1 4 x 2 y 2 ... x n y n )

momen inersia bidang air terhadap sumbu titik berat // sumbu Y


I Y 0 I Y ( LCF ) 2 AWP

Satuan: m4
jari-jari metasenter memanjang (longitudinal metacentric radius)
LBM

IY 0

Satuan: m
tinggi metasenter memanjang (height of longitudinal metacentre)
LKM LBM KB
Satuan: m
Perubahan displasemen akibat trim 1 cm (change of displacement due to trim 1 cm)

Tabel perhitungan hidrostatik (lanjutan)


Sta
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

lengan
0
8.333
16.667
25
33.333
41.667
50
58.333
66.667
75
83.333
91.667
100

BA
FS y
1
6
4 6.333
2 6.667
4
7
2 7.333
4 7.667
2
8
4
7
2
6
4
5
2
4
4
3
1
2

0
y3

y FS

216
254.037
296.296
343
394.37
450.630
512
343
216
125
64
27
8

216
1016.148
592.593
1372
788.741
1802.519
1024
1372
432
500
128
108
8
9360
IXX = 17333.33

xy

x yFS

0
439.815
1851.852
4375
8148.148
13310.19
20000
23819.44
26666.67
28125
27777.78
25208.33
20000

0
1759.259
3703.704
17500
16296.3
53240.74
40000
95277.78
53333.33
112500
55555.56
100833.3
20000
570000
IYY = 3166667
kor 237037
IY0 = 796296.3

BA
y

1.25
y3

y3FS

x2y

x2yFS

W2

W1

TA-TF

L0

L2

A
LCF

W0

L1
TF

TA

FP
X
AP

Trim kita definisikan sebagai


trim = TA - TF.
Apakah besar gaya angkat pada W1L1 sama dengan gaya angkat pada W0L0? Tentu tidak karena kedua
bidang air tidak berpotongan pada titik beratnya, tetapi di midship.
Kita buat bidang air W2L2 yang memotong W0L0 di F, yaitu titik berat bidang air W0L0, sehingga gaya angkat
pada W2L2 sama dengan gaya angkat pada W0L0. Ternyata dari gambar bahwa W1L1 berada di bawah W2L2
berarti bahwa gaya angkat pada W1L1 kurang dari gaya angkat pada W2L2.
Berapa berkurangnya gaya angkat? Sebanyak gaya berat lapisan air yang ada di antara W1L1 dan W2L2, yaitu
sebanyak gWPA AB dengan titik B adalah proyeksi titik A pada bidang air W2L2. Dari segitiga ABF kita
dapat AB = LCF sin sedang untuk sudut kecil sin = tan = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga AB = LCF
0.01 m / Lpp. Jadi berkurangnya gaya angkat adalah gWPA LCF 0.01 m / Lpp. Tetapi gWPA 0.01 m
= TPC, jadi
DDT

TPC LCF
LPP

Satuan: N/cm
Momen untuk merubah trim 1 cm (moment to change trim 1 cm)
Jika kapal mengalami trim, maka akan timbul momen kopel reaksi untuk menegakkan kapal. Jadi kita harus
melawan momen kopel ini. Dari pembahasan yang lalu, besarnya momen kopel ini = gV MLG sin .
Untuk trim sebesar 1 cm kita dapat sin = tan = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga
GM L
MTC TOT
100 LPP
MLG = KML - KG = KB + BML - KG.
Harga KB - KG adalah kecil terhadap BML sehingga dapat diabaikan, jadi momen kopel ~ gV BML
0.01 / Lpp.

LBM
MTC TOT
100 LPP
Satuan: Nm/cm
Untuk Contoh soal, lihat soal pada Hidrostatik bagian pertama

Komponen momen penegak. Stabilitas bentuk dan stabilitas berat


Momen penegak dapat juga kita tulis dalam bentuk berikut:
I
I
M r DrT Da D xx Da D ( xx a )
(23)
V
V
Suku pertama ruas kanan ditentukan oleh Ixx/V yaitu oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan karenanya
disebut momen stabilitas bentuk dan Ixx/V adalah lengan stabilitas bentuk.
Suku kedua ruas kanan ditentukan oleh D yaitu berat kapal dan muatannya dan a yang sama dengan KG
dikurangi KB. Jadi di sini ada faktor berat kapal dan KG yang mewakili susunan berat di kapal dan
karenanya kita sebut momen stabilitas berat serta a adalah lengan stabilitas berat. Jadi bentuk badan kapal
dan susunan beratlah yang menentukan apakah suatu kapal pada kondisi pembebanan tertentu akan dalam
keseimbangan stabil atau tidak. Pada kapal yang sudah jadi, ukuran dan bentuk badan kapal sudah tertentu,
maka keseimbangan akan ditentukan oleh KG, yaitu bagaimana kita menyusun muatan di kapal, apakah
mengakibatkan KG tinggi atau rendah dan dengan demikian MG akan positif atau negatif.

Pengaruh momen luar


Jika pada kapal bekerja suatu momen sebesar Mx dengan sumbu sejajar sumbu X, maka kapal akan
mengalami oleng sebesar
M x

D.M T G
Jika pada kapal bekerja suatu momen sebesar My dengan vektor momen sejajar sumbu Y, maka kapal akan
mengalami trim sebesar

M y

D.M L G

Stabilitas pada sudut oleng besar


Seperti pada stabilitas sudut kecil, tujuan perhitungan adalah untuk menentukan koordinat titik apung B.
Berbeda dengan keadaan pada sudut kecil, titik metasenter M tidak lagi diam di tempatnya, tetapi juga
berpindah tempat. Jadi untuk menghitung lengan stabilitas statis kita juga perlu mengetahui koordinat titik M
pada sudut oleng besar.
Z
M

yM

L2
W1

zM

yk

W2
yB1

yB2

L1

B2
E

B1
zB1
K

ym

zB2
Y

Kita lihat sebuah kapal dalam keadaan oleng tidak kecil sebesar dengan bidang air W1L1. Pada saat itu
letak resultan gaya angkat adalah di B1(yB1, zB1) dan letak metasenter di M(yM,zM). Kemudian oleng ditambah
dengan d pada displasemen tetap dengan bidang air W2L2. Ini berarti volume baji masuk sama dengan
volume baji keluar atau vm = vk
L

vk tan d

2 yk y k dx vm tan d

ym ym dx

Dan integral ini dapat kita baca sebagai momen statis bidang air W1L1 terhadap garis potong yang melewati
titik berat bidang air
L

M Sk

yk yk dx M Sm

ym ym dx

Dan karena momen statis bidang air masuk = momen statis bidang air keluar berarti bahwa garis potong
melewati titik berat bidang air.
Dan karena ada volume yang berpindah tempat, dan karena d kecil, maka resultan gaya angkat akan
berpindah tempat ke arah sumbu Y sejauh
I
( B1B2 ) y yB x d
V
dan pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah
I
( B1B2 ) z z B 1 2 x ( d ) 2 .
V
Dan untuk trim, pergeseran ke arah X adalah
( B1B2 ) x xB

I yF
V

Rumus analitis untuk menghitung koordinat titik apung dan titik metasenter
Dari pembahasan di atas kita dapat:

perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen V dikalikan
perubahan titik apung ke arah X:
I yF

d I yF d
V

M yz V

perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V dikalikan
komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I

M xz V x d cos I x cos d
V

perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V dikalikan
komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I

M xy V x d sin I x sin d
V

sehingga koordinat titik apung dapat dihitung sebagai berikut


xB

VxB I yF d
I
xB yF d
V
V

yB

Vy B I x d
I
yB x cos d
V
V

z B

Vz B I x d
I
z B x sin d
V
V

Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut 1 sampai sudut 2, maka koordinat titik apung dapat diperoleh
dengan
2
2
2
I yF
I x
I
xB 2 xB1
d
yB 2 yB1
cos d
z B 2 z B1 x sin d
V
V
V
1
1
1
I x
kita sebut rT yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut
V
I
rT x
(24)
V
I yF
sedang
kita sebut rL yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut . Dengan demikian rumusV
rumus di atas akan menjadi
Harga

(25)

xB 2 xB1 rL d
1

(26)

yB 2 yB1 rT cos d
1

(27)

z B 2 z B1 rT sin d
1

Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat lagi kapal oleng sebesar , lalu
ditambah lagi sebesar d.
Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar d, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat segitiga kecil
B1B2E. Karena d kecil, maka B1B2 E dan
dy B1E B1B2 cos
dz EB2 B1 B2 sin
sedang B1B2 r d , sehingga
dy r cos d
(28)
dz r sin d
(29)
dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari 1 sampai 2 dan kita dapatkan
pers. (26) dan (27).
Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa
yM y B1 rT sin
(30)
(31)

z M z B1 rT cos

Lengan stabilitas statis. Momen penegak


Z

G
Z
W

E
B0

zB0

yB

zB

Y
Setelah koordinat titik apung dan titik metasenter kita dapatkan, maka selanjutnya kita hitung lengan
stabilitas pada sudut oleng .
Dari gambar kita lihat bahwa lengan momen penegak pada waktu sudut oleng adalah
l GZ B0Q QR B0 E

Lihat B0QP: B0Q y B cos


Lihat FPB : QR FB ( z B z B 0 ) sin
Lihat B0EG: B0 E B0G sin a sin
Kalau semua ini kita masukkan dalam rumus di atas, kita dapat
l yB cos ( z B z B 0 ) sin a sin
(32)
Kita masukkan lagi rumus-rumus (24), (25) dan (26) dengan 1 = 0 dan dalam rumus di atas 2 = , maka

hasilnya menjadi l cos rT cos d sin rT sin d a sin


Dengan memakai rumus trigonometri rumus di atas dapat ditulis menjadi

l rT (cos cos sin sin )d a sin dan


0

(33)

l rT cos( )d a sin
0

dan dengan integrasi parsial akhirnya didapat


(34)

l ( rT 0 a ) sin

rT

sin( )dr
T

rT 0

Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r Dl gVl dan r diganti, maka didapat
rT

(35)

M r =D( r T 0 a ) sin + D sin( )dr T


rT 0

Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari metasenter tetap
harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga jari-jari metasenter tersebut.

Komponen momen penegak. Stabilitas bentuk dan stabilitas berat.


Rumus (32) dapat kita bagi menjadi dua bagian, yaitu
lc y B cos ( z B z B 0 ) sin
(36)
yang ditentukan oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan karenanya kita sebut lengan stabilitas bentuk, dan
l g a sin
(37)
yang ditentukan oleh letak titik berat kapal dan muatannya dan karenanya kita sebut lengan stabilitas berat.
Demikian juga momen penegak dapat kita bagi menjadi momen stabilitas bentuk dan momen stabilitas berat.

Turunan lengan stabilitas statis terhadap sudut oleng. Tinggi umum


metasenter
Rumus (32) untuk lengan stabilitas kita turunkan terhadap sudut oleng:
dl dyB
dz

cos yB sin B sin ( z B z B 0 ) cos a cos


d
d
d
Dengan memakai rumus (27) dan (28), persamaan di atas dapat kita ubah menjadi
dl
r y sin ( z B z B 0 ) cos a cos
d

Pada keadaan tegak, = 0 sehingga sin = 0, cos = 1, yB = 0, zB = zB0 dan r = r0 dan rumus di atas
menjadi
dl

r0 a MG
0

Jadi turunan pertama lengan stabilitas statis terhadap sudut oleng pada keadaan tegak adalah tinggi
metasenter awal. Kalau kita perhatikan, turunan ini mempunyai satuan panjang. Untuk mencari penggal
garis yang mana, lihat gambar berikut:
Z
M

L2

Z2

G
W1

Z1

W2

L1

d
B2

B1

GAMBAR 9
Misalkan pada sudut oleng letak titik metasenter M dan titik berat G diketahui. Jika dari G ditarik garis
tegak lurus garis kerja gaya apung, didapat lengan stabilitas statis pada sudut oleng berupa penggal garis
GZ1. Jika kemudian sudut oleng ditambah dengan d, titik M tidak berpindah tempat, tetapi untuk garis kerja
gaya apung yang baru, titik Z1 akan berpindah ke Z2.
Untuk d0, maka

dl
MZ1
d

dl MZ 1d atau

(36)

MZ1 yang diukur dari titik metasenter ke titik potong lengan dengan garis kerja gaya apung, disebut tinggi
umum metasenter. Pada waktu lengan stabilitas statis mencapai maksimum, maka
titik M dan titik H berimpit.

dl
MZ1 0 , berarti
d

Stabilitas dinamis. Rumus analitis untuk lengan stabilitas dinamis. Kerja


untuk mengolengkan kapal.
Stabilitas dinamis menggambarkan kerja atau usaha yang dibutuhkan untuk mengolengkan kapal. Sebagai
contoh, kita lihat setengah silinder berikut:

G
G

GAMBAR 10
Dalam keadaan diam gambar kiri bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring gambar
tengah ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam keadaan tegak
gambar kanan titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik berat ini jelas dibutuhkan
usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda) dengan berat dikalikan perpindahan
titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat
pada kedudukan awal.
Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat reaksi
tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi titik berat saja.
Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan selama proses oleng, ketinggian
titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat juga selalu berubah dan jarak vertikal
inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang dilakukan adalah
E Dld

dengan ld adalah lengan stabilitas dinamis.


Kerja untuk mengolengkan kapal juga dapat dilihat sebagai kerja dari suatu momen kopel yang
mengolengkan kapal sampai sudut d:
dE M r d
Jika Mr diganti dengan rumus (22), kita dapatkan
dE Dld

Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga , sehingga untuk mengolengkan kapal dari
keadaan tegak ke sudut oleng dibutuhkan kerja sebesar

E Dld D ld

Kalau kita bandingkan kedua rumus kerja di atas, kita peroleh

ld ld

(37)

Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut tertentu dan
sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut oleng.
Marilah kita turunkan rumus lengan stabilitas dinamis.
Z

G
Z
W

a
a
E Q R
B0

zB0

B
P

yB

zB
Y

GAMBAR 11
Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas dinamis
adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih jarak pada sudut
oleng , maka
ld ZB ZN ZB a

Dari gambar kita lihat bahwa

ZB GE QP FP

Lihat GEB0: GE a cos


Lihat RPB0: QP y B sin
Lihat FPB: FP ( z B z B 0 ) cos
sehingga
ld yB sin ( z B z B 0 ) cos (1 cos )a
(38)
Kalau lengan dinamis d kita turunkan terhadap , kita dapatkan
dld
yB cos ( z B z B 0 ) sin a sin l
(38)
d
dan ternyata ruas kanan sama dengan rumus (29) untuk lengan stabilitas statis. Jadi memang lengan stabilitas
statis adalah turunan pertama lengan stabilitas dinamis.
Jika kita bandingkan rumus (35) dengan rumus (38), maka kita dapatkan
d 2 ld
(39)
MZ
d 2
atau turunan kedua lengan dinamis adalah tinggi umum metasenter.

Diagram stabilitas statis dan dinamis. Kurva jari-jari metasenter


Kita dapat membuat diagram lengan stabilitas statis sebagai fungsi sudut oleng . Demikian juga kita dapat
membuat diagram lengan stabilitas dinamis sebagai fungsi . Diagram macam ini pertama kalinya
diperkenalkan oleh Reeds.
Dalam kedua gambar di samping, absis adalah sudut
A
l statis
oleng dalam derajat dan ordinat adalah lengan
stabilitas statis atau dinamis dalam meter. Gambar
atas disebut diagram stabilitas statis dan gambar
bawah disebut diagram stabilitas dinamis.
l max
m
Dalam diagram stabilitas statis, momen penegak
dapat juga dipakai sebagai ordinat, dan karena
0
momen penegak adalah displasemen*lengan

stabilitas dinamis, maka bentuk diagram akan tetap,


hanya skalanya yang berubah. Demikian juga kerja
l dinamis
atau usaha dapat dipakai sebagai ordinat dalam
diagram stabilitas dinamis dan merubah skala
ordinatnya.
A

ld max

Di atas telah disebutkan bahwa ada hubungan


diferensial-integral antara lengan stabilitas statis dan
dinamis. Pada = 0, lengan stabilitas statis berharga
0 dan lengan stabilitas dinamis menunjukkan
minimum. Pada saat lengan stabilitas statis mencapai
0

maksimum, lengan stabilitas dinamis mempunyai


titik belok (inflexion point). Pada saat lengan
Gambar 12
stabilitas statis mencapai harga 0 lagi, lengan
stabilitas dinamis mencapai maksimum. Sudut oleng pada saat itu disebut sudut batas stabilitas. Lewat sudut
ini kapal akan terus terbalik (capsize).
m

Pada sudut kecil, besar lengan stabilitas statis diberikan oleh rumus (20)
l GZ MG sin
Jika kita ambil turunan pertamanya terhadap , kita peroleh
dl
MG cos
d

sehingga kemiringan garis singgung pada = 0 adalah MG. Jadi untuk menggambar garis singgung di = 0,
kita ukurkan MG tegak lurus pada absis 1 rad (=57.3 derajat) dan hubungkan ujungnya dengan titik 0, maka
kita dapat garis singgungnya.
Karena simetri badan kapal, maka kurva lengan stabilitas statis akan ada juga untuk sudut negatif dan bentuk
di bagian sudut negatif ini akan sama dengan bentuknya di bagian sudut positif, karena besar lengan tak
dipengaruhi oleh arah oleng kapal. Jadi lengan stabilitas statis adalah fungsi ganjil.

l statis

l statis

l statis

h0

1 rad
Type I

h0

1 rad
Type II

1 rad

h0

Type III

GAMBAR 13
Gambar-gambar di atas menunjukkan tiga jenis diagram stabilitas statis untuk bentuk badan kapal atau
Rencana Garis yang paling sering dijumpai.
Jenis I adalah bentuk diagram stabilitas statis yang paling sering dijumpai. Kurva ini hanya
mempunyai 1 titik balik pada daerah lengan positif. Sudut batas stabilitasnya biasanya antara 60
sampai dengan 90 derajat dan MG awalnya antara 0.5 sampai 1.0 m atau lebih.
Jenis II adalah bentuk diagram stabilitas statis kapal dengan MG awal yang kecil, 0.4 m atau kurang,
tetapi dengan lambung bebas yang besar. Kurvanya berada di atas garis singgung awal dilanjutkan
dengan titik balik. Meskipun MG awal kecil, tetapi stabilitasnya cukup baik karena luasnya besar dan
sudut batas stabilitas yang besar.
Jenis III adalah bentuk diagram stabilitas statis untuk kapal dengan MG awal negatif. Garis singgung
awal berarah ke bawah. Kurvanya berada di atas garis singgung diikuti titik minimum lalu memotong
sumbu datar pada sudut 1 diikuti dengan titik balik. Ini berarti bahwa pada sudut oleng 00, kapal
mempunyai keseimbangan labil dan baru stabil dengan sudut oleng 1. Meskipun luas kurva mungkin
besar dan sudut batas stabilitasnya besar, bentuk ini sekarang tidak diijinkan lagi.

Persamaan diferensial stabilitas


Pengaruh beban tergantung
Z

l
l

p
B
B

p
B1

Y
Y
Kita lihat suatu kapal yang sedang bongkar muat. Pada kapal ini ada beban tergantung sebesar p yang titik
gantungnya adalah A sedang titik berat beban ada di titik B, dengan panjang AB = l. Jika beban ini terikat di
titik B, maka pada waktu kapal oleng, muatan tersebut tidak bergeser. Jika beban tidak terikat di titik B,
maka pada waktu oleng, titik berat beban akan berpindah ke titik B1 searah dengan arah oleng kapal. Untuk
sudut kecil, pergeseran titik berat beban ke arah Y dapat dianggap sebesar l. Sebagai akibatnya, kapal
akan mendapat momen oleng tambahan sebesar
M pl

sehingga momen penegak berkurang menjadi


pl

M r D M T G pl D M T G

Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar


MG

pl
D

Pengaruh muatan cair


Z
Z

Y
Y
Kita lihat suatu kapal yang mempunyai tangki berisi muatan cair. Pada waktu kapal tegak, permukaan
muatan cair sejajar dengan bidang dasar kapal. Pada waktu kapal mengalami oleng sebesar (tanpa trim),
permukaan muatan cair akan membentuk sudut juga dengan bidang dasar kapal, berarti ada baji masuk.
ada baji keluar. Karena muatan cair volumenya tak berubah, berarti pergeseran titik berat muatan cair dapat
dihitung dengan rumus
ym

dengan
i = momen inersia bidang permukaan muatan cair terhadap sumbu melalui titik berat bidang dan sejajar
sumbu X
v = volume muatan cair (bukan volume tangki)
Jika berat muatan cair adalah 1gv, maka pergeseran muatan menyebabkan momen oleng sebesar
i
M 1 gv. 1 gi
v

dengan
1 = massa jenis muatan cair (kg/m3)
Jadi momen penegak menjadi

gi
i

M r D M T G 1 gi D M T G 1 D M T G 1
D
sw V

Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar


i
MG 1
V
Jadi pengurangan ini tidak tergantung pada banyaknya muatan cair, tetapi pada besar momen inersia bidang
permukaannya.

Perubahan volume dan momen statis pada bidang air oleng


Z

L1

D
1

W1
T

T1

Y
GAMBAR 14
Kita lihat kapal tanpa trim dan suatu bidang air WL dengan sudut oleng besar dan bidang air W1L1 dengan
sudut oleng 1 yang berpotongan di titik sembarang. Dengan demikian bidang air WL akan memotong
sumbu Z pada titik T dan bidang air W1L1 memotong sumbu Z pada titik T1. Antara dan 1 serta antara T
dan T1 ada hubungan
1
T1 T T

Tinggi elemen baji h (diukur // sumbu Z) yang dibatasi oleh kedua bidang air itu adalah
h = AC + CD - AB
AC = T
Lihat CDT1: CD = y tan 1
Lihat ABT: AB = y tan
Jadi
h T y (tan 1 tan ) y{tan( ) tan }
sehingga
y
h T
cos 2
Sedangkan harga z pada bidang WL dapat dihitung dengan rumus
z T y tan

setelah suku-suku kecil diabaikan.


Luas elemen baji dS diukur pada proyeksi elemen baji pada bidang XOY atau bidang dasar.
Maka perubahan volume dan perubahan momen statis adalah

V hdA T dA
ydA
2
cos
A
A
A

V AWP T

(40)
M yz

xhdA T xdA cos


A

xydA
A

M yz AWP x F T

(41)
M xz

AWP y F

cos 2

yhdA T ydA cos


A

cos 2

dA

M xz AWP y F T

(42)

I xy

Ix

cos 2

y
y

M xy zhdA z T
dA
dA (T y tan )TdA (T y tan )
2
cos
cos 2
A
A
A
A

TAWP T AWP y F tan T TAWP y F


I x tan
2
cos
cos 2

M xy (TAWP AWP y F tan )T (TAWP y F I x tan )


(43)
cos 2

Untuk kasus khusus dengan kedua bidang air WL dan W1L1 membatasi displasemen yang sama, berarti
bahwa V = 0 dan pers (40) menjadi
y
T F2
cos

Perhitungan lengan-lengan stabilitas menurut Krylov


Ada banyak cara untuk menghitung lengan stabilitas, baik yang menggunakan alat (planimeter dan
integrator) maupun tanpa alat. Di sini akan dijelaskan cara tanpa alat yang dikembangkan oleh A.N. Krylov.
Di atas telah dijelaskan bahwa untuk menghitung lengan stabilitas statis pada sudut oleng besar, dibutuhkan
jari-jari metasenter r pada displasemen tetap.

l cos r cos d sin r sin d a sin

Maka kita perlu membuat bidang air dengan displasemen tetap dengan sudut oleng yang berselisih sama.
Ada dua cara yang dikembangkan oleh Krylov:

Cara pertama
Z

500 400

300
200

yk

100
00

A
ym

GAMBAR
Pada cara pertama, bidang air dengan sudut oleng 10o, 20o dan seterusnya dibuat melalui satu titik, yaitu titik
potong CL dengan bidang air tegak. Untuk suatu sudut, biasanya volume baji masuk tidak akan sama dengan
volume baji keluar, sehingga bidang air harus digeser dengan sudut tetap supaya kedua volume baji sama
besar. Besar pergeseran adalah sedemikian sehingga volume air di antara kedua bidang air sama dengan
selisih volume baji masuk vm dan volume baji keluar vk. Dari gambar kita dapatkan
AWP vm vk

dengan
= jarak penggeseran bidang air [m]
AWP = luas bidang air awal sebelum digeser [m2]
Rumus ini hanya tepat jika kapal berdinding tegak, tetapi untuk kecil kesalahannya akan kecil juga. Besar
kita hitung dengan rumus
v v
m k
AWP
Karena semua bidang air melalui titik yang sama pada sumbu Z, maka tidak ada perubahan sarat, dT = 0,
sehingga dari rumus (40) kita dapat menghitung perubahan volume

AWP y F
d
cos 2

dv

Faktor pertama ruas kanan dapat dilihat juga sebagai momen statis bidang air oleng terhadap sumbu
olengnya, sehingga
dv M x d

Dengan demikian, vm vk menjadi

vm vk M x d
0

sehingga menjadi

(44)

1
AWP

Pada rumus ini, momen statis bidang air dapat dihitung dengan rumus
L/2

1
Mx
( ym2 yk2 )dx

2 L / 2

dan luas bidang air AWP dapat dihitung dengan rumus


L/2

AWP

(y

y k ) dx

L / 2

Jika momen statis bidang air masuk lebih besar dari harga mutlak momen statis bidang air keluar, maka titik
berat bidang air akan berada di sebelah kanan sumbu Z. Ini berarti juga volume baji masuk lebih besar dari
volume baji keluar, maka volume displasemen akan bertambah. Jadi bidang air harus digeser turun supaya
volume tidak berubah.
Jika sebaliknya, maka volume displasemen akan berkurang dan bidang air harus digeser naik supaya volume
tidak berubah.
Dalam rumus di atas, kita harus mengintegral Mx sebagai fungsi . Dengan beda sudut 100 = 0.174533 rad,
dan momen statis bidang air pada suatu sudut kita sebut M dan hasil integralnya kita sebut MS, ini kita
lakukan dengan cara trapesium sebagai berikut:
Sudut AWP
oleng

Mx

00
100
200
300
dst

M0
M10
M20
M30

A0
A10
A20
A30

MS = M x d
0

MS0 = 0
MS10 = 0.5(M0 + M10)* 0.174533
MS20 = MS10 + 0.5(M10 + M20) * 0.174533
MS30 = MS20 + 0.5(M20 + M30) * 0.174533
Dst

0 = 0
10 = MS10/A10
20 = MS20/A20
30 = MS30/A30

Setelah didapat, maka bidang air oleng dengan displasemen tetap telah didapatkan. Dengan bidang air air
ini, kita menghitung momen inersia bidang air oleng dengan rumus
L/2

Ix

1
( ym3 yk3 )dx
3 L/ 2

Tetapi momen inersia ini tidak melewati titik berat bidang air oleng, jadi masih harus dikoreksi
I xF I x y F2 AWP

Setelah momen inersia didapat, dihitung jari-jari metasenter dengan rumus (24). Kemudian koordinat titik
apung dihitung dengan rumus (26) dan (27) dan terakhir komponen lengan stabilitas bentuk dan komponen
lengan stabilitas berat dihitung dengan rumus (31) dan (32) dan lengan stabilitas dinamis dengan rumus (38).
Ini dilakukan untuk tiap sudut oleng dan setelah itu dibuat diagram stabilitas statis dan dinamis.
Langkah pelaksanaan
a) Diketahui: Panjang L, lebar B, sarat T, displasemen V, tinggi titik berat KG, tinggi titik apung awal
KB0. dan Rencana Garis
b) Buat bidang air dengan keolengan 0o.
c) Buat bidang air dengan keolengan 10o. Titik potong bidang air dengan CL kita sebut A.
d) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik A.
e) Ulangi untuk semua station.
f) Hitung luas bidang air AWP dan momen statis MX bidang air 10o terhadap sumbu memanjang lewat A.
g) Hitung .

h) Letakkan titik B pada CL juga sejarak cos 10 o di bawah di titik A jika MX berharga positif dan di
atas titik A jika MX berharga negatif.
i) Buat bidang air dengan kemiringan 10o melalui titik B.
j) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik B.
k) Ulangi untuk semua station.
l) Hitung luas bidang air AWP, momen statis MX dan momen inersia IX bidang air 10o terhadap sumbu
memanjang lewat B. Hitung titik pusat bidang air yF.
m) Hitung momen inersia bidang air IXF terhadap sumbu memanjang melewati titik pusat bidang air
n) Hitung jari-jari metasenter r pada 10o.
o) Ulangi langkah c) sampai dengan n) untuk sudut 20o, 90o.

p) Hitunglah lengan stabilitas dengan rumus l cos r cos d sin r sin d a sin
q) Buat grafik lengan stabilitas statis
Contoh soal:
Sebuah tongkang mempunyai panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m, sarat = 8.5 m dan tinggi titik berat
KG = 8 m.
Hitunglah lengan stabilitas statis pada sudut oleng 200.
Penyelesaian:

Rumus lengan: l cos r cos d sin r sin d a sin


berarti kita harus menghitung r sebagai fungsi .

Kondisi tegak = kondisi oleng 00 :


Koordinat titik A: yA = 0m, zA = 8.5 m.
momen statis bidang air terhadap sumbu memanjang melalui titik A: MS0 = 0m3.
momen inersia bidang air terhadap sumbu memanjang melalui titik berat = IX0 = 100m*(20m)3/12 =
66666.67 m4
volume displasemen = V = 100m*20m*8.5m = 17000m3.
KB = 0.5*8.5m = 4.25m; BM = IX0/V = r0 = 66666.67 m4/17000m3 = 3.922 m; KM = 4.25m + 3.922m =
8.172m; MG = 8.172m - 8m = 0.172m; BG = a = 8m - 4.25m = 3.75m.

Kondisi oleng 100


100 = 0.174533 rad; tan 100 = 0.176327
Bidang air awal
Persamaan garis melalui titik A dan bersudut 100 terhadap sumbu Y:
z = 0.176327*y + 8.5m atau y = (z - 8.5m)/ 0.176327
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 0.176327*(-10m) + 8.5m = 6.73673m
Titik potong kanan: yka = 10m, zka = 0.176327*10m + 8.5m = 10.2637m

Tetapi zka melebihi tinggi geladak, berarti yang dipotong oleh bidang air bukan sisi, tetapi geladak. Maka zka
= 10m (tinggi geladak). Maka zka = 10m dan yka = (10m - 8.5m)/ 0.176327 = 8.506923m.
yk = ( y ki y A ) 2 ( z ki z A ) 2 = {(-10m - 0)2 + (6.73673m - 8.5m)2} = 10.15427m
ym = {(10m - 0m)2 + (10m - 8.5m)2} = 8.638156m
Luas bidang air WPA10 = 100m*(10.15427m + 8.638156m) = 1879.242 m2
Momen statis bidang air terhadap sumbu melalui titik A // sumbu X: MS10 = 0.5*{(8.638156m)2 (10.15427m)2} = -1424.57m3, maka yF = -1424.57m3/1879.242 m2 = -0.94853m jadi di sebalah kiri titik A.

d = 0.5*{0m3 + (-1424.57m3)}* 0.174533 rad = -124.317m3; 10 = -124.317m3/1879.242 m2 =

-0.06615m.
Bidang air terkoreksi
Koordinat titik B: yB = 0m, zB = 8.5m - (-0.06615m) = 8.56615m.
Persamaan garis melalui titik B dan bersudut 100 terhadap sumbu Y:
z = 0.176327*y + 8.56615m atau y = (z - 8.56615m)/ 0.176327
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 0.176327*(-10m) + 8.56615m = 6.802883m
Titik potong kanan: zka = 10m, yka = (10m - 8.56615m)/ 0.176327 = 8.131752m
yk = 10.15427m, ym = 8.257197m
WPA10 = 1841.146m, MS10 = -1746.39m3, yF = -0.94853m
IX10 = 53666.13m4, IXF10 = 52009.62m4
r10 = 3.059389m.

Kondisi oleng 200


200 = 0.349066 rad; tan 200 = 0.36397
Bidang air awal
Persamaan garis melalui titik A dan bersudut 200 terhadap sumbu Y:
z = 0.36397*y + 8.5m atau y = (z - 8.5m)/ 0. 36397
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 4.860298m
Titik potong kanan: zka = 10m, yka = 4.121216m
yk = 10.64178m, ym = 4.385707m.
WPA20 = 1502.748m2, MS20 = -4700.65m3
yF20 = -3.12804m, berada di sebelah kiri sumbu Z.

d = -124.317m3 + 0.5{-1424.57m3 + (-4700.65m3)}* 0.174533 = -664.338m3

20 = -0.44208m
Bidang air terkoreksi
Koordinat titik B: yB = 0m, zB = 8.5m - (-0. 44208m) = 8.94208m.
Persamaan garis melalui titik B dan bersudut 200 terhadap sumbu Y:
z = 0.36397*y + 8. 94208m atau y = (z - 8. 94208m)/ 0. 36397
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 5.30238m
Titik potong kanan: zka = 10m, yka = 2.906606m
yk = 10.64178m, ym = 3.093146m.
WPA20 = 1373.492m2, MS20 = -5183.99m3
yF20 = -3.77432m, berada di sebelah kiri sumbu Z.
IX20 = 41158.26m4, IXF20 = 21592.23m4
r20 = 1.270131m
Setelah semua data yang diperlukan sudah dihitung, kita hitung lengan stabilitas dengan bantuan tabel
berikut:

Cara kedua

F10

WL0
WL10

F30

F20
F20

F10

F30

WL20

WL30

Pada cara kedua, bidang air baru dibuat melewati titik berat bidang air sebelumnya, misalnya bidang air
dengan kemiringan 300 dibuat melalui titik berat bidang air dengan kemiringan 200 dan seterusnya. Karena
selisih sudut (= 100) cukup kecil, maka integral dalam rumus (44) cukup didekati dengan rumus trapezium
1

M x1 M x 2
S

Karena sumbu oleng dibuat melalui titik berat bidang air pertama, maka Mx1 = 0, sehingga
M
x
S 2
dan Mx adalah momen statis bidang air bantu terhadap sumbu oleng. Faktor pertama ruas kanan sama dengan
jarak titik berat bidang air bantu terhadap sumbu oleng, jadi rumus di atas dapat ditulis sebagai
y
F
2
Setelah didapat, langkah selanjutnya adalah menghitung lengan stabilitas statis dan dinamis seperti pada
cara pertama. Ada beberapa penyederhanaan yang dapat dilakukan, karena biasanya kecil. Untuk
mendapatkan titik berat dan momen inersia bidang air, dapat diambil harga ym dan yk dari bidang air bantu
dan bukan dari bidang air displasemen tetap. Ini berarti bahwa letak titik berat bidang air displasemen tetap
dan titik berat bidang air bantu dianggap berjarak sama ke sumbu putar. Setelah itu langkah berikutnya
sampai akhir sama dengan langkah pada cara pertama.
Tetapi untuk menggambar bidang air oleng berikutnya, harus dibuat melalui titik berat bidang air
displasemen tetap.

Persyaratan stabilitas kapal utuh menurut SOLAS


Yang pertama memberikan kriteria stabilitas untuk kapal adalah
o J. Rahola, The Judging of the Stability of Ships and the Determination of the Minimum Amount of
Stability, Doctor of Technology thesis, Helsinki, 1939.
Persyaratan sekarang diambil dari Code on Intact Stability for All Types of Ships Covered by IMO
Instruments, 2002 edition, IMO, London..
Chapter 3.1 General intact stability criteria for all ships
3.1.2 Recommended general criteria:
3.1.2.1 Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ

tidak boleh kurang dari 0.055 meter.radian sampai sudut oleng = 300,
tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai sudut oleng = 400 atau sudut air masuk f jika
sudut ini kurang dari 400.
Selain itu luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 300 dan 400 atau
sudut air masuk f jika sudut ini kurang dari 400, tidak boleh kurang dari 0.03 meter.radian.
3.1.2.2 Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 300 atau lebih
3.1.2.3 Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng lebih dari 300 tetapi tidak kurang dari
250.
3.1.2.4 Tinggi metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter.
3.1.2.5 Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat penumpang bergerombol di satu sisi kapal
seperti ditentukan dalam paragraf 3.5.2.6 sampai dengan 3.5.2.9 tidak boleh melebihi 100.
3.1.2.6 Selain itu, untuk kapal penumpang, sudut oleng akibat kapal berbelok tidak boleh melebihi 100 jika
dihitung dengan rumus berikut:
V2
d
M R 0.196 0 KG
L
2
dengan
MR = momen pengoleng [kN.m]
V0 = kecepatan dinas [m/s]
L = panjang kapal pada bidang air [m]
= displasemen [ton]
d = sarat rata-rata [m]
KG = tinggi titik berat di atas bidang dasar [m]
3.5.2.6 Setiap penumpang dianggap bermassa 75 kg, tetapi dapat dikurangi menjadi tidak kurang dari 60 kg
jika ada alasan cukup. Massa barang bawaan dan letaknya ditentukan oleh Administration.
3.5.2.7 Tinggi titik berat penumpang dianggap sama dengan
1. 1.0 m di atas geladak untuk penumpang yang berdiri. Jika perlu, pengaruh camber dan sheer
diperhitungkan juga
2. 0.30 m di atas tempat duduk untuk penumpang yang duduk
3.5.2.8 Penumpang dan bagasinya dianggap berada di tempat yang memang disediakan untuk mereka untuk
perhitungan menurut 3.1.2.1 sampai dengan 3.1.2.4
3.5.2.9 Penumpang tanpa bagasi harus dianggap terdistribusi sedemikian hingga menghasilkan momen
pengoleng terbesar dan/atau tinggi metasenter awal terkecil yang mungkin dalam praktek, pada
wqaktu perhitungan menurut 3.1.2.5 dan 3.1.2.6. Dianggap dalam tiap m2 tidak lebih dari 4
penumpang.
3.2 Severe wind and rolling criterion (weather criterion)
Berlaku untuk kapal barang dan penumpang yang panjangnya 24 m atau lebih
3.2.2 Recommended weather criterion
3.2.2.1 Kemampuan kapal untuk bertahan terhadap pengaruh gabungan angin dari samping dan gerak oleng
harus dibuktikan untuk setiap kondisi muatan standard, dengan melihat Fig. 3.2.2.1 dengan cara
berikut:
1. kapal dikenai angin konstan yang tegak lurus bidang tengah kapal yang mengakibatkan lengan
pengoleng angin konstan (lw1)
2. dari sudut setimbang hasil di atas (0), kapal dianggap oleng akibat gelombang sebesar 1 searah
angin. Harus diperhatikan pengaruh angin konstan ini agar sudut oleng tidak berlebihan. (Sebagai
pegangan, diambil 160 atau 80 % sudut terbenamnya geladak)
3. kapal kemudian dikenai hembusan angin sesaat yang mengakibatkan lengan pengoleng angin sesaat
(lw2)
4. dalam keadaan ini, luas b harus sama dengan atau lebih besar dari luas a
5. pengaruh permukaan bebas harus diperhitungkan dalam kondisi muatan standard
Sudut-sudut pada Fig. 3.2.2.1 didefinisikan sebagai berikut
0 = sudut oleng akibat angin konstan (lihat 3.2.2.1.2 dan catatan)
1 = sudut oleng searah angin akibat gelombang
2 = sudut air masuk (downflooding) f atau 500 atau c

dengan
f = sudut oleng saat bukaan yang tidak dapat ditutup kedap air pada badan kapal, bangunan atas atau
rumah geladak mulai terbenam.
c = sudut saat perpotongan kedua antara lengan oleng angin lw2 dengan kurva GZ
3.2.2.2 Lengan oleng angin lw1 dan lw2 besarnya konstan untuk semua sudut oleng dan dihitung dengan rumus
berikut:
l w1
lw2

PAZ
1000 g
1.5l w1

[m]
[m]

dengan
P = tekanan angin sebesar 504 Pa. Harga P untuk kapal dengan pelayaran terbatas boleh dikurangi
dengan persetujuan Administration
A = luas proyeksi samping dari kapal dan muatan geladak yang di atas bidang air [m2]
Z = jarak tegak antara titik berat A dengan titik berat luasan samping dari badan kapal dalam air atau
ke titik setengah sarat rata-rata [m]
= displasemen [ton]
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
3.2.2.3 Sudut oleng 1 akibat gelombang dihitung dengan rumus berikut
1 109kX 1 X 2 rs

dengan
X1 = faktor menurut table 3.2.2.3-1 di bawah ini
X2 = faktor menurut table 3.2.2.3-2 di bawah ini
k = faktor sebagai berikut
untuk kapal dengan bilga bulat yang tidak mempunyai lunas bilga atau lunas batang
k=0
untuk kapal dengan bilga tajam
k = 0.7
untuk kapal yang mempunyai lunas bilga atau lunas batang atau keduanya
lihat tabel 3.2.2.3-3 di bawah ini
r = 0.73 0.6 OG/d
dengan
OG = jarak titik pusat massa kapal dengan bidang air [m].( + jika titik pusat massa kapal di atas
bidang air, - jika di bawahnya)
d = sarat rata-rata kapal [m]
s = faktor menurut table 3.2.2.3-4 di bawah ini
periode oleng

2CB
GM

[s]

dengan
C = 0.373 + 0.023(B/d) 0.043(L/100)
L = panjang bidang air [m]
B = lebar moulded [m]
d = sarat rata-rata moulded [m]
CB = block coefficient
AK = jumlah luas semua lunas bilga, atau luas proyeksi samping lunas batang, atau jumlah kedua luas
ini [m2]
GM = tinggi metasenter setelah dikoreksi untuk permukaan bebas
Tabel 3.2.2.3-1
B/d
X1

Tabel 3.2.2.3-2
CB
X2

2.4
2.5
2.6

0.45
0.50
0.55

1.0
0.98
0.96

0.75
0.82
0.89

Tabel 3.2.2.3-3
Ak .100 K
L.B
0
1.0
1.1
0.98
1.5
0.95

Tabel 3.2.2.3-4
T
s
6
7
8

0.100
0.098
0.93

2.7
2.8
2.9
3.0
3.1
3.2
3.4
3.5

0.95
0.93
0.91
0.90
0.88
0.86
0.82
0.80

0.60
0.65
0.70

0.95
0.97
1.0

2.0
2.5
3.0
3.5
4.0

0.88
0.79
0.74
0.72
0.70

12
14
16
18
20

0.065
0.053
0.044
0.038
0.035

Dalam rekomendasi di atas tidak diberikan harga maksimum, tetapi harus diingat bahwa MG yang besar
mengakibatkan percepatan yang besar juga dan dapat membahayakan kapal, anak buahnya, peralatannya dan
muatannya.
Selain itu, ditentukan juga kondisi apa saja yang harus diperiksa stabilitasnya.
Chapter 3.5 Standard loading condition to be examined
3.5.1 Loading conditions
3.5.1.1 Kapal penumpang:
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii.
Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan (cargo), dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang bawaannya
tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
1) Kapal barang:
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii.
Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan bahan bakar
penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan bahan bakar
tinggal 10 % saja
2) Kapal barang dengan muatan geladak
i.
Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, dengan persediaan dan
bahan bakar penuh
ii.
Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, tetapi dengan
persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja

KEBOCORAN
Buku acuan:
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, Basic Ship Theory, Longman, London, 1983 Chapter 5 Hazards
and Protection.
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970

Pendahuluan
Semua kapal menghadapi risiko tenggelam jika badan kapal bocor dan air masuk. Kapal dapat bocor jika
terjadi tabrakan, kandas atau ledakan di dalam badan kapal dan kejadian-kejadian tersebut cukup sering
terjadi.
Jika suatu ruangan terhubung dengan air laut, maka pada ruangan itu
gaya apung berkurang/hilang
momen inersia bidang air berkurang, hingga lengan stabilitas kapal berkurang..
Kalau kedua hal ini tidak bisa dibatasi, maka kapal akan
tenggelam tanpa terbalik (foundering). Jika kapal tetap tegak, maka berjalan (atau berlari), naik turun
tangga, menurunkan sekoci penyelamat dan lain-lain akan jauh lebih mudah.
tenggelam menukik, biasanya dengan haluan kapal tenggelam lebih dahulu.
Apapun penyebabnya, kita harus membatasi banyaknya air yang masuk karena alasan-alasan berikut:
supaya berkurangnya stabilitas melintang sekecil mungkin
supaya kerusakan muatan sesedikit mungkin
supaya kapal jangan kehilangan stabilitas memanjang
supaya berkurangnya gaya apung cadangan sesedikit mungkin
Cara yang paling efektif untuk membatasi air yang masuk adalah memasang sekat melintang.
Masalahnya adalah berapa sekat yang dianggap cukup dan diletakkan di mana?
Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa ketidak pastian yang dihadapi:
letak dan besarnya kerusakan tidak diketahui terlebih dahulu
banyaknya, jenis dan penempatan muatan berubah selama satu pelayaran dan dari pelayaran ke
pelayaran
perancang tidak tahu apakah ABK akan mengambil tindakan yang tepat dalam keadaan darurat atau
sebaliknya akan mengambil tindakan yang justru memperburuk keadaan.
Selain itu sekat juga menambah beaya pembangunan dan pemeliharaan serta membatasi panjang muatan
yang bisa diangkut.
Suatu kompromi antara tingkat keselamatan dan segi ekonomis kapal harus ditemukan dan sebagai
kompromi disepakati bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi.

Sejarah
Pada akhir abad 19, biro klasifikasi menetapkan peraturan empiris untuk pemasangan sekat pada kapal
niaga, terutama sekat ceruk buritan dan sekat ceruk haluan serta sekat yang memisahkan ruang permesinan
dari ruang muat. Tetapi peraturan ini tidak didasarkan pada kemampuan kapal bertahan pada keadaan bocor.
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, bangsa-bangsa maritim besar mulai mempelajari masalah ketahanan
terhadap bocor. Hal ini dipicu oleh bertambah seringnya kecelakaan di laut yang mengambil korban jiwa
yang besar, dan sebagai puncaknya adalah tenggelamnya kapal Titanic dengan korban 1430 jiwa dalam
tahun 1912.
Pada tahun 1913 diadakan konferensi international untuk Safety of Life at Sea yang membahas usulan dari
Inggris, Jerman dan Perancis. Hasilnya adalah kompromi dari ketiga usulan itu, tetapi tidak pernah
dilaksanakan karena meletusnya Perang Dunia I.

Pada tahun 1929 diadakan lagi International Conference on Safety of Life at Sea. Disetujui sistem
penyekatan faktorial (factorial system of subdivision) dan dipakai criterion of service. Sistem ini banyak
kekurangannya dan stabilitas tidak diperhatikan.
Setelah itu ada lagi International Conference on Safety of Life at Sea pada tahun 1948 dan 1960. Hanya ada
sedikit perubahan dan disyaratkan standard yang lebih tinggi untuk kapal yang membawa banyak
penumpang dalam pelayaran pendek dan lebih banyak kapal yang harus memenuhi syarat dua kompartemen
bocor.
Perubahan peraturan yang ada didorong terutama atas tenggelamnya kapal Andrea Doria yang dibuat
memenuhi persyaratan tahun 1948 yang terbukti tidak cukup baik. Pada konferensi 1960 ada usulan konsepkonsep baru yang nantinya akan dibahas. Pemikiran pertama adalah bahwa keselamatan kapal dapat diukur
dari besarnya kerusakan yang dapat ditanggungnya. Pemikiran kedua adalah kemampuan menanggung
kerusakan dengan dasar probabilitas. Sementara itu Intergovernmental Maritime Consultative Organization
dibentuk pada tahun 1958 yang bernaung di bawah PBB dan studi mengenai hal-hal di atas dapat dilakukan
lebih intensif.
Sebelum tahun 1970, peraturan yang ada hanya untuk kapal penumpang (banyaknya penumpang paling
sedikit 12 orang) dan kapal tanker. Setelah tahun itu, IMCO mengeluarkan peraturan untuk bulk chemical
carriers dan liquefied gas carriers, lalu untuk tanker, mobile offshore drilling unit (MODU) dan offshore
supply vessel, Untuk kapal ikan besar ada konvensi 1977 kemudian juga untuk kapal-kapal khusus lain.
Semua peraturan ini tidak lagi mengikuti sistem faktorial, tetapi berdasarkan konsep-konsep baru tersebut di
atas. Peraturan yang berlaku sekarang dimuat dalam SOLAS Consolidated Edition 2000.

Dasar pemikiran
Dengan dasar bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi,
disepakati bahwa titik terendah geladak paling sedikit masih harus 76 mm (atau 3 inci) di atas permukaan
air. Maka dibuat garis yang sejajar dengan geladak sejarak 76 mm di bawahnya dan garis ini disebut garis
batas atau margin line. Di atas sudah disebut bahwa cara paling efektif supaya kapal tidak mudah tenggelam
adalah dengan membuat sekat-sekat lintang. Persoalannya adalah berapa banyak sekat dan diletakkan di
mana?
Kita lihat dua keadaan:
Keadaan I
Keadaan II

xB1

xB2

V1
xA

xF

xv v
xA

GAMBAR 1

V2

xF

Pada keadaan I, kapal pada sarat T1. Ada beberapa sekat di kapal ini, tetapi yang digambar hanya dua,
membatasi suatu ruangan kosong. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen
kapal V1 dan letak resultan gaya angkat xB1.
Pada keadaan II, ruangan tersebut bocor dan air masuk sehingga sekarang air di luar menyinggung
margin line. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen kapal V2 dan letak resultan
gaya angkat adalah xB2.
Air yang masuk mempunyai volume v dan letak titik berat xv.

Maka ada hubungan


v V2 V1

Jika kedua sekat dapat kita geser-geser dengan volume tetap sama dengan v, di mana kedua sekat harus
diletakkan supaya air luar tepat menyinggung margin line?

Keadaan II dapat kita lihat sebagai gabungan keadaan I dan air yang masuk. Dari fisika, kita dapat rumus
untuk titik berat gabungan:
V * x v * xv
x B 2 1 B1
V1 v
dengan xB1 dan xB2 diukur dari AP.
Karena v sudah didapat, maka xv dapat dihitung.
Jika sarat makin rendah, volume air yang masuk bisa lebih banyak untuk air sampai menyinggung margin
line, sehingga jarak pasangan sekat bisa lebih jauh dan sebaliknya. Jadi jarak sekat sangat ditentukan oleh
besar sarat. Karena itu waktu perhitungan dilakukan, sejak awal sarat ini harus sudah ditentukan dan disebut
sarat penyekatan (subdivision load line).
Jadi masalahnya sekarang adalah dengan sarat tersebut, di mana meletakkan sekat belakang dan depan
supaya volume ruangan sama dengan v dan momen statis volume terhadap AP sama dengan v* xv.
Volume v dapat kita tulis sebagai
xF

ST

xF

( x )dx

xA

ST

xA

( x ) dx

( x )dx

ST

dan momen statis volume terhadap AP sebagai


M

xF

xF

xA

xA

xAST ( x )dx

xAST ( x )dx

xA

ST

( x )dx

dengan
xA = letak sekat belakang
xF = letak sekat depan
xst

Untuk membantu kita mencari xA dan xF, kita buat dua kurva, yaitu kurva V

ST

( x ) dx dan kurva

xst

xA

ST

( x )dx Contoh perhitungan kedua kurva adalah sebagai berikut:

St AST F ASTFS vol


ASTFS vol
Voltot
L
ASTFSL M
a
S
0
A0 1
A0
0
L0 A0L0
1
A1 4
4A1
L1 4A1L1
2
A2 1
A2
vol02 A2
Vol02
L2 A2L2
M02
3
A3 4
4A3
L3
4
A4 1
A4
A4
L4 A4L4
vol24 Vol04
5
A5 4
4A5
L5 4A5L5
6
A6 1
A6
vol46 A6
Vol06
L6 A6L6
M46
7
A7 4
4A7
L7
8
A8 1
A8
A8
Vol
L8 A8L8
vol68
08
9
A9 4
4A9
L9 4A9L9
10 A10 1
A10
vol810
Vol010 L10 A10L10
M810
L = lengan terhadap AP
vol02 = 1/3.h(A0 + 4A1 + A2)
Vol04 = vol02 + vol24 dan seterusnya
M02 = 1/3.h(A0L0 + 4A1L1 + A2L2)
M04 = M02 + M24 dan seterusnya
Kemudian AST, Vol dan M kita buat grafiknya seperti di bawah ini:

ASTFSL

Mtot
0

A2L2
4A3L3
A4L4
A6L6
4A7L7
A8L8

M02
M24 M04
M06
M68 M08
M010

AST[m2]
Vol[m3]

kurva luas station


sampai margin
line AST [m2]

M[m4]
LF[m]

MS
kurva volume
ruang dari AP
sampai x [m3]

kurva momen statis


ruang dari AP
sampai x [m4]

LF = panjang bocor [m]


xA

xF

Untuk mencari xA dan xF , dipakai cara coba-coba (trial and error). Dipilih suatu harga xA1, lalu dicari harga
xF1 supaya volume ruang = v. Cara mencari xF1 adalah sebagai berikut:
Dari harga xA1 yang dipilih, dibaca atau diinterpolasi volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut vA1

dan juga besar momen statis volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut MA1.
Volume ruang bocor adalah v sehingga volume ruang dari AP sampai xF adalah vF1 = vA1 + v.

Dengan dasar vF1 dibaca (atau diinterpolasi) xF1

Dengan dasar harga xF1, dibaca atau diinterpolasi harga momen statis volume ruang dari AP sampai

xF, kita sebut MF1.


Selisih harga MF1 - MA1 harusnya sama dengan v*xv, tetapi karena xA1 dipilih sembarang saja, maka

hasilnya tidak sama dan kita sebut MF1 - MA1 - v*xv = res1.
Jika res1 > 0, berarti ruang yang kita pilih terlalu ke depan dan sebaliknya jika res1 < 0, berarti ruang

yang kita pilih terlalu ke belakang.


Berdasarkan hasil di atas, dipilih harga xA2 dan xA3 yang lebih sesuai, yaitu lebih ke depan atau lebih

ke belakang.
Dihitung res2 dan res 3. Diharapkan ada pergantian tanda antara res1 dan res2 atau antara res2 dan

res3. Jika tidak terjadi perubahan tanda (+ diikuti - atau sebaliknya), berarti letak xA2 dan xA3 masih
kurang ke depan atau ke belakang.
Jika sudah terjadi perubahan tanda, hitunglah harga xA dengan interpolasi supaya harga res = 0.

Akhirnya harga xF dicari dengan cara seperti di atas.


Tentukan titik tengah jarak ke dua sekat dan pada titik tengah ini diukurkan ke arah tegak panjang

bocor, dengan skala yang sama dengan skala sumbu horizontal. Titik ini adalah bagian dari kurva
panjang bocor (floodable length curve).
Panjang ruangan atau jarak sepasang sekat yang bersebelahan sebagai hasil perhitungan di atas disebut
panjang bocor (floodable length).
Pembahasan di atas mengandaikan bahwa ruang yang bocor itu kosong. Dalam praktek jarang terjadi bahwa
ruang muat sama sekali kosong dalam suatu pelayaran. Adanya muatan dan/atau benda lain tentu saja
mengakibatkan banyaknya air yang bisa masuk berkurang. Bahkan pada muatan penuhpun masih ada selasela tempat air bisa masuk, meskipun tidak banyak. Dalam Kamar Mesin ada permesinan dan tidak berisi
muatan, sehingga banyak ruang kosong, maka air yang bisa masuk lebih banyak dibandingkan ruang muat.
Perbandingan volume air yang bisa masuk dalam ruangan berisi dengan volume ruang kosong disebut
permeabilitas (permeability), dinyatakan dalam % diberi tanda (mu).
=volume air masuk / volume ruang kosong [%]

Jika banyaknya air yang masuk berkurang, ini berarti bahwa jarak antara sekat lintang dapat diperbesar
sebelum air di luar mencapai margin line. Harga permeabilitas berbagai ruangan tentu saja berbeda-beda,
tergantung apa isi ruangan tersebut.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF

LF

Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Semuanya itu diperhitungkan dalam faktor penyekatan atau factor of subdivision F.
Dengan demikian panjang yang diijinkan adalah
LP LF .F

LF F

Kurva panjang bocor untuk ruang kosong


Untuk membuat kurva panjang bocor untuk ruang kosong, kita lihat cara perhitungan berikut ini yang
dikembangkan oleh Dipl. Ing. F. Shirokauer (1928).
Untuk sarat penyekatan terdalam, dihitung volume displasemen V1 dan letak titik apung xB1.
Dibuat bidang air datar yang menyinggung garis batas (margin line). Tinggi dari bidang dasar (base
line) sampai bidang air datar ini disebut DML.
Kemudian dari titik potong bidang air datar dengan AP dan diukurkan ke bawah jarak h sebesar
(lihat PNA I)
h 1.6 DML 1.5T

Jarak h ini dibagi tiga. Demikian juga dari titik potong bidang air datar dengan FP dilakukan hal yang
sama.
Dari tiap titik dibuat bidang air yang menyinggung margin line, sehingga ada 7 bidang air
Untuk tiap bidang air
o dihitung volume displasemen V2 dan letak memanjang titik apung xB2.
o Kemudian dihitung volume air yang masuk v dan letak titik berat air masuk xV dengan rumus
di atas.
o Dibuat grafik dengan absis adalah panjang kapal dan ordinat adalah volume
o Ketujuh pasang v dan xV digambar pada grafik ini dan dihubungkan membentuk suatu grafik.
Grafik ini menunjukkan besar v untuk sebarang xV. Lihat Gambar di bawah.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu mengumpul sehingga bagian ujung kapal tidak ada
titiknya, ditambah titik (satu atau lebih sesuai kebutuhan) di bawah ujung jarak h di atas.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu menyebar sehingga melewati ujung kapal, ditambah titik
(satu atau lebih sesuai kebutuhan) di tengah dua titik yang sudah ada.
o Kemudian cari harga xA dan xF seperti dijelaskan di atas dan gambarkan titik untuk kurva
panjang bocor.
Ulangi langkah di atas untuk harga-harga v dan xV lain, lalu hubungkan titik ujung atas untuk semua
LF hingga didapat grafik sepanjang kapal, yaitu grafik panjang bocor (curve of floodable length).

v[m3]
LF[m]

panjang bocor LF [m],


= 100

volume bocor v [m3]


AP

v1
x1

x2

v4

v3

v2
x3

x4

v5

v6

v7
FP

x5

x6

x7

Perhitungan permeabilitas dan kurva panjang bocor dengan koreksi permeabilitas


dan faktor penyekatan
Beberapa definisi yang diambil dari SOLAS 1974 Chapter II-1 Construction Subdivision and stability,
machinery and electrical installations, Part A General:
Regulation 2 Definitions
sarat penyekatan terdalam (deepest subdivision load line): sarat terbesar yang diijinkan
persyaratan penyekatan yang berlaku untuk suatu kapal
panjang kapal adalah panjang bidang air pada sarat penyekatan terdalam
geladak sekat (bulkhead deck): geladak teratas yang dicapai oleh semua sekat lintang.
garis batas (margin line): garis yang dibuat pada sisi kapal, paling sedikit 76 mm di bawah
permukaan atas geladak sekat
Untuk kapal yang membawa penumpang lebih dari 12 orang, SOLAS 1974 Chapter tersebut di atas Part B
Subdivision and stability, menentukan:
Regulation 5: Permeability in passenger ships
Ruang Permesinan
Ruang permesinan (machinery space) meliputi ruangan dari bidang dasar (moulded base line) sampai ke
margin line dan antara dua sekat lintang kedap air yang terjauh, dan berisi motor penggerak utama dan
bantu, ketel yang melayani permesinan penggerak, dan semua bunker permanen penyimpan batubara
(permanent coal bunker). (Regulation 2)
Ruang penumpang (passenger spaces) adalah ruangan-ruangan yang disediakan untuk akomodasi dan
keperluan penumpang, tidak termasuk ruangan bagasi penumpang, gudang, gudang bahan makanan dan
ruang surat pos (mail). Untuk penerapan Regulation 5 dan 6, ruangan di bawah margin line yang disediakan
untuk akomodasi dan keperluan ABK dianggap sebagai ruang penumpang. (Regulation 2)
2.1 Permeabilitas rata-rata uniform untuk Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
ac
85 10

dengan
a
= volume ruang penumpang menurut Regulation 2, yang terletak di bawah margin line dan dalam
batas-batas ruang permesinan

c
v

= volume ruang geladak antara yang terletak di bawah margin line dan dalam batas-batas ruang
permesinan yang dipakai untuk muatan, batubara atau gudang
= volume seluruh ruang permesinan di bawah margin line

Ruang di depan dan di belakang Ruang Permesinan


2.2 Permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung
dengan rumus berikut:
63 35

a
v

dengan
a
= volume ruang penumpang, menurut Regulation 2 yang terletak di bawah margin line dan terletak
di depan atau di belakang Ruang Permesinan
v
= volume seluruh ruang di bawah margin line di depan atau di belakang Ruang Permesinan
2.3 Untuk kapal-kapal yang memenuhi persyaratan III/20.1.2, permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di
depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
95 35

b
v

dengan
b
= volume ruangan di bawah margin line dan di atas wrang, alas ganda atau tangki ceruk yang
disediakan dan dipakai untuk tempat muatan, bahan bakar atau batubara, gudang, ruang bagasi dan
surat pos, kotak rantai dan tangki air tawar, di depan atau di belakang Ruang Permesinan.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF

LF

panjang bocor LF [m],


= 63

LF [m]
LF[m]

panjang bocor LF [m],


= 85
panjang bocor LF [m],
= 100

AP

FP

Regulation 6: Permissible length of compartments in passenger ships


2. Faktor penyekatan (Factor of subdivision)
Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Untuk mencapai hal-hal di atas, dipakai faktor penyekatan (factor of subdivision). Hasil perhitungan di
atas LF dikalikan dengan faktor penyekatan untuk mendapatkan panjang kompartemen yang diijinkan
(Permissible length of compartment).

3. Criterion of service
Apakah suatu kapal terutama dipakai untuk mengangkut barang atau penumpang, diukur dengan criterion
service.
Sebelum menghitung criterion of service, kita harus menghitung P1 terlebih dahulu.
L
= panjang kapal dalam meter menurut Regulation 2
M
= volume Ruang Permesinan dalam m3 menurut Regulation 2, dengan ditambah bunker minyak
permanen yang boleh terletak di atas alas ganda dan di depan atau di belakang Ruang Permesinan
P
= seluruh volume Ruang Penumpang di bawah margin line dalam m3 menurut Regulation 2
V
= seluruh volume badan kapal di bawah margin line dalam m3
Selanjutnya
N
= jumlah penumpang yang akan ditulis dalam sertifikat
K
= 0.056L
3
PU
= seluruh volume Ruang Penumpang di atas margin line dalam m ,
Jika KN <= P + PU, maka
P1 KN

Jika KN > P + PU, maka


P1 P PU
P1 2 3 KN

diambil yang besar

Untuk kapal dengan panjang tertentu, factor penyekatan ditentukan oleh criterion of service numeral dan
selanjutnya disebut criterion numeral CS. Criterion numeral dihitung sebagai berikut:
M 2 P1
C S 72
jika P1 > P
V P1 P
C S 72

M 2P
V

jika P1 <=P

dengan
CS
= criterion numeral
Faktor penyekatan
Pengaruh panjang kapal dinyatakan oleh faktor A dan B. Faktor A adalah untuk kapal yang panjang dan
terutama mengangkut barang dan factor B adalah untuk kapal yang pendek dan terutama mengangkut
penumpang. Faktor A dan B dihitung dengan rumus berikut:
A

58.2
0.18
L 60

untuk panjang kapal 131 m atau lebih

30.3
0.18
L 42

untuk panjang kapal 79 m atau lebih

Besarnya faktor penyekatan dihitung sebagai berikut


Untuk L >= 131 meter, F untuk ruangan di belakang ceruk haluan:
o CS <= 23,
F=A
o CS >= 123,
F=B
( A B )(C S 23)
o 23 > CS < 123 F A
100
o Jika CS >= 45 dan 0.5 < F <= 0.65, maka F = 0.5
o Jika F < 0.4 dan dapat ditunjukkan bahwa tidak mungkin memenuhi harga F ini untuk Ruang
Permesinan, maka F boleh diperbesar, tetapi tidak boleh lebih dari 0.4.
Untuk 79 <= L < 131 meter, F untuk ruangan di belakang ceruk haluan:
o Jika S

3.574 25 L
dan CS = S,
13

o CS >= 123

F=B

F=1

o Untuk S < CS < 123

F 1

(1 B )(C S S )
123 S

o Untuk CS < S
F=1
Untuk L < 79 meter
F=1
Setelah faktor penyekatan didapat, kita hitung panjang yang diijinkan LP:
LP LF .F

LF F

Penerapan rumus ini dilakukan sepanjang kapal.


Untuk kapal yang melakukan pelayaran international jangka pendek berlaku peraturan-peraturan berikut.
Pelayaran internasional jarak pendek (short international voyage) adalah pelayaran internasional yang
- selama pelayarannya kapal tidak pernah lebih dari 200 mil dari suatu pelabuhan atau tempat lain
untuk menurunkan penumpang dan ABK supaya selamat.
- Jarak antara pelabuhan singgah terakhir dalam negara tempat kapal mulai pelayarannya dengan
pelabuhan akhir pelayarannya maupun jalur pulangnya tidak boleh melebihi 600 mil.
panjang bocor LF [m],
= 63

LF[m]
LP[m]

panjang bocor LF [m],


= 85

E
F

AP

panjang ijin LP [m],


= 63, F = 0.5

panjang ijin LP [m],


= 85, F =0.5
A

FP

Pada kurva panjang bocor, masukkan pengaruh permeabilitas dan faktor penyekatan hingga mendapatkan
panjang yang diijinkan (curve of permissible length).
Berdasarkan kurva panjang yang diijinkan, periksalah apakah peletakkan sekat pada kapal sudah memenuhi
syarat.
Contoh: sepasang sekat kedap air yang dipasang di A dan B tidak memenuhi syarat, sebab kalau dari titik
tengah G kita ukurkan panjang AB ke atas dan mendapat titik E, titik ini berada di atas garis panjang ijin LP,
berarti jarak sepasang sekat tersebut melebihi panjang yang diijinkan.
Kalau sepasang sekat itu kita letakkan di C dan D akan memenuhi syarat, sebab kalau dari titik tengah G kita
ukurkan panjang CD ke atas dan mendapat titik F, titik ini berada di bawah garis panjang ijin LP, berarti
jarak sepasang sekat tersebut kurang dari panjang yang diijinkan.

Stabilitas kapal berpenampang trapezium


Lebar geladak = BDEK, lebar alas = BALAS, tinggi geladak = H, sarat awal = T
Kapal oleng sebesar dengan displasemen tetap, bidang air memotong CL setinggi TM.
Luas Penampang semula
T
T
T

( B DEK B ALAS ) 1 B ALAS


B DEK
H
H
H


T
T
Luas gading besar = 12 T ( B AWAL B ALAS ) 12 T 2 B ALAS B DEK
H
H

B AWAL B ALAS

Persamaan bidang air


Titik potong bidang air dengan CL: (0, TM)
y tan z TM
Persamaan bidang air:
z TM
y
atau z y tan TM
tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kanan
Ujung kanan geladak ( 12 B DEK , H ) , ujung kanan alas ( 12 B ALAS ,0) .
z ( BDEK B ALAS )
B ALAS
Persamaan garis sisi kanan: 2 y
H
Matrix:

tan

( BDEK B ALAS )

Titik potong

( BDEK B ALAS )

H
1

inverse
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2
tan

( BDEK B ALAS )

H
1

H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan

2
tan

( BDEK BALAS )TM HB ALAS


2 H ( BDEK B ALAS ) tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kiri
y KANAN

dan

TM
B
ALAS
z KANAN

H (2TM B ALAS tan )


2 H ( BDEK B ALAS ) tan

Ujung kiri geladak ( 12 B DEK , H ) , ujung kiri alas ( 12 B ALAS ,0) .


z ( BDEK B ALAS )
B ALAS
Persamaan garis sisi kiri: 2 y
H
Matrix

tan

( BDEK BALAS )

( BDEK B ALAS )

H
1

inverse
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan

2
tan

Titik potong

( BDEK B ALAS )

H
1

H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan

2
tan

y KIRI

( B DEK B ALAS )TM HB ALAS


2 H ( B DEK B ALAS ) tan

Luas kiri
Trapesium
Segitiga

z KI ( 12 B ALAS y KI )
12 y KI (TM z KI )
1
2

dan

TM
B

ALAS

z KIRI

H ( 2TM B ALAS tan )


2 H ( B DEK B ALAS ) tan

Jumlah
Luas kanan
Trapesium

1
4

B ALAS z KI 12 y KI TM

z KA ( 12 B ALAS y KA )
y KA ( z KA TM )
Segitiga
14 B ALAS z KA 12 y KATM
Jumlah
1
1
Jumlah seluruhnya
4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA )
1
2
1
2

Karena displasemen tetap, jumlah luas ini harus sama dengan luas semula

T
T
1
1
1
BDEK AAWAL
BALAS
4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA ) 2 T 2
H
H

y KIRI y KANAN

4 HTM ( BDEK B ALAS ) 4 H 2 B ALAS

4 H 2 ( BDEK B ALAS ) tan 2

8TM H 2 2 HB ALAS ( BDEK B ALAS ) tan 2


z KIRI z KANAN
4 H 2 ( BDEK B ALAS ) 2 tan 2
Jika harga-harga ini dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka didapat
2 H ( BDEK B ALAS )TM2 4 B ALAS H 2TM
1
2

2
H ( BDEK B ALAS ) B ALAS
tan 2 AAWAL {4 H 2 ( B DEK B ALAS ) 2 tan 2 } 0

Anda mungkin juga menyukai