Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA FARMASI

SEMESTER GANJIL 2015 - 2016


ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI
Hari / Jam Praktikum : Kamis / 13.00-16.00

Tanggal Praktikum : 12 November 2015

Kelompok : CaCO3

Asisten : Andreas Wijaya

Arni Praditasari

MAULIDINA ATHADI GAYO

260110150157

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
I. Tujuan

Mengetahui titik akhir titrasi suatu larutan dengan menggunakan metode


asidimetri dan alkalimetri

II. Prinsip
1. Asidimetri dan Alkalimetri
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Alkalimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar, 2007).
2. Reaksi Penetralan
Reaksi penetralan atau neutralization reaction merupakan reaksi antara asam
dengan basa (Chang, 2005).

III. Reaksi

CaCO3 + NaOH Na2CO3 + CaOH2 (Svehla, 1985)

H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + 2H2O (Svehla, 1985)

IV. Teori Dasar

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif, yang paling sering diterapkan yaitu analisis trimetri. Analisis
trimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar
yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada
volume titrasi yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis
trimetric yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel
dengan larutan standar disebut analisis asidi-alkalimetri. Apabila larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya
jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai
analisis alkalimetri (Kaznan, 1991).

Asidimetri merupakan pengukuran kepekatan asam dengan menggunakan


larutan baku basa. Cuplikan yang diperiksa dititrasi dengan basa dan titik akhir
titrasi diketahui dengan perubahan warna penunjuk (Pudjaatmaka, 2002).
Sedangkan alkalimetri adalah penentuan konsentrasi basa dengan menggunakan
larutan baku basa dengan cara titrasi (Hadiat et al, 2004).

Asidi-alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk
karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar
(asidimetri) dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini
melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
(Basset, 1994).
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi
harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas
2. Cepat dan reversible, bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu
banyak
3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator)
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analit harus mudah didapat dan
sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak
mudah saat disimpan (Hardjadi, 1990).

Dalam suatu titrasi larutan yang harus dinetralkan misalnya, asam yang
dimasukkan kedalam wadah atau tabung. Larutan lain, yaitu basa, dimasukkan
kedalam buret kemudian kedalam asam mula-mula cepat kemudian tetes demi
tetes sampai titik setara dari titrasi tersebut dicapai. Salah satu usaha untuk
mencapai titik setara adalah dengan melalui perubahan warna dari indicator asam
basa. Titik pada titrasi dimana indicator berubah warna dinamakan dengan titik
akhir indicator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir indicator dengan
titik akhir penetralan. Ini dapat dicapai apabila kita dapat menemukan indicator
yang sesuai dengan perubahan warnanya terjadi dalam selang pH yang sesuai
dengan titik setara (Petrucci, 1987).

Larutan baku/larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah


diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan
buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan
yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan
menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di Erlenmeyer (Farx, 2011).

Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
flouresen atau kekeruhan pada suatu range atau trayek pH tertentu. Indikator asam
basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indicator dapat berupa
asam ataupun basa-larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta
biasanya juga adalah zat-zat organic. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi
isomer electron. Berbagai indicator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya mereka menunjukkan warna pada range atau trayek pH yang berbeda
(Khopkar, 1990).

Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan


konsentrasi ion hydrogen. Asam atau basa indicator yang tidak terdisosiasi
mempunyai warna yang berbeda dengan hasil disosiasinya. (Keenan, 1996)

Rentang pH indikator, indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok


pada satu pH tertentu (diberikan oleh harga pKind-nya). Malah mengubah sedikit
rentang pH, terjadi perubahan kecil yang berangsur angsur dari suatu warna
menjadi warna yang lain, menempati rentang pH. Secara kasar aturan ibu jari,
perubahan yang tampak menempati sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind
(Clark, 2007).
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hydrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam
dengan baku basa (Gandjar dan Rohman, 2007)

Suatu indicator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara
bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan
indicator adalah 1 unit pH disekitar pKa-nya. Struktur dari indicator ini akan
mengalami penataan ulang pada kisaran pH tertentu karena proton dipindahkan
dari suatu struktur menjadi struktur lain, sehingga pH-nya meningkat akibatnya
dan akan terjadi perubahan warna (Gandjar dan Rohman,2007)

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
a. Buret f. Pipet Tetes
b. Gelas Piala g. Pipet Volumetrik
c. Labu Erlenmeyer h. Statif dan Klem
d. Neraca Analitik i. Spatel
e. Perkamen
5.2 Bahan
a. Aquades d. HCl
b. Asam Oksalat e. Indikator Fenolftalein
c. CaCO3 f. NaOH
5.3 Gambar Alat
Buret Gelas Piala Erlenmeyer Neraca Perkamen
Analitik

Pipet Tetes Pipet Statif dan Spatel


Volumetrik Klem

VI. Prosedur
Untuk pembakuan NaOH, ditimbang terlebih dahulu asam oksalat 0,1
N sebanyak 0,63 gram, kemudian asam oksalat tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur lalu ditambahkan aquades sampai 100 ml, setelah itu
diambil asam oksalat tersebut sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, lalu ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 sampai 3
tetes, kemudian larutan asam oksalat tersebut dititrasi oleh NaOH (lakukan
tiga kali percobaan), yang terakhir ialah menghitung konsentrasi NaOH dan
juga menghitung rata-ratanya.
Dalam melakukan titrasi CaCO3 mula-mula ditimbang terlebih dahulu
padatan CaCO3 sebanyak 0,5 gram, setelah itu dilakukan pengenceran HCl
dengan cara mencampurkan 1,25 ml HCl 12 N dengan 28,75 aquades, lalu
dimasukkan sampel CaCO3 ke dalam larutan HCl encer, kemudian diambil
5 ml campuran tersebut dan dimasukkan ke dalam tiga erlenmeyer,
kemudian ditambahkan indikator fenolftalein ke dalam masing-masing
erlenmeyer, setelah itu ketiga erlenmeyer dititrasi dengan NaOH, prosedur
yang terakhir ialah dihitung konsentrasi CaCO3 yang terdapat dalam sampel
tersebut.
VII. Data Pengamatan
No Perlakuan Hasil
1. Ditimbang asam oksalat 0,1 N Didapatkan asam oksalat 0,65 gram
2. Dimasukkan asam oksalat ke labu Asam oksalat larut
ukur dan ditambahkan aquades
sebanyak 100 ml.
3. Dipipet 5 ml asam oksalat dan Didapat 5 ml asam oksalat 0,1 N
dimasukkan dalam labu erlenmeyer dalam labu erlenmeyer
4. Ditambahkan indikator PP
5. Dititrasi asam oksalat dengan NaOH I) 7,5 ml
dan truplo II) 7,2 ml
III) 6,7 ml
6. Dihitung konsentrasi NaOH I) 0,133 = 0,0665
II) 0,138 = 0,069
III) 0,149 = 0,0745
7. Dihitung konsentrasi rata-rata Konsentrasi rata-rata = 0,07
1. Ditimbang CaCO3 sebanyak 500 CaCO3 500 gram
gram

2. Diambil aquades sebanyak 28,75 ml Aquades 28,75 ml


3. Diambil HCl sebanyak 1,25 ml HCl 1,25 ml
4. Dicampurkan HCl dengan aquades HCl 0,5 N

5. Dimasukkan CaCO3 ke dalam 25 ml CaCO3 larut dalam HCl


HCl
6. Dimasukkan CaCO3 ke dalam 3
erlenmeyer sebanyak 5 ml dan
ditamb ahkan 2-3 tetes PP
7. Dititrasi CaCO3 dengan NaOH I) 16,1 ml NaOH
II) 17,1 ml tidak dipakai
III) 16,3 ml

Perhitungan

- Pembakuan NaOH
N1.V1 = N2.V2
0,1. 5 = 7,1. N2
N2 = 0,07

a. Pengenceran HCl
V1N1 = V2N2
30 0,5
V1 = 12

= 1,25 ml HCl
= 28,75 aquades

b. Rata-Rata NaOH
- 16,2 ml

N1V1 = N2V2

0,07 x 16,2 = N2 x 5

N2 = 0,2268 N


N =

2
0,23 = 100 5 .103

23 5 .103
m = 2

m = 57,5 x 10-3 gram

= 57,5 mg

c. Persen Kadar
57,5 103
% kadar = 100% = 11,5%
0,5
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan salah satu analisis kimia untuk menghitung
kadar suatu senyawa yang terkandung didalam suatu larutan. Analisis yang
digunakan adalah analisis aside-alkalimetri. tiap-tiap kelompok mendapatkan
sampel sampel yang berbeda. Sampel sampel ini yang menentukan metode apa
yang digunakan, asidimetri ataukah alkalimetri. analisis asidimetri digunakan saat
sample yang akan dihitung kadarnya adalah suatu senyawa basa dan pentiternya
adalah suatu asam. Sedangkan analisis alkalimetri digunakan saat senyawa yang
ingin dihitung kadarnya adalah suatu senyawa dalam keadaan asam dan pentiter
nya adalah suatu basa. Pentiter yang digunakan dalam suatu titrasi adalah suatu
larutan yang sudah baku. Larutan baku dibagi menjadi 2. Yang pertama adalah
larutan baku primer. Larutan baku primer merupakan larutan yang sudah diketahui
kadarnya secara pasti. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang
kadarnya masih belum tepat dan dapat berubah karena sifatnya yang higroskopis.
Untuk itu larutan baku sekunder harus dibakukan terlebih dahulu. Untuk
membakukan larutan baku sekunder digunakan larutan baku primer seperti asam
oksalat, natrium carbonat dan masih banyak lagi, agar larutan baku sekunder dapat
diketahui kadarnya secara tepat.
Dalam analisis asidimetri dan alkalimetri pentiter yang digunakan adalah asam
kuat dan basa kuat. Dalam praktikum ini asam kuat dan basa kuat yang digunakan
adalah asam klorida dan natrium hidroksida. Asam kuat dan basa kuat sama sama
merupakan larutan baku sekunder. Untuk itu sebelum dilakukan titrasi pertama
tama dilakukan terlebih dahulu pembakuan asam klorida dan natrium klorida.
Untuk membakukan asam klorida digunakan asam boraks dan untuk membakukan
natrium hidroksida digunakan asam oksalat.
Setelah larutan pentiter yang akan digunakan telah dibakukan barulah disiapkan
larutan yang akan dihitung kadarnya, dalam hal ini adalah calcium karbonat.
Calcium carbonat yang digunakan adalah yang masih dalam bentuk padatan.
Karena masih dalam bentuk padatan, calcium karbonat ini harus dilarutkan
terlebih dahulu. Karena sifatnya calcium carbonat yang larut dalam suasana asam
maka untuk melarutkan calcium karbonat digunakan asam klorida 0,5 N sebanyak
25 ml. calcium carbonat jika dilarutkan didalam asam akan bereaksi seperti ini
CaCO3 (s) + 2HCl CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O
Itu sebabnya reaksi ini menghasilkan carbon dioxide pada saat dilakukan
pemanasan.
Sebelumya larutan asam klorida yang digunakan untuk melarutkan calcium
carbonat diencerkan terlebih dahulu.karena asam klorida yang ada didalam
laboratorium tidak ada yang 0,5 N jadi harus diencerkan terlebih dahulu agar tidak
terlalu pekat.
Setelah calcium carbonat yang ada sudah larut didalam larutan HCl setelah itu
disiapkan alat alat yang dibutuhkan untuk mentitrasi. Namun sebelum dilakukan
titrasi larutan calcium carbonat dimasukkan ke dalam 3 tabung Erlenmeyer masing
masing berisi 5 ml. ini dilakukan karena titrasi yang dilakukan adalah sebanyak 3
kali. Ini diperuntukan untuk mengukur rata rata volume yang digunakan untuk
mentitrasi calcium karbonat sampai berubah warna. Karena volum yang
dibutuhkan tiap titrasi belum tentu sama, untuk itu diperlukan perhitungan rata
rata agar lebih tepat.
Prinsip saat melakukan titrasi adalah saat dicapainya titik akhir pada larutan.
Titik akhir ini adalah titik saat berubahnya warna analit yang diuji karena adanya
perubahan suasan dari asam ke suasana basa ataupun seblaiknya. Warna yang
dikeluarkan ini disebabkan oleh indicator yang sebelumnya sudah ditetesi dalam
larutan analit. Dimana pada sebelum dilakukan titrasi warna yang dihasilkan akan
berbeda dengan setelah dicapainya titik akhir saat dilakukan titrasi.
Dalam praktikum kali ini, untuk analisis acidimetric digunakan indicator metil
jingga. Yang digunakan indicator metil jingga karena range pH untuk metil jingga
adalah 3,0- 4,4. Ini menunjukkan indicator ini digunakan untuk menguji larutan
dalam suasana asam. Indicator ini akan bewarna merah jika dalam suasana basa
dan akan menjadi bewarna oranye dan jika dalam Susana asam akan berubah
warna menjadi merah.sedangkan untuk analisis alkalimetri digunakan indicator
fenolftalein. Indicator fenolftalein mempunyai range pH sebesar 8,2- 10,0. Dalam
suasana basa fenolftalein bewarna rose pink sedangkan dalam suasana asam warna
fenolftalein akan berubah menjadi bening.
Pada awalnya larutan calcium karbonat ditambahkan dengan indicator metil
jingga. Tapi saat dititrasi ternyata tidak ada perubahan warna dari larutan.
Walaupun larutan pentiter yang digunakan, yaitu asam klorida, sudah digunakan
cukup banyak. Karena itu maka analisis yang digunakan diganti dari analisis
acidimetric menjadi alkalimetri. maka larutan pentiter yang digunakan diganti
menjadi natrium hidroksida yang sebelumnya sudah kita bakukan terlebih dahulu.
Karena sebelumya semua larutan calcium karbonat sudah ditetesi dengan metil
jingga maka harus dibuat kembali dari awal. Dari calcium carbonat ditimbang
kemudia dilarutkan kembali dengan HCl yang sudah diencerkan terlebih dahulu.
Barulah kemudian ditambahkan dengan indicator fenolftalein. Karena ternyata
larutan calcium karbonat bersuasana asam, maka larutan tidak berubah warna
setelah ditambahkan dengan fenolftalein. Warna larutan calcium carbonat tetap
bening. Barulah setelah ditambahkan dengan indicator, larutan calcium carbonat
dititrasi dengan larutan natrium hidroksida. Saat dilakukan titrasi dengan natrium
hidroksida, beberapa kali warna larutan calcium carbonat berubah menjadi ungu.
Tapi masih berubah lagi menjadi bening kembali barulah setelah cukup banyak
natrium hidroksida yang digunakan warna larutan berubah menjadi ungu dan tidak
berubah berubah kembali.
Titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali. Namun dari data volume yang didapat
hanya 2 data yang digunakan untuk dirata rata yaitu 16,1 dan 16,3 ml. sedangkan
yang satu lagi tidak dipakai karena terlalu jauh simpangannya, yaitu 17,1 ml.
dalam titrasi volume yang didapat tidak boleh berbeda lebih dari 0,5 ml. karena
17,1 dan 16,1 berbeda 1 ml, maka tidak dapat dipakai. Setelah dirata rata maka
volume natrium hidroksida yang digunakan untuk perhitungan kadar calcium
karbonat yaitu 16,2 ml. kemudian dilakukan perhitungan untuk menghitung kadar
calcium carbonat yang terdapat dilarutan. Hasil yang didapat adalah kadar yang
terkandung sebesar 11,5%
IX. Kesimpulan
Dapat mengetahui titik akhir titrasi suatu larutan dengan menggunakan
metode asidimetri dan alkalimetri.
Dapat menentukan massa CaCO3 sebesar 57,5 mg dan kadarnya 11,5 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik.

Kedokteran. Jakarta: EGC.

Clark, J. 2007. Indikator asam dan basa tersedia online di http://chem-is-try.org diakses

pada 11 November 2015

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Erlangga

Farx. 2011. Larutan baku (larutan standar) tersedia online di

http://artikelteknikkimia.com diakses pada 11 November 2015

Gandjar, I. 2007. Analisis Kimia Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hadiat, et al. 2004. Kamus Sains. Jakarta: Balai Pustaka

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia,

Keenan,W.C. 1999. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Edisi Keenam. Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas

Indonesia

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Pudjaatmaka, A. H. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka

Svehla, G. 1985. VOGEL. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka

Anda mungkin juga menyukai