Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PRAKTIKUM BIOKIMIA

UJI AKTIVITAS AMILASE ( METODE KOLORIMETRI DENGAN


PEREAKSI LUGOL )

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktikum Mata Kuliah Biokimia

Dosen Pengampu :

Nyi Mekar Saptarini, M.Si., Apt.

Disusun Oleh :

Lulu Shibrina ( 260110150155 )

Amirah Yasmin Thalib ( 260110150156 )

Maulidina Athadi Gayo ( 260110150157 )

Ravi Rasyada ( 260110150158 )

Nada Fadhilah ( 260110150160 )

LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
UJI AKTIVITAS AMILASE (METODE KOLORIMETRI DENGAN
PEREAKSI LUGOL)

I. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
2. Membuktikan bahwa derajat keasaman ( pH ) mempengaruhi enzim
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan substrat
4. Mengetahui konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim

II. PRINSIP

1. Absorbansi
Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan
intensitas sinar yang datang. Nilai absorbansi bergantung pada kadar zat yang
terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam
sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu sehingga nilai absrobansi semakin besar.
(Neldawati, et al, 2013).

2. Enzim Amilase

Enzim amilase merupakan salah satu jenis enzim yang mampu


memutuskan ikatan glikosida. Enzim adalah katalisator sejati. Molekul ini
meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik, yang tanpa enzim akan
berlangsung amat lambat. Enzim tidak dapat mengubah titik kesetimbangan
reaksi yang dikatalisisnya dan enzim juga tidak akan habis dipakai atau
diubah secara permanen (Lehninger, 1982).
3. Metode Kolorimetri

Kolorimetri adalah suatu teknik pengukuran yang berdasarkan


diabsorbsinya cahaya oleh zat berwarna baik warna yang berasal dari zat itu
sendiri maupun warna yang terbentuk akibat reaksi dengan zat lain. (Khopkar,
2007).

4. Metode Caraway Somogyi


Metode uji analisis berdasarkan hasil hidrolisis zat tepung karna
Amilase dan berwarna kompleks hitam-biru saat iodin bereaksi dengan zat
Tepung ( Kartasapoetra,1994 )

5. Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh


suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa
kualitatif dan kuantitatif. Spektrofometri sinar tampak mempunyai panjang
gelombang 400 – 750 nm (Rohman, 2007).

III. REAKSI

Enzim Amilase :

Lugol :
KI + I2 KI3
( Hafiz,Soewoto,2000 )
IV. TEORI DASAR

Enzim dalam aktivitasnya bekerja secara spesifik terhadap substrat


yang akan dikatalisnya dengan begitu kita dapat mengetahui berapa besar
aktivitas yang dilakukan seperti contoh adalah enzim yang bekerja untuk
mendegradasi amilum adalah amilase.Enzim ini banyak terdapat pada
saliva,sehingga makanan yang dikunyah lama akan terasa manis karena
senyawa polisakarida akan terurai menjadi monosakarida ( Tim Dosen
Biokimia,2011 ).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat
tertentu.Kekhasan inilah ciri suatu enzim.Ini sangat berbeda dengan katalis
lain ( bukan enzim ) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam
reaksi.Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi di dalam sel maupun di luar sel.Suatu enzim dapat mempercepat reaksi
108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan
tanpa katalis.Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat
efisien,disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.Seperti juga
katalis lainnya,maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu reaksi
kimia.Reaksi kimia ada yang membutuhkan energy ( Energi endorgani ) dan
ada pula yang menghasilkan energy atau mengeluarkan energy ( eksorgonik
) ( Poedjadi,2006 ).
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor,terutama adalah
substrat,suhu,keasaman,kofaktor,dan inhibitor.Tiap enzim memerlukan suhu
dan pH ( Tingkat keasaman ) optimum yang berbeda-beda karena enzim
adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan
keasaman berubah,diluar suhu atau pH yang sesuai,enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau struktur akan mengalami kerusakan.Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.Kerja enzim juga
dipengaruhi oleh molekul lain.Inhibitor adalah molekul yang menurunkan
aktivasi enzim,sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktivitas
enzim.Banyak obat dan racun adalah inhibitor enzim (Hafiz Soewoto,2000 ).
Enzim berasal dari kata in + zyme yang berarti sesuatu didalam
ragi.Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa enzim adalah
suatu protein yang berupa molekul-molekul besar,yang berat molekulnya
adalah ribuan.Sebagai contoh adalah enzim katalase berat molekulnya
248.000 sedang enzim urese beratnya 438.000.Pada enzim terdapat bagian
protein yang tidak tahan panas yang disebut apoenzim,sedangkan bagian yang
bukan protein adalah bagian yang aktif dan diberi nama gugus
prostetik,biasanya berupa logam seperti besi,tembaga,seng atau suatu bahan
senyawa organic yang mengandung logam.Apoenzim dan gugus prostetik
merupakan suatu kesatuan yang disebut holoenzim,tetapi ada juga bagian
enzim yang apoenzim dan gugus prostetiknya tidak menyatu.Contoh koenzim
adalah vitamin atau bagian vitamin ( misalnya : Vitamin B1,B2,B6,niasin dan
biotin ) ( Kartasapoetra,1994 ).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber
karbon.Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah
sekam,molase,tepung jagung,jagung,limbah tapioca dan sebagainya.Jika
digunakan limbah sebagai substrat,maka limbah tadi dapat diperkaya
nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim.Sumber karbon yang dapat
digunakan sebagai suplemen antara lain
:pati,sukrosa,laktosa,maltose,dekstyrosa,fruktosa,dan glukosa.Sumber
nitrogen sebagai suplemen antara lain : pepton,tripton,ekstrak daging,ekstrak
khamir,ammonium sulfat,tepung kedelai,urea,dan natrium nitrat (
Pujiyanti,2007 ).
V. ALAT DAN BAHAN

1. Alat
a) Alat Pemanas
b) Gelas Ukur
c) Penjepit Tabung Pereaksi
d) Pipet Tetes
e) Rak Tabung Reaksi
f) Tabung Reaksi

2. Bahan
a) Larutan Amilum 2%
b) Sampel
c) Larutan Iodium
d) Pereaksi Benedict
e) Larutan HCL 0,4 % ; pH = 1
f) Larutan dapar fosfat 0,1 M; pH = 5,6
g) Na2CO3
h) Aquades

VI. PEREAKSI DAN JUMLAH PEREAKSI YANG DIBUAT


Pati Larut : 40 ml
Aquades : 154 ml
Larutan Dapar Fosfat :14 ml
Larutan HCl : 44 ml
Larutan Indikator ( Iodin-Kalium Iodida ) : 42 ml
Enzim Amilase : 11 ml
Larutan Amilum : 16 ml
Larutan Na2CO3 : 2 ml
Air : 10 ml
3. Gambar Alat

Alat Gambar Alat


Alat Pemanas

Gelas Ukur

Penjepit Tabung Reaksi

Pipet Tetes

Rak Tabung Reaksi

Tabung Reaksi
VII. PROSEDUR

1. Gelatinisasi Pati Larut


 Sebanyak 40 ml pati larut 1% (Soluble starch) pada 50 ml aquades
mendidih dalam gelas beaker sambil diaduk.
 Genapkan hingga 100 ml dengan air.
 Larutan pati tergelatinisasi dibiarkan dingin pada suhu kamar
(konsentrasi pati 4 mg/ml).
 Ambil 1 ml larutan pati tergelatinisasi, encerkan hingga 100 ml
dengan aquades. Larutan ini digunakan sebagai larutan stok
(substrat) untuk pengujian (konsentrasi 0,04 mg/ml = 40 µg/ml).

2. Pembuatan Kurva Standar Pati (duplo)


 Tabung reaksi diisi 5 mL larutan stok, 3,5 mL dapar fosfat 0,1 M
pH 5,6 dan 1,5 mL aquades.
 Ambil campuran reaksi (variasi volume, lihat tabel) dan pindahkan
ke tabung reaksi lain berisi 3 mL HCl 10% untuk menghentikan
reaksi.
 Tambahkan 3 mL indikator (larutan iodin-kalium iodida).
 Absorbansi dibaca pada 620 nm.
 Buat blanko. Blanko dibuat dengan komposisi yang sama dengan
campuran reaksi, kecuali tanpa penambahan indikator.
Absorbansi dan konsentrasi larutan pati tergelatinisasi
Volume Volume
Tabung
Campuran Aquades Absorbansi Konsentrasi
ke
Reaksi (mL) (mL)
1
0 1,0
2
1
0,2 0,8
2
1
0,4 0,6
2
1
0,6 0,4
2
1
0,8 0,2
2
1
1,0 0
2
Jangan lupa dikalikan dengan faktor pengenceran

3. Uji Aktivitas Amilase (duplo)


 Tabung reaksi diisi 5 mL larutan stok, 3,5 mL dapar fosfat 0,1 M
pH 5,6 dan 1,5 mL ekstrak amilase.
 Campuran reaksi diinkubasi pada 37 °C selama 15 menit, lanjutkan
inkubasi hingga menit ke- 30, 45, dan 60 (lakukan secepat
mungkin).
 Ambil 1 mL campuran reaksi dan pindahkan ke tabung reaksi lain
berisi 3 mL HCl 10% untuk menghentikan reaksi.
 Tambahkan 3 mL indikator (larutan iodin-kalium iodida).
 Absorbansi dibaca pada 620 nm. 6. Buat blanko.
 Jumlah pati terhidrolisis per satuan waktu ditentukan dari kurva
standar konsentrasi pati (substrat) terhadap absorbansi.
Absorbansi dan Konsentrasi Pati Terhidrolisis
Waktu inkubasi
Tabung Absorbansi Absorbansi
(menit)
1
15
2
1
30
2
1
45
2
1
60
2
Jangan lupa dikalikan dengan faktor pengenceran.

4. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim


 Sediakan 5 tabung reaksi bersih dan kering.Masing-masing diisi dengan 2
ml larutan amilum
 Tambahkan 1 ml enzim amilase pada tiap tabung
 Tabung 1 masukan dalam gelas piala
 Tabung 2 disimpan pada suhu kamar
 Tabung 3 masukan ke dalam penangas air pada suhu 37-40
 Tabung 4 diamsukan ke dalam penangas air pada suhu 75-80
 Tabung 5 masukkan dalam penangas air mendidih
 Biarkan masing-masing pada tempatnya selama 15 menit
 Selanjutnya uji dengan larutan iodium
 Uji pula dengan pereaksi benedict
 Catat dan amati perubahan yang terjadi
Suhu Perubahan Warna
No.
( ˚C ) Uji Iodium Pereaksi Benedict

1 0
2 Suhu Kamar
3 37-40
4 75-80
5 100

5. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim


 Sediakan 3 tabung reaksi yang bersih,kemudian isilah tabung 1 dengan 2
ml larutan HCl 0,4%,tabung 2 dengan ml aquades,tabung 3 dengan 2 ml
Na2CO3 1 %
 Kedalam tiap tabung tambahkan 2 ml larutan amilum dan 1 ml enzim
 Campur hingga homogeny,kemudian biarkan hingga 15 menit
 Selanjutnya uji dengan larutan iodium dan pereaksi benedict
 Amati dan catat perubahan warna yang terjadi

Perubahan Warna

No. pH
Uji Iodium Pereaksi Benedict

1 1

2 7

3 9
VIII. PENGAMATAN YANG DIAMATI

Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan
sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.
Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi,
substansi tersebut tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya
dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap
kerja enzim adalah pH. pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi
(Gaman & Sherrington, 1994).

Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan
hilangnya secara total aktivitas enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil.
Enzim hanya aktif pada kisaran pH yang sempit. Oleh karena itu media harus benar-
benar dipelihara dengan menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika enzim
memiliki lebih dari satu substrat, maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu
substrat (Tranggono & Sutardi, 1990).

Salah satu enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah amilase.


Amilase dapat diartikan sebagai segolongan enzim yang merombak pati, glikogen
dan polisakarida yang lain. Tumbuhan mengandung α dan β amilase, hewan
memiliki hanya α amilase, dijumpai dalam cairan pankreas dan juga (pada manusia
dan beberapa spesies lain) dalam ludah. Amilase memotong rantai polisakarida
yang panjang, menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan
polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul glukosa yang saling berikatan
membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodin memberikan
warna biru yang khas (Fox, 1991).

Ada beberapa faktor untuk menentukan aktivitas enzim berdasarkan efek


katalisnya yaitu persamaan reaksi yang dikatalis, kebutuhan kofaktor, pengaruh
konsentrasi substrat dan kofaktor, pH optimal, daerah temperatur, dan penentuan
berkurangnya substrat atau bertambahnya hasil reaksi. Penentuan ini biasa
dilakukan di pH optimal dengan konsentrasi substrat dan kofaktor berlebih,
menjadikan laju reaksi yang terjadi merupakan tingkat ke 0 (zero order reaction)
terhadap substrat. Pengamatan reaksinya dengan berbagai cara kimia atau
spektrofotometri. Ada dua teori tentang mekanisme pengikatan substrat oleh enzim,
yaitu teori kunci dan anak kunci (lock and key) dan teori induced fit
(Wirahadikusumah, 1989).

Enzim sebagai protein akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan.


Akibatnya daya kerja enzim menurun. Pada suhu 45°C efek predominanya masih
memperlihatkan kenaikan aktivitas sebagaimana dugaan dalam teori kinetik. Tetapi
lebih dari 45°C menyebabkan denaturasi ternal lebih menonjol dan menjelang suhu
55°C fungsi katalitik enzim menjadi punah (Gaman & Sherrington, 1994).

Hal ini juga terjadi karena semakin tinggi suhu semakin naik pula laju reaksi
kimia baik yang dikatalisis maupun tidak. Karena itu pada suhu 40oC, larutan tidak
ada gumpalan, begitu juga pada suhu ruang, sedngkan pada suhu 100oC masih ada
gumpalan – gumpalan yang menunjukkan kalau enzim rusak. Pada suhu ruang,
enzim masih dapat bekerja dengan baik walaupun tidak optimum (Gaman &
Sherrington, 1994).

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu
optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah
optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak.
Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya
sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu
optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C
enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono
& Setiadji, 1989).

Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga
akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat
meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih
besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur
meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas
molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah
pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan
menurun (Lee, 1992).

pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi


sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa
enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin,
enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam,
dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).

Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa
terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu
reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa
karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–
8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi
(Williamson & Fieser, 1992).

Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya


saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan
menjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006). Apabila suhu terlalu tinggi,
struktur tiga dimensi enzim akan rusak, sehingga substrat tidak lagi dapat terikat
dengannya. Dengan demikian enzim tersebut tidak akan dapat menjalankan
fungsinya lagi sebagai biokatalisator. Pada umumnya denaturasi ini bersifat tidak
terbalikan atau permanen (Salisbury, 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah
(Dwidjoseputro, 1992) :
1. suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan
katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig
enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.

2. pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar
antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim
menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.
Fox, P.F. 1991. Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada press.
Kartasapoetra,a.g,. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Rineka
Cipta.
Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Lee, J. M. 1992. Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Martoharsono, S. 1994. Biokimia jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flovanoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar Of Physics. Vol.2 Oktober 2013. 76-83.
Poedjiadi, a. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
PRESS.
Pujiyanti, Sri. 2007. Menjelajah Dunia Biologi. Jakarta: Platinum.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB
Press.
Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Widya
Medika.
Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta:
Gajah Mada university Press.
Tranggono,B.S. 1989. Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Yogyakarta:
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Williamson,K.L & L.F.Fieser. 1992. Organic Experiment 7th Edition. D C Health
ang Company. United States of America.
Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia : protein, enzim, dan asam nukleat.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai