Anda di halaman 1dari 20

SANG PENDOBRAK

RESENSI

DISUSUN OLEH

ARBAIN
NPM 201621008

UNIVERSITAS KALTARA TANJUNG SELOR

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2015
SANG PENDOBRAK

1. IDENTITAS BUKU

Judul Novel : Dahlan Iskan Sang Pendobrak


Penulis : Sholihun Hidayat Dan Abdul Ghofa
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo
Cetakan : Pertama
Tahun penerbit : Maret 2013
Tebal buku: 328 halaman
Ukuran : 21 cm x 14 cm
Cover buku : warna dasar buku merah,judul huruf putih dan
kuning,wajah dahlan iskan , berkaca mata
2. PENDAHULUAN
3. SINOPSIS
4. UNSUR-UNSUR INTRINSIK
a. Tema
b. Amanat
c. Alur
d. Penokohan
1. Protagonis
2. Antagonis
3. Tritagonis
e. Perwatakan
f. Setting/Latar belakang
1. Tempat
2. Waktu
3. Suasana
g. Sudut Pandang
h. Gaya Bahasa
5. ISI RESENSI
a. Keunggulan/Kelebihan Novel/Buku
b. Kelemahan/Kekurangan Novel/Buku
6. PENUTUP/KESIMPULAN

1. IDENTITAS BUKU

Judul Novel : Dahlan Iskan Sang Pendobrak


Penulis : Sholihun Hidayat Dan Abdul Ghofa
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo
Cetakan : Pertama
Tahun penerbit : Maret 2013
Tebal buku: 328 halaman
Ukuran : 21 cm x 14 cm
Cover buku : warna dasar buku merah,judul huruf putih dan
kuning,wajah dahlan iskan , berkaca mata

2. PENDAHULUAN

Buku ini bicara tentang Dahlan Iskan yang nyentrik,


tetapi dari sisi tanya jawab antara tokoh dan ustadz. Jadi
ada unsur pencerahan yang sedikit pembaca bisa
intropesksi diri. Dari situ pula pembaca bisa menyimpun
bahwa Dahlan berbuat tidak direkayasa.

3. SINOPSIS

DAHLAN Iskan Sang Pendobrak.


Mungkin, karena buku berhalaman relatif tebal ini ditulis mantan Pemred
Jawa Pos, Sholihin Hidayat, yang pernah menjadi anak buah Dahlan Iskan di
surat kabar Jawa Pos. Atau, obyek penulisan buku, merupakan figur yangpernah
menjadi guru jurnalistik sang penulis. Sehingga,tidak dijamin bisa membebaskan
emosi subyektifitas penulis jika dimaksudkan sebagai karya penulisan bernuansa
kesejarahan.
Walau begitu, tajuk Dahlan Iskan sang Pendobrak yang diangkat dalam
judul buku ini, sebuah konklusi tidak berlebihan. Sebaliknya, menjadifakta
kejelian si penulis mantan anak buah yang memiliki kompetensi memotret angle
unik dan eksklusif dari perjalanan sejarah sosok Dahlan Iskan wartawan
Raja 205 media Jawa Pos Grup, yang kini menjadi Menteri BUMN. Pastinya,
figur Dahlan dalam kapasitasnyasebagai wartawan Indonesia dekade akhir 70-an
hingga sekarang.
Sebutan Dahlan Iskan sang pendobrak,terjawab gamblang setelah
mengikuti cermat isi buku yang dipetakan dalam 4 bagian. Pendeskripsian sosok
Dahlan, lebih merujuk pada pengalaman empirik Sholihin Hidayat selama bekerja
bersama Dahlan Iskan dalam membangun kerajaan surat kabar Jawa Pos.
Penyajiannya dikemas dalam gaya jurnalisme testimoni, diwarnai metafora
yang sarat nuansa uzlah (kontemplasi), diperkaya tamsil kesufian, alurnya cair,
meski cenderung berselancar.
Buku ini juga mencoba mengapresiasi ke-unik-an sosok Dahlan
Iskansebagai wartawan sejati dalam terminologi spiritual. Sebuah figur
berkarakter langka di panggung birokrasi, namunmultitalenta, super kreatif
melakukan terobosan, berani mendobrak kebuntuan selama menjabatDirut PLN.
Begitu pula setelah diangkat Presiden SBY, jadi Menteri BUMN, dan belakangan
masuk bursa spekulasi kandidat RI-1 atau RI-2.
Memang, bukan sesuatu yang genuine bila dikomparasikan dengan
kesejarahan para pemimpin besar di negeri ini, yang dalam perjalanan
karierpolitik mereka jugapernah menjadi wartawan, mengasuh dan menerbitkan
surat kabar sendiri. Kendati pun alur kesejarahan profesi wartawan para figur itu
beda.
Misal, di era Pergerakan Indonesia,sebut nama HOS Tjokroaminoto, Agus
Salim, Soekarno (era revolusi menjadi Presiden RI ke-1), Hatta (Wapres RI ke-1),
Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjono, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi.
Kemudian, era Orde lama dan Orde Baru di antaranya ada nama menonjol seperti
Wapres Adam Malik dan Menteri Penerangan Harmoko.,
Penulis buku ini jeli dan cermat memotret sosok Dahlan Iskan. Ini
tercermin pada fokus pengungkapan sisi spriritualataureligiusitas Dahlan Iskan,
yang lahir dan dibesarkan dari keluarga santri, pengamal tarekat Syatariyah.
Apalagi, penulis dibantu pemerhati Sejarah Kebudayaan Islam, Abdul
Ghohar Mistar memperkaya dengan ilustrasi beragam tambo islami atau riwayat
sahabat Rasul, para aulia maupun ulama-ulama besar, seperti Syekh Abdul Qodir
Aljilani, Hadratus Syekh KHHasyim Asary, KH Ahmad Dahlan, termasuk Gus
Dur sampai Sunan Kalijogo.
Karena Dahlan Iskan dilahirkan dan masa kecilnya tumbuh dalam kultur
tradisi Jawa di sebuah desa layaknya desa-desa di Pulau Jawa misal, ada tradisi
setiap musim panen, keluargamengumpulkan tumpengkarenanya, penulis cukup
relevan juga memperkaya dengan ilustrasi tokoh-tokoh kerajaaan Jawa seperti
Ken Arok, Gajah mada, bahkan Jaka Tingkir. Kendati pun plot di beberapa bagian,
terutama bagian awal, alurnya melebar.
Rupanya, fokus spiritual itulah yang membedakan buku karya Sholihin
Hidayat diperkaya Abdul Gofar Mistar ini dengan sederet buku tentang Dahlan
Iskan yang belakangan ditulis beberapa wartawan anak buah Dahlan, baik yang
masih aktif maupun non aktif di grup Jawa Pos. Termasuk, yang ditulis wartawan
para sahabat Dahlan, maupun buku-buku karya Dahlan Iskan sendiri.
Buku berjudul Dahlan Iskan Sang Pendobrak ini, penulis Sholihin
Hidayat dan Abdul Ghofar Mistar mengidentifikasi wartawan sejati Dahlan Iskan
sebagai sosok pembaharu. Atau, pendobrak, seperti namanya yang merupakan
etimologi dari bahasa Arab; dakholan, yang berarti terobosan. Alias dakhilun
(subyek) artinya, pembuat terobosan, pendobrak, pembuka jalan pencerahan.
Dahlan dideskripsikan sebagai wartawan ber-multitalenta. Gaya
jurnalisme-nya berhasil mengubah mindset jutaan masyarakat Indonesia
pengonsumsi surat kabar grup Jawa Pos seakan menjadi Jawa Pos-isme.Atau,
pembaca mediaGrup Jawa Pos minded.
Sebagai jurnalis anak didik Pemred Majalah Tempo, Gunawan
Muhammad Dahlan mengawali karier sebagai reporter koran lokal di Samarinda
(1975), kemudian menjadi wartawan Majalah Tempo (1976-1981), talentanya
sebagai wartawan kreator salah satu karya besarnya dibuktikan dengan berani
memelopori mendobrak budaya format lembaran koran konvensional di Indonesia
dirombak berukuran jumbo. Ini cuma salah satu dari sederet karya kepeloporan
Dahlan Iskan di dunia jurnalistikdi tanah air.
Ada satu lagi yang paling mencengangkan, yang sepertikurang diungkap
mendalam di buku ini. Dahlan berani mendobrak kesejarahan profesi jurnalis di
tanah air. Konsep gila-nya mempertaruhkan nasib Jawa Pos sebagai media besar
nasional dengan mengangkat tenaga lay out menjadi pemimpin redaksi. Tentu,
bukan cuma mendobrak paradigma profesi kewartawan, tapi sekaligus menabrak
AD/ARTapa pun nama lembaga organisasi profesi kewartawanan di Indonesia.
Faktanya, sang layouter Leak Kustiya,meski tidak pernah punya
pengalaman empiris sebagai wartawan pencari berita, apalagi redaktur pengelola
berita, toh mampu mengendalikan keredaksian Jawa Pos tertap harmoni di eranya.
Pendalilan Dahlan memproporsionalkan profesi lay out di surat kabar
identik dengan jurnalis visual koran yang memiliki kesetaraan peran dengan
jurnalis berita atau jurnalis foto, tidak meleset. Terbukti lagi, Leak yang berbekal
pengalaman berkinerja dengan awak Jawa Pos, dan skill sebagai jurnalis visual
koran, serta knowledge mendampingi enam Pemred Jawa Pos (Margiono,
Sholihin Hidayat, Dhimam Abror, Arif Afandi, Azrul Ananda, Rohman),
menjadikannya sadar karakter dan sistemmanajemen ala Jawa Pos, serta punya
kearifan leadership mengendalikan awak media besar. Alhasil, Pemred terobosan
ini terbilang pemecah rekor terlama dibanding Pemred konvensional di Jawa Pos
yang lain.
Penulis juga membeberkan kebeningan Dahlan sebagai pebisnis,
dibuktikan dari kepiawaian mengawali mengelola koran Jawa Pos (dibeli PT
Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo dari pebisnis The Chung Sen),yang semula
hanya beroplah satu becak (1982), kemudian melesat menjadi ratusan ribu
eksemplar atau diangkut puluhan truk.
Dari koran yang semula satu becak ituberkat tangan dingin Dahlan kini
beranak pinak menjadi 205-an anak perusahaan surat kabar (lengkap dengan
usaha percetakan), tabloid, dan majalah di seluruh Indonesia. Ini masih ditambah
lagi 42 stasiun televisi lokal di tanah air, bisnis gedung perkantoran Graha Pena
tersebar di banyak kota provinsi, pabrik kertas, bahkan perusahaan pembangkit
listrik, dan masih banyak lagi.(hal. 90)
Sebagai wartawan pendobrak, Dahlan Iskan dalam buku ini tidak
diidentikkan simbol perlawanan ideologi. Sebaliknya, Sholihin ingin
menyampaikan bahwa Dahlan Iskan figur inspirator, inovator, motivator,
sekaligus konseptor yang dapat memberikan ketauladanan perlawanan terhadap
kebekuan, ketidakberdayaan, ketertinggalan, kemiskinan, kebodohan, bahkan
simbol wartawan progresif.
Semua itu dibuktikan dari ketangguhan Dahlan start dari masa kecilyang
hidup di tengah keluarga miskin di Dukuh Kebondalem, Desa Tagalarum, Kec
Bendo, Magetan. Dahlan kecil biasa ikut rebutan nasi kenduri di acara tradisi
nyadran di kuburan, maupun di langgar. (kata pengantar Dahlan Iskan).
Ketauladanan terobosan Dahlan lainnya, yang kurang disinggung
mendalam oleh penulis, bahwa Dahlan tidak cuma teruji melahirkan wartawan-
wartawan andal di negeri ini, yang salah satunya, Margiono CEO Rakyat Merdeka
Group dan Ketua Umum PWI Pusat. Dahlan juga piawai jadi guru mendidik
karyawannya dari seorang pesuruh atau sopir pengangkut koran, misalnya, hingga
nasibnya berubah jadi Dirut yang berhasil mengelolah media anak perusahaan
Jawa Pos, juga ada yang sukses jadi pengelola perusahaan percetakan media.
Banyak pengusaha yang gagal mengembangkan bisnisnya, disebabkan
karakter pribadinyalebih menyerupai penjudi daripada pengusaha. Banyak
ilmuwan yang ilmunya tidak menyerdaskan siapa pun, malah menyesesatkan
masyarakat, karena sejak di bangku sekolah dia hanya memimpikan jabatan dan
kekayaaan. Ilmunya tidak bermanfaat, karena tertutup oleh keserakahan hawa
nafsunya. Dia ibarat tawon gung yang ke mana-mana cuma menebar ancaman
bagi siapa saja.
Dan celakalah bila ada pengusaha, pejabat, atau politisi yang
kesenangannya hanya singing, eating, dan touring. Pasti pikiran-pikiran korup
akan selalu mengendap dalam benak mereka.
Rupanya, inilah kelebihan penulis, melengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi
uzlah (kontemplatif). Gaya penyajian yang mengingatkan jurnalisme testimoni,
menjadi cair, tidak mengencangkan kening, meski alurnya di bagian-bagian
tertentu mengembang.
Pendobrakan Dahlan, diungkap pula, bukan cuma bisa membuat Jawa Pos
beranak pinak menjadi lebih seratus surat kabar di seluruh Indonesia. Namun,
Dahlan juga mampu mencerahkan atau menghidupkan industri pers di seluruh
provinsi, kota-kota besar dan kota terpencil di negeri ini, yang sempat mengalami
stagnasi dalam perjalanan paruh Orde Baru. Kehidupan pers daerah bernasib
hidup segan mati tak mau.
Berkat terobosan Dahlan Iskan membangkitkan industri pers daerah,
alhasil, lahir pula ribuan wartawan andal menyebar di seluruh tanah air, dan kini
menjadi pelaku salah satu pilar demokrasi di negeri ini.
Begitulah sebagian dari sederet potret sang pendobrak Dahlan Iskan
yang ingin disampaikan Sholihin Hidayat.Dipaparkan dengan model
jurnalismetestimoni yang dilengkapi metafora sarat kontempasi, komunikatif,
gayeng.
Mafhum, kalau di bagian 1 buku ini, Sholihin Hidayat membingkai Dahlan
Iskan sebagai sang pendobrak di dunianya, lantas ia tarik benang merah dengan
kesejarahan Gus Dur yang diberi gelar oleh sejarahwan dengan sebutan
Abdurrahman Ad-dakhil. Atau, Abdurrahman sang pendobrak, sang pembuka
jalan baru sejarah Islam di benua Eropa.
Tidak cuma itu. Sholihin juga mengapresiasi figur wartawan Dahlan Iskan
dalam kapasitasnya dengan sebutan sang pendobrak yang pernah melekat pada
KH Ahmad Dahlan, pendiri perserikatan Muhammadiyah, yang juga pemimpin
gerakan pembaharu Islam dan oleh Belanda dijuluki Harimau Jawa.
Dahlan Iskan; Sang Pendobrak, buku karya Sholihin Hidayat ini akan
dikupas Najwa Shihab di acara lauching yang dihadiri Dahlan Iskan dan sang
penulis Sholihin Hidayat, Rabu siang (8/5/2013) di Kantor Bulog Jakarta.(Foto:
dok. licom)
SEBAGAIPresiden, barangkali, lebih seratus ribu karyawan dari semua
anak perusahaan Grup Jawa Pos, kursi kepemimpinan sang wartawan sejati
Dahlan Iskan, bukan hadiah dari laku political will.
Kursi supremasi daya hidup sosok wartawan ini dibeberkan di buku
karya Sholihin Hidayat: Dahlan Iskan Sang Pendobrak (penerbit grup Kompas
Gamedia), dan bukan pula diraih dari hasil kerja instan seperti fakta banyak
politisi terkini. Juga bukan warisan dinasti kerajaan bisnis, atau warisan politik
dinasti, termasuk fasilitas dari pemerintah.
Sebaliknya, Dahlan mengawali dari training memimpin hanya belasan
orang yang bergabung di awal koran Jawa Pos bergerak (1982). Tentu, karunia itu
berkat terobosan wartawan Dahlan Iskan mendasarkan kesadaran good will;
semangat kerja, kerja, kerja, yang kemudian dijadikan motto saat awal
dipercaya negara, mengelola PLN.
Virus optimisme kerja, kerja, kerja itu pun,akhirnya disebarkan ke 144
perusahaan di bawah kementerian BUMN, yang ia kendalikan saat ini. Contoh,
Dahlan datang ke kantor Kementerian BUMN pukul 06.45, atau saat karyawan
masih berkemas-kemas di rumah, maupun dalam perjalanan. Ini kebiasaan lama
Dahlan, tentu naf bila dikaitkan tujuan sederhana pencitraan. Malahan, bila tak
ada tugas luar, Dahlan juga tak jarang pulang saat kantor Kementerian BUMN
sudah sepi.
Sholihin Hidayat mempertegas dalam bukunya ini, bahwa Dahlan Iskan
selain simbol kerja, kerja, dan kerja, juga secara ekstrim menganalogikan bahwa
agama Dahlan adalah kerja. Etos kerja Dahlan digambarkan di atas rata-rata
standar manusia Indonesia.
Itu dibuktikan Sholihin, sejak Dahlan merintis kerajaan bisnis Jawa Pos,
30 tahun silam;
Ada kenangan lucu, saya (Sholihin Hidayat) dan Margiono (CEO Grup
Rakyat Merdeka dan Ketua PWI Pusat) sepakat mengungguli kinerja Pak Dahlan
(1982). Caranya, datang ke kantor mendahului Pak Dahlan, pulang
lebih belakang.Waktu jam kantor pukul 07.00, saya dan Margiono datang pukul
06.00, ternyata Pak Dahlan sudah ada. Esoknya, saya dan Margiono datang jam
05.00, Pak Dahlan juga lebih dulu ada.
Saking keselnya, Solihin dan Margiono kapok. Termasuk, tak mampu
mengalahkan pulang kantor paling akhir. Karena ditunggu sampai Subuh, ternyata
Dahlan cetak-cetik di depan mesin ketik (belum ada komputer).
Kegilaan kerja wartawan muda Dahlan yang 30 tahun silam masih
tinggal di rumah kontrakan, faktanya sampai sekarang meski posisinya sudah big
boss kerajaan besar Jawa Pos dan usia hampir berkepala 6 tetap tak berubah.
Malahan, dipercaya Negara, mengelola PLN atau pun sekarang jadi Menteri
BUMN, terkesan lebih gila lagi. Nyaris tidak mudah dikalahkan kegilaan kerja
anak-anak muda model apa pun. Termasuk, naf bisa ditandingi standar kerja
orang-orang yang pernah menjalani operasi organ tubuh, misalnya, apalagi operasi
ganti hati seperti yang pernah dijalani Dahlan sewindu lalu.
Sholihin menyoba mengapresiasi lebih jauh etos kerja paling takjub dari
seorang pejabat Negara, yang wartawan ini. Misal, Dahlan pernah mengadakan
rapat BUMN dengan 1000 bos pabrik gula se Indonesia di Hotel Borobudur
Jakarta, dimulai pukul 05.00 (usai salat Subuh) dan selesai pukul 08.00 (jam
masuk kantor). Rapat membahas rencana target kerja lebih keras lagi di tahun
2013.
Terbersit, Dahlan bukan sekadar menguji kesunggguhan bos-bos pabrik
gula seluruh Indonesia. Barangkali, target Dahlan yang begini, beda dengan
kebiasaannya mengajak rapat usai Subuh para direksi di grup Jawa Pos. Di balik
itu, mungkin, para bos gula kumpul di Jakarta, nginap di hotel bintang lima, dan
dipaksa rapat subuh, selain bermakna jadi suplemen mult spirit fokus kerja,
sekaligus agar terjaga dari udara malam hedonis Jakarta.
Itulah salah satu contoh kegilaan Dahlan yang tak sekadar bergila-
gilaan, apalagi dikaitkan dengan tujuan sepele pencitraan. Kelebihan Dahlan,
adalah menularkan kerja harus tepat, cepat, tangkas, dan benar. Mafhum, Sholihin
Hidayat lagi-lagi menarik benang merah pada sosok Presiden RI ke-4 Gus Dur
yang statement dan gagasannya senantiasa membuat orang tergagap-gagap dan
uzlah. Sebaliknya, Dahlan dakhilun Iskan digambarkan berdaya hidup
pendobrak kebuntuan yang senantiasa mencengangkan standar orang Indonesia.
Banyak orang yang cerdas, kreatif, dan konsisten, tapi tidak banyak orang
yang bersabar mengawal dan menjaga konsistensinya hingga mencapai tujuan.
MAN JADDA WAJADA
Penulis buku ini juga melengkapi dengan ilustrasi yang cukup
kontemplatif tentang Dahlan dalam persepsi seorang guru Madrasah Aliyah.
Penulis seperti sengaja merekam ketika Dahlan Iskan yang juga jebolan Madrasah
Aliyah berkunjung ke sekolah Madrasah Aliyah, di mana sang guru tadi mengajar.
Begini;
Kalian harus bangga sebagai murid Madrasah. Harus berani bercita-cita
seperti Pak Dahlan. Sebab, Allah tidak akan mengubah nasib kalian, sebelum
kalian bertekad merubah nasib sendiri Saya berdoa selalu, dari Madrasah Aliyah
ini, akan ada yang menjadi Gubernur, bahkan Presiden RI, kata si guru Aliyah di
depan kelas.
Bukan gaya berpakaian kalian, bukan penampilan fisik kalian yang bisa
mengantarkan menuju kesuksesan. Tapi, kesungguhan dan keseriusan kalian
dalam belajar yang akan menentukan nasib di kemudian hari. Pegangilah ucapan
Nabi Khidir ini; Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh akan
mendapatkan keberhasilan. (sopo sing temen bakal tinemu).
Penulis seperti sangat antusias ingin mengungkap jauh, daya dobrak
Dahlan bukan cuma dibuktikan pada ide atau gagasan gagasan gila atau
genuine, maupun pola pengaplikasian yang tidak standar umum. Gaya hidup
maupun penampilan keseharian Dahlan pun diungkap cenderung mendobrak
pola-pola konvensional yang lebih berorientasi simbolik ketimbang berkaitan
dengan produktifias. Misal, ikut sidang kabinet di Istana, contohnya, maupun saat
memimpin rapat para Dirut perusahaan BUMN. Dia tetap konsisten dengan
kebiasaannya bersepatu kets dan kemeja lengan pendek, atau kemeja lengan
panjang yang digulung.
Satu lagi. Adagium yang tidak berhenti sekadar wacana, senantiasa
disebarkan Dahlan Iskan, bukan cuma di jajaran kementerian BUMN yang
membawahi 144 perusahaan milik rakyat Indonesia. Penulis buku ini, juga
menyoba menguak bahwa Dahlan amat memahami komitmen memajukan bangsa
ini. Karenanya, virus optimisme kerja, kerja, dan kerja harus ditularkan pada
generasi terkini, khususnya anak-anak muda di kampus-kampus.
Dahlan pun digambarkan rajin mendatangi puluhan kampus dan pondok
pesantren. Seperti ceramah di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh, Universitas
Beuren Lhoksemawe, Universitas Sumatera Utara Medan, Universitas Airlangaa,
Universias Brawijaya, universitas Diponegoro Semarang, Universitas Gjahma da
Yogyakarta, Universitas Udayana Bali, Universitas Pertanian Bogor, Universtas
Negeri Jakarta, Universitas Indoensia, Intitut Teknologi Bandung, Institut 10
Nopemer Surabaya (ITS), dan masih banyak lagi.
Mengajarkan optimisme melihat masa depan, baik masa depan sendiri
maupun masa depan bangsa, harus dilatih sejak mahasiswa. Lulus, terjun di dunia
usaha tidak gagap dan terbiasa menghadapi tantangan. Usia 30-35, menempati
posisi manajer madya (Indonesia punya satu juta manager madya tangguh). Ini
sekaligus modal bangsa ini untuk jadi negara maju, kata Dahlan, menyampaikan
kuliah umum di depan mahasiswa Universitas Banda Aceh..
Kegilaannya mengabdikan hidup untuk kemaslahatan kerja sebagai
wartawan sejati sekaligus pelaku wirausaha yang Man jadda wajada sayang,
tanpa diimbangi menjaga stamina tubuh karenanya, Dahlan harus ikhlas
menerima realitas takdir operasi ganti hati di China.
Dahlan tetap konsisten sebagai wartawan sejati. Selama menjalani
operasi ganti hati sebelum jadi Dirut PLNtermasuk pemulihannya di sebuah
rumah sakit China, misalnya, dia tetap bersemangat menulis laporan peristiwa
medis yang dialami dan dimuat Koran grup Jawa Pos. Tulisan-tulisannya yang
tergolong reportase super eksklusif itu kemudian dibukukan.
Tekad Dahlan berhenti berbisnis setelah operasi hati, ternyata dijawab
Allah supaya mengabdikan ilmu dan pengalamannya kepada nusa dan bangsa.
Begitulah Dahlan, dalam kondisi kesehatan yang cukup mengkhawatirkan
keluarga dan kerabat besarnya, toh dia malah bersemangat menerima amanah
negara diminta Presiden SBY untuk menjadi Dirut PLN dengan penuh
keikhlasan untuk mengabdi.
Selama menjabat Dirut PLN pun, dia juga tetap konsisten dengan jati
dirinya sebagai wartawan sejati. Dahlan rajin menulis laporan kepada pembaca
media terkait persoalan-persoalan PLN, misal, layaknya reportase wartawan
senior yang menguasai betul obyek-obyek persoalan yang ditulis. Praktis,
masyarakat menjadi paham kenapa Indonesia di abad global masih byar pet,
masih ada masyarajakat Indonesia, yang belum menikmati energy PLN.
Bahkan, sejak mendapat amanah baru sebagai Menteri BUMN, Dahlan
masih terus menulis. Paling tidak seminggu sekali, dia menulis Manufacturing
Hope di media grup Jawa Pos.
Saya ini sangat kenal dengan Aristoteles, Einstein, Imam Al Ghozali,
Imam Syafii, Ibnu Sina, Al Farabi, Al Khuwairizmi, dan tokoh-tokoh besar dunia
lainnya. Walau pun tidak pernah, bahkan tidak akan pernah bertemu mereka, tapi
saya memahami pikiran-pikiran kearifan mereka.
Barangkali, seperti itulah yang ingin diwujudkan Dahlan Iskan dengan
tetap konsisten Man jadda wa jada dalam mempraktikkan daya hidupnya;
sebagai pebisnis, pejabat publik, termasuk jati dirinya sebagai wartawan yang oleh
penulis disebut sebagai wartawan sejati.
Gebrakan dan terobosan Dahlan selama menjadi pejabat publik, bukan
berarti berhenti membuat orang tecengang seperti ketika memimpin kerajaan
Jawa Pos. Pro kontra terus mengalir keras. Proyek besarnya menjadikan
Indonesia bebas dari lampu byar pet, misalnya. Pasca menjadi Dirut PLN pun,
dia masih terus di-kejar-kejar para politisi di Senayan, dengan dalih minta
pertanggungjawaban akuntanbilitas penggunaan anggaran APBN.
Dahlan toh, bergeming. Dahlan tak gentar. Penulis menyitir ungkapan
Presiden AS John F Kennedy: Jangan kamu bertanya apa yang diberikan Negara
kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu.
Lebih heboh lagi ketika Dahlan larut perang terbuka dengan para politisi
di Senayan. Ada anggota DPR yang mengusulkan agar Dahlan Iskan dibawa ke
dokter atau psikiater. Hal itu dikarenakan Dahlan menuduh beberapa anggota
dewan memeras BUMN tanpa memberikan bukti hukum.
Orang harus berani mencoba dengan cara setengah gila untuk
menghadang laju korupsi di negeri ini. Orang harus berani mendobrak tembok
raksasa dengan cara setengah gila. Sebab, cara-cara normal sudah tidak mempan
lagi. Demikian kesimpulan penulis seraya memberi ilustrasi; Sejarah bangsa kita
mencatat orang-orang setengah gila seperti peristiwa besar 10 November 1945,
rakyat jelata hanya bersenjata bamboo runcing, linggis, ketapel mampu mengusir
dan mengalahkan sekutu yang bersenjata modern.
Akankah gerak laku Dahlan yang dikesankan seorang guru Madrasah
Aliyah Man jadda wajada, kelak bisa seperti harapan dan doa si guru Aliyah itu
bisa menjadi Presiden RI atau Wapres RI?
Membangun jati diri bangsa harus dimulai dari peneladanan oleh para
pemimpin. Bilamana para pemimpin sudah bertindak jujur, mau kerja keras, dan
hidup sederhana, maka dengan sendirinya rakyat akan berbaris di belakanganya.
4. UNSUR UNSUR INSTRINSIK

4.1 Tema : Pokok persoalan dalam cerita


Buku ini bicara tentang Dahlan Iskan yang nyentrik, tetapi dari sisi
tanya jawab antara tokoh dan ustadz. Jadi ada unsur pencerahan yang
sedikit pembaca bisa intropesksi diri. Dari situ pula pembaca bisa
menyimpun bahwa Dahlan berbuat tidak direkayasa.

4.2 Amanat : Pesan Yang Di Sampaikan


Jangan memikirkan diri sendiri
Kutipan :
Dahlan toh, bergeming. Dahlan tak gentar. Penulis
menyitir ungkapan Presiden AS John F Kennedy: Jangan kamu
bertanya apa yang diberikan Negara kepadamu, tapi tanyakan apa
yang kamu berikan kepada negaramu

4.3 Alur : jalan cerita

Alur maju

Dahlan iskan bermula dari cita cita menjadi Sang


Pendobrak. Gebrakan dan terobosan Dahlan selama menjadi pejabat
publik, bukan berarti berhenti membuat orang tecengang seperti ketika
memimpin kerajaan Jawa Pos. Pro kontra terus mengalir keras

4.4 Penokohan
4.4.1 Protagonis : tokoh yang mengangkat tema

Dahlan iskan : tokoh yang mempunyai ide atau gagasan


gagasan gila atau genuine

Kutipan :
Orang harus berani mencoba dengan cara setengah
gila untuk menghadang laju korupsi di negeri ini. Orang harus
berani mendobrak tembok raksasa dengan cara setengah gila.
Sebab, cara-cara normal sudah tidak mempan lagi. Demikian
kesimpulan penulis seraya memberi ilustrasi; Sejarah bangsa
kita mencatat orang-orang setengah gila seperti peristiwa
besar 10 November 1945, rakyat jelata hanya bersenjata
bamboo runcing, linggis, ketapel mampu mengusir dan
mengalahkan sekutu yang bersenjata modern

4.4.2 Antagonis : tokoh yang memberi konflik


Anggota DPR : Koruptor
Kutipan :

Lebih heboh lagi ketika Dahlan larut perang


terbuka dengan para politisi di Senayan. Ada anggota DPR
yang mengusulkan agar Dahlan Iskan dibawa ke dokter
atau psikiater. Hal itu dikarenakan Dahlan menuduh
beberapa anggota dewan memeras BUMN tanpa
memberikan bukti hukum.
Orang harus berani mencoba dengan cara
setengah gila untuk menghadang laju korupsi di negeri
ini. Orang harus berani mendobrak tembok raksasa dengan
cara setengah gila. Sebab, cara-cara normal sudah tidak
mempan lagi. Demikian kesimpulan penulis seraya memberi
ilustrasi; Sejarah bangsa kita mencatat orang-orang
setengah gila seperti peristiwa besar 10 November 1945,
rakyat jelata hanya bersenjata bamboo runcing, linggis,
ketapel mampu mengusir dan mengalahkan sekutu yang
bersenjata modern.

4.4.3 Tritagonis : tokoh yang mendampingi tokoh utama


Guru Madrasah Aliyah : Guru yang meilustrasikan Man jadda
wajada
Kutipan :
Kalian harus bangga sebagai murid Madrasah. Harus
berani bercita-cita seperti Pak Dahlan. Sebab, Allah tidak akan
mengubah nasib kalian, sebelum kalian bertekad merubah
nasib sendiri Saya berdoa selalu, dari Madrasah Aliyah ini,
akan ada yang menjadi Gubernur, bahkan Presiden RI, kata si
guru Aliyah di depan kelas

4.5 Perwatakan : sifat yang dimiliki dari tokoh cerita

Dahlan iskan : Konsisten


Kutipan :
Barangkali, seperti itulah yang ingin
diwujudkan Dahlan Iskan dengan tetap konsisten Man
jadda wa jada dalam mempraktikkan daya hidupnya;
sebagai pebisnis, pejabat publik, termasuk jati dirinya
sebagai wartawan yang oleh penulis disebut sebagai
wartawan sejati.

Anggota DPR : Pendek Pikir


Kutipan :

Lebih heboh lagi ketika Dahlan larut perang


terbuka dengan para politisi di Senayan. Ada anggota
DPR yang mengusulkan agar Dahlan Iskan dibawa ke
dokter atau psikiater. Hal itu dikarenakan Dahlan
menuduh beberapa anggota dewan memeras BUMN tanpa
memberikan bukti hukum.
.

Guru Madrasah Aliyah : Motivator

Kutipan :

Penulis buku ini juga melengkapi dengan


ilustrasi yang cukup kontemplatif tentang Dahlan dalam
persepsi seorang guru Madrasah Aliyah. Penulis seperti
sengaja merekam ketika Dahlan Iskan yang juga jebolan
Madrasah Aliyah berkunjung ke sekolah Madrasah Aliyah,
di mana sang guru tadi mengajar. Begini;
Kalian harus bangga sebagai murid Madrasah.
Harus berani bercita-cita seperti Pak Dahlan. Sebab, Allah
tidak akan mengubah nasib kalian, sebelum kalian
bertekad merubah nasib sendiri Saya berdoa selalu, dari
Madrasah Aliyah ini, akan ada yang menjadi Gubernur,
bahkan Presiden RI, kata si guru Aliyah di depan kelas.

4.6 Setting : Keterangan tempat,waktu dan suasana cerita.

4.6.1Tempat : Kelas ,BUMN & PLN

Kutipan :

Kalian harus bangga sebagai murid Madrasah. Harus


berani bercita-cita seperti Pak Dahlan. Sebab, Allah tidak
akan mengubah nasib kalian, sebelum kalian bertekad
merubah nasib sendiri Saya berdoa selalu, dari Madrasah
Aliyah ini, akan ada yang menjadi Gubernur, bahkan
Presiden RI, kata si guru Aliyah di depan kelas.
4.6.2 Waktu : pagi sampai malam

Kutipan :

Virus optimisme kerja, kerja, kerja itu pun,akhirnya


disebarkan ke 144 perusahaan di bawah kementerian BUMN,
yang ia kendalikan saat ini. Contoh, Dahlan datang ke kantor
Kementerian BUMN pukul 06.45, atau saat karyawan masih
berkemas-kemas di rumah, maupun dalam perjalanan. Ini
kebiasaan lama Dahlan, tentu naf bila dikaitkan tujuan
sederhana pencitraan. Malahan, bila tak ada tugas luar,
Dahlan juga tak jarang pulang saat kantor Kementerian
BUMN sudah sepi.
Sholihin Hidayat mempertegas dalam bukunya ini,
bahwa Dahlan Iskan selain simbol kerja, kerja, dan kerja,
juga secara ekstrim menganalogikan bahwa agama Dahlan
adalah kerja. Etos kerja Dahlan digambarkan di atas rata-rata
standar manusia Indonesia.
Itu dibuktikan Sholihin, sejak Dahlan merintis kerajaan
bisnis Jawa Pos, 30 tahun silam
Ada kenangan lucu, saya (Sholihin Hidayat) dan
Margiono (CEO Grup Rakyat Merdeka dan Ketua PWI Pusat)
sepakat mengungguli kinerja Pak Dahlan (1982). Caranya,
datang ke kantor mendahului Pak Dahlan, pulang
lebih belakang.Waktu jam kantor pukul 07.00, saya dan
Margiono datang pukul 06.00, ternyata Pak Dahlan sudah
ada. Esoknya, saya dan Margiono datang jam 05.00, Pak
Dahlan juga lebih dulu ada.
Saking keselnya, Solihin dan Margiono kapok. Termasuk,
tak mampu mengalahkan pulang kantor paling akhir. Karena
ditunggu sampai Subuh, ternyata Dahlan cetak-cetik di depan
mesin ketik (belum ada komputer).

4.6.3 Suasana : tegang & tenang


Kutipan :

Gebrakan dan terobosan Dahlan selama menjadi pejabat


publik, bukan berarti berhenti membuat orang tecengang seperti
ketika memimpin kerajaan Jawa Pos. Pro kontra terus mengalir
keras. Proyek besarnya menjadikan Indonesia bebas dari lampu
byar pet, misalnya. Pasca menjadi Dirut PLN pun, dia masih terus
di-kejar-kejar para politisi di Senayan, dengan dalih minta
pertanggungjawaban akuntanbilitas penggunaan anggaran APBN

4.7 Gaya Bahasa


Dalam menuangnya idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang
dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada
pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga
membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik
berbahasa ini misalnya pengggunaan majas, idiom dan peribahasa.
Dalam novel ini menggunakan Bahasa s sehingga mudah
dimengerti oleh para pembacanya. Pembaca sangat mudah memahami
maksud si penulis.

Kutipan :

Dahlan toh, bergeming. Dahlan tak gentar. Penulis menyitir


ungkapan Presiden AS John F Kennedy: Jangan kamu bertanya apa yang
diberikan Negara kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada
negaramu.

Lebih heboh lagi ketika Dahlan larut perang terbuka dengan para
politisi di Senayan. Ada anggota DPR yang mengusulkan agar Dahlan
Iskan dibawa ke dokter atau psikiater. Hal itu dikarenakan Dahlan
menuduh beberapa anggota dewan memeras BUMN tanpa memberikan
bukti hukum.

4.8 Sudut Pandang : Sudut pandang yang dipilih penulis untuk


menyampaikan ceritanya.
Orang pertama sebagai pelaku utama. Dalam sudut pandang
teknik ini , Dahlan iskan mengisahkan bahwa dirinya yang nyentrik,
tetapi dari sisi tanya jawab antara tokoh dan ustadz. Jadi ada
unsur pencerahan yang sedikit pembaca bisa intropesksi diri
5 Isi resensi
5.1 keunggulan buku
5.1.1 Buku ini disajikan selingan dialog dengan tujuan untuk menghidupkan
catatan dalam buku tersebut agar lebih komunikatif dan lebih enak dibacadalam
dialog santai antara tokoh bernama Habib dan seorang Kiai (dalam ceritanya)
yang membicarakan tentang sosok Dahlan Iskan. Jadi tidak ada unsur
direkayasa.Dari situ pulapembaca bisa menyimpulkan bahwa Dahlan Iskan di
kenal apa adanya.
5.1.1 Dalam buku tersebut penulis juga menyelipkan banyak kalimat
motivasi yang selalu diamalkan oleh Dahlan Iskan seperti Bukan gaya
berpakaian kalian, bukan penampilan fisik kalian yang bisa mengantarkan
menuju kesuksesan. Tapi, kesungguhan dan keseriusan kalian dalam belajar
yang akan menentukan nasib di kemudian hari. Pegangilah ucapan Nabi Khidir
ini; Man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan
keberhasilan. (sopo sing temen bakal tinemu) dibuktikan dengan kesuksesan
yang diraih Dahlan Iskan dengan berpegang teguh pada nasihat agama ; Man

jadda wajada..

5.2 Kekurangan novel

5.2.1 Penyajian alur dalam dialog buku tersebut penulis cukup relevan dan
juga memperkaya dengan ilustrasi tokoh-tokoh kerajaaan Jawa seperti
Ken Arok, Gajah mada, bahkan Jaka Tingkir (hal. 272).kendatipun alur di
beberapa bagian terutama bagian awal, alunya melebar.

5.2.2 Penyajian tulisan disampaikan dengan gaya bebas dengan analisis-


yang mungkin-subjektif dari sudut pandang penulis sendiri.
6 KESIMPULAN : Berisi alasan kenapa buku tersebut ditulis dan kepada siapa
buku tersebut ditunjukan.

Penulis sangat antusias ingin mengajak pembaca untuk


mengungkap jauh, daya dobrak Dahlan bukan cuma dibuktikan pada ide
atau gagasangagasan gila, maupun pola pemikiranya yang tidak
standar umum. Gaya hidup maupun penampilan keseharian Dahlan pun
diungkap cenderung mendobrak.Misalkan, ikut sidang kabinet di Istana,
contohnya, saat memimpin rapat para Dirut perusahaan BUMN. Dia
tetap konsisten dengan kebiasaannya bersepatu kets dan kemeja lengan
pendek, atau kemeja lengan panjang yang digulung.
Dahlan Iskan dalam buku ini tidak diidentikkan simbol perlawanan
ideologi. Sebaliknya,penulis ingin menyampaikan bahwa Dahlan Iskan
adalah figur inspirator, inovator, motivator, sekaligus konseptor yang
dapat memberikan ketauladanan perlawanan terhadap kebekuan,
ketidakberdayaan, ketertinggalan, kemiskinan, kebodohan, bahkan
simbol wartawan progresif.

Anda mungkin juga menyukai