Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES KIMIA
MATERI:
PEMBUATA POLYALUMINUM CLHORIDE DARI LIMBAH ABU
BATUBARA

Disusun oleh :
Nama : Hengky Fernando (011400384)
Hezekiel Karunia Putra (011400387)
Naufal Alif Syarifudin (011400391)
Ridwan Arifudin (011400394)
Prodi : Teknik kimia Nuklir
Semester : V
Asisten : Sugili Putra, S T, M Sc

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batubara merupakan cadangan energi yang sangat melimpah di
Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014, cadangan
batubara Indonesia adalah 31.3557 ton atau jika dikonversikan cukup untuk
memenuhi kebutuhan batubara selama 71 tahun. Dengan adanya potensi
tersebut, sumber energi primer Indonesia sampai tahun 2016 berdasarkan
Outlook Energi Indonesia, batubara masih menduduki peringkat pertama dalam
bauran energi nasional. Batubara digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap
untuk memanaskan air dalam boiler yang nantinya akan diubah menjadi fase
uap untuk menggerakkan turbin. Konsumsi batubara untuk pembangkitan
listrik di Indonesia saat ini mencapai 50 juta ton per tahun. Kemungkinan
angka ini masih dapat bertambah hingga 100 juta ton per tahun mengingat
program 35.000 MW masih mengandalkan PLTU batubara sebagai sumber
energi primer yang dominan.
Dibalik banyaknya penggunaan batubara untuk PLTU terdapat limbah
sebagai hasil sisa dari pembakaran. Limbah tersebut antara lain abu batubara
dan gas buang. Abu batubara terdiri dari dua jenis, yaitu abu terbang (fly ash)
dan abu dasar (bottom ash). Abu batubara ini tergolong limbah B3 karena
berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai
limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami
pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan. Namun, dalam abu
batubara terdapat senyawa atau material yang dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah silika dan alumina. Kandungan silika
dan alumina merupakan yang terbanyak dibandingkan senyawa lain yang
terkandung dalam abu batubara.
Pencemaran air merupakan suatu permasalahan yang ada di Indonesia.
Kasus pencemaran air diantaranya adalah kesadahan, warna air yang keruh dan
air limbah yang sulit untuk dilakukan treatment. Untuk mengatasi problem
kekeruhan air, maka dapat digunakan koagulan untuk membantu proses
penjernihannya. Koagulan yang sering dipakai adalah tawas dan Polyaluminium
chloride (PAC). Koagulan ini dapat berguna untuk menurunkan TSS sehingga
kekeruhan air dapat dikurangi. PAC memiliki keunggulan daya ikat yang tinggi
untuk suspensi atau koloid yang terdapat dalam air sehingga kekeruhan dapat
efektif diturunkan.
Berdasarkan dua permasalahan tersebut, dalam eksperimen ini dilakukan
proses pembuatan Polyaluminium chloride (PAC) dari abu batubara karena
dalam abu batubara memiliki kadar Alumina yang cukup tinggi. PAC dipilih
menjadi produk karena mempunyai daya ikat terhadap suspensi atau koloid
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tawas.

1.2 Pembatasan Masalah


Dalam eksperimen ini masalah dibatasi pada proses recovery Alumina
untuk dijadikan produk Polyaluminium chloride (PAC) dan pengujian untuk
produk Polyaluminium chloride (PAC) hanya dilakukan secara kualitatif karena
keterbatasan alat dan bahan yang dimiliki dalam laboratorium. Pengujian hanya
dilakukan untuk parameter warna, bentuk, bau, pH dan tingkat kekeruhan air
setelah ditambahkan PAC hasil eksperimen.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembuatan Polyaluminium chloride (PAC) dari abu
batubara?
2. Bagaimana spesifikasi kualitatif Polyaluminium chloride (PAC) hasil
eksperimen?
3. Bagaimana kondisi kekeruhan air setelah dilakukan penambahan
Polyaluminium chloride (PAC) hasil eksperimen?

1.4 Tujuan Penulisan


1. Memahami proses pembuatan Polyaluminium chloride (PAC) dari abu batubara
2. Mengetahui spesifikasi kualitatif Polyaluminium chloride (PAC) hasil
eksperimen
3. Memahami kinerja produk Polyaluminium chloride (PAC) dalam menurunkan
kekeruhan air

1.5 Manfaat Penulisan


1. Sebagai referensi untuk proses proses pembuatan Polyaluminium chloride
(PAC) dari abu batubara
2. Sebagai referensi untuk mengoptimalkan pemanfaatan abu batubara untuk
menjaga kesehatan lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Abu Batubara
Abu batubara merupakan hasil samping dari pembakaran batubara
sebagai sumber energi yang banyak digunakan di industri atau pembangkit
listrik. Karakteristik abu batubara yang dihasilkan sangat tergantung jenis dan
ukuran batubara serta teknologi pembakaran. Batubara yang digunakan di
PLTU biasanya dihancurkan dulu hingga ukuran sekitar 100 mesh dan
dilakukan pembakaran di boiler tungku pulverized pada suhu pembakaran yang
relatif tinggi yaitu lebih dari 800oC.
Abu batubara berasal dari penggunaan batubara sebagai bahan bakar di
boiler baik yang digunakan untuk PLTU maupun untuk industri. Sebagian besar
batubara digunakan sebagai sumber energi atau bahan bakar untuk boiler dalam
memproduksi steam. Steam yang dihasilkan digunakan sebagai media pemanas
untuk industri seperti industri tekstil dan sebagai media penggerak turbin untuk
menghasilkan listrik seperti yang terjadi di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga
Uap). PLTU merupakan sektor yang paling banyak menggunakan batubara.
Proses pembakaran batubara dilaksanakan di tungku pembakar atau furnace.
Jenis tungku pembakaran yang banyak digunakan adalah stoker coal furnace
(chain grate boiler), pulverized coal furnace, dan fluidized-bed furnace.
Abu batubara merupakan limbah dari proses pembakaran bahan bakar
batubara yang dapat berupa abu terbang, abu dasar, dan lumpur flue gas
desulfurization. Abu terbang (fly ash) adalah produk dari pembakaran batubara
di boiler yang dipisahkan dari exhaust gases dengan cyclon, electrostatic
precipitators, bag houses, atau sistem scrubber. Abu dasar (bottom ash) adalah
aglomerasi partikel abu yang terbentuk di tungku batubara yang terlalu berat
untuk terbawa gas buang. Bottom ash biasanya menempel di dinding furnace
atau jatuh ke ash hopper di dasar furnace. Fly ash sebagian besar dihasilkan
dari boiler tungku jenis pulverized untuk PLTU sedangkan bottom ash lebih
banyak dihasilkan oleh boiler tungku chain grate yang banyak digunakan oleh
industri menengah seperti tekstil dan kertas. Jumlah abu batubara diperkirakan
sekitar 10% dari batubara yang digunakan.
2.1.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Abu Batubara
Secara fisik, fly ash dari PLTU merupakan partikel sangat halus,
material serbuk, komposisi terbesar silika, dan bentuknya hampir bulat,
berwarna putih kecoklatan dengan densitas curah 800 kg/m3. Ukuran fly ash
dari PLTU paling kecil adalah 11 25 m dan yang kasar bervariasi antara 40
150 m. Karakteristik bottom ash biasanya berwarna hitam abu-abu,
mempunyai struktur permukaan porous, dengan bentuk tak beraturan.
Karakteristik abu batubara dari boiler tungku chain grate di industri tekstil atau
kertas biasanya mempunyai ukuran yang agak besar antara 2 5 mm, warna
agak kehitaman karena masih banyak kandungan karbon tidak terbakar.
Senyawa dominan di abu batubara adalah SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
Kandungan Al2O3 di abu tersebut hampir setengah kandungan Al2O3 di bahan
baku bauksit (50 62 % Al2O3). Kandungan silika yang tinggi akan
menyulitkan pemungutan kembali alumina di abu batubara jika abu batubara
tersebut akan digunakan sebagai alternatif bahan baku industri aluminium
(Selma Turkay). Abu batubara mengandung 10 15 % fraksi yang mempunyai
sifat magnetik (dominan Fe2O3) dan memungkinkan dipisahkan dari fraksi
nonmagnetik dengan separator magnet (Dobbins, 1983). Pemisahan komponen
pengotor yang terkandung di abu batubara akan dapat memudahkan proses
pemanfaatan abu seperti pengambilan fraksi alumina atau komponen silika.
Perbedaan kandungan senyawa dalam fly ash dan bottom ash tidak jauh
berbeda, perbedaan yang mendasar adalah pada kadar CaO, bottom ash
memiliki kadar CaO lebih tinggi dibandingkan fly ash. Namun, komposisi
alumunium di fly ash dan bottom ash tetap sama. Kandungan abu batubara
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Abu Batubara (Fly Ash). (Bruce, Ramme 2004)

Komponen Jenis Batubara


(%) Bituminous Sub-bituminous Lignite
SiO2 20 60 40 60 15-45
Al2O3 5 35 20-30 20-25
Fe2O3 10 40 4-10 4-15
CaO 1-12 5-30 15-40
MgO 0-5 1-6 3-10
SO3 0-4 0-2 0-10
Na2O 0-4 0-2 0-6
K2O 0-3 0-4 0-4
LOI 0-15 0-3 0-5
Berdasarkan data di atas, maka memungkinkan untuk dilakukan proses
recovey Alumina dari abu batubara. Proses pemanfaatan abu batubara dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 2 1 Diagram blok pemanfaatan abu batubara (Solomon Scherban, 1995)

Beberapa senyawa penyusun abu batubara seperti; Na2O, K2O, dan CaO
merupakan senyawa yang larut di dalam air membentuk senyawa NaOH, KOH, dan
Ca(OH)2. Pencampuran 10 g fly ash dalam 200 ml air setelah pengadukan 10 menit
menghasilkan suspensi dengan nilai pH 11,47. Komponen Ca2+, K+, dan Na+
merupakan konstituen terlarut yang ditemukan dalam suspensi fly ash di air yang
memberikan pH ke arah kondisi basa (Landman, 2003).

2.1.2 Polyalumunium chloride (PAC)


PAC adalah garam dasar khusus aluminium klorida yang dirancang
untuk memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dan lebih baik
daripada aluminium biasa dan garam besi. PAC digunakan juga di Negara
Jepang, Inggris, Italia, dan Amerika Serikat. Secara umum PAC dapat
digunakan untuk mengolah air permukaan maupun air tanah untuk memperoleh
air bersih ataupun air minum. PAC mempunyai rumus Alm(OH)nCl(3m-n).
PAC mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi, suatu bentuk polimer
anorganik dengan bobot molekul yang besar. PAC sangat baik digunakan untuk
air yang mempunyai alkalinitas rendah yang membutuhkan penghilangan warna
dan waktu reaksi cepat. Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan
atau serbuk berwarna kekuningan. PAC mengandung Al2O3 sebanyak 10-12%
dan kandungan basa minimal 50%. Berikut adalah tabel spesifikasi PAC:
Tabel 2.2 Spesifikasi PAC Komersial

PAC
Nama Kode PAC 250A 250AD

Al2O3 (%) 10,3 o,3 Min 30,0

Fe (%) Maks 0,006 Maks 0,03

As (ppm) Maks 0,5 Maks 20

Mn (ppm) Maks 10 Maks 75

Cd (ppm) Maks 0,3 Maks 6

Pb (ppm) Maks 1,0 Maks 30

Hg (ppm) Maks 0,1 Maks 0,6

Cr (ppm) Maks 1,0 -

Basicity (%) 51,0 4,0 50,0 5,0

Specific Gravity
(250C) 1.204 0,004 0,85 0,05

pH (250C) 2,6 0,3 -

1 w/v soln. pH 4,1 0,5 -


Fiskositas (cp,
250C) 4,0 0,5 -

Freezing Point (0C) -12,0 1,0 -

Beberapa keunggulan PAC adalah selain sangat baik untuk


menghilangkan kekeruhan dan warna, juga efektif pada tingkat pH yang luas,
aktifitas tidak dipengaruhi oleh suhu, kekeruhan tidak akan bertambah meski
dengan dosis yang berlebihan, pemakaian bahan pembantu lebih kecil,
penghematan dalam penggunaan bahan netralisasi, bereaksi lebih cepat.
Penentuan dosis pemakaian koagulan dapat ditentukan dari nilai kekeruhan, pH,
dan waktu sedimentasinya. Kekeruhan merupakan faktor penentu pemilihan
dosis pemakaian. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 416/MENKES/Per/IX/1990 tentang syarat dan pengawasan kualitas air
bersih, nilai kekeruhan yang ditetapkan yaitu maksimal 25 NTU. Hal ini
dilakukan karena setelah proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi masih ada
proses lain yang dapat menurunkan kekeruhan yaitu proses penyaringan. Hal ini
akan menghemat pemakaian koagulan sehingga biaya yang dikeluarkan akan
lebih rendah. Reaksi pengendapannya dalam air adalah sebagai berikut:
[Al2(OH)5]Cl +H2O 2 Al(OH)3 + HCl
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode
eksperimen laboratorium dan metode studi literatur. Studi literatur adalah mencari
referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel, laporan penelitian, dan situs-situs di
internet. Output dari studi literatur ini adalah terkoleksinya referensi yang relevan
dengan perumusan masalah. Tujuannya adalah untuk memperkuat permasalahan serta
sebagai dasar teori dalam melakukan studi dan juga menjadi dasar untuk melakukan
eksperimen laboratorium. Adapun referensi yang dicari dalam studi literatur ini adalah
mengenai:
1. Kandungan abu batubara (fly ash dan bottom ash)
2. Proses recovery alumina dari batubara
3. Proses pembuatan Polyaluminium chloride (PAC)
4. Variabel yang memengaruhi proses pembuatan Polyaluminium chloride
(PAC)
Sedangkan eksperimen laboratorium adalah proses penelitian yang didasarkan
pada penelitian laboratorium.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di seluruh Laboratorium Kimia di Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Yogyakarta dimulai
dari tanggal 5 Desember 2016 sampai 23 Desember 2016.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
1. Gelas beker
2. Kompor listrik
3. Magnetic stirer
4. Batang pengaduk
5. Corong
6. Kertas saring
7. Pipet volume
8. Pipet ukur
9. Neraca analitik
10. Sendok sungu
11. Kaca arloji
12. Oven
13. Cawan porselen
14. Termometer

3.3.2 Bahan
1. Abu dasar (bottom ash) batubara dari Pebangkit Listrik Tenaga Uap
Tanjung Jati B Unit 1
2. HCl 37%
3. Aquadest

3.4 Langkah Kerja


3.4.1 Pencucian Abu Batubara
1. Abu batubara diambil sebanyak 500 gram dan diletakkan dalam nampan
2. Corong dan kertas saring disiapkan untuk proses pencucian batubara
3. Abu batubara yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam corong yang
berisi kertas saring
4. Proses pencucian abu batubara dilakukan dengan menggunakan air.
Proses pencucian ini diulangi sebanyak tiga kali
5. Abu batubara yang telah dicuci kemudian dikeringkan

3.4.2 Leaching Abu Batubara dengan HCl


1. Abu batubara yang telah dicuci, ditimbang sebanyak 100 gram dan
dimasukkan ke dalam gelas beker
2. HCl 37% dipipet sebanyak 100 mL dan dituangkan ke dalam gelas
beker yang berisi abu batubara sebelumnya
3. Abu batubara dan HCl 37% yang telah bercampur, di leaching dengan
menggunakan kompor listrik pada suhu 105oC selama satu jam dan
dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer
4. Hasil proses leaching disaring untuk diambil filtratnya
5. Langkah 1-4 diulangi dengan variasi penambahan HCl 37% sebanyak
200 mL
3.4.3 Kristalisasi
1. Filtrat hasil leaching diuapkan selama 30 menit dengan suhu 90oC untuk
pembentukan kristal AlCl3.6H2O
2. Filtrat hasil leaching yang telah diuapkan didiamkan selama satu malam
dan dalam kondisi tetutup hingga terbentuk kristal AlCl3.6H2O yang
lebih teramati.
3. Kristal AlCl3.6H2O yang diperoleh, disaring untuk dipisahkan bagian
cake dan filtratnya
4. Kristal AlCl3.6H2O yang diperoleh kemudian dicuci dengan HCl 37%
untuk menghilangkan pengotornya

3.4.4 Dekomposisi
1. Kristal AlCl3.6H2O dipindahkan ke dalam cawan porselen dan
dipanaskan dalam oven dengan suhu 180oC selama dua jam.
2. Setelah pemanasan tersebut, maka padatan Polyaluminium chloride
(PAC) telah terbentuk
3. Padatan PAC yang terbentuk dipindahkan ke dalam botol kaca

3.4.5 Pengujian
1. Sifat fisika dan kimia dari PAC yang terbentuk diuji secara kualitatif.
Parameter yang diuji adalah pH, warna, bentuk dan bau.
2. Larutan PAC diujikan dalam air keruh untuk diketahui pengurangan
kekeruhannya

3.5 Hipotesis
1. Polyaluminium chloride (PAC) dapat dibuat menggunakan abu batubara dengan
serangkaian proses pelarutan, leaching, kristalisasi dan dekomposisi
2. Polyaluminium chloride (PAC) produk dari eksperimen ini dapat menurunkan
kekeruhan air
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Pembuatan PAC
Waktu leaching = 60 menit
Suhu leaching = 105oC
Waktu kristalisasi = 30 menit
Suhu kristalisasi = 90oC
Waktu dekomposisi = 2 jam
Suhu dekomposisi = 180oC

Perbandingan Massa
Abu Batubara vs Volume
HCl 37%
1.1 1.2
Massa Abu batubara
(gram) 100,0284 105,2648
Volume HCl (mL) 100 200
Volume filtrat hasil
leaching (mL) 15 30
Massa cawan kosong
(gram) 51,6395 51,6395
Massa cawan+kristal
AlCl3 (gram) 53,8925 57,9973
Massa botol timbang
kosong (gram) - 6,1696
Massa botol
timbang+PAC (gram) - 9,1596
Massa kristal AlCl3
(gram) 2,253 6,3578
Massa PAC (gram) 0 2,99
4.1.2 Analisis Kualitatif

Bentuk PAC Padat


Warna padatan PAC Kuning
Warna PAC ketika
dilarutkan Coklat tua
Bau Tidak berbau
pH 3

Analisis kuantitatif kadar Alumunium yang terbentuk belum dapat


dilakukan karena keterbatasan alat dan bahan.

4.1.3 Analisis Kekeruhan


Polyalumunium klorida yang terbentuk dapat menurunkan kekeruhan air
limbah. Pengamatan hanya dilakukan secara kualitatif karena keterbatasan alat.

Kekeruhan Awal Setelah ditambah PAC


4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Perhitungan Pembentukan PAC secara Teoritis
Reaksi:
Al2O3 + HCl 2 AlCl3 + 3 H2O
AlCl3 + 6 H2O(l) AlCl3.6H2O
2(AlCl3.6H2O) Al2(OH)2Cl4+2HCl+ 10H2O

Kadar Al2O3 dalam abu batubara menurut literatur 30% (batubara antrasit)
Maka, massa Al2O3 dalam abu batubara yang digunakan (100 gram) adalah
Massa Al2 O3 Kadar Al2 O3 x massa abu batubara
Massa Al2 O3 30% x 105,2684 gram
Massa Al2 O3 31,5805 gram

massa Al2 O3
Mol Al2 O 3
Mr Al2 O3
31,5805 gram
Mol Al2 O 3
102 gram/mol
Mol Al2O3 = 0,31 mol

Molaritas HCl 37% yang digunakan


10 %
=
1,19 / 10 37
= 36,5 /

= 12,06

Mol HCl yang digunakan


=
= 12,06 0,2
= 24,12
Maka, pembentukan PAC secara teoritis dapat dihitung

Al2O3 + HCl 2 AlCl3 + 3 H2O


mula-mula (mol) 0,31 24,12
bereaksi (mol) 0,31 0,31 0,62 0,93
sisa (mol) 0 23,81 0,62 0,93

AlCl3 + 6 H2O AlCl3.6H2O


mula-mula (mol) 0,62 0,93
bereaksi (mol) 0,62 0,155 0,155
sisa (mol) 0,465 0,775 0,155

2 AlCl3.6H2O > Al2(OH)2Cl4 + 2 HCl + 10 H2O


mula-mula (mol) 0,155
bereaksi (mol) 0,155 0,0775 0,155 1.55
sisa (mol) 0 0,0775 0,155 1.55
Berdasarkan persamaan stoikiometri tersebut, Polyalumunium klorida
yang terbentuk adalah 0,31 mol
=
= 0,0775 230 /

= 17.825

4.2.2 Perhitungan Randemen dan Efisiensi Proses Pembuatan PAC


Berdasarkan data praktikum dan perhitungan teoritis, diketahui bahwa:
Massa PAC yang terbentuk (Abu batubara :HCl = 1:1) = 0 gram
Massa PAC yang terbentuk (Abu batubara :HCl = 1:2) = 2,99 gram
Massa PAC yang terbentuk secara teoritis = 71,3 gram
Massa abu batubara (Abu batubara :HCl = 1:1) = 100,0284 gram
Massa abu batubara (Abu batubara :HCl = 1:2) = 105,2684 gram
Maka, randemen dan efisiensi proses pada percobaan Abu batubara :HCl = 1:2
adalah

= 100%

2,99
= 100%
100,2684
= 2,982%



= 100%

2,99
= 100%
17.825
= 16.77 %

4.3 Neraca Massa


Proses leaching

Input
Kadar Al2O3 dalam abu batubara menurut literatur 30% (batubara antrasit)
Maka, massa Al2O3 dalam abu batubara yang digunakan (100 gram) adalah
Massa Al2 O3 Kadar Al2 O3 x massa abu batubara
Massa Al2 O3 30% x 105,2684 gram
Massa Al2 O3 31,5805 gram
Massa HCl =
=

= 1.19 200

= 238

Output
AlCl3
3 = 3 3
3 = 0.62 133.5 /
3 = 82.77

H2O
2 = 2 2
2 = 0.93 18 /
2 = 16.74

Massa input = massa output


Massa Al2O3 + massa HCl = massa AlCl3 + massa H2 O
31.5805 g + 238 g = 82 . 77 g + 16.74 g
269.5805 g 99.51 g
Akumulasi
Input output = 269.5805 g 99.51 g
= 170.0705 g

Proses Kristalisasi

Input
massa AlCl3 = 99.51 g
Massa H2O =
2 =

2 = 1 10

2 = 10

Output
AlCl3.6H2O
3 . 62 = 3 . 62 3 . 62
3 . 62 = 0.62 241.5 /
3 . 62 = 149.73

Massa input = massa output


massa AlCl3 + massa H2 O = massa AlCl3.6 H2 O
99.51 g + 10 g = 149.73 g
109.51 g 149.73 g
Akumulasi
Input output = 109.51g 149.73 g
= -40.22 g
Proses dekomposisi

Input
AlCl3.6H2O
3 . 62 = 149.73

Output
Al2(OH)2Cl4
2 ()2 4 = 2 ()2 4 2 ()2 4

2 ()2 4 = 0.31 230

2 ()2 4 = 71.3

HCl
=
= 0.62 36.5 /
= 22.63

H2O
2 = 2 2
2 = 3.1 18 /
2 = 55.8

Massa input = massa output


massa AlCl3.6 H2 O = massa Al2(OH)2Cl4 + massa HCl + massa H2 O
149.73 g = 71.3 g + 22.63 g + 55.8 g
149.73 g = 149.73
Akumulasi
Input output = 149.73 g 149.73 g
=0g

4.4 Scale Up Ekonomi


Terdapat 3 tahap reaksi, yaitu
Al2O3 + HCl 2 AlCl3 + 3 H2O
AlCl3 + 6 H2O(l) AlCl3.6H2O
2(AlCl3.6H2O) Al2(OH)2Cl4+2HCl+ 10H2O
Maka, PAC yang dihasilkan setara dengan setengah kalinya mol Al2O3, atau
Al2O3 setara dengan dua kali mol PAC. Dengan asumsi kadar PAC yang dijual
dipasaran rata-rata sebesar 30%, jika kita asumsika scale up produksi hingga 1 ton PAC
30% perhari, maka kebutuhan Al2O3 adalah
1 30% 2
2 3 =


106 30% 2
2 3 =
230

2 3 = 2608.7

2 3 = 2608.7 102

2 3 = 266087.4
Jika diasumsikan Al2O3 dalam abu batubara diasumsikan sebesar 30%, maka
kebutuhan abu batubara perharinya adalah
100
2 3 = 266087.4
30

2 3 = 886958
Dari reaksi diatas, didapat kan bahwa mol HCl setara dengan mol Al2O3.
Sehingga kebutuhan mol HCl adalah,

= 2608.7 36.5

= 95217.55
Secara praktik, HCl yang diperlukan harus memiliki perbandingan yang sesuai
dengan dasar scale up, yaitu kondisi real didalam laboratorium, sehingga
0.31
2 3 : =
24.12
2 3
2 3 : = 0.01285
Sehingga, HCl yang dibutuhkan secara praktek,
2 3
2608.7
=
2 3
0.01285
= 203011.7

= 203011.7 36.5

= 7409927.05

Dengan harga HCl dari Allibaba.com USD 175/ Ton atau Rp. 2.275.000/ Ton
(asumsi USD 1 = Rp. 13.000), dan H2O diasumsikan gratis, maka
. 2.275.000
= 7409927.05 106

. 16.857.584
=
Jadi, untuk memproduksi PAC dari abu batubara, dibutuhkan modal untuk
pelarut HCl sebesar Rp. 16.857.584 perharinya untuk memproduksi satu ton PAC 30%
dalam satu hari. Harga tersebut belum ditambah perhitungan gaji pegawai dan laba
perusahaan, sehingga harga jual PAC sudah dipastikan diatas 16 juta rupiah per ton
nya. Sebagai perbandingan harga PAC di Allibaba.com bervariasi sebesar USD 240/ton
hingga USD 400/ton, atau Rp. 3.120.000/hari hingga Rp. 5.200.000/hari.

4.4 Pembahasan
Dalam praktikum ini telah dilakukan proses pembuatan Polyalumunium
klorida dengan memanfaatkan abu batubara dari Pembangkit Listrik Tenaga
Uap Tanjung Jati B Jepara Unit 1. Dalam abu batubara, terdapat kandungan
Alumina (Al2O3) yang merupakan salah satu kandungan material yang paling
banyak setelah SiO2. Proses pembuatan Polyalumunium klorida dari abu
batubara melewati beberapa tahapan proses, antara lain pemisahan oksida yang
terkandung dalam abu batubara, proses leaching, kristalisasi dan dekomposisi.
Pada proses pemisahan oksida dari abu batubara, dilakukan pencucian
pada abu batubara dengan menggunakan air. Dalam proses pelarutan ini,
material Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O dan material oksida lain akan larut
kedalam air karena kelarutannya lebih tinggi dibandingkan kelarutan Al2O3.
Namun, khusus Fe2O3 tidak sepenuhnya larut dalam air karena sifat besi yang
merupakan logam ferrous sehingga pemisahannya harus dengan medan magnet
(magnetic separation). Dari proses pelarutan ini diambil bagian padatannya atau
cake karena Al2O3 tidak ikut larut dalam air. Selanjutnya padatan abu batubara
yang telah dicuci, dikeringkan untuk menuju tahap leaching.
Pada proses leaching, dilakukan ekstraksi padat cair dengan
menggunakan HCl 37% sambil dipanaskan pada suhu 105oC selama satu jam
dan diaduk menggunakan magnetic stirer. Konsentrasi HCl 37% digunakan
untuk memeroleh recovery Alumunium dari abu batubara semaksimal mungkin,
karena dengan konsentrasi yang tinggi maka alumunium semakin mudah
terpisahkan. Pemanasan berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi
sedangkan pengadukan disini berfungsi untuk memperluas bidang kontak antara
abu batubara (terutama unsur Alumunium) dengan HCl 37%. Hasil dari proses
leaching berupa cake dan filtrat. Reaksi dalam proses leaching adalah
Al2O3 + HCl 2 AlCl3 + 3 H2O
AlCl3 produk dari proses leaching ini berupa fase cair atau filtratnya.
Sedangkan cake yang berupa fase padat terdapat material yang tidak terpisah
seperti SiO2. Namun, material FeCl3 kemungkinan ikut lolos dalam filtrat yang
nantinya akan memengaruhi kristal AlCl3 yang terbentuk. Dalam proses
leaching ini, ukuran partikel yang digunakan tidak seragam, kemungkinan hal
ini memengaruhi randemen dan efisiensi proses karena jika proses leaching
dilakukan dalam butiran atau ukuran partikel abu batubara yang seragam dan
berukuran relatif sedang menuju kecil, maka difusi pelarut terhadap material
yang diekstraksi luas permukannya semakin besar sehingga kadar aluminium
yang terekstraksi dan menjadi AlCl3 menjadi lebih banyak.
Filtrat hasil proses leaching kemudian dikristalisasi dengan penambahan
sedikit air dan pemanasan pada suhu 90oC selama 30 menit. Pada proses
kristalisasi ini kristal AlCl3 mula-mula akan mengendap terlebih dahulu. Kristal
AlCl3 ini mengendap dan berair dikarenakan mengikat senyawa H2O yang
menyebabkan pembentukan AlCl3.6H2O. Kristal AlCl3.6H2O ini berwarna
cokelat. Reaksinya adalah sebagai berikut:
AlCl3 + 6 H2O(l) AlCl3.6H2O
Kristal AlCl3.6H2O kemungkinan masih terdapat senyawa FeCl3, untuk
mengurangi atau menghilangkan senyawa FeCl3 ini, dilakukan pencucian
dengan HCl. Setelah dilakukan pencucian, warna kristal AlCl3.6H2O menjadi
kuning tua. Hal ini sesuai dengan teori dimana padatan atau kristal AlCl3.6H2O
berwarna kuning tua.
Kristal AlCl3.6H2O yang didapat ini kemudian didekomposisi
menggunakan oven dengan suhu 180oC selama dua jam. Dekomposisi bertujuan
untuk mengubah suatu senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks. Dalam
hal ini proses dekomposisi ini mengubah kristal AlCl3.6H2O menjadi
Al2(OH)2Cl4 atau Polyalumunium klorida. Reaksi dalam proses dekomposisi
adalah sebagai berikut:
2(AlCl3.6H2O) Al2(OH)2Cl4+2HCl+ 10H2O
Selanjutnya, padatan Polyalumunium klorida dianalisis secara kualitatif
yang meliputi pengujian pada sifat fisik dan kimia. Parameter yang dianalisis
adalah bentuk, bau, warna dan pH. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan,
sifat fisik dan sifat kimia PAC yang dihasilkan mendekati PAC komersial.
Pengujian densitas PAC seharusnya dapat dilakukan, hal yang menjadi kendala
adalah produk yang dihasilkan sangat sedikit sehingga tidak memungkinkan
untuk dilakukan uji densitas maupun viskositas.
Pengujian terhadap kekeruhan air dengan PAC produk yang dihasilkan
mampu menurunkan kekeruhan air dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini
dikarenakan PAC memiliki daya ikat terhadap suspensi atau koloid yang sangat
baik sehingga mampu menurunkan kekeruhan air.
Analisa Kadar Hasil PAC

Diatas merupakan hasil analisis FTIR dari sampel hasil PAC yang dihasilkan.
Terdapat puncak-puncak yang dimana terdapat absorbance yang tinggi, atau transmitan
yang rendah. Transmitan yang rendah disebabkan karena mayoritas gelombang
inframerah pada panjang gelombang tertentun diserap oleh bahan. Transmitan dan
absorban berbanding lurus dengan konsentrasi, dimana jika konsentrasinya tinggi, sinar
yang di serap (absorbance) akan tinggi juga, atau sinar yang lolos (transmittance) akan
rendah. Begitu pula sebaliknya.
Jika dalam AAS yang dideteksi adalah absorbansi atom X terhadap emisi sinar
diskrit dari lampu yang khusus untuk atom X tersebut yang memiliki karakter emisi
sinar yang sama dengan karakter absorbansi sinar atom X, dan UV-VIS yang dideteksi
juga serapan atom X beserta pengkompleksnya (jika ada) berdasarkan emisi sinar
diskrit di rentang sinar UV hingga Visible, dalam FTIR yang dideteksi adalah ikatan
nya, bukan atom nya. Perbedaan lain nya adalah, jika UV-Vis dan AAS memancarkan
sinar monokromatis yang tergantung dari atom yang ingin dideteksi, sedangkan FTIR
memancarkan sinar polychromatic dan dideteksi pada panjang gelombang mana yang
terjadi absorbansi terbesar. FTIR memancarkan sinar inframerah dari gelombang 400
cm-1 hingga 4000 cm-1 (dapat dilihat pada kertas hasil analisis tertulis region 4000.00-
400.00).
Pada kertas hasil analisis terdapat beberapa puncak. Puncak yang mendapat
perhatian khusus, yang mana menandakan bahwa benar sampel tersebut mengandung
PAC adalah pada panjang gelombang 3406.23 cm-1. Pada beberapa literature, panjang
gelombang serapan ikatan Al-OH bervariasi, tergantung dari komposisi unsur. Diluar
itu, gelombang serapan juga bisa bervariasi tergantung dari suhu., bentuk ikatan antara
Al-OH dengan atom lainnya juga. Namun yang pasti adalah ikatan Al-OH memiliki
panjang gelombang serap 3500-3600 cm-1, sedangkan air memiliki panjang gelombang
serap sekitar 1600 cm-1.
Salah satu komponen utama PAC yaitu ikatan dengan atom Chlor. Namun
ikatan dengan atom klor tidak dapat dideteksi dengan FTIR. Ada beberapa ikatan yang
tidak memberikan respon yang dapat dideteksi oleh sensor FTIR. Kebanyakan
merupakan ikatan-ikatan seperti HCl, klorin, dan lain-lain.
Karena keterbatasan waktu penyusunan laporan, maka uji PAC hanya sekedar
kualitatif saja, bukan kuantitatif. Berikut ini perbandingan spectrum PAC dari jurnal
lain yang didapat.
Zhou, Feng-shan et al.2014

Putra, Hezekiel Karunia et al. 2017


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Polyaluminium chloride (PAC) dapat dibuat menggunakan abu batubara dengan
prinsip recovery alumina
2. Polyaluminium chloride (PAC) yang dihasilkan dalam praktikum ini
Bentuk PAC Padat
Warna padatan PAC Kuning
Warna PAC ketika
dilarutkan Coklat tua
Bau Tidak berbau
pH 3

3. Dari pengamatan kualitatif, Polyaluminium chloride (PAC) produk dengan


konsentrasi 0,015 ppm dari eksperimen ini dapat menurunkan kekeruhan air

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan analisis senyawa pada filtrat hasil leaching
2. Perlu dilakukan analisis senyawa pada kristal yang terbentuk
3. Sebaiknya, dilakukan analisis pengurangan kekeruhan secara kuantitatif untuk
mengetahui dosis optimum PAC produk untuk menjernihkan air
4. Percobaan kinetika reaksi leaching dapat dilakukan untuk menentukan kondisi
proses yang sesuai dan dapat dimanfaatkan untuk perancangan reaktor leaching
untuk pembuatan PAC dari abu batubara
DAFTAR PUSTAKA
1. Chou Feng-shan et al.2014.Preparation and Characteristics of Polyaluminium
Chloride by Utilizing Fluorine-Containing Waste Acidic Mother Liquid from
Clay-Brine Synthetic Cryolite Process. Published on 17 August 2014
2. Kim, Young J.2009.Atmospheric and Biological Environmental Monitoring.
London : Springer
3. Maltsev, A. A. et al.1972.Infrared Absorption Spectra Of Aluminum, Gallium
And Indium Suboxide Vapors Some Regularities In Frequencies Of Oscillations
Of Suboxides Of Elements Of The Iii Group And Evaluation Of Molecular
Constants Of B20. Published on 27 October 1972
4. Pratt, William E. et al.2010.Polyaluminum Chloride And Aluminum
Chlorohydrate, Processes And Compositions: High-Basicity And Ultra High-
Basicity Products. U.S. Patent no. US 7,846,318 B2
5. Saikia, Bhaskar J et al.2010.Fourier Transform Infrared Spectroscopic
Characterization of Kaolinite from Assam and Meghalaya, Northeastern India.
Published at October 2010

Anda mungkin juga menyukai