Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2016


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TUBERKULOSIS PARU DENGAN PNEUMOTORAKS

Disusun oleh :
Annastasia Eklesia Ohoiulun
Merlyn Chrislia Rumthe
Emelia Rasako

Pembimbing :
dr. Inggrid Grace Mustakim

Supervisor:
dr. Dario A. Nelwan, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS : TUBERKULOSIS PARU DENGAN PNEUMOTORAKS


Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama :
1. ANNASTASIA EKLESIA OHOIULUN 2015-84-022
2. MERLYN CHRISLIA RUMTHE 2015-84-025
3. EMELIA RASAKO 2015-84-004

Fakultas : Kedokteran.
Universitas : Universitas Pattimura.
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2016


Menyetujui

dr. Dario A. Nelwan,Sp.Rad dr. Inggrid Grace M.


Konsulen Pembimbing Residen

Mengetahui,

Ketua Bagian Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas,Sp.Rad(K)

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN .. i
DAFTAR ISI ....................................... ii
BAB I LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien ............................................................................ 1
B. Anamnesa
1
C. Pemeriksaan Fisik
D. Pemeriksaan Laboratorium ...... 2
E. Pemeriksaan Radiologi.....
4
F. Diagnosa .....
G. Penatalaksanaan... 5
6
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ........................................................................................ 7
B. Epidemiologi ...
7
C. Etiologi.....
D. Cara Penularan 7
E. Patogenesis ......
8
F. Klasifikasi.
G. Gejala Klinis..... 9
H. Diagnosis........................
12
I. Diagnosis Banding...
J. Penatalaksanaan 14
K. Komplikasi
15
BAB III. DISKUSI
21
A. Resume Klinis....
22
B. Radiologi....
C. Kesimpulan 24

26
26
30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iii

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AS
Tanggal lahir : 08 Agustus 1985
Umur : 31 tahun
No. Rekam medik : 00769351
Alamat : Jl. Sinasasra, Makassar
Ruang Perawatan : IC Lantai 2
Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak
Anamnesis terpimpin : Pasien datang dengan keluhan sesak, sesak dialami
sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan setiap saat,
terutama saat berbaring. Keluhan ini disertai batuk yang sudah dialami sekitar
dua bulan sebelumnya. Batuk disertai dengan lendir warna putih tidak
bercampur dengan darah. Selain itu berat badan pasien turun kurang lebih 7
kg dalam waktu 1 bulan tanpa aktivitas yang berat. Pasien juga mengalami
demam, sejak dua bulan yang lalu, demam naik tutun dan paling sering di
malam hari, disertai keringat malam. Tidak ada mual, tidak ada muntah.
Pasien mengaku nafsu makan menurun. BAK dan BAB lancar.
Riwayat penyakit dahulu: Batuk-batuk lama sebelumnya disangkal, diabetes
mellitus (-), hipertensi (-), penyakit paru (-), trauma (-)
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
yang sama.
Riwayat pengobatan: pasien sudah pernah berobat sebelumnya ke puskesmas
namun pasien lupa nama obat.
Riwayat kebiasaan : merokok (), alkohol (-)
Riwayat sosial : pasien tidak memiliki pekerjaan tetap, tidak ada orang di
lingkungan sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama.

C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kurang
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit reguler
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 37,6C
Status general
1. Kepala
a. Bentuk : normocephal
b. Rambut: warna hitam dan tidak mudah dicabut,
c. Wajah : simetris, eritema (-), luka (-).
d. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),
edema palpebra (-/-), pupil isokor (2,5mm/2,5mm), refleks
cahaya (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
e. Telinga: sekret (-), darah (-), pendengaran baik
f. Hidung: deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping
hidung (-), sekret (-)
g. Mulut : bercak putih (-), sianosis (-), gusi berdarah (-)
2. Leher : leher simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
3. Dada
a. Paru-Paru
- Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada tidak
simetris, paru kanan tertinggal, pelebaran sela iga (/-), jejas (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kira
dan kanan menurun
- Perkusi : Hipersonor di seluruh lapangan paru kanan, kiri
sonor
- Auskultasi : bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki / pada kedua
apeks paru, whhezing -/-
b. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
- Palpasi : thrill tidak teraba.
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, gallop (-),
murmur (-)
2. Abdomen
- Inspeksi : cembung, distensi abdomen (-)
- Auskultasi : BU (+) kesan normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba.
- Perkusi : timpani (+) diseluruh kuadran abdomen
3. Ekstremitas

2
Akral hangat pada ke-empat ekstremitas, udema pada ekstremitas
bawah (-/-), pigmentasi normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan DarahRutin (05 September 2016)

Hasil NilaiRujukan Satuan

RBC 3,04 3.80-5.80 106/ uL

HGB 11,2 12.0-16.0 g/dL

HCT 24.4 37.0-47.0 %

MCH 26.4 27.0-32.0 pg

PLT 404 150-400 103/uL

RDW 21.3 11.0-16.0 %

WBC 8.1 4-10 103/mm3

Kesan : - Anemia

3
PEMERIKSAAN SPUTUM BTA

Pemeriksaan Mikrobiologi (05 September 2016)

Hasil NilaiRujukan Satuan


Pewarnaan BTA 1 Positif 1 Negatif
Pewarnaan BTA 2 Positif 1 Negatif
Pewarnaan BTA 3 Positif 1 Negatif

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tanggal 05/09/2016

4
Gambar 1.1 Hasil foto thorax AP.

Hasil Pemeriksaan (05/09/2016):

Foto Thorax AP

- Bercak berawan diserati garis fibrosis pada seluruh lapangan paru


- Hiperlusen avasculer pada sisi lateral hemithorax dextra dengan

gambaran pleural white line


- Cor dan aorta sulit dievaluasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak

Kesan:

- TB paru lama aktif lesi luas


- Pneumothorax dextra

F. DIAGNOSIS
TB paru dengan pneumothorax

G. PENATALAKSANAAN
- O2 4 lpm via nasal kanul
- IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam/ IV
- Metylprednisolon 62,5 mg/24 jam/ IV
- Meropenem 1 g/8 jam/ IV
- Omeprazole 40 mg/ 24 jam/ IV
- OAT 4 FDC 2 tab/ 24 jam/ oral

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan
paru disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M.
tuberculosis).1

B. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting
khususnya di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World
Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai
Global Health Emergency. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB
pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk),
dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Asia termasuk
kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat
penyakit ini.2,3,4
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah Cina dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah
266.000 kasus tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai
penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah penyakit jantung dan
penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

C. ETIOLOGI
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium
yang paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini
berbentuk batang, bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida
polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada air mendidih (5 menit
pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar
ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada
suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA).1,4,5

D. CARA PENULARAN
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15
orang. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salura
napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.1,5,6
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan
terutama oleh faktor-faktor eksogen :3
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa
lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang
yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia,
malnutrisi, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi
imunosupresif dan hemophilia)

7
Gambar 2.1 Faktor risiko kejadian tuberculosis paru 2

E. PATOGENESIS
a. Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke
alveolus dan menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks
primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 3-8 minggu.1-4
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada

8
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan
akan menjadi penderita Tuberkulosis.3,4,6
Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering
terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
b. Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang
dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans
yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.1-4

9
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu
jalan sebagai berikut:2-4
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan
mungkin aktif kembali, mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kavitas menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.

10
Gambar 2.2. Patogenesis tuberkulosis

F. KLASIFIKASI
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru

11
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA
(+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan
1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau
kembali positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
d. Klasifikasi menurut American Thoracic Society:
1. Lesi minimal
Lesi masih berbatas sampai costa II depan atas. Lesi-lesi yang terdapat
masih berupa densitas yang ringan atau sedang, mengenai sebagain
kecil dari dari jaringan paru di satu paru atau kedua paru, tetapi total
jumlah kelainan/luas lesi tidak boleh melebihi volume dari satu paru
yang terletak di asat costa II depan atau melebihi corpus vertebra
thoracal V.
2. Lesi luas
Bila lesinya sudah lebih hebat dari lesi-lesi pada lesi sedang, atau total
diameter dari cavitasnya sudah lebih besar dari 4 cm.
Namun saat ini klasifikasinya telah disederhanakan menjadi lesi
minimal dan lesi luas.

12
G. GEJALA KLINIS
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala lokal (repiratorik) dan gejala sistemik.
a. Gejala Respiratorik2,3,8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkus. Batuk 2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi
bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus batuk
akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
didapatkan.

13
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya
subfebril, mirip demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari
daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut
dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan).
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk
penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila
proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil,
keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa
tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala dan mudah lelah.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan
respiratorik dan keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
subfebris, badan kurus atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi
meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini
berupa konsolidasi serta didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses
menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang

14
dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah
diketahui, berupa:
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa
disertai dengan penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura,
maka hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran
pernafasan yang masih terbuka akan meningkatkan penghantaran
getaran suara sehingga fremitus suara meningkat. Suara nafas menjadi
bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik
yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara
tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung
dari tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan
menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat
terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan
paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak
karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah
didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru
dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu).
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan

15
menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis and
Lung Disease (IUATLD), sebagai berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+),
minimal dibaca 50 lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+),
minimal dibaca 20 lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya
2 dari 3 spesimen SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan
rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk
menyokong diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak
menunjukkan gambaran yang khas. Tapi gambaran darah kadang-
kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.
- Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak dapat mengesampingkan
proses tuberkulosis aktif.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada
proses yang aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan
anemi derajat sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan
defisiensi besi.

16
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform).

Gambar 2.1. Tuberkulosis paru10

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :

- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

17
Gambar 2.2. Gambaran radiologi TB paru aktiv lesi luas

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB tenang :


- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

Gambar 2.3. Tampak fibrosis dan kalsifikasi pada lesi TB tenang

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

18
Pada kasus TB paru primer, fokus awal infeksi dapat ditemukan dimana
saja pada paru-paru dan memiliki penampilan non-spesifik mulai bahkan ada yang
terlalu kecil untuk dapat dideteksi, baik daerah dengan bercak, konsolidasi atau
bahkan konsolidasi lobar. Bukti radiografi infeksi parenkim terlihat pada 70% dari
anak-anak dan 90% orang dewasa. Kavitasi jarang ditemukan pada TB primer,
dan hanya terlihat pada 10-30% kasus. Dalam kebanyakan kasus, infeksi menjadi
lokal dan berbentuk granuloma kaseosa (tuberculoma) yang biasanya akhirnya
kalsifikasi dan kemudian dikenal sebagai Ghon lesion.
Temuan lebih mencolok, terutama pada anak-anak, adalah bahwa pada
hilus ipsilateral dan area paratrakeal terdapat limfadenopati, yang biasanya di
temukan sebelah kanan. Pola ini terlihat pada lebih dari 90% dari kasus TB primer
pada kanak-kanak, tetapi hanya 10-30% pada orang dewasa. Kadang nodus ini
mungkin cukup besar untuk mengkompres saluran udara yang berdekatan dan m
engakibatkan atelektasis distal.
Efusi pleura lebih sering didapatkan pada orang dewasa, yakni pada 30-
40% kasus, sedangkan dalam kasus pediatric, efusi hanya ditemukan pada 5-10%
kasus. Sebagai dampa dari respon imun host maka keduanya baik kelainan pada
paru maupun pada nodus limfatikus akan beresolusi. Kalsifikasi nodus terlihat
dalam 35% kasus. Ketika suatu nodus kalsifikasi dengan adanya lesi Ghon,
kombinasi ini dikenal sebagai kompleks Ranke.

Gambar 2.4. Gambaran radiologi


Tuberkulosis Primer

19
I. DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan gambaran radiologi yang ditemukan pada pasien tb maka diagnosis
banding yang dapat dipikirkan ialah pneumonia dan kanker paru. Pada pneumonia,
gambaran radiologi yang sering ditemukan berupa gambaran radioopaque baik difus
maupun fokal dengan konsolidasi dan kavitas.

Gambar 2.4. Gambaran radiologis pneumonia

Sedangkan pada pasien dengan kanker paru akan ditemukan juga gambaran
readioopaque yangh berupa massa dengan atau tanpa kolaps paru. Gambaran yang
ditemukan bisa berupa nodul hilus pada tumor sentral, ataupun nodul pulmoner pada
tumor perfer, atelektasis total atau parsial, konsolidasi, kavitas dan diafraghma letak
tinggi akibat lumpuhnya nervus phrenikus.

20
Gambar 2.5. menunjukkan nodul hilar pada pasien kanker paru dengan tumor
sentral
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan: 1-4,6
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap
intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada
akhir pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang
tidak dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi
(Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan
pengawasan menelan obat.6
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan
paduan OAT:2
1.Kategori I (2HRZE/4H3R3)

21
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif
rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2.Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan
penderita dengan pengobatan lalai (drop out).
3.Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan,
pasien ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
4.Obat sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intendif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori I atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif.
Dosis OAT yaitu:3

Tabel 2.1. Dosis Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tabel 2.1. Dosis Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

22
K. KOMPLIKASI PNEUMOTHORAKS PADA TB
Komplikasi pneumothoraks pada TB dikenal sebagai pneumothoraks
sekunder spontan yang mana dapat terjadi sebagai komplikasi akibat
rusaknya parenkim paru yang mengakibatkan dapat masuknya udara dari
saluran napas ke dalam kavum pleura dan mengakibatkan peningkatan
tekanan dalam kavum pleura.
Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan pneumothoraks
sekunder spontan ialah terjadinya hiperkapnia dan hipoksemia akibat
berkurangnya kemampuan bernapas secara tiba-tiba yang disertai nyeri
dada pada pasien dengan penyakit penyerta yang mendahului kejadian ini.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan penurunan pergerakan
dinding dada pada inspeksi, pada npalpasi akan ditemukan menurunnya
fremitus taktil dan perkusi akan ditemukan hipersonor. Pada auskultasi
akan ditemukan penurunan bunyi napas.
Konfirmasi diagnosis pasti pada pasien dengan pneumothoraks dapat
dilakukan dengan foto thoraks yang dapat digunakan untuk menilai luas
pneumothoraks dengan akurasi yang baik.

Gambar 2.5. Gambaran radiologi pasien TB paru dengan pneumothoraks


pada hemithoraks kiri

Pada pemeriksaan ini akan terlihat adanya pleural line dengan atau
tanpa air-fluid level, akan tetapi tanda ini kadang sulit sinilai apalagi pada

23
pasien dengan pneumothoraks minimal, emfisema atau kualitas film yang
tidak baik.
Computed tomography (CT) scan thoraks dapat juga digunakan
untuk mendeteksi pneumothoraks minimal (kurang dari 15% area
hemithoraks). CT Scan juga dapat memberikat gambaran yang lebih detail
sebagai informasi untuk menentukan managemen yang akan dilakukan
pada pasien. Temuan yang dapat dicatat pada pemeriksaan ini termasuk
jumlah, ukuran dan lokasi bula atau blebs (pada ipsi atau kontra lateral),
juga kemungkinan terjadinya adhesi pleura, akumulkasi cairan pleura, dan
juga mengevaluasi penyakit yang menjadi penyebab terjadinya
pneumothoraks.

24
BAB III

DISKUSI

A. RESUME KLINIS
Pasien laki-laki datang dengan keluhan sesak, sesak dialami sejak satu
bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan setiap saat, terutama saat
berbaring. Keluhan ini disertai batuk yang sudah dialami sekitar dua bulan
sebelumnya. Batuk disertai dengan lendir warna putih tidak bercampur
dengan darah. Selain itu berat badan pasien turun kurang lebih 7 kg dalam
waktu 1 bulan tanpa aktivitas yang berat. Pasien juga mengalami demam,
sejak dua bulan yang lalu, demam naik tutun dan paling sering di malam hari,
disertai keringat malam. Tidak ada mual, tidak ada muntah. Pasien mengaku
nafsu makan menurun. BAK dan BAB lancar.
Dari hasil pemeriksaan tanda vital ditemukan takipneu, suhu badan
meningkat. Pemeriksaan thorax ditemukan paru kanan tertinggal, pelebaran
sela iga (/-), fremitus raba kiri dan kanan menurun, perkusi hipersonor di
seluruh lapangan paru kanan dan auskultasi ditemukan bunyi nafas dasar
vesikuler, rhonki / pada kedua apeks paru.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya anemia, mikrobiologi
BTA positif.
Dari hasil radiologi menunjukan adanya gambaran bercak berawan
diserati garis fibrosis pada seluruh lapangan paru, hiperlusen avasculer pada
sisi lateral hemithorax dextra dengan gambaran pleural white line. Kesan
tuberkulosis paru lama aktif lesi luas dengan pneumotoraks dextra.

B. RADIOLOGI
a. Foto thoraks AP normal
Foto thoraks adalah metode pemeriksaan sistem respirasi bagian
bawah dimana dilakukan pemotretan dengan menggunakan sinar-x dan
film roentgen. Foto thoraks adalah pemeriksaan radiologi yang paling
banyak dilakukan untuk sistem respirasi bagian bawah.10
Gambar 2. Posisi foto thoraks AP. 10

Adapun syarat-syarat foto thoraks yang baik adalah: 10


1. Posisi penderita harus dalam keadaan inspirasi yang cukup. Untuk
mengetahuinya kita dapat melihat letak dari diafragma kanan
minimal setinggi costa IX-X posterior atau costa VI anterior.
2. Foto harus simetris, ini dapat dilihat dengan membandingkan letak
dari kedua ujung medial clavicula terhadap processus spinosus
vertebra.
3. Kondisi foto harus baik. Kondisi sebuah foto thoraks dikatakan baik,
jika corpus vertebra thoracal hanya terlihat jelas sampai T4-T5,
sebelum carina/trakea dipercabangkan menjadi bronkus pricipalis.
Vertebra thoracal VI (T6) kebawah hanya boleh terlihat samar-samar.
4. Lapangan foto harus mencakup seluruh lapangan pulmo, termasuk
kedua apex dan kedua sinus costofrenikus.
5. Scapula, logam-logam yang berada didalam kantong baju, dan
sebagainya, tidak boleh superposisi sehingga menganggu pembacaan
foto.

26
Gambar 11.Foto thoraks AP normal. 10

Adapun gambaran foto thoraks yang normal adalah sebagai berikut: 10


1. Parenkim pulmo memberikan gambaran radiolusen, densitas kedua
parenkim pulmo haruslah relatif sama. Corakan brochovascular
hanya sampai 2/3 medial dari lapangan pulmo, dengan distribusi
pembuluh darah yang tapering.
2. Sinus costofrenikus sinistra dan dextra tampak lancip.
3. Diafragma kanan lebih tinggi atau sama dengan diafragma sinistra,
dengan perbedaan kurang dari 3 cm.
4. Hilus sinistra lebih tinggi dari hilus kanan dengan perbedaan kurang
dari 2,5 cm.
5. Pleura tidak tampak.
6. Jantung bentuknya seperti buah pear, dengan Cardiac thoracic Index
(CTI) kurang atau sama dengan 50%.
b. Foto thoraks pada kasus tuberculosis
Secara umum, dari pemeriksaan foto tuberculosis dapat dibagi
menjadi dua yaitu : 11
1.
Primary tuberculosis dimana bisa akitif atau inaktif. Pada foto yang
menunjukkan hasil inaktif dapat dilihat adanya jaringan parut dan
kalsifikasi. Gambaran konsolidasi, nodularitas fokus kecil,
limfadenopati dan efusi menunjukkan infeksi aktif1. TB primer
secara klasik menjadi penyakit masa kanak-kanak, namunn kejadian
penyakit primer kini memiliki insidens yang tinggi karena epidemi
HIV. Kebanyakan pasien dengan TB primer tidak menunjukkan

27
gejala dan tidak gambaran radiografi infeksi. Pada beberapa pasien
kompleks Ranke, yang terdiri dari fokus kalsifikasi parenkim (lesi
Ghon) dan kalsifikasi nodal bisa terlihat. Jika pasien mempunyai
gejala, sebuah pneumonitis fokus spesifik terjadi dan akan kelihatan
opasifikasi lobar atau segmental kecil dan tidak berbatas tegas.
Gambaran hilus unilateral atau pembesaran mediastinal lymph node
adalah umum, terutama pada anak-anak, dan ini merupakan salah
satu manifestasi radiografi infeksi. Hilus bilateral atau mediastinum
pembesaran kelenjar getah bening dapat dilihat, tapi ini jarang
terjadi.11
2.
Post primary tuberculosis juga bisa jadi aktif dan inaktif. Pasien TB
Postprimary sering hadir dengan batuk dan gejala konstitusional,
termasuk menggigil, berkeringat di malam hari, dan penurunan berat
badan. Reaktivasi cenderung terjadi di segmen apikal dan posterior
lobus atas dan segmen superior lobus bawah . nodul dan bercak yang
tidak berbatas tegas sering di lihat gambaran kavitasi adalah
gambaranr radiografi penting dari infeksi postprimary dan biasanya
menunjukkan penyakit aktif dan menular. Fokus kavitas dapat
menyebabkan penyebaran transbronkial organisme dan
menghasilkan bronkopneumonia multifokal. Erosi fokus kavitas
kedalam cabang arteri pulmonalis dapat menghasilkan aneurisma
(Rasmussen aneurisma) dan menyebabkan hemoptisis. Dengan
pengobatan antimikroba yang tepat, penyakit ini biasanya
dikendalikan oleh respon granulomatosa. Penyembuhan parenkim
dikaitkan dengan fibrosis, bronkiektasis, dan kehilangan volume
( cicatrizing atelektasis ) di lobus atas. 11
Dari hasil foto toraks pada pasien, dikatakan pasien TB paru lama
aktif atas dasar terdapat bercak berawan pada kedua lapang pandang paru.
Gamabaran bercak berawan yang dilihat adalah hasil dari peradangan
granulomatosa parenkim yang terjadi pada pasien yang terinfeksi dengan

28
tuberkulosis. Pasien ini dinyatakan sebagai tuberculosis paru lama karna
terdapat jaringan fibrosis atau kalsifikasi yang dapat dilihat di foto. 11
Jaringan fibrosis dapat dilihat apabila granulomatosa parenkim awal
TB membesar dan menyebabkan daerah konsolidasi wilayah udara menjalani
penyembuhan dengan transformasi jaringan granulomatosa ke jaringan
fibrosa yang matang. Penyembuhan seperti ini sering disertai dengan
kalsifikasi dystrophic dari jaringan nekrotik.11

C. KESIMPULAN
Pasien atas nama Tn. AS usia 31 tahun dirawat dengan keluhan sesak,
kemudian diusulkan melakukan pemeriksaan foto thorax AP yang
memberikan gambaran radiologis dimana terdapat atau tampak bercak
berawan diserati garis fibrosis pada seluruh lapangan paru, hiperlusen
avasculer pada sisi lateral hemithorax dextra dengan gambaran pleural white
line. Dengan ini memberi kesan adanya sesuai gambaran tuberkulosis paru
lama aktif lesi luas dengan pneumotoraks dextra.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Raviglion MC, OBrien RJ. Tuberculosis. In: Harrisons Principles of internal


medicine. 15th Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.
988-993
3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
4. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan
Tuberkulosis. [Access on Oktober 2016]. Available from URL:
http://www.tbcindonesia.or.id
5. Yunus F. Diagnosis Tuberkulosis. [Access on 22 Oktober 2009]. Available
from URL:http://www.kalbe.co.id/files/cdk
6. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS. [Access
on Oktober 2016]. Available from URL:
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair
7. Rabou A.A, Gaillard F. Radiopaedia: Tuberculosis Pulmonary Manifestations.
[access on September, 2016].Available from URL:
https://Radiopaedia.org/articles/tuberculosis-pulmonary-manifestations
8. University of Virginia.Chest Radiology Pathology Pneumonia. [access on
Sept 2016]. Available from URL: https://www.med-
ed.virginia.edu/courses/rad/cxr/pathology3chest.html. 2013
9. Amanullah Shakeel, dkk. Typical Bacterial Pneumonia Imaging. [Access on
September 2016] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/360090-overview#a2. 2015
10. Misra R, Planner A, Uthappa. A-Z chest radiology. Cambridge university
press. New York. 2007.
11. Bhalla S A, Goyal A, Gupta K A. Chest tuberculosis : radiological review and
imaging and recomendation. Indian journal of radiology and imaging. New
Delhi. 2015.
12. Zarogoulidis Paul, dkk. Pneumothorax: from definition to diagnosis and
treatment in Journal of thoracic disease, Vol 6; October 2016
13. Luh Shi Ping, Review diagnosis and treatment of primary spontaneous
pneumothorax in journal of Zhejiang university, Ed 10; 2010

iv

Anda mungkin juga menyukai