Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar

kehamilan ini berlangsung aman, namun sekitar 15% menderita komplikasi berat

dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya kematian

ibu atau kematian maternal. Kematian ibu atau kematian maternal ini sendiri

merupakan kematian seorang ibu dalam waktu hamil atau selama 42 hari sesudah

berakhirnya masa kehamilan. Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan

tidak langsung. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan,

persalinan atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari

komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang

sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap

kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardiovaskuler.1

Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola

penyebab dari kematian ibu langsung tersebut sama di semua tempat yakni perdarahan

(25%, biasanya merupakan perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%_, hipertensi

dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus tidak aman (13%) dan

sebab-sebab lain (8%).1 Sepsis postpartum merupakan penyebab terbanyak kematian

ibu pada hari ketiga hingga hari ketujuh postpartum. Dimana keadaan ini juka tidak

segera ditangani maka dapat pula mengakibatkan komplikasi jangka panjang baik
akibat penanganan yang terlambat ataupun kejadian yang tidak tertangani. Komplikasi

jangka panjang tersebut dapat berupa peradangan kronis rongga pelvis ataupun oklusi

tuba bilateral yang dapat berakibat pada fertilitas sang ibu tersebut.2

Terkait penjelasan di atas maka dalam referat ini akan dibahas mengenai kejadian

infeksi post persalinan atau yang sering dikenal dengan infeksi masa nifas, atau infeksi

puerperalis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Puerperium berasal dari bahasa latin yakni Puer yang artinya anak dan parus

yang artinya melahirkan yang kemudian diartikan sebagai waktu setelah persalinan

dimana anatomi dan fisiologi ibu kembali ke keadaan non-gravid. Masa ini dapat

bervariasi namun umumnya terjadi antara 4-6 minggu. Pada masa ini perlu

diperhatikan bahwa banyak komplikasi dapat terjadi dan sebagian di antaranya

merupakan komplikasi yang serius.3

Puerperium juga diartikan sebagai suatu periode antara kelahiran plasenta

hingga 6-12 minggu setelah persalinan. Puerperium merupakan masa dimana organ-

organ di dalam rongga pelvis kembali ke keadaan non-gravid. Pada masa ini, keadaan

fisiologis ibu yang semulanya berada pada keadaan fisiologis kehamilan akan mulai

berganti dengan fisiologis laktasi.3,4

Infeksi puerperalis atau demam puerperalis atau demam pascapersalinan atau

demam nifas atau morbiditas puerperalis adalah kenaikan suhu tubuh 38oC yang

terjadi selama 2 hari pada 10 hari pertama pascapersalinan, kecuali pada 24 jam

pertama pascapersalinan, dan diukur dari mulut sekurang-kurangnya 4 kli sehari.5,6

demam puerperalis merupakan kasus yang memiliki banyak kemungkinan penyebab

akan tetapi keadaan ini merupakan suatu gejala klinis yang memerlukan investigasi

medis secara menyeluruh.4,6


B. FISIOLOGI PUERPERIUM

Terdapat dua kejadian fisiologis yang terjadi selama puerperium yakni yang

pertama terjadinya keadaan fisiologis pembentukan laktasi dan yang kedua adalah

kembalinya keadaan fisiologis ibu dari fisiologi gravid ke non-gravid. Selama dua

minggu pertama setelah persalinan, perubahan organ akan terjadi secara cepat namun

beberapa wanita membutuhkan waktu lebih lama hingga mencapai 6-12 minggu untuk

mengalami perubahan total.4

1. Perubahan jalan lahir

Jalan lahir kembali ke keadaan non-gravid segera setelah persalinan. Vagina dan

struktur anatomi bagian luar secara bertahap makin kecil namun jarang kembali

mencapai ukuran nulipara. Rugae mulai muncul kembali pada minggu ketiga akan

tetapi lebih jarang dari sebelumnya. Hymen kembali terlihat sebagai beberapa

jaringan halus, yang menjadi skar dan membentuk myrtiform caruncles. Epitel

vagina mulai berploriferasi pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6, biasanya

terjadi bersamaan dengan kembalinya produksi estrogen di ovarium. Laserasi atau

perenggangan perineum saat persalinan dapat berakibat bagian luar vagina

menjadi lebih renggang. Beberapa kerusakan pada dasar pelvis dapat berakibat

terjadinya inkontinensia urine dan prolapse organ pelvis.3

2. Perubahan Uterus

Peningkatan aliran darah uterus yang hebat selama kehamilan yang bertujuan

mempertahankan kehamilan terjadi akibay hipertrofi dan remodeling pembuluh

darah pelvis yang signifikan. Setelah persalinan, diameter pembuluh darah tersebut
perlahan mulai berkurang ke ukuran normal sebagaimana pada masa pre-gravid.

Selama puerperal, pembuluh darah uterus yang lebih besar mengalami obliterasi

oleh perubahan hyaline dan perlahan diserap kembali kemudian digantikan dengan

pembuluh darah yang lebih kecil. Sebagian kecil pembuluh darah besar mungkin

masih bias tetap hingga bertahun-tahun.3

Selama persalinan tepian serviks yang berdilatasi mungkin mengalami laserasi.

Mulut rahim kemudian akan berkontraksi secara perlahan sehingga dalam

beberapa hari setelah persalinan akan menutup hingga diameternya berukuran dua

jari. Pada akhir minggu pertama mulut rahim makin mengecil, serviks menjadi

makin tebal, dan kanalis endoserviks mulai terbentuk kembali. Tampakan bagian

luar kanal tidak akan kembali seperti tampakan awal, karena akan tetap agak lebih

lebar dan khas akibat depresi ektoservikal. Keadaan ini akan menjadi permanen

saat masa laktasi. Perubahan ini dikenal sebagai parous cervix . 3,4

Gambar 1. Perbedaan maksoskopik serviks antara A. Serviks Nullipara dan B. Parous cervix

Sekmen bawah rahim yang merupakan bagian terlemah dari rahim berkontraksi

dan berretraksi namun tidak sekuat korpus uteri. Selama beberapa minggu
kemudian, segmen bawah rahim berkonversi dari suatu substruktur yang jelas

berbeda dan cukup besar untuk menampung kepala janin menjadi isthmus uteri

yang berlokasi antara korpus dan ostium interna uteri.3

Setelah persalinan, fundus dari uterus yang berkontraksi teraba pada area di bawah

umbilikus. Daerah ini yang mengandung myometrium paling banyak yang ditutupi

oleh lapisan serosa dan bagian dalam dilingkupi oleh desidua basalis. Dinding

anterior dan posterior masing-masing memiliki ketebalan 4-5 cm. pada keadaan

ini, berat uterus dapat mencapai 1000 gram. Karena pembuluh darah ditekan oleh

myometrium yang berkontraksi maka segmen uterus akan tampak lebih iskemik

dibandingkan dengan pada masa kehamilan yang tampak merah-keunguan dan

hiperemis.3,4

involusi myometrium merupakan suatu proses yang luar biasa dimana destruksi

tour de force atau deskonstruksi dimulai salam dua hari setelah persalinan. Dalam

satu minggu berat uterus akan menjadi sekitar 500 gram; dalam 2 minggu menjadi

sekitar 300 gram dan dalam 4 minggu involusi lengkap dan berat uterus menjadi

sekitar 100 gram.3,4

Pada 3 hari pertama setelah persalinan, sisi plasenta diinfiltrasi oleh granulosit dan

sel mononuclear, reaksi ini kemudian menyebar ke endometrium dan permukaan

myometrium yang kemudian bertindak sebagai barrier anti bakteri. Dalam tujuh

hari kemudian akan terjadi regenerasi kelenjar endometrial dan dalam 16 hari

endometrium akan kembali seperti semula. 4


Gambar 2. Potongan melintang uterus pada waktu berbeda di masa postpartum (pp)

Hemostasis segera setelah persalinan terjadi akibat kontraksi otot polos arteri dan

kompresi pembuluh darah oleh myometrium. Pembuluh darah pada sisi plasenta

akan mengalami thrombosis, hialinisasi dan endarteritis fibrinoid obliteratif dalam

8 hari. Segera setelah persalinan, perdarahan akan terjadi selama beberapa jam dan

kemudian secara perlahan berkurang menjadi secret merah kecoklatan dalam tiga

sampai empat hari setelah persalinan. Secret vaginal inilah yang dikenal sebagai

lokia yang kemudian setelah tiga sampai empat hari menjadi mukopurulen dan

kadang malodorous yang dikenal sebagai lokia serosa yang akan berlangsung

selama 22-27 hari. Namun ada pula sebagian kecil wanita yang mengalami lokia

serosa hingga sekitar 6 bulan.


3. Perubahan Traktus Urinarius

Pada kehamilan normal akan terjadi hiperfiltrasi glomerulus yang akan bertahan

hingga hari pertama setelah persalinan namun akan kembali dalam 2 minggu

pertama setelah persalinan. Ureter dan pelvis renalis yang berdilatasi juga akan

kembali dalam 8 minggu setelah persalinan. Akibat dari terdilatasinya sistem

pengumpul ditambah dengan urine residual dan bakteriurine pada trauma buli-buli

maka kemungkinan infeksi traktus urinarius perlu diperhatikan selama

puerperalis.3,4

Inkontinensia urine dan tanda cidera dasar pelvis lainnya jarang muncul pada masa

puerperalis untuk itu pemantauan akan gejala cidera dasar pelvis ini harus tetap

dilakukan dalam setahun setelah persalinan.3

4. Perubahan Abdomen dan Peritoneum

Ligament-ligamen yang menjadi renggang pada saat kehamilan membutuhkan

waktu untuk kembali pulih. Sebagai akibat dari distensi selama kehamilan dan

rupturnyaserat elastin pada kulit maka dinding perut akan menjadi lembek dan

bergelambir. Untuk kembari normal, struktur ini membutuhkan waktu beberapa

minggu dan akan makin cepat jika diimbangi dengan latihan.3

5. Parameter hematologi

Peningkatan leukosit dan trombosit dapat terjadi selama persalinan dan setelahnya.

Jumlah leukosit kadang dapat meningkat hingga 30.000/L dengan predominan

granulosit. Terdapat limfopenia relative dan eosinopenia absolut. Normalnya

konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit berfluktuasi. Jika terdapat


penurunan yang berarti setelah persalinan maka harus dipikirkan adanya

kehilangan darah dalam jumlah banyak.

6. Payudara dan laktasi

Setelah persalinan payudara akan mulai mensekresi kolostrum, yang mana

merupakan cairan berwarna kekuningan seperti jus lemon. Biasanya dapat keluar

dari putting susu pada hari kedua setelah persalinan. Jika dibandingkan dengan

ASI yang matang, kolostrum lebih kaya akan komponen imunologis dan lebih

kaya akan mineral dan asam amino. Kolostrum juga lebih kaya protein yakni

globulin dan lebih sedikit mengandung gula dan lemak. Sekresinya bertahan dalam

5 hari sampai 2 minggu, dan perlahan dikonversi menjadi ASI matang dalam 4

sampai 6 minggu. Kolostrum mengandung immunoglobulin A (IgA) yang

memberikan bayi perlindungan terhadap pathogen saluran cerna. Factor

pertahanan tubuh lainnya yang ditemukan dalam kolostrum dan ASI termasuk

komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoxidase dan lizosim.3,4

ASI matang merupakan cairan biologis yang dinamik dan kompleks yang mana

mengandung lemak, protein, karbohidrat, fator bioaktif, mineral, vitamin,

hormone dan banyak produk seluler. Asam amino esensial didapatkan dari dalam

darah dan asam amino non esensial sebagian didapatkan dari darah dan sebagian

lagi didintesis dalam kelenjar mamilare. Sebagian besar protein ASI merupakan

protein yang unik dan termasuk -lactalbumin, -laktoglobulin, dan kasein. Asam

lemak disintesis pada alveoli dari glukosa dan disekresi melalui proses yang sama
seperti sekresi kelenjar apokrin. Sebagian besar vitamin ditemukan dalam ASI

kecuali vit.K sehingga pada bayi baru lahir diberikan vit.K intramuskular.3

C. ETIOLOGI

Kebanyakan infeksi nifas disebabkan oleh bakteri yang aslinya memang ada di

jalan lahir. Beberapa decade yang lalu pernah dilaporkan epidemic yang disebabkan

grup A -Streptokokus hemolitikus yang berakibat fatal. Pada laporan lain dilaporkan

bahwa adanya infeksi nifas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus dan factor

utamanya adalah ketuban pecah dini. Bila dilakukan isolasi bakteri penyebab infeksi

nifas maka akan ditemukan berbagai macam bakteri. Meskipun bakteri tersebut

sebenarnya memiliki virulensi yang rendah, jika ia hidup pada hematoma tau jaringan

yang rusak maka akn menjadi pathogen. Bakteri yang sering mengakibatkan infeksi

nifas adalah: 5
Tabel 1. Bakteri yang sering menyebabkan Infeksi Nifas
Aerob Anaerob Lain-lain
Streptokokus grup A,B dan D Peptokokus sp Mikoplasma sp
Enterokokus Peptostreptokokus sp Klamidia trakomatis
Bakteri gram negatif-Eskerisia Bakteroidis fragilis grup Neiseria gonorrhea
koli, Klebsiella dan Proteus sp Prevotella sp
Stafilokokus epidermidis Klostridium sp
Gardenerella vaginalis Fusobakterium sp
Mobilunkus sp
Selain infeksi traktus genitalis, demam puerperalis juga dapat disebabkan oleh

pembengkakan payudara, infeksi traktus urinarius, insisi episiotomy dan abdomen,

robekan perineum, dan komplikasi respiratoir setela section caesarian.3,5

D. PATOGENESIS

Infeksi puerperalis setelah persalinan pervaginam berasal dari daerah

perlengketan plasenta, desidua dan myometrium sekitar, atau laserasi servikovaginal.

Pathogenesis infeksi uterus setelah persalinan Caesar disebabkan karena daerah insisi

yang terinfeksi. Bakteri yang berkoloni di serviks dan vagina dapat memiliki akses ke

dalam cairan amnion selama proses persalinan. Setelah proses persalina, bakteri

tersebut akan menginvasi jaringan uterus yang sedang melakukan devitalisasi. Selulitis

parametrium selanjutnya dapat berkembang menjadi fibroareolar jaringan ikat

retroperitoneal pelvis. Dengan pengbatan dini, infeksi termasuk jaringan paravaginal

dan parametrium, namun dapat berlanjut ke jaringan yang lebih dalam di rongga pelvis.
3,5

Demam ialah kriteria penting untuk mendiagnosis metritis. Diperkirakan bahwa

jumlah kenaikan suhu sebanding dengan luasnya infeksi atau sindrom sepsis. Suhu

pada umumnya ialah 38oC hingga 39oC. menggigil yang menyertai demam

menunjukkan terjadinya bacteremia atau endotoksemia. Ibu biasanya mengeluhkan

nyeri perut, dan nyeri tekan parametrium yang muncul pada pemeriksaan abdomen dan

bimanual. Leukositosis dapat terjadi antara 15.000 sampai 30.000 sel/ L, namun

akibat dari Caesar itu sendiripun dapat mengakibatkan peningkatan leukosit. Namun

adanya bau tidak sedap dapat meningkat pada infeksi, sekalipun banyak wanita juga
yang mengalami lokia dengan bau tidak sedap tanpa adanya bukti infeksi. Beberapa

infeksi lain tercatat disebabkan oleh grup A -hemolitik streptokokus, mungkin

berhubungan dengan lokia yang tidak berbau.

Pada keadaan lain seperti bendungan air susu, gejala klinis terjadi akibat adanya

bendungan ASI pada payudara yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti pengeluaran

air susu yang tidak lancar, bayi tidak sering menyusu, terlambat menyusu, hubungan

ibu dan bayi kurang baik, atau adanya pembatasan waktu menyusui. Jika keadaan ini

terus berlangsung atau jika pada sat menyusui ibu melakukan tekhnik menyusu yang

kurang tepat maka dapat mengakibatkan peradangan atau yang dikenal dengan mastitis

dimana kelanjutan dari proses ini ialah dapat terbentuknya abses bahkan sepsis.5

E. DIAGNOSIS

Sesuai dengan pengertiannya, seseorang dapat didiagnosis dengan infeksi

puerperalis jika terjadi peningkatan suhu tubuh 38oC berdasarkan pengukuran suhu

oral selama dua hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan kecuali demam terjadi

dalam 24 jam pasca persalinan dengan pengukuran minimal 4x dalam sehari. Jika

seseorang telah diperkirakan mengalami infeksi puerperalis maka yang harus dilakukan

kemudian ialah mencari penyebab terjadinya demam tersebut. Pada keadaan bendungan

air susu, ibi dapat mengalami peningkatan suhu tubuh dengan disertai bengkak dan nyeri

pada kedua payudara namun tanpa disertai tanda-tanda peradangan. Pada keadaan

mastitis, ibu akan mengalami demam, disertai mengigil, myalgia, nyeri, dan takikardia.

Pada pemeriksaan payudara akan ditemukan payudara mengeras, teraba hangat,

kemerahan berbatas tegas dan disertai rasa nyeri hebat.diagnosis abses dapat ditegakkan
dengan adanya tanda fluktuasi dengan nyeri pada palpasi disertai eritema di sekitarnya.

Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya abses.3,5

Pada morbiditas puerperalis akibat metritis, demam merupakan gejala klinis

terpenting dimana peningkatan suhu tubuh bisa melebihi 38oC- 39oC. demam yang

terjadi juga sering disertai mengigil, yang harus diwaspadai sebagai tanda adanya

bacteremia yang biasanya terjadi pada 10-20% kasus. Demam biasanya timbul pada hari

ketiga disertai nadi yang cepat. 5

Penderita juga biasa mengeluhkan adanya nyeri abdomen yang pada pemeriksaan

bimanual teraba agak membesar, nyeri dan lembek. Lokia yang berbau enyengat sering

menyertai timbulnya metritis, tetapi bukan merupakan tanda pasti. Pada infeksi grup A

-hemolitik sering disertai dengan lokia yang bening dan tidak berbau.5

Pada infeksi perineum, vagina dan serviks, gejala yang muncul ialah berupa nyeri

pada daerah yang terinfeksi dengan dysuria yang dapat disertai ataupun tanpa retensio

urin. Gejalaklinis yang paling sering ditemui ialah nyeri, fluor yang purulent dan

demam. Pada kasus yang berat seluruh vulva mengalami edema, ulserasi dan tertutup

eksudat. Laserasi vagina dapat mengalami infeksi secara langsung atau terkontaminasi

dari perineum. Seluruh mukosa vagina menjadi merah, bengkak, dan bias mengalami

nekrosis dan terkelupas. Laserasi serviks lebih sering terjadi dan normalnya serviks

memang merupakan tempat koloni kuman yang bias menjadi pathogen. Bila serviks

mengalami infeksi dan laserasi cukup dalam maka infeksi dapat langsung menyebar ke

ligamentum dan menyebabkan limfangitis, parametritis dan bakteremia.5


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah

rutin, kultur darah, urinalisa, kultur urine, kultur drainase abses, maupun kultur jaringan

endometrium dan swab vaginal. Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat ada

ridaknya peningkatan leukosit yang bermakna. Sedangkan kultur darah, urinalisa dan

kultur specimen berguna untuk menentukan mikroorganisme pathogen penyebab

infeksi. Selain itu dengan melakukan kultur dapatberguna untuk melakukan uji

sensitifitas antibiotic sehingga membantu proses terapi dengan menggunakan antibiotik

yang tepat.7

F. TATALAKSANA

Pada penderita metritis ringan pascapersalinan normal, pengobatan dengan

antibiotic oral biasanya memberikan hasil yang baik. Namun pada penderita metritis

sedang dan berat termasuk penderita pasca section caesaria perlu diberikan antibiotic

spectrum luas melalui jalur intravena, dan biasanya akan membaik dalam waktu 48-72

jam. Bila setelah 72 jam demam tidak membaik maka perlu dicari dengan lebih teliti

penyebab demamnya. Pada kasus metritis berat perlu dipertimbangkan intervensi bedah

untuk drainase abses dan/atau evakuasi jaringan yang rusak.3,5,8

Pada infeksi vulva dan perineum tatalaksana tetap pada prinsip drainase dan

pemberian antibiotic yang adekuat. Pada sebagian besar kasus biaanya dilakukan

pelepasn benang jahitan dan membuka luka yang terinfeksi. Bila permukaan luka telah

bebas dari eksudat dan infeksi dengan ditandai adanya granulasi berwarna merah muda

maka dilakukan penjahitan sekunder.3,5,8


Pada keadaan bendungan air susu tatalaksana yang diberikan berupa pemakaian

kutang untuk menyangga payudara, disertai pemberian analgetik, kemudian ibu

disarankan menyusui lebih sering. Disamping itu dilakukan perawatan payudara, air

susu dipompa, masase payudara dan kompres hangat. Bila perlu dapat diberikan supresi

laktansi selam 2-3hari untuk mengurangi bendungan. Pada umumnya akan membaik

dalam beberapa hari dan bayi dapat kembali menyusu normal.3,5

Pada mastitis terapi ditujukan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut yakni

abses dan sepsis. Laktasi tetap dianjurkan, disertai pemberian cairan yang cukup, anti

nyeri dan antiinflamasi. Pemberian antibiotic secara ideal dilakukan berdasarkan hasil

kultur kuman dari air susu namun karena kultur tidak selalu dapat dilakukan maka

pemberian antibiotic empiris ditujukan pada stafilokokus aureus dan streptokokus yakni

antibiotuk golongan penisilin anti penisilinase seperti dikloksasilin, atau sefalosporin.

Untuk ibu yang memiliki alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau

sulfametoksasil. Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gjala akan

hilang dalam 24-48 jam dan jarang terjadi komplikasi. Jika sudah terbentuk abses maka

dilakukan drainase abses dengan sayatan sejajar duktus laktiverus.5,8

G. KOMPLIKASI

Dengan penanganan yang cepat dan tepat, morbiditas puerperalis jarang

menimbulkan komplikasi. Akan tetapi dengan penanganan yang terlambat atau tidak

adekuat maka koplikasi yang dapat muncul bias berupa abses pada lokasi infeksi baik

pada rongga pelfis, payudara maupun are vulvovaginalis, sepsis dan bahkan komplikasi
berlanjut dapat mengakibatkan radang rongga panggul kronis dan oklusi tuba yang

dapat mempangaruhi fertilitas ibu3,5,8

H. PROGNOSIS

Dengan penanganan yang cepat dan adekuat pada umumnya penderita infeksi

puerperalis memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang buruk dapat terjadi pada

pasien yang dating terlambat ataupun ditangani secara tidak adekuat. Angka mortalitas

di seluruh dunia akibat infeksi puerperalis berkisar antara 4-8%.6


BAB III

KESIMPULAN

Infeksi puerperalis atau morbiditas puerperalis atau infeksi masa nifas atau

infeksi pasca persalinan adalah keadaan yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh

38oC yang terjadi selama 2 hari pada 10 hari pertama pascapersalinan, kecuali pada 24

jam pertama pascapersalinan, dan diukur dari mulut sekurang-kurangnya 4 kali sehari.

Infeksi puerperalis dapat terjadi akibat banyak penyebab yakni bisa berupa infeksi pada

jalan lahir, yakni vulva, perineum maupun serviks, infeksi pada uterus atau mertitis,

infeksi pada payudara atau mastitis.

Mikroorganisme penyebab dari infeksi puerperalis juga beragam, mulai dari

bakteri aerob, anaerob maupun kelompok bakteri lainnya seperti mikoplasma, klamidia

dan Neisseria gonnorhea. Pada umumnya kuman penyebab infeksi ini ialah kuman yang

memang pada dasarnya ada pada tempat tersebut akan tetapi karena adanya suatu

hematoma ataupun kerusakan jaringan maka mikroorganisme tersebut menjadi

pathogen.

Diagnosis infeksi puerperalis ditegakkan berdasarkan pengukuran suhu oral

minimal 4x sehari selama dua hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan kecuali

demam terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan. Setelah itu penyebab demam

perlu dicari dengan anamnesis menyeluruh tentang keluhan yang dirasakan oleh ibu dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, urinalisa dan kultur urine,

darah maupun specimen jaringan.


Prinsip tatalaksana infeksi puerperalis ialah dengan oemberian antibiotic yang

adekuat. Jika diperlukan maka dapat dilakukan interfensi operatif baik untuk

mendrainase pus maupun mengangkat jaringan-jaringan yang rusak. Pada umumnya

dengan tatalaksana yang cepat dan tepat maka prognosis pasien dengan infeksi

puerperalis adalah baik. Angka kematian di seluruh dunia akibat infeksi puerperalis

adalah 4-8% akibat keterlambatan penanganan maupuntidak adekuatnya penanganan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin Abdul Bahri. Kematian Ibu dan Perinatal dalam Ilmu Kebidanan

Sarwono Prawirohardjo, Ed.4, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

Jakarta. 2010.

2. Barlett.L.A. The Development and Evaluation of A Community-Based Clinical

Diagnosis Tools and Treatment Regimen for Postpartum Sepsis in Bangladesh

and Pakistan. [Online] Reproductive Health; 2016 [access on April 2017].

Available from URL: https://reproductive-health-

journal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12978-016-0124

3. Cunningham F Garry, dkk. Williams Obstetrics, Ed. 24, Mc Graw Hill

Education Medical; New York, 2014. P.668-694

4. Dewhurst Sir John, Keith Edmonds. Dewhursts Textbook of Obstetrics and

Gynaecology. Ed.7, Blackwell Publishing; Australia, 2006

5. Purwaka Bangun Trapsila dan Sulistyono Agus. Demam Pascapersalinan

dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Ed.4, PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; Jakarta. 2010.

6. Wong Andy W, dkk. Postpartum Infections. [Online] Medscape; 2017 [access

on April 2017]. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/796892-overview#a4

7. Shakoor Sadia, dkk. Diagnostic methods to determine microbiology of

postpartum endometritis in south asia: laboratory methods protocols use in the


postpartum sepsis study : a prospective cohort study. [Online] Reproductive

Health; 2016 [access on April 2017]. Available from URL:

https://reproductive-health-

journal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12978-016-0121-4

8. Bebell Lisa M. antimicrobial resistant infections among postpartum woman at

a Uganda referral hospital. [Online] Plos; 2017 [access April 2017]. Available

from URL:

http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0175456
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2017
UNIVERSITAS PATTIMURA

INFEKSI PUERPERALIS

Disusun Oleh:
Annastasia E. Ohoiulun
2010-83-022

Pembimbing:
dr. Novy Riyanti, Sp.OG, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017

Anda mungkin juga menyukai