Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

PENYAKIT TROFOBLASTIK

Disusun Oleh:
Annastasia E. Ohoiulun
2010-83-022

Pembimbing:
dr. Janne Pattiasina, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit trofoblastik atau Gestational trophoblastic disease (GTD) adalah

spektrum proliferasi seluler yang terjadi akibat perbedaan jenis trofoblas meliputi lima

bentuk klinik utama yakni: mola hidatidosa (lengkap dan parsial), mola invasif (IM),

koriokarsinoma (CC), tumor trofoblastik situs plasenta (PSTT) dan tumor trofoblastik

epithelioid. Penyakit ini banyak ditemukan pada wanita usia subur pada semua

kelompok etnis dan bersifat invasif serta berpotensi metastasis hingga terkadang

membutuhkan kemoterapi dan / atau pembedahan. Penatalaksanaan terbaru secara

umum berhubungan dengan prognosis yang menguntungkan. Oleh karena itu, pilihan

pengobatan harus didasarkan pada keinginan masing-masing pasien untuk kemudian

memiliki keturunan lagi.1

Organisasi Pengobatan Penyakit Trofoblastik Eropa (EOTTD) yang

didedikasikan untuk mengoptimalkan Diagnosis, pengobatan, tindak lanjut dan

penelitian GTD dengan menyatukan pengetahuan dokter dan

Peneliti dari 29 negara yang bekerja di bidang GTD di Eropa. Negara-negara Eropa

yang termasuk dalam EOTTD memiliki banyak kesamaan, dalam insidensi kejadian

penyakit trofoblas gestasional, sistem organisasi pusat pelayanan kesehatan, dan

ketersediaan tenaga medis serta pemeriksaan paramedis.1

Sebelum Tahun 1969 koriokarsinoma metastasis hampir selalu menjadi kejadian

fatal. Berbeda dengan keadaan saat ini dimana sebagian besar pasien justru sembuh

dan bahkan dapat mempertahankan kemampuan reproduksi mereka. Penyebab

1
perubahan dramatis ini ialah diagnosis dini dan kemampuan untuk mengukur kadar

human chorionic gonadotropin (hCG) serta kemampuan kemoterapi yang efektif.

Penyakit trofoblastik memerlukan pengobatan dengan setidaknya konsultasi bersama

dokter yang berpengalaman dalam menatalaksana spectrum penyakit ini, dimana angka

kesembuhan dapat mencapai lebih dari 90% bahkan dengan adanya metastasis luas.2

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Penyakit trofoblastik atau penyakit trofoblastik gestasional adalah suatu

spektrum tumor plasenta terkait-kehamilan dimana terjadi ploriferasi abnormal vili

trofoblas plasenta yang secara klinis terlihat sebagai empat bentuk klinikopatologis

yakni: Mola hidatidiformis (komplet dan parsial), mola invasif, koriokarsinoma, dan

tumor trofoblastik tempat plasenta.3,4,5

Selain itu, ada pula referensi yang menyebutkan bahwa penyakit trofoblastik

gestasional adalah kedua spectrum tumor gestasional baik yang ganas maupun yang

jinak termasuk mola hidatidiform (komplit dan parsial), mola invasif, koriokarsinoma

gestasional, tumor trofoblastik tempat plasenta dan tumor trofoblastik epiteloid.

Dimana empat jenis tumor yang disebutkan belakangan dikelompokan menjadi

neoplasia trofoblastik gestasional.5,6

B. KLASIFIKASI

World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan penyakit trofoblastik

sebagai mola hidatidiform premalignant komplit dan parsial dan keganasan yang

terdiri atas mola invasive, koriokarsinoma, tumor trofoblastik tempat plasenta serta

tumor trofoblastik epitelioid.5,6 Klasifikasi yang sama juga dipakai oleh Federasi

Internasional Obstetri dan Ginekologi (FIGO).7

3
C. FAKTOR RISIKO

Beberapa faktor risiko yang berpotensi sebagai etiologi mola hidatidosa parsial

dan komplit telah dievaluasi. Dua faktor risiko yang telah ditetapkan adalah usia

maternal yang ekstrim dan kehamilan mola sebelumnya. Usia maternal yang lanjut atau

sangat muda berkorelasi dengan peningkatan kejadian mola hidatidosa komplit.

Dibandingkan dengan wanita usia 21-35 tahun, risiko mola komplit 1,9 kali lebih tinggi

pada wanita usia >35 tahun dan <21 tahun serta 7,5 kali lebih tinggi pada wanita usia

>40 tahun. Kehamilan mola sebelumnya merupakan faktor predisposisi untuk

terjadinya kehamilan mola berikutnya. Risiko pengulangan kehamilan mola setelah

satu kali mola adalah 1%, atau sekitar 10-20 kali pada populasi umum.3

D. PATOFISIOLOGI DAN GENETIK

Trofoblast adalah sel yang pertama kali berdiferensiasi dari ovum yang sudah

dibuahi yang kemudian membentuk lapisan terluar dari blastosit, menyediakan nutrient

bagi embrio dan kemudian membentuk bagian fetal dari plasenta. Trofoblast plasental

normal dibentuk oleh sitotrofoblast, sinsitiotrofoblast dan intermediet trofoblast.

Kehamilan mola dan Neoplasia Trofoblastik Gestasional (NTG) seluruhnya berasal

dari trofoblast plasenta. Mola hidatidoformis dan koriokarsinoma berasal dari

sitotrofoblast dan sinsitotrofoblast, sedangkan Tumor Trofoblastik Tempat Plasenta

(TTTP) dan Tumor Trofoblastik Epiteloid (TTE) berasal dari trofoblast intermediet.3,6

Dalam 90% kasus, mola hidatidiform komplet terbentuk saat suatu ovum yang

kosong yang mana kehilangan kromosom maternalnya dibuahi oleh suatu sperma, yang

kemudian menduplikasi DNA-nya sendiri, dan menghasilkan 46 set kromosom

4
lengkap. 46 diploid XX karyotip androgenetik kemudian berkembang, dengan semua

kromosom berasal dari paternal. Sekitar 10% mola hidatidiform komplet terdiri atas 46

XY yang mana merupakan hasil dari pembuahan satu sel ovum kosong oleh dua sperma

yang berbeda. Mola hidatidoform parsial selalu triploidsebagai hasil pembuahan dari

satu sel ovum sehat oleh dua sel sperma atau oleh satu sel sperma yang mereduplikasi

dirinya sendiri sehingga menghasilkan 69 genotip XXX, 69 XXY atau 69 XYY.

Kadang-kadang mola hidatidiform parsial dapat tetraploid dengan genotip 92, XXXY.6

Gambar 1. Genetik Mola hidatidoform

NTG (mola invasive atau koriokarsinoma) yang kemudian menjadi mola

hidatidiform komplet (MHK) terjadi pada 15-20% kasus dan mola hidatidiform parsial

(MHP) terjadi pada kurang dari 5% kasus. Mola invasif adalah bentuk penyakit

trofoblast persisten yang paling banyak. Kasus ini hampir selalu sembuh setelah MHK

dan biasanya memiliki kariotip diploid yang seluruhnya berasal dari paternal. 6

Koriokarsinoma merupakan jenis NTG yang jarang dan mungkin bermanifestasi

setelah mola hidatidiform, suatu kehamilan, atau suatu abortus. Dari kesemuanya ini,

mola hidatidosa merupakan prekusor paling sering dimana merupakan prekusor pada

5
50% kasus. Koriokarsinoma merpakan tumor ganas yang memproduksi -Human

Chorionoc gonadotropin (-hCG) dengan sinsitiotropoblast yang abnormal dan

sitotrofoblast yang miskin akan vili korionik. Tumor ini berpotensi menginvasi struktur

pelvis dan bermetastasis ke organ yang jauh.6

TTTP dan TTE berkembang dari daerah implantasi plasenta dan jarang

mengakibatkan terjadinya NTG. Tumor ini muncul sebagai ploriferatif neoplastic

trofoblast intermediet. TTTP dan TTE merupakan dua tumor yang berbeda tipe yang

mungkin dapat berbagi kesamaan. Kedua tumor bermanifestasi setelah kehamilan

(kehamilan yang cukup bulan, abortus maupun hamil mola) dan mengenai wanita pada

usia reproduktif. Tumor ini biasanya muncul sete;ah gestasi non mola dan mungkin

dapat bermanifestasi setelah suatu persalinan normal. Tumor ini biasanya berkembang

lambat , dan biasanya menyebar secara local melalui uterus dan lebih cenderung

bermetastase melalui jaringan limfoid dibandingkan secara hematogen.6

E. MANIFESTASI KLINIS

Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan

berbagai tingkat proliferasi trofoblas (sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas) dan

pembengkakan vesikuler dari vili plasenta yang berhubungan dengan ketidakadaan

atau abnormalitas fetus/embrio. Dua sindrom dari mola hidatidosa telah diuraikan

berdasarkan pada kriteria morfologi dan sitogenetik.3

6
Mola hidatidosa komplit terutama menunjukkan gejala perdarahan pervaginam,

80-90% kasus terjadi pada 6-16 minggu gestasi. Gejala dan tanda klinis klasik lain

seperti pembesaran uterus lebih dari usia gestasi yang diperkirakan (28%), hiperemesis

(8%), dan hipertensi yang diinduksi kehamilan pada trimester pertama dan kedua (1%),

jarang terjadi pada beberapa tahun belakangan karena dapat didiagnosis lebih awal

sebagai akibat dari meluasnya penggunaan ultrasonografi dan tes hCG yang akurat.

Pembesaran kista teka lutein ovarium bilateral terjadi pada sekitar 15% kasus, kadar

hCG sering > 100.000 mIU/mL, dan detak jantung fetus tidak ada. Selain itu tanda dan

gejala dari hipertiroidisme dapat muncul akibat stimulasi kelenjar tiroid oleh kadar

sirkulasi hCG atau oleh substansi penstimulasi tiroid (seperti, tirotropin) yang tinggi

yang diproduksi oleh trofoblas.3,8

Manifestasi klinis mola parsial tidak sama dengan mola komplit. Lebih dari 90%

pasien dengan mola parsial mempunyai gejala seperti abortus inkomplit atau missed

abortion, dan diagnosis dibuat setelah pemeriksaan histologi post kuretase. Gejala

utama mola parsial adalah perdarahan pervaginam, yang terjadi pada sekitar 75%

pasien. Pembesaran uterus berlebihan, hiperemesis, hipertensi yang diinduksi

kehamilan, hipertiroidisme, dan yang jarang adalah adanya kista teka lutein. Kadar

hCG peevakuasi mola >100.000mIU/mL pada <10% pasien dengan mola parsial.3,8

Manifestasi neoplasia trofoblas gestasional bervariasi tergantung pada kehamilan

sebelumnya, derajat penyakit, dan histopatologi. Neoplasia trofoblas gestasional

postmola (mola invasif atau khoriokarsinoma) sebagian besar menunjukkan

perdarahan ireguler setelah evakuasi mola hidatidosa. Tanda yang menunjukkan

neoplasia trofoblas gestasional postmolar adalah pembesaran ireguler uterus dan

7
pembesaran ovarium bilateral persisten. Lesi metastasis ke vagina dapat terlihat saat

evakuasi, kerusakan lesi tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol.3,9

Korioarsinoma yang berhubungan dengan kehamilan non mola tidak mempunyai

karakteristik gejala dan tanda, dimana hal ini berhubungan dengan invasi tumor ke

uterus atau tempat metastasis. Pada pasien dengan perdarahan uterus pospartum dan

subinvolusi, neoplasia trofoblas gestasional harus dipertimbangkan dengan penyebab

lainnya, seperti retensi hasil-hasil konsepsi atau endomyometritis, tumor primer atau

metastase ke sistem organ atau kehamilan lainnya yang terjadi sesaat setelah yang

pertama. Perdarahan karena perforasi uterus atau lesi metastasis dapat menyebabkan

nyeri abdomen, hemoptisis, melena, atau adanya peningkatan tekanan intracranial dari

perdarahan intraserebral menyebabkabkan sakit kepala, kejang atau hemiplegia. Pasien

mungkin juga dapat menunjukkan gejala pulmonal seperti dipsnea, batuk, dan nyeri

dada, yang disebabkan metastasis ke paru.3,9

PSST dan ETT hampir selalu menyebabkan perdarahan uterus ireguler yang

krentan waktu kejadiannya sering jauh dari kehamilan mola sebelumnya. Jarang terjadi

virilisasi dan sindrom nefrotik. Uterus biasanya membesar secara simetris, dan kadar

hCG serum hanya sedikit meningkat.3,9

F. DIAGNOSIS

Diagnosis awal penyakit trofoblastik dibuat berdasarkan gabungan yang baik

antara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kuantitatif titer -hCG, dan

ultrasonografi. Diagnosis mola hidatidiform sendiri tidak dapat hanya dibuat

berdasarkan tampilan klinis ataupun gejala-gejala yang dikeluhkan pasien. Banyak

8
wanita dengan penyakit trofoblastik biasanya mengalami amenore yang kemudian

berlanjut dengan adanya perdarahan per vaginam yang ireguler, muntah berlebuhan,

keluarnya vesikel yang tampak seperti anggur dari jalan lahir, pembesaran uterus

secara abnormal dan adanya gejala klinis yang menyerupai preeklamsia, anemia, atau

hipertiroidisme.3,5,10

hCG merupakan penanda spesifik tumor yang diproduksi oleh mola hidatidosa

dan neoplasma trofoblastik gestasional. Hal ini secara mudah diukur secara kuantitatif

di urin dan darah, dan kadar hCG menunjukkan korelasi dengan berat penyakit. hCG

adalah glikoprotein yang terdiri dari 2 subunit yang tidak sama, subunit yang mirip

dengan hormon pituitari dan subunit yang khas diproduksi plasenta. Beberapa bentuk

hCG yang ada, termasuk setidaknya 6 variasi mayor yang dapat dideteksi di serum:

hyperglycosilated, nicked, non C-terminal subunit , subunit bebas, nicked subunit

bebas, dan subunit bebas. Molekul hCG pada penyakit trofoblas gestasional lebih

heterogen daripada kehamilan normal, dengan demikian pemeriksaan yang dapat

mendeteksi bentuk hCG dan fragmen-fragmen gandanya harus di pantau pada pasien

penyakit trofoblas kehamilan. Sebagian besar institusi menggunakan penilaian berlapis

antibodi monoclonal yang otomatis, cepat, dan radiolabeled yang dapat mengukur

perbedaan campuran molekul terkait hCG.3,5,8,9

Mola hidatidosa biasanya berhubungan dengan peningkatan kadar hCG diatas

kehamilan normal. Sekitar 50% pasien dengan mola komplit mempunyai kadar hCG

preevakuasi >100.000 mIU/mL. Penentuan hCG sendiri jarang dapat membantu

membedakan mola komplit dengan kehamilan intrauterin normal, kehamilan ganda,

9
atau kehamilan dengan komplikasi penyakit seperti eritroblastosis fetalis atau infeksi

intrauterin yang berhubungan dengan pembesaran plasenta, karena kadar hCG yang

paling tinggi terdapat pada akhir trimester pertama kehamilan, disaat bersamaan

diagnosis mola biasanya ditegakkan. Mola parsial, di lain pihak, sering sulit dibedakan

apabila terjadi peningkatan kadar hCG >100.000 mIU/mL pada <10% pasien mola

parsial.3,5

Diagnosis klinis neoplasma trofoblas gestasional posmolar sering dibuat dengan

adanya peningkatan atau plateau kadar hCG setelah evakuasi mola hidatidosa.

Khoriokarsinoma biasanya didiagnosis dengan adanya peningkatan kadar hCG, sering

bersamaan dengan adanya metastasis setelah ada kehamilan sebelumnya. PSTT dan

ETT biasanya berhubungan dengan sedikit peningkatan kadar hCG.5,9

Meskipun akurasi pengukuran kadar hCG tinggi pada diagnosis dan pemantauan

lanjut penyakit trofoblas gestasional, beberapa penilaian laboratorium memberikan

hasil positif palsu. Hal tersebut disebut hasil hCG palsu, dengan kadar yang dilaporkan

sebesar 800 mIU/mL, menyebabkan pasien sehat mendapatkan pembedahan atau

kemoterapi yang tidak berguna. Penyebab hasil positif palsu ini adalah enzim

proteolitik yang diproduksi campuran protein nonspesifik dan antibodi heterofil

(human antimouse). Antibodi ini ditemukan ada 3-4% orang sehat dan dapat

menyerupai imunoreaktivitas hCG dengan berikatan dan menangkap tracer mouse

IgG. 3,5

Terdapat 3 cara untuk menentukan apakah hasil hCG positif palsu, yaitu : (1)

Menentukan kadar hCG urin, yang harus negarif karena substansi terkait tidak

diekskresikan di urin (2) membutuhkan pengenceran serial serum, yang seharusnya

10
tidak menunjukkan penurunan paralel dengan pengenceran; (3) kirim serum dan urin

pasien ke laboratorium rujukan hCG. Sebagai tambahan, terdapat reaktivitas silang

hCG dengan LH (luteinizing hormone), yang dapat mengarah ke peningkatan palsu

kadar hCG yang rendah. Pengukuran LH untuk mengidentifikasi kemungkinan ini dan

supresi LH dengan pil kontrasepsi oral akan mencegah masalah ini.5

Quiescent gestasional trophoblastic disease adalah istilah yang diterapkan

untuk suatu bentuk neoplasia trofoblastik gestasional yang tidak aktif sebelumnya yang

dikarakteristikkan dengan kadar rendah hCG yang persisten (<200mIU/mL) dari hCG

yang sebenarnya untuk paling tidak 3 bulan yang berhubungan dengan riwayat

penyakit trofoblas gestasional atau abortus spontan, tapi tanpa terdapat manifestasi

klinis. Kadar hCG tidak berubah dengan kemoterapi atau pembedahan. Subanalisis

hCG mengungkapkan tidak ada hCG terhiperglikosilat yang berhubungan dengan

invasi sitotrofoblas. Pemantauan pasien dengan penyakit trofoblas gestasional tenang

(quiescent gestasional trophoblastic disease ) sebelumnya menunjukkan

pengembangan aktif yang menyusul neoplasia trofoblas gestasional pada sekitar

seperempat kasus, dimana ditunjukkan dengan peningkatan hCG terglikosilasi dan

hCG total. 3,5

Menurut rekomendasi Perkumpulan Penelitian Penyakit Trofoblastik

Internasional tahun 2001 untuk menatalaksana kondisi ini, positif palsu hCG sebagai

hasil dari antibodi heterofil atau percampuran LH harus disingkirkan, pasien harus

diperika secara lanjut, kemoterapi atau pembedahan segera harus dihindari dan pasien

harus dipantau dalam jangka waktu yang lama dengan tes hCG secara periodik dan

11
menghindari kehamilan. Pengobatan harus diberikan bila ada peningkatan hCG

menetap atau tampak manifestasi klinis penyakit.3,5

Ultrasonografi juga memegang peran penting dalam diagnosis mola komplit dan

parsial. Karena vili korion dari mola komplit menunjukkan pembengkakan hidropik

difusa, karakteristik vesicular pola ultrasonografi dapat diamati, terdiri dari multiple

echo (lubang) di dalam massa plasenta dan biasanya tidak ada fetus. Tampakan ini

biasanya dikenal dengan istilah snowstorm.3,10

Gambar 2. Ultrasonografi pelvis dari mola hidatidosa komplit dengan karakteristik


gambaran vesikuler dengan multiple echo, lubang pada massa plasenta, tanpa adanya fetus
(snowstorm appearance).

Mola parsial memiliki tampakan adanya penebalan plasenta yang multikistik

yang disertai adanya fetus atau setidaknya jaringan fetal. Mola parsial biasanya

berhubungan dengan fetus yang pertumbuhannya terhambat, atau mengalami anomaly.

12
Fetus atau jaringan fetal biasanya tidak tampak pada mola komplit terkecuali pada 1-

2% kasus yang mana merupakan kehamilan kembar dizigot diploid.

Gambar 3. Ultrasonograti mola hidatidiform. A. mola komplet. B. gambaran mola parsial


dengan fetus yang tampak di atas plasenta yang multikistik

Mola invasif, koriokarsinoma dan PSTT terlihat pada ultrasonografi sebagai

masa fokal nonspesifik dengan pusat myometrium dan biasanya sulit dibedakan satu

dengan lainnya berdasarkan ultrasonografi. Masa dapat bersifat ekhoik, hipoekhoik,

kompleks ataupun multi kistik. Dan mungkin tampak ruang anekhoik yang

menunjukkan perdarahan, nekrosis, kista atau vaskular. Invasi ke myometrium dapat

Gambar 4. Tampakan masa kompleks kistik solid dengan pusat myometrium (panah) pada
trans vaginal sonografi. Struktur dengan tepi bergelombang pada myometrium di sampingnya
13
menunjukkan peningkatan vaskularitas
dilihat secara lebih baik jika dilakukan pemeriksaan transvaginal ultrasonografi ke

permukaan jaringan trofoblastik dan myometrium.10

Walaupun ultrasonografi sangat berguna dalam mendiagnosis mola

namundiagnosa pasti tetap hanya bias ditegakkan melalui pemeriksaan patologi.

Diagnosis patologi mola komplit dan parsial dibuat dengan pemeriksaan spesimen

kuretase. Pengecatan imunohistologi untuk p57 dapat membedakan ketiadaan

immunostaining mola komplit dengan mola parsial, dan sitometri alir dapat

membedakan mola komplit diploid dari mola parsial triploid. Sebagai tambahan,

diagnosis patologi mola invasif, khoriokarsinoma, PSTT, ETT kadang dapat dibuat

dengan kuretase, biopsi lesi metastase, atau pemeriksaan spesimen histerektomi atau

plasenta. Biopsi lesi vagina menunjukkan tumor trofoblas gestasional berbahaya

karena perdarahan masif yang mungkin dapat terjadi.5,9

Mola hidatidosa komplit menjalani pembesaran hidatidosa awal yang seragam

dari vili dengan tidak adanya fetus atau embrio yang pasti, trofoblas secara konsisten

hiperplastik dengan berbagai tingkat atipia, dan vili kapiler tidak ada. Hampir 90% dari

mola hidatidosa komplit adalah 46, XX, berasal dari duplikasi kromosom dari sperma

haploid setelah fertilisasi telur dimana kromosom maternal inaktif atau absen.5

10% dari mola hidatidosa adalah 46, XY, atau 46, XX, sebagai hasil dari

fertilisasi ovum kosong oleh 2 sperma (dispermi). Neoplasia trofoblastik (mola invasif

atau koriokarsinoma) mengikuti mola hidatidosa komplit pada 15-20% kasus. Mola

hidatidosa parsial menunjukkan jaringan fetal atau embrionik yang teridentifikasi, vili

korion dengan edema fokal yang bervariasi dalam bentuk dan ukuran, scalloping dan

14
inklusi stroma trofoblastik yang menonjol, sirkulasi vili yang berfungsi, sebagaimana

hiperplasia trofoblastik fokal dengan hanya atipia ringan.5

Gambar 5. Mola hidatidosa komplit dengan hydropic villi, tidak adanya pembuluh darah villi,
dan proliferasi dari hiperplastik sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.

Sebagian mola parsial memiliki kariotipe triplet (biasanya 69, XXY), sebagai
hasil dari fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma. Kurang dari 5% mola parsial akan
berkembang menjadi postmola GTN; metastasis jarang terjadi dan diagnosis
histopatologi dari koriokarsinoma belum pernah dikonfirmasi setelah mola parsial.3

Gambar 6. Mola hidatidosa parsial dengan vili korionik dengan ukuran bervariasi dari
ukuran dan bentuk dengan edema fokal dan scalloping, stroma trofoblastik

15
Mola invasif adalah tumor jinak yang timbul dari invasi myometrial terhadap
mola hidatidosa melalui perluasan langsung menembus jaringan atau saluran vena.
Sekitar 10-17% dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan sekitar 15%
dari jumlah ini akan bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif lebih sering
didiagnosis secara klinis daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG yang menetap
setelah evakuasi mola dan lebih sering diobati dengan kemoterapi tanpa diagnosis
histopatologi.3

Gambar 7. Mola invasive dengan ekstensi langsung jaringan mola, termasuk hydropic
vili, dan hiperplastik trofoblas yang meliputi myometrium.

Koriokarsinoma adalah suatu penyakit keganasan yang ditandai dengan


hiperplasia trofoblastik abnormal dan anaplasia, ketidakadaan vili korion, perdarahan,
dan nekrosis, dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi vaskular yang
mengakibatkan penyebaran ke tempat-tempat yang jauh, paling sering ke paru, otak,
hati, pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. Koriokarsinoma telah dilaporkan
berhubungan dengan setiap kejadian kehamilan, Sekitar 25% dari kasus diikuti aborsi
atau kehamilan tuba. 25% berhubungan dengan kehamilan preterm atau aterm, dan
50% lainnya timbul dari mola hidatidosa, meskipun hanya 2-3% dari mola hidatidosa
yang berkembang menjadi koriokarsinoma.3

16
Gambar 8. Koriokarsinoma terdiri dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas abnormal, dengan
hyperplasia dan anaplasia, tidak ada vili korionik, pendarahan, dan necrosis.

PSTT adalah suatu penyakit yang sangat jarang yang timbul dari tempat
implantasi plasenta dan terutama terdiri dari trofoblas mononuklear intermediet tanpa
infiltrasi vili korion di dalam lembaran-lembaran atau tali-tali antara serat-serat
myometrial. PSTT berhubungan dengan invasi vaskular yang kurang, nekrosis, dan
perdarahan yang lebih dari koriokarsinoma, dan memiliki kecenderungan untuk
bermetastase ke sistem limfatik. Pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan adanya
sitokeratin yang difus dan laktogen plasenta manusia, dimana hCG hanyalah fokal.
Studi sitogenik telah memperlihatkan bahwa PSTT lebih sering diploid daripada
aneuploid . Sebagian besar PSTT mengikuti kehamilan nonmola.5

Gambar 9. Placental site trophoblastic tumor dengan lembaran mononuclear intermediate


trophoblast cells tanpa chorionic villi yang menginfiltrasi diantara serat myometrial.

17
Epithelioid trophoblastic tumor (ETT) adalah varian jarang dari PSTT yang

menstimulasi karsinoma. Berdasarkan sifat morfologi dan histokimia, kelihatannya ini

berkembang dari transformasi neoplastik trofoblas intermediet tipe korionik. Sebagian

besar ETT timbul beberapa tahun setelah persalinan aterm.5

Ketika diagnosis mengarah ke kehamilan mola dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, kadar hCG, dan temuan ultrasonografi, pasien harus dievaluasi terhadap adanya

komplikasi medis (anemia, preeklamsia, hipertiroidisme) dengan memeriksa tanda

vital dan laboratorium, seperti hitung sel darah lengkap, kimia dasar, fungsi tiroid dan

hepar, urinalisa, dan Rontgen. Evaluasi preoperatif harus juga termasuk tipe darah dan

uji silang, kadar hCG serum, dan elektrokardiogram apabila sesuai. Setelah diagnosis

dikonfirmasi dan hemodinamik pasien stabil, metode yang tepat untuk mengevakuasi

mola harus diputuskan.5

G. TATALAKSANA

Evakuasi hisap dan kuretase adalah metode terpilih untuk mengevakuasi mola

hidatidosa, tidak tergantung ukuran uterus, bagi pasien yang masih mengharapkan

fertilitasnya. Setelah anestesi dilakukan, cerviks didilatasi sehingga dapat dilewati

kanul hisap ukuran 12-14 mm untuk mencapai segmen bawah rahim. Kanula diputar

untuk mengeluarkan isi uterus. Direkomendasikan pemberian infus oksitosin dimulai

saat onset kuretase hisap dan dilanjutkan sampai beberapa jam post operasi untuk

meningkatkan kontraktilitas uterus. Evakuasi hisap harus diikuti dengan kuretase tajam

18
secara lembut. Karena risiko perdarahan meningkat seiring meningkatnya ukuran

uterus, sedikitnya 2 kantong darah harus tersedia segera ketika uterus >16 minggu

kehamilan. Perhatian terhadap darah dan penggantian kristaloid menurunkan

komplikasi pulmonal. Dengan menggunakan peralatan yang tepat dengan bijaksana,

akses terhadap produk darah, pemantauan intraoperatif yang hati-hati, dan antisipasi

awal terhadap komplikasi. Pasien yang Rh negatif harus mendapat globulin imun Rh

pada saat evakuasi, karena faktor D Rh diekspresikan pada sl-sel trofoblas.3

Histerektomi adalah alternatif dari kuretase bila sudah tidak mau mempunyai

anak. Adneksa dapat ditinggalkan lengkap walau terdapat kista teka lutein. Untuk

mengevakuasi kehamilan mola, histerektomi berperan dalam sterilisasi permanen dan

mengeliminasi risiko invasi myometrium sebagai penyebab persistensi penyakit.

Masih terdapat potensi untuk metastasis walaupun telah dilakukan histerektomi pada

neoplasia trofoblas gestasional postmola sekitar 3-5%, oleh karenanya membutuhkan

pemantauan yang berkelanjutan. 3

Induksi medis persalinan dan histerektomi tidak direkomendasikan pada

evakuasi mola. Metode ini meningkatkan morbiditas maternal, seperti kehilangan

darah, evakuasi inkomplit membutuhkan dilatasi dan kuretase, dan membutuhan

persalinan cesaria pada kehamilan selanjutnya. Hal ini juga meningkatkan penyebaran

dan perkembangan neoplasia trofoblas gestasional postmola yang membutuhkan

kemoterapi.3

Kehamilan ganda yang terdiri dari mola komplit dan fetus normal, diperkirakan

terjadi 1 dari 22.000-100.000 kehamilan. Hal ini harus dibedakan dari mola parsial.

(kehamilan triploid dengan fetus). Diagnosis dapat ditegakkan dengan ultrasonografi,

19
tapi sitogenetik dapat digunakan untuk membedakan antara kromosom normal fetus

yang berpotensi dapat hidup dan fetus triploid yang tidak dapat hidup. Pasien dengan

fetus normal kembar atau kehamilan mola komplit harus diperhatikan kemungkinan

adanya peningkatan risiko perdarahan dan komplikasi medis seiring dengan

perkembangan neoplasia trofoblas gestasional. Evakuasi hisap dan kuretase di ruang

operasi direkomendasikan untuk terminasi kehamilan, perdarahan, dan komplikasi.

Bagaimanapun hingga 40% dari kehamilan ini akan menghasilkan fetus normal yang

dapat hidup jika diteruskan.3

Pemberian profilaksis kemoterapi metrotreksat atau actinomisin D pada saat atau

sesaat setelah evakuasi mola hidatidosa berhubungan dengan penurunan insiden

neoplasia trofoblas gestasional postmola, dari 15-20% menjadi 3-8%. Penggunaan

kemoterapi profilaksis harus dibatasi, kecuali pada situasi khusus seperti risiko

neoplasia trofoblas gestasional postmola lebih besar dari normal atau pemantauan

kadar hCG yang adekuat tidak dapat dilakukan, yang terpenting adalah semua pasien

yang dipantau kadar hCG serial setelah evakuassi mola dan ditemukan neoplasia

trofoblas gestasional persisten dapat diobati dengan kemoterapi yang sesuai.3

Wanita dengan Neoplasia trofoblastik gestasional sebaiknya ditatalaksana oleh

onkologis. Kemoterapi biasanya merupakan terapi primer, dan evakuasi berulang tidak

disarankan karena adanya risiko perforasi uterus, perdarahan, infeksi atau terbentuknya

adhesi intrauteri. Kadang-kadang kuretase hisap diperlukan jika terdapat perdarahan

atau adanya jaringan mola yang tertahan. Dalam tatalaksana kemoterapi pasien harus

dikelompokkan berdasarkan stadium penyakit secara anatomi dan pengelompokkan

risiko.3,11

20
Tabel 1. Staging dan sistem skoring untuk Neoplasia Trofoblastik Gestasional oleh FIGO

Protokol kemoterapi single-agent diberikan pada neoplasia tanpa metastase atau

neoplasie dengan resiko metastase rendah. Sedangkan bagi kelompok resiko tinggi

pengobatan diberikan mengguknakan kombinasi terapi. Pengobatan dilakukan hingga

1 tahun setelah -hCG tidak terdeteksi lagi. Selama masa pengobatan ini, sangat

penting menjalani kontrasepsi yang sesuai untuk menghindari terjadinya kehamilan

selama terapi yang mana dapat mengakibatkan munculnya efek teratogenik terhadap

fetus dan juga untuk menghindari adanya peningkatan -hCG akibat kehamilan.

Sedangkan untuk pasien dengan PSTT dan ETT histerektomi dengan reseksi nodus

limfatikus merupakan rekomendasi terapi karena tumor ini cenderung resisten terhadap

kemoterapi dan memiliki kecenderungan menyebar melalui jaringan limfe.3,11

21
Tabel 2. Kemoterapi terhadap Neoplasma Trofoblastik Gestational risiko rendah

Tabel 3. Kemoterapi terhadap Neoplasma Trofoblastik Gestational risiko tinggi

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum terjadi yakni adanya metastase baik ke jaringan

sekitar maupun metastase jauh seperti ke otak, paru-paru, hati, limfe dan traktus

gastrointestinal. Selain itu akibat kayanya vaskularisasi tumor trofoblastik maka risiko

perdarahan akibat evakuasi tumor dapat meningkat. Sesaat setelah dilakukannya

kemoterapi dapat muncul tanda-tanda emboli akibat terjadinya nekrosi jaringan

22
metastase, oleh karena itu pengawasan yang ketat diperlukan bagi pasien dengan

metastase tumor yang menjalani kemoterapi. Tirotoksikosis dapat terjadi akibat

molekul hCG yang berikatan dengan reseptor TSH namun akan menghilang seiring

pengobatan.4

I. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan mola hidatidiform pada umumnya baik namun dpat

terjadi Neoplasia Trofoblas Gestasional setelahnya pada 15-20% kasus mola

hidatidiform komplet dan pada <5% kasus mola hidatidiform parsial. Sedangkan pada

kasus Neoplasia Trofoblast Gestasional dengan pengobatan yang tepat maka angka

kesembuhan dapat mencapai 80-90%. Pada penderita dengan metastase mungkin

memiliki prognosis yang buruk namun dengan tatalaksana yang sesuai dengan

onkologis maka metastase ke otak, liver dan traktus gastrointestinal angka

kesembuhannya masing-masing dapat mencapai 75%,73% dan 50%.4,11

23
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit trofoblastik gestasional (PTG) adalah suatu spektrum dari dua kondisi

premaligna yaitu; partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, hingga tiga

kondisi tumor ganas yaitu; invasive mola, koriokarsinoma gestasional, dan placental

site hrophoblastic tumor (PSTT) yang nantinya ketiga keadaan ini lebih dikenal dengan

neoplasia trofoblastik gestasional.

Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel perifer blastokista beberapa

hari setelah konsepsi. Jaringan tersebut dibagi menjadi 2 lapisan yaitu; lapisan luar

sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel-sel besar multinucleated dan lapisan dalam dari

sel mononuclated yang membentuk sitotrofoblas. Sinsitiotrofoblas menginvasi

endometrium secara agresif membentuk suatu hubungan antara fetus dan ibu yang

dikenal sebagai plasenta. Normalnya pertumbuhan trofoblas diatur secara ketat oleh

mekanisme yang belum bisa ditentukan untuk mencegah perkembangan metastasis

lebih lanjut. Penyakit trofoblastik gestasional ganas muncul ketika mekanisme

pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari jaringan trofoblas yang mencapai

miometrium, yang mengizinkan penyebaran secara hematogan dan pembentukan

emboli tumor.

Pemeriksaan pada penyakit trofoblas gestasional meliputi pemeriksaan USG,

kadar hCG, dan diagnosis patologi. Penatalaksanaan dari penyakit trofoblas gestasional

meliputi terapi pembedahan, kemoterapi, dan terkadang membutuhkan radioterapi

pada penyakit trofoblastik neoplasia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Bolze Pierre Adrien, dkk. Formalized Consensus of the European Organization

for Treatment of Thropoblastic Disease on Management of Gestational

Thropoblastic Disease dalam European Journal of Cancer; 2015

2. Ngan Hextan Y S, dkk. Trophoblastic Disease dalam International Journal of

Gynecology and Obstetrics FIGO Cancer Report; 2012

3. Lurain John R. Gestational Trophoblastic Disease I: Epidemiology, pathology,

clinical presentation and diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and

Management of Hydatidiform Mole dalam American Journal of Obstetrics and

Gynecology; 2010

4. Niemann Isa, dkk. Gestational Trophoblastic Disease Clinical Guidelines for

Diagnosis, treatment, follow-up and counselling dalam Danish Medical

Journal; 2015

5. Cunningham F Garry, dkk. Williams Obstetrics, Ed. 24, Mc Graw Hill

Education Medical; New York, 2014.

6. Shaaban Akram M, dkk. Gestational Trophoblastic Disease: Clinical and

Imaging Features [Online] Radiographic RSNA ; 2017 [access on Mei 2017]

available from URL: www.rsna.org/education/search/RG.

7. Dewhurst Sir John, Keith Edmonds. Dewhursts Textbook of Obstetrics and

Gynaecology. Ed.7, Blackwell Publishing; Australia, 2006

25
8. Moore E Lisa, dkk. Hydatidiform Mole. [Online] Medscape; 2016 [Access on

May 2017] available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview

9. Hernandez Endrique,dkk. Gestational Thropoblastic Neoplasia. [Online]

Medscape; 2015 [Access on May 2017] available from URL :

http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview

10. Dhanda Sunita, Subhash Ramant, Meenkashi Thakur. Gestational

Thropoblastic Disease: A Multimodality Imaging Approach with Impact on

Diagnosis and Management

11. Lurain John R. Gestational Trophoblastic Disease II: Classificaion and

Management of Gestational Trophoblastic Disease dalam American Journal of

Obstetrics and Gynecology; 2011

26

Anda mungkin juga menyukai