Anda di halaman 1dari 4

Partograf

Untuk menunjang penulisan proposal penelitian, dibutuhkan tinjauan pustaka.


Tinjauan pustaka berisi tinjauan atau kaajian teori. Teori yang yang dikaji adalah
teori yang berhubungan dengan variabel-variabel utama penelitian. Tentang teknik
bagaimana menulis Tinjauan Pustaka Penelitian, dapat dilihat pada tulisan saya
yang lalu tersebut. Kali ini kita akan melakukan tinjauan teori tentang Partograf.

a. Pengertian Partograf

Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu
dan janin, menemukan adanya persalinan abnormal, yang menjadi petunjuk untuk
melakukan tindakan bedah kebidanan dan menemukan disproporsi kepala panggul
jauh sebelum persalinan menjadi macet (Sumapraja, 1998).

Patograf merupakan alat bantu untuk memantau persalinan dengan cara mencatat
semua pengamatan dalam satu grafik, untuk mengelola persalinan, menilai
kesejahteraan ibu dan janin, menilai kemajuan persalinan (Manuaba, 2001).

Partograf adalah alat bantu yang berupa catatan berbentuk grafik untuk memantau
kemajuan proses persalinan. Partograf juga cukup efektif untuk mendeteksi adanya
kelainan pada persalinan.

b. Tujuan penggunaan partograf

Menurut Depkes (2001), tujuan penggunaan partograf adalah :

1) Untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan memeriksa


pembukaan serviks berdasarkan pemeriksaan dalam.

2) Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadi partus lama, hal ini merupakan
bagian terpenting dari proses pengambilan keputusan klinik pada persalinan kala
satu.

c. Manfaat Partograf

Manfaat partograf menurut Manuaba (2001), adalah :

1) Dapat mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan


memeriksa kondisi janin, keadaan ibu dan kemajuan persalinan.

2) Tersedianya cukup waktu melakukan rujukan (sekitar 4 jam), setelah


persalinan, setelah garis waspada.

3) Dapat mengurangi bahaya infeksi intra uterin.


4) Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk mengambil tindakan
sehingga tercapai well born baby dan well health mother.

5) Dapat meningkatkan sistem rujukan.

6) Mendapatkan tindakan medis sesuai dengan keadaan dan ditangani secara


tepat.

d. Kerugian Partograf

Kemungkinan terlalu cepat melakukan rujukan yang sebenarnya dapat diselesaikan


di Puskesmas atau di tempat (Manuaba, 2001).

Partograf model WHO merupakan sintesis dan simplikasi dari berbagai partograf.
Partograf ini dibuat oleh informal Working Group WHO, setelah mereka menelaah
semua jenis dan bentuk partograf yang ada diseluruh dunia (Moeloek, 1998).

e. Komponen Partograf

Komponen-komponen partograf WHO menurut Depkes RI (2001), yaitu :

1) Identitas dan keadaan ibu meliputi :

a) Nomor pendaftaran ibu

b) Tanggal/ jam kedatangan ibu

c) Nama dan umur ibu

d) Keterangan mengenai jumlah gravida, para dan abortus (GPA)

e) Keadaan ketuban, waktu pecahnya ketuban

f) His ada/ tidak, bila ada sejak kapan

2) Rekaman kemajuan persalinan

a) Pembukaan serviks

b) Turunnya kepala janin

c) His

3) Kondisi janin

a) Denyut jantung janin

b) Warna dan jumlah air ketuban

c) Moulase (penyusupan) tulang kepala


4) Rekaman kondisi ibu

a) Nadi

b) Tekanan daarh

c) Suhu

d) Tentang urine, seperti proteinuria, keton body (acetone)

e) Pengobatan yang diberikan

f) Keseimbangan cairan, seperti infuse,produksi urine.

f. Cara penggunaan Partograf

Partograf dapat dipakai pada setiap persalinan, baik di Puskesmas ataupun di


Rumah Sakit. Di Puskesmas dapat dipakai untuk persalinan risiko rendah yang
diharapkan akan berakhir dengan persalinan spontan pervaginam. Menurut
Manuaba (2001), partograf merupakan Alat Bantu untuk memantau kemajuan
persalinan dengan cara mencatat semua pengamatan dalam suatu grafik, untuk
penatalaksanaan persalinan, menilai kesejahteraan ibu dan janin serta menilai
kemajuan persalinan.

Penggunaan partograf dalam memantau kemajuan persalinan menurut Manuaba


(2001) adalah :

1) Rekaman kemajuan persalinan

a) Hubungan antara pembukaan servik dengan lamanya persalinan, merupakan


bagian terpenting dalam kemajuan persalinan. Pembukaan servik dibagi menjadi 2
fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten dimulai dari permulaan persalinan
sampai dengan pembukaan 3 cm waktu yang dibutuhkan 7-8 jam. Fase aktif dimulai
pembukaan servik 4 cm sampai dengan 10 cm atau sampai pembukaan lengkap
dalam waktu tidak boleh lebih dari 6 jam (Depkes RI, 2001). Jam persalinan kala I
untuk primigravida berlangsung 12 jam, pada multigravida berlangsung 8 jam.
Berdasarkan Kurve Friegman, diperhitungkan pembukaan servik primigravida 1 cm
per jam, dan pada multigravida 2 cm per jam, dengan perhitungan tersebut maka
waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan (Manuaba, 2001). Garis tindakan
digambarkan dari garis waspada, apabila pembukaan servik bergeser di sebelah
kanan garis waspada, kelambatan persalinan masih dapat diadaptasi selama 4 jam
dan selebihnya harus diambil tindakan definitif. Pembukaan servik persalinan masih
dianggap wajar bila terjadi diantara garis waspada dan garis tindakan disebut
kelambatan persalinan selama 4 jam, diperlukan penilaian yang seksama untuk
mengambil keputusan melakukan tindakan pada saat itu sesuai dengan indikasi,
karena dapat menimbulkan berbagai penyulit terhadap ibu maupun janin (Manuaba,
2001).
b) Penurunan kepala janin diperiksa dengan palpasi pada perut ibu dengan
ukuran perkiraan jari tangan di pinggir atas sympisis. Pemeriksaan ini dilakukan
sebelum pemeriksaan dalam.

c) Kontraksi dinilai untuk mengetahui kemajuan persalinan selain pembukaan


servik dan penurunan kepala, kontraksi uterus dicatat frekuensinya setiap 10 menit,
kekuatannya dan lamanya his yang baik adalah his dengan durasi lama, interval
pendek, dan tonus kuat.

2) Rekaman keadaan janin

a) Rekaman catatan tentang fetus merupakan pemantauan janin secara teliti


dari pengamatan-pengamatan yang terus menerus, teratur meliputi denyut jantung
janin (DJJ), ketuban dan moulase. DJJ normal antara 100-160 kali per menit.
Sebaiknya dicatat tiap 30 menit. DJJ kurang dari 100 kali per menit tachycardia. Bila
DJJ diluar batas normal, merupakan pertanda gawat janin (fetal distress). Jika hal ini
terjadi, observasi tiap 15 menit selama 1 jam. Kalau DJJ tetap abnormal dalam 3 kali
pengamatan harus segera dilakukan tindakan. Apabila persalinan sudah sangat
dekat, DJJ sama dengan atau kurang dari 100 kali per menit, maka menunjukan
keadaan janin gawat janin dan harus segera diambil tindakan.

b) Keadaan selaput dan air ketuban juga dapat mambantu untuk mengetahui
keadaan janin. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan periksa dalam dan
pengamatan dari luar selaput ketuban yang masih utuh (intact) ditulis U, air
ketuban diwarnai (mekonnium) ditulis M, tidak ada air ketuban ditulis K (kering),
cairan ketuban bercampur darah D, dan warna cairan ketuban jernih J. air
ketuban tidak ada sewaktu selaput ketuban sudah pecah atau dipecahkan,
dengarkan denyut jantung janin lebih sering dengan tujuan untuk mengetahui
adanya gawat janin.

c) Moulase tulang kepala dicatat dengan kriteria sebagai berikut : 0 = sutura


masih teraba, + = tulang-tulang kepala menempel, ++ = tulang kepala saling
menindih, +++ = tulang kepala tumpang tindih berat. Moulase yang hebat jauh di
atas pintu atas panggul (PAP) merupakan petunjuk adanya Disproporsi Kepala
Panggul (DKP) yang hebat (Manuaba, 2001).

3) Rekaman dan catatan keadaan ibu

Pemantauan keadaan ibu meliputi tekanan darah dan suhu tiap 4 jam, nadi tiap 30
menit, pemeriksaan urin terhadap protein dilakukan bila ada tanda pre
eklampsia/eklampsia, volume urin setiap kali buang air kecil, yang dianjurkan tiap 2-
4 jam, obat dan cairan intravena sesuai dengan situasi dan kebutuhan minum
diberikan setiap jam (Depkes, 2001).

Anda mungkin juga menyukai