Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simvastatin

2.1.1 Uraian Bahan

Menurut Moffat, et al., (2004), sifat fisiko kimia simvastatin adalah

sebagai berikut: Rumus

struktur:

Gambar 1. Struktur Simvastatin

Rumus Molekul : C25H38O5

Berat Molekul : 418,6

o o
Titik Lebur : 135 sampai 138 C

Pemerian : Serbuk kristal putih

Kelarutan : Tidak larut dalam air, n-heksana, dan asam klorida;

larut dalam kloroform, dimetil sulfoksida, metanol,

etanol, polietilen glikol, NaOH, dan propilen glikol.


2.1.2 Farmakologi

Statin merupakan kelompok dari 3-hydroxy-3-methylglutaroyl-

coenzyme A (HMG-CoA) inhibitor reduktase yang digunakan untuk

hiperkolesteramia dan hiperlipidemia. Simvastatin, lovastatin dan atorvastatin

adalah yang paling sering digunakan, namun hanya yang pertama yang

merupakan prodrug. Bentuk prodrug lebih baik di absorbsi dibandingkan

dengan bentuk non-modifikasi (Guzik, et al., 2010).

Simvastatin berdaya menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein)

dan kolesterol total dalam 2-4 minggu. Kadar VLDL (Very Low Density

Lipoprotein) dan TG juga dapat diturunkan, sedangkan HDL (High Density

Lipoprotein) dinaikkan sedikit. Digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan

damar. Khasiat menurunkan LDL-nya kuat, tetapi lebih lemah daripada

atorvastatin (Tan dan Rahardja, 2007).

2.1.3 Efek Samping

Pada umumnya ringan, antara lain nyeri otot reversibel, yang

adakalanya menjadi gangguan otot parah yang disebut rhabdomyolysis. Wanita

hamil tidak boleh menggunakannya karena statin berdaya teratogen

(mengakibatkan cacat pada bayi), lagipula kolesterol mutlak dibutuhkan bagi

pengembangan janin (Tan dan Rahardja, 2007).

2.1.4 Dosis

Permulaan 10 mg pada malam hari, bila perlu dinaikkan dengan

interval 4 minggu sampai maksimal 40 mg (Tan dan Rahardja, 2007).


2.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-

analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak.

Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil,

atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau

dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika

gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai

kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan kromatografi lapis tipis, fase

gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).

Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum

dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis kualitatif, kuantitatif,

atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya.

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.2.1 Klasifikasi Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya,

kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi

partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e)

kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas. Berdasarkan pada

alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas;

(b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c)
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG)

(Rohman, 2009).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memisahkan komponen campuran

senyawa kimia terlarut dengan sistem adsorpsi pada fase diam padat atau

sistem partisi di antara fase diam cair yang terikat pada penyangga padat, dan

fase gerak cair. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dapat memisahkan

makromolekul, ion, bahan alam yang tidak stabil, polimer dan berbagai gugus

polifungsi dengan berat molekul tinggi. Berbeda dengan kromatografi gas,

pemisahan pada KCKT adalah hasil antaraksi spesifik antara molekul senyawa

dengan fase diam dan fase gerak (Satiadarma, dkk., 2004).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh

kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor

yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai

cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal

maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah

bidang antara lain: farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan

(Munson, 1984).
2.4 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut

terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati

suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi

dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan

penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti

jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak,

suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran

fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan

interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu

perpindahan setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2010).

2.5 Jenis Pemisahan KCKT

Dari kedua fase, yaitu fase diam dan fase gerak, salah satu di antaranya

selalu harus lebih polar daripada yang lainnya. Misalnya, heksana yang dipakai

pada kolom silika kepolarannya jauh lebih rendah daripada permukaan silika.

Jika fase yang lebih polar itu fase diam, ini disebut kromatografi normal. Jika

fase yang kepolarannya lebih rendah ialah fase diam, ini dikenal sebagai

kromatografi fase balik (Gritter, dkk., 1991).

Kromatografi fase balik menggunakan fase diam dari silika yang

dimodifikasi secara kimiawi. Fase diam yang paling popular digunakan adalah

oktadesilsilan (ODS atau C18) yang relatif non polar sedangkan fase geraknya
relatif lebih polar daripada fase diam. Kondisi kepolaran kedua fase ini

merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal sehingga disebut

kromatografi fase balik (Meyer, 2010).

2.6 Komponen KCKT

Instrumentasi KCKT terdiri atas wadah fase gerak, pompa, injektor,

kolom, detektor, dan pengolah data. Diagram skematik alat KCKT ditunjukkan

oleh Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Skematik Alat KCKT (Rohman, 2009).

2.6.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut

kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah gerak.

Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter

pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing

(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab dengan adanya gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga

akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka

akan sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan
kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang

akan digunakan berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam

reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya

partikel yang kecil dapat berkumpul dalam kolom atau dalam tabung sempit,

sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung

tersebut (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.6.2 Pompa

Ada dua jenis pompa yang digunakan: tekanan-tetap dan pendesakan-

tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan

pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi

memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan

garis alas detektor yang stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan

utamanya ialah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran

yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas (Jhonson dan Stevenson, 1978).

2.6.3 Injektor

Menurut Jhonson dan Stevenson (1978), ada tiga tipe dasar injektor

yang dapat digunakan, yaitu:

1. Aliran henti: Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan

atmosfir; sistem ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya sistem aliran

utama tetap berada dalam tekanan kerja). Cara ini dapat dipakai karena

difusi di dalam zat cair kecil, jadi umumnya daya pisah tidak dipengaruhi;

2. Septum: Ini adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan

injektor yang lazim dipakai pada kromtografi gas. Injektor tersebut dapat
dipakai pada tekanan sampai sekitar 60 - 70 atmosfer. Sayang sekali,

septum tidak dapat dipakai untuk semua pelarut KC. Selain itu, partikel

kecil terlepas dari septum dan cenderung menyumbat;

3. Katup jalan-kitar: jenis injektor ini, biasanya dipakai untuk menyuntikkan

volum lebih besar dari pada 10 l dan sekarang dipakai dalam sistem yang

diotomatkan. (volume yang lebih kecil dapat disuntikkan secara manual

memakai adaptor khusus). Pada kedudukan mengisi, jalan-kitar cuplikan

diisi pada tekanan atmosfir. Jika katup dijalankan (dibuka), cuplikan di

dalam jalan-kitar teralirkan ke dalam kolom. Katup jalan-kitar secara

skematik ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Tipe Injektor Katup Putaran (De Lux Putra, 2007).

2.6.4 Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan

analisis bergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.

Menurut Johnson dan Stevenson (1978), kolom dapat dibagi menjadi dua

kelompok:
1. Kolom analitik: garis tengah dalam 2 6 nm. Panjang bergantung pada

jenis kemasan,untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 100

cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, biasanya 10 30 cm;

2. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25 100 cm.

Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai

pada suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai, terutama

dalam kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan

bergantung pada ragam KCKT yang dilakukan.

2.6.5 Fase Diam

Fase diam dapat berupa permukaan zat padat yang berfungsi sebagai

medium yang menjerap, atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis zat

padat. Banyak sistem fase diam baru telah dikembangkan untuk KCKT, dan

pemakaian bahan tersebut sangat meningkatkan keefisienan dan kemampuan

metode itu. Sebagian besar bahan itu didasarkan pada silika (Gritter, dkk.,

1991).

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi

secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan

divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya

residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silika (ODS atau C 18) merupakan fase

diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-

senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan

Rohman, 2009).
Sekarang ini, gel silika ODS atau fase-fase sejenis seperti gel silika

oktil digunakan untuk >80% analisis farmasi namun fase-fase lain hanya

digunakan jika diperlukan selektivitas khusus, misalnya untuk senyawa-

senyawa yang sangat mudah larut dalam air atau untuk pemisahan bioanalisis

yang menjadi penting karena matriks sampel tersebut menghasilkan banyak

puncak yang mengganggu (Watson, 2005).

2.6.6 Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat

selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrofotometri massa; dan

golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara

spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi,

elektrokimia. Idealnya, suatu detektor mempunyai karakteristik sebagai

berikut: (1) mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusible; (2)

mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar

yang sangat kecil; (3) stabil dalam pengoperasiannya, dan sebagainya (Gandjar

dan Rohman, 2009).

2.6.7 Pengolah Data

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, dan rekorder

dihubungkan ke detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang

dihasilkan oleh detektor dan memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang

selanjutnya dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2009).


2.6.8 Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut,

polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan

Rohman, 2009).

Pada KCKT, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu hal

penting yang mempengaruhi proses pemisahan. Berbagai macam pelarut

dipakai dalam semua jenis KCKT, tetapi ada beberapa syarat fase gerak yang

digunakan dalam KCKT. Menurut Jhonson dan Stevenson (1978), kriteria fase

gerak yang ideal adalah sebagai berikut:

(1) Murni, tanpa cemaran;

(2) Tidak bereaksi dengan kemasan;

(3) Sesuai dengan detektor;

(4) Dapat melarutkan cuplikan;

(5) Mempunyai viskositas rendah;

(6) Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika

diperlukan;

(7) Harganya wajar.

Pada umumnya, pelarut dibuang setelah digunakan karena tata kerja

pemurniannya memakan waktu dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4

persyaratan pertama merupakan yang paling penting (Jhonson dan Stevenson

(1978).
2.6.9 Elusi Gradien dan Isokratik

Menurut Gritter, dkk., (1991), elusi pada kromatografi cair kinerja

tinggi dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik

Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase

gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).

2. Sistem elusi gradien

Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak

yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi

fase gerak berubah-ubah selama elusi).

Elusi gradien digunakan pada situasi yang membutuhkan

pemprograman temperatur dalam GC, dan ini dibutuhkan ketika range dari

waktu retensi dari pelarut dalam kolom besar sehingga tidak dapat terlarut dan

elusi dalam waktu tertentu menggunakan saju jenis atau campuran pelarut

(Lindsay, 1987).

2.7 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya

(Harmita, 2004).

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) tahun

2012 dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,


reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode

analisis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter

kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter

analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi,

batas kuantitasi, spesifikasi, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan

ketahanan (Robutness).

Akurasi/kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Presisi/keseksamaan

adalah ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari

beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama. Presisi dinyatakan dengan

Relatif Standar Deviasi (RSD) (Harmita, 2004).

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi

merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas

terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan

seksama. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ) dapat

dihitung secara statistik melaljui garis regresi linier dari kurva kalibrasi

(Harmita, 2004).

Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai

konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi,

meskipun tidak selalu dapat dikuantitasi. Batas kuantitasi (limit of quantitation,


LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang

dapat ditentukan dengan kecermatan dan keseksamaan yang dapat diterima

pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman,

2009).

Anda mungkin juga menyukai