Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sejak ditemukannya antibiotic oleh Alexander Fleming, pada tahun


1928, dari kapang yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P.
notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang
dibiarkan lembap beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam
pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari
ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.
Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh
peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun
hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.

Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang


merugikan manusia. Sedangkan, antibiotic adalah zat yang dihasilkan oleh
suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau membasmi
mikroba jenis lain.

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada


manusia harus bersifat toksisitas selektif. Artinnya obat tersebut haruslah
memiliki toksisitas yang tinggi bagi mikroba, namun relative tidak toksis
pada hospes

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa


tersebut dan susunan kimiawinya. Ada lima kelompok antibiotika dilihat dari
target atau sasaran kerjanya:

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri


Mencangkup golongan Penisilin, Polipeptida dan Sefalosporin,
Misalnya ampisilin, penisilin G
2. Inhibitor sintesis protein
Mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Makrolida,
Aminoglikosida, dan Tetrasiklin
Misalnya gentamisin, kloramfenikol, kanamisin, streptomisin, tetrasiklin, ok
sitetrasiklin, eritromisin, azitromisin;

3. Inhibitor fungsi membran sel


Misalnya ionomisin, valinomisin
4. Inhibitor metabolisme sel mikroba
Misalnya sulfonamida, trimethoprim, cotrimoxazol (sulfametoksazol-
trimetoprim)
5. Antimetabolit, misalnya azaserine.

1.2 Rumusan Masalah


Seperti yang dijelaskan di latar belakang tersebut, penui mrumuskan
masalah seperti berikut :
1.2.1 Bagaimana tinjauan umum dari inhibitor metabolisme sel mikroba ?
1.2.2 Bagaimana sejarah bahwa golongan antagonis folat dapat menjadi
antikemoterapeutik?
1.2.3 Apa saja golongan yang termasuk dalam inhibitor metabolism dan
jelaskan tiap golongan inhibitor metabolisme berdasarkan dari mekanisme
kerja dan aspek lainnya ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui tinjauan umum inhibitor metabolism sel mikroba (antagonis
folat)
1.3.2 Mengetahui sejarah golongan antagonis folat
1.3.3 Mengetahui golongan dan mekanisme kerja, serta aspek lain dari tiap
golongan inhibitor metabolism.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan umum dari inhibitor metabolism

Sulfonamida merupakan obat yang pertama kali memberi efek


kemoterapi dalam infeksi, efektif pada terapi penyakit sistemik. Sekarang,
penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik lain yang lebih efektif, kurang
toksik dan adanya alergi yang ditimbulkan. Banyak organisme yang menjadi
resisten terhadap sulfonamida. Penggunaannya meningkat kembali sejak
ditemukan kotrimoksazol yaitu kombinasi trimetoprim dengan
sulfametoksazol.

2.2 Sejarah antagonis folat sebagai antikemoterapeutik

Perkembangan sejarah, pada tahun 1935, Domagk telah menemukan


bahwa suatu zat warna merah, prontosil rubrum, bersifat bakterisid in
vivo tetapi inaktif in vitro.Ternyata zat ini dalam tubuh dipecah menjadi
sulfanilamide yang juga aktif in vitro. Berdasarkan penemuan ini kemudian
disintesa sulfapiridin yaitu obat pertama yang digunakan secara sistemis
untuk pengobatan radang paru (1937). Dalam waktu singkat obat ini diganti
oleh sulfathiazole (Cobazol) yang kurang toksik (1939), disusul pula oleh
sulfaniazine , sulfmetoksazole, dan turunan-turunan lainnya yang lebih aman
lagi. Setelah diintroduksi derivate-derivat yang sukar resorbsinya dari usus
(sulfaguanidin dan lain-lain), akhirnya disintesa sulfa dengan efek panjang,
antara lain sulfadimetoksil (Madribon), sulfametoksipiridazine (Laderkyn),
dan sulfalen. Pada awalnya, Para sulfonamida bernama Prontosil. Prontosil
adalah sebuah prodrug.

Gb. Protonsil

Percobaan dengan Prontosil mulai pada tahun 1932 di laboratorium Bayer


AG yang merupakan perusahaan kimia yang terpercaya di Jerman. Tim Bayer
percaya bahwa zat pewarna yang dapat mengikat bakteri dan parasit yang
berbahaya bagi tubuh. Setelah bertahun-tahun tim yang dipimpin oleh dokter /
peneliti Gerhard Domagk (bekerja di bawah arahan umum Farben eksekutif
Heinrich Hoerlein) melakukan uji coba pada ratusan zat pewarna akhirnya
ditemukan satu zat aktif yang berwarna merah. Zat tersebut disintesis oleh
ahli kimia Bayer Josef Klarer yang memiliki efek luar biasa dalam beberapa
kasus infeksi bakteri pada tikus . Penemuan pertama tidak dipublikasikan
sampai 1935, lebih dari dua tahun setelah obat itu dipatenkan oleh Klarer dan
pasangannya Fritz Mietzsch. Prontosil menjadi produk obat baru dari Bayer.
obat tersebut dapat secara efektif mengobati berbagai infeksi bakteri dalam
tubuh yang memiliki tindakan perlindungan yang kuat terhadap infeksi yang
disebabkan oleh streptokokus, termasuk infeksi darah, demam nifas, dan
erysipelas. Sebuah tim peneliti Perancis yang dipimpin oleh Ernest Fourneau,
di Institut Pasteur, menyatakan bahwa obat tersebut dimetabolisme menjadi
dua bagian di dalam tubuh. Bagian yang tidak berwarna (inaktif) jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan dengan bagian yang berwarna (aktif). Senyawa
aktif tersebut dinamakan sulfanilamide. Penemuan ini membantu mendirikan
konsep bioactivation . Molekul aktif sulfanilamid (sulfa) pertama kali
disintesis pada tahun 1906 .

2.3 Golongan Mekanisme kerja serta aspek lain dari tiap golongan inhibitor
metabolism.
Terdapat tiga golongan yang termasuk dalam antagonis folat yaitu :
A. Sulfonamida
1. Struktur kimia
Nama Kimia :
4-Aminobenzenesulfonamide,
Sinonim : Sulphanilamide
Sulphonamide
Bacteramid
Rumus Kimia: :C6H8N2O2S
Berat Molekul : 172,20492
Bentuk : Kristal putih

2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari Sulfanilamida berdasarkan antagonisme
saingan (kompetitif). Bakteri membutuhkan PABA (p-amino benzoic
acid) untuk membentuk asam folat (THFA). Asam folat digunakan
untuk sintesis purin dan DNA/RNA. Sulfonamida menyaingi PABA
dengan menghambat atau mengikat enzim dihidropteroat sintase
(DHPS) sehingga menghambat pembentukan asam folat. Sulfonamida
menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam
folat. Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat.

3. Aktivitas dan spectrum antimikroba


Sulfonamida mempunyai spectrum yang luas, meskipun kurang
kuat bila dibandingkan dengan antibiotic dan strain mikroba yang
resistennya makin meningkat. Golongan obat ini biasanya bersifat
bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin dapat bersifat
bakterisid. Bakteri yang sensitif terhadap sulfonamida secara invitro
adalah:
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumonia
Bacillus anthracis
Corynebacterium diphteriae
Haemophyllus influenza
Vibrio cholera
Chlamydia trachomatis
Beberapa Protozoa

Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus,


pneumococcus, dan treptococcus yang saat ini telah resisten terhadap
sulfanilamid.

4. Resistensi

Bakteri yang semula sensitive terhadap sulfonamide dapat


menjadi resisten secara in vitro ataupun in vivo bersifat reversible
namun tidak disertai resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain.
Resistensi bakteri terhadap sulfa berasal dari transfer plasmid atau
mutasi acak. Resistensi mungkin disebabkan oleh tiga kemungkinan,
antara lain :
1. Perubahan ezim :
Dihiropteroat sintetase bakteri dapat mengalami mutasi atau ditransfer
melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.Karena itu
obat ini menjadi kurang efektif sebagai kompetitor PABA.

2. Penurunan masukan :
permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa strain yang
resisten.

3. Meningkatnya sintesis PABA :


meningkatnya produksi substrat alamiah PABA oleh mikroorganisme
melalui seleksi atau mutasi dapat mencegah penghambatan dihidropteroat
sintetase oleh sulfa.

5. Farmakokinetik
Dari segi distribusi, metabolise dn eksresi terbagi sebagai berikut :
a. Pemberian:
Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
b. Distribusi:
Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya baik ke
dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta
dan masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam
sirkulasi.
c. Metabolisme:
Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas
antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral atau
asam yang menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan
kerusakan ginjal.
d. Ekskresi:
Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.

6. Efek Samping
Selain terdapat manfaat dari pengunaan sulfa ini, ternya ada beberapa hal yang
disebabkan dari efek samping diantaranya :
1. Kristaluria
Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan
alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan
menurunkan konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.
2. Hipersensitivitas :
Reaksi hipersensitivitas, seperti kulit kemerahan, angioedema dan sindrom
Stevens-Johnson biasanya sering terjadi. Sindrom Stevens-Johnson terjadi
lebih sering pada penggunaan obat yang masa kerjanya lama.

3. Gangguan darah :
Anemia hemolitik terjadi pada penderita dengan defisiensi glukosa 6-
fosfatase dehidogenase.Granulositopenia dan trombositopenia juga dapat
terjadi.
4. Karnikterus :
Gangguan ini mungkin terjadi pada neonatus karena sulfa menggantikan
bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin serum.kemudian bilirubin
secara bebas masuk kedalam sistem saraf pusat.
5. Potensiasi Obat :
Potensiasi efek hipoglikemik tolbutamid atau efek antikoagulan warfarin
atau bishidroksikumarin disebabkan pemindahan dari tempat pengikatan
pada albumin serum.Kadar metitreksat bebas mungkin juga meningkat
melalui pemindahannya.

B. Trimethoprim
1. Struktur kimia
Nama Kimia :5-
[(3,4,5-trimethoxyphenyl)
metil] pirimidin-2 ,4-
diamina
Sinonim : Proloprim
Trimpex
Bactramin
Rumus Kimia :
C 14 H 18 N 4 O 3
Berat Molekul :
290,31772

2. Mekanisme Kerja
Trimethoprim mengikat dihydrofolate reduktase dan menghambat
pengurangan asam dihydrofolic (DBD) menjadi asam tetrahydrofolic
(THF). THF merupakan prekursor penting dalam sintesis jalur timidin
dan gangguan jalur ini menghambat sintesis DNA bakteri. Afinitas
Trimethoprim untuk bakteri dihydrofolate reduktase adalah beberapa
ribu kali lebih besar daripada afinitas untuk reduktase dihydrofolate
manusia. Sulfametoksazol menghambat sintetase dihydrofolate (alias
dihydropteroate sintetase), enzim yang terlibat lebih jauh hulu di jalur
yang sama. Trimetoprim dan sulfametoksazol biasanya digunakan
dalam kombinasi karena efek sinergis mereka. Kombinasi obat ini juga
mengurangi perkembangan resistensi yang terlihat ketika kedua obat
tersebut digunakan sendiri.
3. Aktivitas dan spectrum antimikroba
Haemophilus influenzae , Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae spesies umumnya rentan terhadap trimetoprim,
sementara spesies Proteus yang resisten terhadap trimetoprim
4. Resistensi
Resistensi terhadap trimethoprim dapat disebabkan oleh penurunan
permeabilitas sel, produksi berlebih dehidrofolat reduktase yang telah
diubah sehingga menyebabkan penurunan ikatan obat. Oleh karena itu,
untuk menghindari resistensinya lebih lanjut yang semakin seringerjadi,
sebaiknya jangan digunakan sebagai obat pencegah.
5. Farmakokinetik
Trimetoprim dapat diserap baik dalam usus dan didistribusikan
dalam cairan dan jaringan tubuh. Oleh karena trimetropim lebih mudah
larut dalam lipid, dibandingkan dengan sulfametoksazol, trimethoprim
memiliki volume distribusi lebih besar yang lebih besar daripada
sulfametoksazol
Trimetoprim terkonsentrasi dalam cairan prostatic dan cairan
vagina yang lebih asam daripada plasma. Oleh karena itu, trimethoprim
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dalam cairan prostatic
dan vagina daripada obat antimikroba lainnya.
6. Efek Samping
Trimethoprim dapat menyebabkan efek samping. Antara lain sebagai
berikut
Anemia megaloblstik
Leukopenia
Granulositopenia

C. Kotrimoksazol
1. Struktur Kimia
Nama Kimia : 4-[(5-
methyl-1,2-oxazol-3-
yl)methylsulfonyl]ani
line
Sinonim : Centran
Centrin
Eslectin
Rumus Kimia: : C25H30N6O6S
Berat Molekul : 542.6073

2. Mekanisme kerja
Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi dua
langkah berurutan kepada sintesis asam tetrahidrofolat, sulfonamide
menghambat penggabungan PABA ke dalam asam folat dan trimetoprim
mencegah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kotrimoksazol
menunjukkan aktivitas yang lebih poten di bandingkan dengan
sulfametoksazol atau trimetoprim tunggal.
Berdasarkan teori sequential blockade dari Hitchings (1965) yakni ila
dua obat bekerja terhadap dua titik berturut-turut dari suatu proses enzim
bkteri, maka efeknya adalah potensiasi. Dalam hal ini proses enzim adalah
sintesis protein (DNA/RNA)dari PABA.

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa sulfonamide mengganggu


proses enzim dihydropteroate synthetase dengan cara persaingan substrat,
sedangkan trimetoprim mengintervensi antara dihydrofolic acid dan dan
tetrahydrofolic acid dengan merintangi enzim dihydrofolate reductase
yang mereduksi dihidrofolic acid menjadi tetrahidrofolic acid. Sehingga,
terhentinya sintesa asam folat (sebagai bahan untuk sintesa purin dan DNA
/ RNA) akibatnya pembelahan sel bakteri dihentikan.

3. Spectrum antimikroba
Kombinasi trimetropim dan sulfametaksazol mempunyai spektrum kerja
yang lebih luas dibandingkan sulfa.

4. Resistensi
Resistensi terhadap kombinasi trimetropim-sulfametaksazol lebih jarang
terjadi dibandingkan resistensi terhadap masing-masing obat secara
tunggal karena memerlukan resistensi simultan terhadap kedua obat.

5. Farmakokinetik
1. Absorbsi dan metabolisme :
Trimetopim bersifat lebih larut dalam lemak dibandingkan
sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih besar.
Pemberian 1 bagian trimetoprim menjadi 5 bagian sulfa menyebabkan
rasio obat dalam plasma 20 bagian sulfametaksazol terhadap 1 bagian
trimetoprim. Rasio ini optimal untuk efek antibiotika. Kotrimoksazol
biasanya diberikan peroral. Pengecualian pemberian intravena pada
pasien pneumonia berat yang disebabkan pneumocystis carinii atau
terhadap pasien yang tidak dapat menelan obat.
2. Nasib obat :
Kedua obat didistribusikan keseluruh tubuh. Trimetoprim relatif
terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan
memberikan hasil kombinasi trimetoprim-sulfametaksazol yang
memuaskan terhadap infeksi di daerah tersebut. Kedua obat ini dan
metabolit-metabolitnya diekskresikan dalam urine.

6. Efek Samping
1. Kulit :
Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah pada orang
tua
2. Saluran cerna :
Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jarang terjadi.
3. Darah :
Anemia megaloplastik, leukopenia, dan trombositopenia dapat terjadi ;
semua efek ini dapat segera diperbaiki dengan pemberiaan asam folinat
bersamaan, yang melindungi pasien dan tidak menembus
mikroorganisme.Anemia hemolitik dapat terjadi pada pasien G6PD
yang disebabkan sulfametaksazol.
4. Pasien HIV :
Pasien dengan tanggap imun yang lemah dengan pneumonia
pneumocystis lebih sering mengalami demam karena induksi obat,
kulit kemerahan, diare dan atau pansitopenia.
5. Interaksi obat :
Pernah dilaporkan waktu protombin memanjang pada pasien yang
mengkonsumsi warfarin. Waktu paruh plasma fenitoin dapat
meningkat akibat hambatan terhadap metabolismenya. Kadar
metotreksat mungkin meningkat karena pemindahan dari tempat ikatan
albumin oleh sulfametaksazol.

Tabel klasifikasi obat inhibitor metabolism atau antagonis folat


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
a. Tinjauan umum dari inhibitor metabolism bahwa golongan sulfonamide
(sulfametoksazol) merupakan obat kemoterapeuik, namun dewasa ini
sering penggunaanya bersamaan dengan trimethoprim agar terapi yang
dierikan lebih efekti sebagai antagonis folat.
b. Pada awalnya, Para sulfonamida bernama Prontosil. Prontosil adalah
sebuah prodrug Kemudian Protonsil dikonversi menjadi metabolit
aktifnya yaitu sulfanilamida (para-aminobenzensulfonamida), zat inilah
yang berungsi sebagai inhibitor metabolism pada bakteri
c. Inhhibitor metabolism terbagi menjadi beberapa macam, yakni
sulfonamide, trimetoprim dan kotrimoksazol (yaitu gabungan antara
sulfametoksazol dan trimethoprim) yang masing-masingnya mempunyai
mekanisme kerja yang berbeda. Namun dari macam-macam inhibitor
metabolisme yang mempunyai potensial paling effektif sebagai obat
kemoterapeutik adalah kotrimoksazol.

3.2. Saran
Hambatan metabolism asam folat pada dua tempat dapat terjadi efek sinergis
karena spectrum kerja diperluas dan berkurangnya bahaya terjadinya
resistensi dibandingkan dengan monoterapi dengan trimetoprim saja atau
dengan sulfonamide saja, maka kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol
(cotrimoksazol) digunakan pada berbagai infeksi bakteri.

Anda mungkin juga menyukai