PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui tinjauan umum inhibitor metabolism sel mikroba (antagonis
folat)
1.3.2 Mengetahui sejarah golongan antagonis folat
1.3.3 Mengetahui golongan dan mekanisme kerja, serta aspek lain dari tiap
golongan inhibitor metabolism.
BAB II
PEMBAHASAN
Gb. Protonsil
2.3 Golongan Mekanisme kerja serta aspek lain dari tiap golongan inhibitor
metabolism.
Terdapat tiga golongan yang termasuk dalam antagonis folat yaitu :
A. Sulfonamida
1. Struktur kimia
Nama Kimia :
4-Aminobenzenesulfonamide,
Sinonim : Sulphanilamide
Sulphonamide
Bacteramid
Rumus Kimia: :C6H8N2O2S
Berat Molekul : 172,20492
Bentuk : Kristal putih
2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari Sulfanilamida berdasarkan antagonisme
saingan (kompetitif). Bakteri membutuhkan PABA (p-amino benzoic
acid) untuk membentuk asam folat (THFA). Asam folat digunakan
untuk sintesis purin dan DNA/RNA. Sulfonamida menyaingi PABA
dengan menghambat atau mengikat enzim dihidropteroat sintase
(DHPS) sehingga menghambat pembentukan asam folat. Sulfonamida
menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam
folat. Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat.
4. Resistensi
2. Penurunan masukan :
permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada beberapa strain yang
resisten.
5. Farmakokinetik
Dari segi distribusi, metabolise dn eksresi terbagi sebagai berikut :
a. Pemberian:
Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
b. Distribusi:
Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya baik ke
dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta
dan masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam
sirkulasi.
c. Metabolisme:
Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas
antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral atau
asam yang menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan
kerusakan ginjal.
d. Ekskresi:
Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.
6. Efek Samping
Selain terdapat manfaat dari pengunaan sulfa ini, ternya ada beberapa hal yang
disebabkan dari efek samping diantaranya :
1. Kristaluria
Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan
alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan
menurunkan konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.
2. Hipersensitivitas :
Reaksi hipersensitivitas, seperti kulit kemerahan, angioedema dan sindrom
Stevens-Johnson biasanya sering terjadi. Sindrom Stevens-Johnson terjadi
lebih sering pada penggunaan obat yang masa kerjanya lama.
3. Gangguan darah :
Anemia hemolitik terjadi pada penderita dengan defisiensi glukosa 6-
fosfatase dehidogenase.Granulositopenia dan trombositopenia juga dapat
terjadi.
4. Karnikterus :
Gangguan ini mungkin terjadi pada neonatus karena sulfa menggantikan
bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin serum.kemudian bilirubin
secara bebas masuk kedalam sistem saraf pusat.
5. Potensiasi Obat :
Potensiasi efek hipoglikemik tolbutamid atau efek antikoagulan warfarin
atau bishidroksikumarin disebabkan pemindahan dari tempat pengikatan
pada albumin serum.Kadar metitreksat bebas mungkin juga meningkat
melalui pemindahannya.
B. Trimethoprim
1. Struktur kimia
Nama Kimia :5-
[(3,4,5-trimethoxyphenyl)
metil] pirimidin-2 ,4-
diamina
Sinonim : Proloprim
Trimpex
Bactramin
Rumus Kimia :
C 14 H 18 N 4 O 3
Berat Molekul :
290,31772
2. Mekanisme Kerja
Trimethoprim mengikat dihydrofolate reduktase dan menghambat
pengurangan asam dihydrofolic (DBD) menjadi asam tetrahydrofolic
(THF). THF merupakan prekursor penting dalam sintesis jalur timidin
dan gangguan jalur ini menghambat sintesis DNA bakteri. Afinitas
Trimethoprim untuk bakteri dihydrofolate reduktase adalah beberapa
ribu kali lebih besar daripada afinitas untuk reduktase dihydrofolate
manusia. Sulfametoksazol menghambat sintetase dihydrofolate (alias
dihydropteroate sintetase), enzim yang terlibat lebih jauh hulu di jalur
yang sama. Trimetoprim dan sulfametoksazol biasanya digunakan
dalam kombinasi karena efek sinergis mereka. Kombinasi obat ini juga
mengurangi perkembangan resistensi yang terlihat ketika kedua obat
tersebut digunakan sendiri.
3. Aktivitas dan spectrum antimikroba
Haemophilus influenzae , Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae spesies umumnya rentan terhadap trimetoprim,
sementara spesies Proteus yang resisten terhadap trimetoprim
4. Resistensi
Resistensi terhadap trimethoprim dapat disebabkan oleh penurunan
permeabilitas sel, produksi berlebih dehidrofolat reduktase yang telah
diubah sehingga menyebabkan penurunan ikatan obat. Oleh karena itu,
untuk menghindari resistensinya lebih lanjut yang semakin seringerjadi,
sebaiknya jangan digunakan sebagai obat pencegah.
5. Farmakokinetik
Trimetoprim dapat diserap baik dalam usus dan didistribusikan
dalam cairan dan jaringan tubuh. Oleh karena trimetropim lebih mudah
larut dalam lipid, dibandingkan dengan sulfametoksazol, trimethoprim
memiliki volume distribusi lebih besar yang lebih besar daripada
sulfametoksazol
Trimetoprim terkonsentrasi dalam cairan prostatic dan cairan
vagina yang lebih asam daripada plasma. Oleh karena itu, trimethoprim
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dalam cairan prostatic
dan vagina daripada obat antimikroba lainnya.
6. Efek Samping
Trimethoprim dapat menyebabkan efek samping. Antara lain sebagai
berikut
Anemia megaloblstik
Leukopenia
Granulositopenia
C. Kotrimoksazol
1. Struktur Kimia
Nama Kimia : 4-[(5-
methyl-1,2-oxazol-3-
yl)methylsulfonyl]ani
line
Sinonim : Centran
Centrin
Eslectin
Rumus Kimia: : C25H30N6O6S
Berat Molekul : 542.6073
2. Mekanisme kerja
Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi dua
langkah berurutan kepada sintesis asam tetrahidrofolat, sulfonamide
menghambat penggabungan PABA ke dalam asam folat dan trimetoprim
mencegah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kotrimoksazol
menunjukkan aktivitas yang lebih poten di bandingkan dengan
sulfametoksazol atau trimetoprim tunggal.
Berdasarkan teori sequential blockade dari Hitchings (1965) yakni ila
dua obat bekerja terhadap dua titik berturut-turut dari suatu proses enzim
bkteri, maka efeknya adalah potensiasi. Dalam hal ini proses enzim adalah
sintesis protein (DNA/RNA)dari PABA.
3. Spectrum antimikroba
Kombinasi trimetropim dan sulfametaksazol mempunyai spektrum kerja
yang lebih luas dibandingkan sulfa.
4. Resistensi
Resistensi terhadap kombinasi trimetropim-sulfametaksazol lebih jarang
terjadi dibandingkan resistensi terhadap masing-masing obat secara
tunggal karena memerlukan resistensi simultan terhadap kedua obat.
5. Farmakokinetik
1. Absorbsi dan metabolisme :
Trimetopim bersifat lebih larut dalam lemak dibandingkan
sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih besar.
Pemberian 1 bagian trimetoprim menjadi 5 bagian sulfa menyebabkan
rasio obat dalam plasma 20 bagian sulfametaksazol terhadap 1 bagian
trimetoprim. Rasio ini optimal untuk efek antibiotika. Kotrimoksazol
biasanya diberikan peroral. Pengecualian pemberian intravena pada
pasien pneumonia berat yang disebabkan pneumocystis carinii atau
terhadap pasien yang tidak dapat menelan obat.
2. Nasib obat :
Kedua obat didistribusikan keseluruh tubuh. Trimetoprim relatif
terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan
memberikan hasil kombinasi trimetoprim-sulfametaksazol yang
memuaskan terhadap infeksi di daerah tersebut. Kedua obat ini dan
metabolit-metabolitnya diekskresikan dalam urine.
6. Efek Samping
1. Kulit :
Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah pada orang
tua
2. Saluran cerna :
Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jarang terjadi.
3. Darah :
Anemia megaloplastik, leukopenia, dan trombositopenia dapat terjadi ;
semua efek ini dapat segera diperbaiki dengan pemberiaan asam folinat
bersamaan, yang melindungi pasien dan tidak menembus
mikroorganisme.Anemia hemolitik dapat terjadi pada pasien G6PD
yang disebabkan sulfametaksazol.
4. Pasien HIV :
Pasien dengan tanggap imun yang lemah dengan pneumonia
pneumocystis lebih sering mengalami demam karena induksi obat,
kulit kemerahan, diare dan atau pansitopenia.
5. Interaksi obat :
Pernah dilaporkan waktu protombin memanjang pada pasien yang
mengkonsumsi warfarin. Waktu paruh plasma fenitoin dapat
meningkat akibat hambatan terhadap metabolismenya. Kadar
metotreksat mungkin meningkat karena pemindahan dari tempat ikatan
albumin oleh sulfametaksazol.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Tinjauan umum dari inhibitor metabolism bahwa golongan sulfonamide
(sulfametoksazol) merupakan obat kemoterapeuik, namun dewasa ini
sering penggunaanya bersamaan dengan trimethoprim agar terapi yang
dierikan lebih efekti sebagai antagonis folat.
b. Pada awalnya, Para sulfonamida bernama Prontosil. Prontosil adalah
sebuah prodrug Kemudian Protonsil dikonversi menjadi metabolit
aktifnya yaitu sulfanilamida (para-aminobenzensulfonamida), zat inilah
yang berungsi sebagai inhibitor metabolism pada bakteri
c. Inhhibitor metabolism terbagi menjadi beberapa macam, yakni
sulfonamide, trimetoprim dan kotrimoksazol (yaitu gabungan antara
sulfametoksazol dan trimethoprim) yang masing-masingnya mempunyai
mekanisme kerja yang berbeda. Namun dari macam-macam inhibitor
metabolisme yang mempunyai potensial paling effektif sebagai obat
kemoterapeutik adalah kotrimoksazol.
3.2. Saran
Hambatan metabolism asam folat pada dua tempat dapat terjadi efek sinergis
karena spectrum kerja diperluas dan berkurangnya bahaya terjadinya
resistensi dibandingkan dengan monoterapi dengan trimetoprim saja atau
dengan sulfonamide saja, maka kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol
(cotrimoksazol) digunakan pada berbagai infeksi bakteri.