Anda di halaman 1dari 7

Jawaban praktikum termobakteriologi

1. Bacillus cereus merupakan golongan bakteri Gram-positif (bakteri yang


mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram), aerob
fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi
secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Spora Bacillus cereus
lebih tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama
pada produk yang kering. Selnya berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak
membengkakkan sporangiumnya.

Sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik lainnya, termasuk sifat-sifat biokimia,


digunakan untuk membedakan dan menentukan keberadaan Bacillus cereus,
walaupun sifat-sifat ini juga dimiliki oleh Bacillus cereus var. mycoides, Bacillus
thuringiensis dan Bacillus anthracis. Organisme-organisme ini dapat dibedakan
berdasarkan pada motilitas / gerakan (kebanyakan Bacillus cereus motil / dapat
bergerak), keberadaan kristal racun (pada Bacillus thuringiensis ), kemampuan untuk
menghancurkan sel darah merah (aktivitas hemolytic) (Bacillus cereus dan lainnya
bersifat beta haemolytic sementara Bacillus anthracis tidak bersifat hemolytic), dan
pertumbuhan rhizoid (struktur seperti akar), yang merupakan sifat khas dari Bacillus
cereus var. mycoides . Bacillus cereus telah dikenali sebagai salah satu penyebab
keracunan pada makanan. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan
atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri
bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi
pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan
oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein
dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis
(disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah).

Susu merupakan salah bahan pangan yang sangat mudah rusak, karena merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:

2. Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk


asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri koli.

Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah
protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam.

Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk lendir.

Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri
yang membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri koli
dan bakteri pembentuk spora, dan bakteri yang hanya membentuk CO 2 seperti bakteri
asam laktat tertentu dan kamir.

Ketcngikan, disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.


Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi senyawa-
senyawa berbau busuk.

3. Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha


mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri
mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase
dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri
terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001)
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan
basillah yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil
mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan
beberapa spesies Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora.
Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di
dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding
tebal, sangat refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies
Bacillus, Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk
endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi
sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam
pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma
vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spor. Pembentukan spora
bakteri secara alami belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kita dapat
memicu bakteri membentuk spora. Pemanasan pada suhu 60-65C selama
10 menit atau lebih mampu memicu pembentukan spora. Faktor lain yang
mampu memicu pembentukan spora bakteri adalah perlakuan pH rendah,
suhu rendah, pemberian agen pereduksi, dana agen-agen kimia lainnya.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini
mudah terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini
sesuai dengan kenyataan bahwa, sampel yang diambil dalam praktikum
ini berasal dari biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu,
sehingga di asumsikan, nutrisi di dalam medium telah hampir habis,
sehingga diharapkan bakteri melakukan proses sporulasi ini. Haapan ini
terbukti benanr dengan kenyataan bahwa dari kedua sampel yaitu koloni 1
dan koloni 2, keduanya sama-sama menghasilkan spora.
Namun menurut Dwijoseputro (1979) beberapa bakteri mampu
membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun
medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut
secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya
memang memiliki satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro (1979)
jka medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar
bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena
struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah
bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus
dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora.
Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam
beberapa tahapan, secara singkat bagan proses pembentukan spora
bakteri di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar
membran kini menjadi lapisan dalam membran (calon) spora.
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika
spora mendapatkan lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh
menjadi satu sel bakteri yang baru. (sumber: FMIPA UPI)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-
tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang
normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun
spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih
bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora, sampai kondisi
lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu
sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler,
1988).

Bakteri pembentuk endospora adalah genera Bacillus dan Clostridium. Spora yang dibentuk
dari spesies yang berbeda bahan dari strain yang berbeda mempunyai sifat ketahanan
terhadap panas dan reagensia tertentu juga berbeda, kesemuanya lebih tahan dibandingkan
dengan sel vegetatifnya.

Pembentukan spora terjadi pada waktu mencapai fase pertumbuhan late logarithmic yaitu
pada saat makanan sel hampir habis atau selnya telah tua. Terbentuknya spora dapat
ditunjukkan dengan penambahan bahan kimia tertentu sehingga dapat terlihat pertambahan
jumlah DNA sel selama sporulasi. Pembentukan spora terjadi pada interval pH tertentu (lebih
sempit dibandingkan dengan untuk pertumbuhan sl), adanya oksigen yang cukup untuk
bakteri aerob dan tidak adanya oksigen untuk bakteri anaerob, interval suhu juga lebih sempit
dibandingkan untuk pertumbuhan, adanya ion logam tertentu seperti Mn++, tidak terdapat zat
penghambat seperti asam lemak, cukup glukosa dan tersedianya nitrogen.

Selama sporulasi protein sel dirubah menjadi protein spora, terbentuknya enzim tertentu,
asam dipikolinat (DPA), glukosamin dan asam muramat.

Perkecambahan spora dapat terjadi pada umumnya bila kondisi sesuai dengan kondisi
pertumbuhan sel vegetatif, tetapi masih memerlukan kondisi tertentu misalnya pada suhu
rendah spora tidak dapat berkecambah. Perkecambahan spora dapat dipercepat dengan
adanya jenis asam amino tertentu yaitu 1 alanin, adenosin, 1 sistein, 1 valin, adanya ion
Mg++ dan Mn++, glukosa, asam dipikolinat dan ion Ca++. Dengan pemanasan yang bersifat
heat shocking / heat activation dapat mengaktifkan enzim-enzim dormat. Suhu optimal dan
waktu pemanasan tersebut tergantung pada sifat bakteri pembentuk spora, untuk bakteri
termofil suhunya lebih tinggi dibandingkan dengan mesofil. Perkecambahan dapat dihambat
dengan penambahan asam sorbat pada pH asam, dengan penambahan zat yang bersifat kation
divalen, pati, asam oleat dan asam llinoleat.

Dormancy spora dapat diartikan sebagai masa perpanjangan waktu perkecambahan spora
karena kondisinya kurang sesuai, misalnya adanya zat penghambat atau kekurangan nutien
utama seperti asam-asam amino. Beberapa spora dapat berkecambah tetapi tidak dapat
tumbuh karena rusak oleh pemanasan, penyinaran dan adanya agensia tertentu. Perpanjangan
waktu berkecambah spora dari beberapa hari sampai beberapa bulan, sebagai contoh pada
spora Bacillus megaterium mempunyai waktu dormancy selama 3 4 bulan, sedang
Clostridium botulinum dari 15 hari 72 bulan.

4. ada kondisi yang tidak menguntungkan beberapa bakteri seperti Bacillus,


dan Clostridium memproduksi bentuk pertahanan hidup yang disebut
endospora. Proses ini dikenal sebagai sporulasi. Spora bakteri berbeda
dengan spora pada jamur, pada bakteri sporanya tidak mempunyai fungsi
sebagai alat reproduksi. Endospora ini tahan terhadap kondisi lingkungan
ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun
(desinfektan, antibiotic) dan radiasi UV. Merupakan fase tidur dari bakteri.
Endospora mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali
menguntungkan. Endospora kmeudian membentuk proses germinasi, dan
membentuk bakteri sel tunggal (Sidhar, 2010). Endospora mengandung sedikit
sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas
protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu
tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh
menjadi sel bakteri baru. Endospora lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang
kurang menguntungkan daripada sel vegetatif bakteri. Proses pembentukan spora
dinamakan proses sporulasi. setelah kondisi lingkungan membaik, endospora akan
pecah menjadi sel vegetatif kembali, dinamakan proses germinasi.

Mekanisme terjadinya sporulasi adalah sebagai berikut (Neli, 2011):

1) Pada tahap pertama bakteri membentuk filamen aksial. Pembentukan filamen aksial
tidak berlangsung lama.

2) Pembentukan septum asimetris, menghasilkan sel induk dan calon sel pra-spora.
Masing-masing sel menerima DNA anakan. Selanjutnya terjadi fagositosis sel praspora
oleh sel induk, sehingga sel praspora menjadi bentukan yang disebut protoplas.

3) Tahap ketiga adalah perkembangan protoplas yang disebut perkembangan spora-


awal (forespore). Pada perkembangan spora-awal belum terbentuk peptidoglikan,
sehingga bentuk spora-awal tidak beraturan (amorfus).

4) Pembentukan korteks (peptidoglikan). Spora-awal menyintesis peptidoglikan,


sehingga spora-awal mempunyai bentuk pasti. Pembentukan peptidoglikan oleh spora-
awal disebut juga pembentukan korteks.

5) Pembentukan pembungkus (coat). Spora-awal menyintesis berlapis-lapis


pembungkus spora. Pembungkus spora disintesis baik secara terus-menerus maupun
terputus-putus, sehingga tampak seperti penebalan korteks. Material korteks dan
pembungkus spora berbeda.

6) Pematangan spora. Spora bakteri menyintesis asam dipokolinat dan melakukan


pengambilan kalsium. Dua komponen ini merupakan karakteristik resistensi dan dormansi
endospora.

Tahap terakhir adalah pelepasan spora. Terjadi lisis sel induk, sehingga spora yang telah
matang keluar. Tidak ada aktivitas metabolic yang terjadi sampai spora siap untuk
melakukan germinasi. Proses sporulasi ini biasanya berlangsung sekitar 15 jam.

5. Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan


membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir.
Proses ini diberi nama atas penemunya Louis Pasteur seorang ilmuwan Perancis. Tes
pasteurisasi pertama diselesaikan oleh Pasteur dan Claude Bernard pada 20
April 1862.Tidak seperti sterilisasi, pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh
seluruh mikro-organisme di makanan. Bandingkan dengan appertisasi yang diciptakan
oleh Nicolas Appert. Pasteurisasi bertjujuan untuk mencapai pengurangan log
dalam jumlah organisme, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bisa
menyebabkan penyakit (dengan syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan
dan digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa). Sterilisasi skala komersial makanan
masih belum umum, karena dapat mempengaruhi rasa dan kualitas dari produk.

Pasteurisasi, yaitu proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam


susu dengan waktu dan temperatur tertentu. Adapun proses pasteurisasi ada 2
macam antara lain:
1. Pasteurisasi lama (LTLT= Low Temperature Long Time) dengan suhu
62,8oC- 65,6oC selama 30 menit dan didinginkan dengan cepat pada suhu 10
o
C.
2. Pasteurisasi sekejap (HTST= High Temperature Short Time) dengan suhu
85oC 95oC selama 1-2 menit dan didinginkan dengan cepat pada suhu 10 oC.

Tujuan dilakukan pasteurisasi yaitu :


a. Untuk membunuh bakteri pathogen, yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya
karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia (mycobacterium
tubercolosis).
b. Untuk membunuh bacteri tertentu yaitu dengan mengatur tingginya suhu dan
lamanya waktu pasteurisasi.
c. Untuk mengurangi populasi bakteri dalam bahan susu.
d. Untuk mempertinggi atau memperpanjang daya simpan bahan.
e. Dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik konsumen.
f. Pada pasteurisasi susu, proses ini dapat menginaktifkan fosfatase dan
katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak.
Pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu
susu segar serta memperpanjang umur simpan susu. Pasteurisasi
adalah pemanasan susu pada temperatur dan lama waktu tertentu
yang tujuan utamanya adalah untuk membunuh bakteri patogen,
namun diharapkan perubahan yang terjadi di dalam komposisi, flavor
dan nilai nutrisi seminimal mungkin. Standar pasteurisasi
menggunakan suhu diatas 62 C selama 3 menit atau suhu 71 C
selama 15 detik. Setelah proses pasteurisasi, air susu 0 C atau harus
segera didinginkan sampai suhu 4 lebih rendah untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang masih hidup dengan masa simpan tidak
rusak dalam waktu kurang lebih 7 hari (HADIWIYOTO, 1994).
PROSES PASTEURISASI SUSU
Dipandang dari segi kesehatan manusia susu segar yang tidak
dipasteurisasi merupakan bahan makanan yang membahayakan bila
dikonsumsi langsung, karena susu merupakan media yang
sempurna untuk pertumbuhan mikroba yang dapat menginfeksi
manusia. Penyakit seperi TBC, typhus, disentri dapat ditularkan
melalui susu mentah.
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pads suhu di bawah 100
C dan dalam jangka waktu tertentu yang dapat mematikan sebagian
mikroba yang ada dalam susu. Selain ditujukan untuk membunuh
mikroba pembawa penyakit (pathogen) seperti bakteri TBC ; Coli, dll,
proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan segera akan
menghambat pertumbuhan mikroba yang tahap suhu pasteurisasi juga
akan merusak system ensimatis yang dihasilkannya (misalnya enzim
phosphatase, lipase, dll) sehingga dapat mengurangi kerusakan zat
gizi serta memperbaiki daya simpan suus (keeping quality) dan
mempertahankan rupa serta cita rasa susu segar.
Dikenal dua metode yang lazim digunakan pada proses pasteurisasi
susu yaitu LTLT (Low Temperature Long Time) dan HTST (High
Temperature Short Time). Metode LTLT pada dasarnya dilakukan
dengan pemanasan susu sampai suhu 63 65 C dan dipertahankan
pada suhu tersebut selama 30 menit. Alat yang digunakan untuk LTLT
berupa tangki terbuka (open vat) dengan pemanas tidak langsung atau
lebih dikenal dengan Batch Pasteuriser. Sedang metode HTST
dilakukan dengan pemanasan suhu selama 15 -16 detik pada suhu76
C atau lebih dengan alat penukar panas (heat exchanger) dan diikuti
dengan proses pendinginan susu dengan cepat agar mikroba yang
masih hidup tidak tumbuh kembali.
6. Di diktat

Anda mungkin juga menyukai