Anda di halaman 1dari 5

.

DIAGNOSIS BANDING

1. Abses Hepar Piogenik

Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splanknik melalui v.
porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak
diketahui. Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di
sekitarnya.10

Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari abses hepar amuba. Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas,
penurunan berat badan dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran
kanan atas. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila
penderita berbaring pada sisi kanan. Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada
jenis abses atau kuman penyebabnya. Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. Ikterus,
terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu disertai dengan
kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini prognosisnya buruk. Pada
pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau ketegangan pada perut kuadran lateral
atas abdomen atau pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa di epigastrium.10
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (>
10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai
normal. Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang
didapatkan pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-
100 pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum aminotransferase alanin
didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase
meningkat. Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3
g/dL) dan peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada
71-87 pasien.10

2. Hepatoma

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.11

Terjadinya penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor yang
diduga sebagai penyebabnya antara lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin,
infeksi beberapa macam parasit, keturunan maupun ras. Keluhan dan gejala yang timbul
sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa disertai keluhan atau sedikit keluhan
seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis. Penderita sering mengeluh rasa sakit
atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau benda tumpul) yang terus menerus di
perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapi bertambah berat jika digerakkan.11

Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar membesar dengan konsistensi keras dan
sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karena adanya
asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata
menguning. Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral
tumor. Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan
darah menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selain memerlukan
anamesis dan pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan
radiologi (rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan),
peritneoskopi, dan test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi Hepar
untuk pemeriksaan jaringan.11

Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapa jenis
hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto
protein di dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT,
fosfatase alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase.
Pengobatan KHS yang telah dilakukan sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik,
embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya jelek. Tanpa pengobatan, kematian
penderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala pertama.11

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, laju endap darah, alkali fosfatase,
transaminase dan serum bilirubin meningkat. Konsentrasi albumin serum menurun dan
waktu protrombin yang memanjang.1

Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah


memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis secara
mikrobiologik.1

Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan meninggi, efusi
pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru.1

Pada foto thoraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri
akan mendesak kurvatura minor.1

Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CT-


Scan atau MRI, USG abdominal, dan biopsi Hepar memiliki sensitivitas yang tinggi.1

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas
amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh
hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama
efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang
keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris
dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari.
Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek
samping yang dapat terjadi ialah mual. Neuropati perifer jarang terjadi.12

Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal. Karena obat ini
hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang bekerja dalam usus
secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi abses
hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah kekambuhan.
Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide
furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin
memiliki therapeutic range yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang
diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan
dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.12
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi
multidrug untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5
mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat
diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat
tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain
amuba yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat
menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.12
2. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak
menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan
perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya
untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi
bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih
dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat
dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga
bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses.
Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya
infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.12

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.12

4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik
dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi
juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan untuk tindakan bedah,
khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan
untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.
Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan
berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.12

IX. KOMPLIKASI

Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti


septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam
rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena.Secara khusus,
kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus
diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba.
Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang
berisi amuba yang ada.13

Anda mungkin juga menyukai