Kolelitiasis
Kolelitiasis
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus
Koledocus).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.
ANATOM FISISOLOGI
ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar,
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan
costa IX kanan.Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri
kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.V. cystica mengalirkan
darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena
juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi
lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe
berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke
nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus.
FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses
ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati
ditampung di dalam kanalikuli.Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalam septum interlobaris.Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri.Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada
saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.
PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
Neurogen :
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan
sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan
pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin
yang segera berubah menjadi bilirubin bebas.Zat ini di dalam plasma terikat erat
oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 %
oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya
pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
PATOFISIOLOGI
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah :
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
Statis empedu
Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama
kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan
deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur
seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.
ETIOLOGI
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
Infeksi kandung empedu
Usia yang bertambah
Obesitas
Wanita
Kurang makan sayur
Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan
bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA : TANDA:
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
pada kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
abdomen bagian atas (mid epigastrium),
menetap
Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke
arah skapula kanan
2. Mual dan muntah
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)
DIAGNOSTIK
Tes laboratorium :
1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : <>
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur
diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk
melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk
menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim
billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada
saluran atau pembesaran pada gallblader.
DIAGNOSIS
PENGELOLAAN KOLELITIASIS
A. TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat
yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan
1. Terapi Disolusi
3. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu
pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15
mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan
CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Wanita hamil
6. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil.
Batu radiolusen
Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah
batu.
9. Kriteria Dublin :
Batu radiolusen
Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau
bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal
B. DIETETIK
2. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang
dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi,
maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit
kandung empedu yaitu :
Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah
kalori dikurangi.
Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer,
2002) Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut
(misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui
jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung
kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan
melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan
pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier
transnasal.
Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau
yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter
dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T
Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring
digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam
duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP.
Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop
tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan
untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi
sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini
memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam
duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada
ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu
empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun
kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati
kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv
ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa
sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002).
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu
dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau
bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bila mana kondisi psien
mengharuskannya ,Tindakan operatif meliputi:
Sfingerotomy endosokopik
PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop
Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
2. Non Maleficence (do no harm) .Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan
perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar
sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja
membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
Pengkajian
subyektif : kelemahan
Obyektif : kelelahan
b. Sirkulasi :
c. Eliminasi :
Obyektif :
Kegemukan.
Kehilangan berat badan (kurus).
e. Kenyamanan :
Subyektif :
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
f. Respirasi :
g. Keamanan :
h. Belajar mengajar :
Prioritas Perawatan :
Mengurangi nyeri.
Pencapaian keseimbangan (Homeostasis).
Mencegah komplikasi seminimal mungkin.
Proses penyakit, ramalan dan proses pengobatan.
Diagnosa Perawatan:
Dibebankan pada diri sendiri dan dibatasi makanan yang diberikan, mual,
muntah, dispepsia, kesakitan.
Kehilangan nutrisi, mempengaruhi pencernaan yang disebabkan karena
gangguan/penyempitan saluran empedu.
Yogyakarta,19-11-2011
Penguji Yustina Kurniawati
DAFTAR PUSTAKA
C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW,
Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come;
1991 : 94 : 1996 84.
. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I edisi 3, hal 380 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266, Penerbit
EGC, Jakarta
Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 1997. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed
Revisi, hal. 767 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London :
Blackwell Scientific Publication, 1993.
KOLELITIASI
DISUSUN OLEH
NIM : 1002124