STRUMA
DISUSUN OLEH :
Eltanin Vanriri
Mauliza Rezky
DOKTER PEMBIMBING :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali tentang
anatomi tiroid. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali
sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu
penyakit atau kelainan.
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan
isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian keempat
yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah.
Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea
dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang
disebut true capsule.
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari :
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal
tiroid sebelum masuk ke laring.
2.2 Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon Tiroksin
atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan T4 terikat
oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding
Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam
mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH )
yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh
thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari
parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada tulang.
2) efek kardiogenik
3) simpatogenik
PEMBAHASAN
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
3) Neoplasma
Tremor
Diare
Exophtalmus
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai
3.1.1 Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit ini juga biasa
disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti
berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan
berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan
polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran
kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan
miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti,
tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang
menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai
dengan peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.
Graves Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan system
imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara
berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid
dalam tubuh menjadi meningkat.
Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul
polidefekasi dan diare.
3.1.4 Tatalaksana
3.2.1 Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang
disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda
sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik.
Pertama kali dibedakan dari penyakit Graves oleh Plummer, maka disebut juga Plummers
disease.
3.2.2 Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun
dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari nontoksik
menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan
dengan penyakit autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif
sebagai pengobatan.
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Graves disease dengan Plummers
disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat
pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi
pada salah satu lobus.
3.2.4 Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama dengan Graves yaitu
ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian
antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih
antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau
tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika
pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang
baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.
3.3.1 Definisi
3.3.2 Patofisiologi
3.3.4 Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan mengatasi
hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada
perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu.
Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa
tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.
3.4 Struma Nodosa Nontoksik
3.4.1 Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme . Istilah struma
nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan
pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,
maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat
sering dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.
3.4.2 Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10%
populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang yang
tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon tiroid
atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau
aminoglutatimid.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya
gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi
dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup
dengan strumanya tanpa keluhan.Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak
mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
3.4.4 Tatalaksana
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram
3.5.1 Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang
terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe
yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar
nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon
tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
3.5.2 Klasifikasi karsinoma tiroid
1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis paling umum
dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada
wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul
berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah
leher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus,
ke paru.
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-25 % dari
karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma
folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadap
sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif
daripada jenis papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker tiroid.
Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi secara cepat, mula-
mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya
mengeluh tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar,
timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis,
biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara kanker
tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas
50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang,
dan hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma
ini sering dikatakan herediter.
3.5.3 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid
jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun nodul ganas
tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus
merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang
tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus
karena desakan pembesaran nodul (Berrys Sign)
3.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher
yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien
mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi
sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan
perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari
kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh
ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah
kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk
menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara
jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening
leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
3. Pemeriksaan radiologis
4. Kosmetik
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek
maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan
terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.
b. Dispneu
1. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat
R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925-952.
2. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme :
Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757-
778.
3. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat, Buku
Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071-1078.
4. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15-19.