DEPRESI
DISUSUN OLEH:
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Proposal Depresi ini dapat terselesaikan dengan baik. Proposal ini disusun sebagai
salah satu tugas kepanitraan klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
Dalam penulisan proposal ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang diberikan
secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh dokter pembimbing.
Dalam penulisan proposal ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan proposal ini.
Penyusun
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI.....iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................1
B. SATUAN ACARA PENYULUHAN......3
A. Definisi.....8
B. Epidemiologi........8
C. Etiologi.........9
D. Klasifikasi......10
E. Faktor Resiko.....12
F. Klasifikasi..........13
G. Manifestasi Klinis..........19
H. Diagnosis Banding.....19
I. Penatalaksanaan.........22
J. Pencegahan dan Prognosis.................................................................................................27
K. Kerangka Konsep...............................................................................................................28
A. Kesimpulan....29
DAFTAR PUSTAKA.......31
LAMPIRAN LEAFLET
A. LATAR BELAKANG
Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai dengan suasana perasaan yang murung,
hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi untuk aktivitas sehari hari.
Kondisi tersebut dapat memengaruhi pikiran, tingkah laku, dan keadaan fisik seseorang.
Depresi adalah gangguan jiwa yang dapat kita temui dimana mana. Akan tetapi, banyak
dan beragamnya gejala fisik dan kognitif menunjukkan bahwa tidak semua orang yang
menderita depresi akan mengeluhkan gejala emosional.
Satu dari tujuh orang penderita depresi memang mudah dikenali karena mengalami
penurunan fungsi psikososial yang khas. Namun, demikian, masih banyak orang lain dengan
episode depresi yang tidak terdiagnosis kecuali mereka mengunjungi layanan kesehatan
secara rutin. Hal ini berarti bahwa tidak hanya dokter keluarga, psikiater, dan klinisi
kesehatan jiwa saja yang perlu mendeteksi gejala depresi. Internis, onkolog, kardiolog,
dokter bedah, neruolog, ataupun spesialis lainnya harus menyadari dan mengatasi depresi
pada pasien mereka.
Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan kini mengerti atas beban ekonomi
tersembunyi yang diakibatkan oleh depresi mayor. Depresi benar benar dapat menguras
kapasitas ekonomi karena disabilitas dan penurunan produktivitas kerja. WHO
memperkirakan bahwa depresi adalah penyebab medis kedua terbanyak yang mengakibatkan
disabilitas global pada tahun 2030, setelah HIV/AIDS. Permasalahan memori dan
konsentrasi yang berhubungan dengan depresi menurunkan kapasitas kerja pada lapangan
kerja berbasis pengetahuan.
Mengenali gejala depresi saja tidaklah cukup. Kabar baiknya adalah bahwa depresi dapat
ditangani dengan sangat efektif dengan berbagai macam cara. Ada begitu banyak
antidepresan yang dapat digunakan. Dengan penangan yang adekuat, sebagian besar pasien
akan pulih dari depresi dan mampu melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Kini pun sudah
banyak penelitian yang dikerahkan untuk memperluas pengetahuan kita tentang patofisiologi
Materi : Depresi
Sasaran : Pasien dan keluarga
Tempat: Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Juni 2017
Waktu : 1 x pertemuan (45 menit)
Analisa Tugas
Know
Menyebutkan pengertian depresi
Menyebutkan penyebab terjadinya depresi
Menyebutkan faktor resiko terjadinya depresi
Menyebutkan tanda dan gejala dari depresi
Menyebutkan cara penatalaksanaan pasien dengan depresi
Menyebutkan cara pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi
Show
Menunjukan perhatian pada materi
Mendengarkan materi dengan baik
Pokok Bahasan
Depresi
Alokasi Waktu
Pembukaan : 5 menit
Strategi Instruksional
Menjelaskan materi-materi penyuluhan
Menggunakan media pengajaran untuk mempermudah pemahaman peserta didik
Memberikan kesempatan bertanya
Mengadakan tanya jawab
Memberikan evaluasi
Materi Penyuluhan
(Dilampirkan)
Memberikan
kesempatan
kepada peserta
didik untuk
bertanya
Bertanya pada Tanya 5 menit
pemberi Jawab
materi
Evaluasi Melakukan evaluasi Mengikuti Evaluasi 10
lisan evaluasi menit
Metode Pengajaran
Ceramah
Tanya jawab
Media Pengajaran
Power Point
Leaflet
Evaluasi
1. Sebutkan pengertian depresi
2. Sebutkan penyebab terjadinya depresi
3. Sebutkan faktor resiko terjadinya depresi
4. Sebutkan tanda dan gejala dari depresi
5. Jelaskan cara penatalaksanaan pasien dengan depresi
6. Jelaskan cara pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi
TINJAUAN PUSTAKA
DEPRESI
A. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih
dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga
berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental
Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan
tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (World Health
Organization, 2010).
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Penyebab spesifik dari gangguan depresi mayor belum diketahui. Patofisiologi gangguan
depresi mayor juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling
sering ditemukan, gangguan depresi mayor tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan
heterogen. Faktor biologi, psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis
gangguan depresi mayor. Gangguan depresi mayor melibatkan baik aspek genetik maupun
faktor lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa depresi
yang berkembang pada anak usia dini lebih dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada
genetik. Onset depresi pada remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada
depresi prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan stresor
lingkungan.
1. Faktor Genetik
Studi keluarga menunjukkan bahwa risiko kerabat dekat dalam keturunan pertama
meningkat sebanyak dua hingga tiga kali, yaitu sekitar 15-20%. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya variasi genetik yang terjadi pada beberapa endofenotip
depresi. Endofenotip NMDAR dan 5-HTTLPR (transporter serotonin) akan memengaruhi
peningkatan atau penurunan volume amigdala ketika seorang individu terpapar stres. Hal
ini berpengaruh terhadap munculnya afek depresif dan terganggunya fungsi belajar dan
memori.
Gen BDNF (brain-derived neurotrophic factor), MR (reseptor mineralokortikoid),
dan bcl-2 (B-cell lymphoma-2) memengaruhi volume hipokampus. Hal tersebut akan
menyebabkan gangguan dalam belajar dan memori, serta meningkatkan sensitivitas
2. Faktor Neurobiologi
Faktor neurobiologi yang memengaruhi depresi, antara lain: (1) hipotesis monoamin, (2)
aksis HPA, serta (3) tidur dan ritme sirkadian.
Hipotesis monoamin
Hipotesis monoamin telah menjadi fondasi teori neurobiologis terhadap depresi dalam
50 tahun terakhir. Berdasarkan observasi terhadap kerja antidepresan, dapat diketahui
bahwa depresi disebabkan oleh defisit serotonin atau noradrenalin pada celah sinaps pada
beberapa sirkuit yang penting dalam patofisiologi depresi. Antidepresan diketahui bekerja
dengan memblok transporter serotonin sehingga meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter tersebut pada celah sinaps. Sebaliknya, peningkatan glutamat pada celah
3. Neuropsikologi
Depresi biasa mengikuti suatu stresor psikososial yang berat, terutama pada
episode depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kecil seperti perlakuan yang tidak
seharusnya, penelantaran, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang tidak adekuat
seringkali dialami oleh pasien depresi. Bukti dari studi ini menunjukkan bahwa stres dan
trauma dapat memengaruhi sistem biologis pada depresi.
Sebagai contoh, kehilangan ibu pada hewan percobaan akan menyebabkan
hipersensitivitas aksis HPA pada individu tersebut. Pada hewan percobaan tersebut
ditemukan volume hipokampus yang berkurang. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada
pasien depresi dan yang mengalami trauma masa kecil. Pasien depresi yang disebabkan
D. Faktor Resiko
1. Jenis Kelamin
Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa Barat menunjukkan bahwa prevalensi depresi
lebih sering terjadi pada wanita hingga 1,6-3,1 kali. Perbedaan prevalensi antara kedua
jenis kelamin mulai terlihat pada usia pubertas. Hipotesis lain mengemukakan bahwa
gejala depresi memburuk pada periode menstruasi. Hal ini mungkin terjadi karena faktor
hormonal, stresor psikososial, dan kelahiran anak. Perbedaan prevalensi antara kedua
jenis kelamin menurun ketika wanita mulai memasuki masa menopause (50-55 tahun).
2. Umur
Pada populasi dunia dengan sampel usia 18-64 tahun, usia onset depresi bervariasi antara
usia 24-35 tahun, dengan rata-rata 27 tahun. Ada suatu kecenderungan bahwa depresi kini
menyerang penduduk berusia remaja, 40% penderita depresi mengalami episode pertama
mereka pada usia 20 tahun. 50% penderita depresi mengalami episode pertama mereka
pada usia 20-50 tahun.
Gejala depresi pun bervariasi berdasarkan penggolongan usia. Depresi pada masa anak-
anak lebih melibatkan gejala somatik, iritabilitas, dan penarikan diri secara sosial.
Dewasa muda mengalami depresi yang lebih atipikal seperti terlalu banyak makan atau
tidur terlalu lama (hipersomnia). Depresi pada orang lanjut usia sering menimbulkan
perasaan melankolis (hilangnya minat dan kegembiraan, penurunan afek, dan lain
sebagainya).
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi mayor,
tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosial-
E. Klasifikasi
Menurut DSM-IV-TR, terdapat tiga subklasifikasi depresi, yaitu gangguan depresi mayor,
distimia, dan gangguan depresi yang tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis depresi mayor
menurut DSM-V adalah sebagai berikut:
1. Lima atau lebih gejala berikut terdapat paling sedikit dalam dua minggu, dan
Memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada,
yaitu, (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Tidak boleh
memasukkan gejala yang jelas jelas disebabkan oleh kondisi medis umum atau
halusinasi atau waham yang tidak serasi dengan mood.
Mood depresi yang terjadi hamper sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukan
baik oleh laporan subjektif (misalnya rasa sedih atau hampa), atau yang dapat
diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis). Pada anak anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hamper
semua aktivitas sepanjang hari, hamper setiap hari ( yang diindikasikan oleh laporan
subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diet atau peningkatan berat
badan (misalnya perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari.
Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari.
Gejala gejala dari gangguan depresi sangat bervariasi, gejala gejala tersebut adalah :
Selain gejala gejala diatas, gejala gejala lain yang dikeluhkan adalah :
G. Diagnosis Banding
Bereavement
Bereavement atau rasa kesedihan yang mendalam karena hilangnya suatu hubungan dapat
memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan,
durasi gejala, dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan
antara kesedihan yang mendalam dan gangguan depresi mayor.
Gejala depresi dapat menjadi efek fisiologis suatu kondisi medis yang terjadi sebelumnya.
Sebaliknya, gejala fisik dari suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis
karena adanya gangguan depresi mayor komorbid ini. The Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) sangat berguna sebagai alat pendeteksi pasien dengan penyakit
medis. Dalam skala tersebut digunakan pertanyaan yang berfokus pada gejala kognitif
dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi berat sering terjadi pada pasien
penyakit kronis (Tabel 4.4), terutama pada diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan
neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).
Tabel 2.4 Kondisi Medis Umum yang Berhubungan dengan Gejala Depresi
- Hidrosefalus o Vitamin C
- Migraine o Niasin
- Narkolepsi
- Penyakit Parkinson
- Sleep apnea
- Penyakit wilson
- Kanker
- Sinrom Klinefelter
- Infark miokard
- Porfiria
- Sebelum operasi
Inflamasi
- Rheumatoid arthritis
- Sindrom sjorgen
- Arteritis temporal
Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat menimbulkan gejala depresi.
Maka itulah, gangguan afektif yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam
mendiagnosis gangguan depresi mayor. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium dapat digunakan untuk menentukan adanya suatu penyalahgunaan,
ketergantungan, intoksikasi atau keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis
akan menyebabkan suatu episode depresi.
Gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan
penggunaan obat tersebut. Gejala putus obat ini dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Obat yang umum disalahgunakan tersebut antara lain alkohol, amfetamin, ansiolitik,
kokain, zat-zat halusinogen, hipnotik, inhalan, opioid, fensiklidin, dan sedatif.
Gangguan Bipolar
H. Penatalaksanaan
Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi mayor.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-
perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan
obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai sedang,
serta untuk mencegah kekambuhan.
Pada anak-anak dan remaja, bagaimana pun, farmakoterapi saja tidak cukup. Selain itu,
dalam semua populasi pasien, kombinasi obat dan psikoterapi umumnya memberikan respons
yang paling cepat dan paling lama bertahan. Terapi kombinasi juga diasosiasikan dengan
perbaikan gejala depresi secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kualitas
hidup, kepatuhan pengobatan yang lebih baik, terutama apabila perawatan diperlukan selama
lebih dari 3 bulan.
Biasanya setelah 2-12 minggu dalam dosis terapi, respons klinis sudah dapat dinilai.
Pemilihan pengobatan haruslah berdasarkan keselamatan dan toleransi pasien agar dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Keakraban dokter juga diperlukan
untuk mendidik pasien dalam mengatasi efek samping yang mungkin terjadi. Seringkali
kegagalan pengobatan disebabkan oleh ketidakpatuhan, durasi terapi yang tidak memadai,
atau dosis yang tidak memadai.
Berdasarkan pedoman ACP, pengobatan untuk gangguan depresi mayor harus diubah jika
pasien tidak memiliki respons yang memadai untuk farmakoterapi dalam waktu 6-8 minggu.
Setelah respons yang memuaskan tercapai, pengobatan harus dilanjutkan selama 4-9 bulan
Penilaian klinis
Stresor
Keinginan pasien
Farmakoterapi
SSRI
Trisiklik/Tetrasiklik
SNRI
RIMA
NaSSa
SSRE
Agonis Melatonin
Psikoterapi
Terapi perilaku
Terapi kognitif-perilaku (cognitive-behavioral therapy (CBT))
Terapi kognitif-perilaku adalah pengobatan lini pertama untuk depresi. Hal ini
bersifat terarah dan dalam waktu yang terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan 20 kali
perawatan. Terapi kognitif-perilaku secara khusus dirancang untuk mengobati depresi.
Penggunaannya dalam mengobati gangguan depresi mayor didasarkan pada premis bahwa
pasien yang mengalami depresi memiliki pandangan yang menyimpang atas diri mereka
sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi terhadap depresi dan
dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif-perilaku.
Pencegahan
Bagi banyak pasien, gangguan depresi mayor dapat menjadi penyakit yang kronis
dan dapat relaps. Relaps dalam 6 bulan masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien.
Relaps depresi dalam waktu 5 tahun terjadi pada 58% pasien. Relaps depresi dalam waktu
15 tahun terjadi pada 85% pasien.
Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi, 40%
mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus mengalami gejala
depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor. Sebanyak 40%
pasien sisanya tetap mengalami episode depresi mayor
J. Kerangka Konsep
Faktor
sosiodemografik:
Pasien - Usia
Pasien
poliklinik - Jenis kelamin
Depresi
psikiatri - Sosio-Ekonomi dan
Budaya
BAB 3
KESIMPULAN
Penyebab spesifik dari gangguan depresi mayor belum diketahui. Patofisiologi gangguan
depresi mayor juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling
sering ditemukan, gangguan depresi mayor tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan
heterogen. Faktor biologi, psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis
gangguan depresi mayor. Gangguan depresi mayor melibatkan baik aspek genetik maupun faktor
lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa depresi yang
berkembang pada anak usia dini lebih dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada genetik.
Onset depresi pada remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada depresi
prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan stresor lingkungan.
Subtipe gangguan depresi mayor dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul
dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar
pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan dapat memprediksi prognosis. Tabel 2.1
memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa manifestasi khasnya.
Walaupun tidak teridentifikasi dengan DSM-IV-TR, depresi cemas dapat terjadi pada
pasien depresi (60-90%) bila terdapat gejala ansietas (kekhawatiran yang berlebihan, tegang, dan
gejala somatik yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi cemas
memperlihatkan disabilitas fungsi dan psikososial yang lebih hebat. Risiko bunuh diri pada
depresi cemas juga lebih besar dan prognosis lebih buruk, walaupun hanya dengan tingkat
kecemasan yang rendah.
Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi mayor.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-
perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan
obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai sedang,
DAFTAR PUSTAKA