Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DEPRESI

DISUSUN OLEH:

LARA MEIZA ANINDIA (2012730056)


M. ILHAM ROMADHON (2012730138)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 05 JUNI 08 JULI 2017

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 1


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya Proposal Depresi ini dapat terselesaikan dengan baik. Proposal ini disusun sebagai
salah satu tugas kepanitraan klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.

Dalam penulisan proposal ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang diberikan
secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh dokter pembimbing.

Dalam penulisan proposal ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat
membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan proposal ini.

Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil alamin proposal ini telah selesai


dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT membalas semua kebaikan
dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal Alamin.

Jakarta, Juni 2017

Penyusun

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI.....iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................1
B. SATUAN ACARA PENYULUHAN......3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi.....8
B. Epidemiologi........8
C. Etiologi.........9
D. Klasifikasi......10
E. Faktor Resiko.....12
F. Klasifikasi..........13
G. Manifestasi Klinis..........19
H. Diagnosis Banding.....19
I. Penatalaksanaan.........22
J. Pencegahan dan Prognosis.................................................................................................27
K. Kerangka Konsep...............................................................................................................28

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....29

DAFTAR PUSTAKA.......31

LAMPIRAN LEAFLET

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 3


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai dengan suasana perasaan yang murung,
hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi untuk aktivitas sehari hari.
Kondisi tersebut dapat memengaruhi pikiran, tingkah laku, dan keadaan fisik seseorang.
Depresi adalah gangguan jiwa yang dapat kita temui dimana mana. Akan tetapi, banyak
dan beragamnya gejala fisik dan kognitif menunjukkan bahwa tidak semua orang yang
menderita depresi akan mengeluhkan gejala emosional.
Satu dari tujuh orang penderita depresi memang mudah dikenali karena mengalami
penurunan fungsi psikososial yang khas. Namun, demikian, masih banyak orang lain dengan
episode depresi yang tidak terdiagnosis kecuali mereka mengunjungi layanan kesehatan
secara rutin. Hal ini berarti bahwa tidak hanya dokter keluarga, psikiater, dan klinisi
kesehatan jiwa saja yang perlu mendeteksi gejala depresi. Internis, onkolog, kardiolog,
dokter bedah, neruolog, ataupun spesialis lainnya harus menyadari dan mengatasi depresi
pada pasien mereka.
Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan kini mengerti atas beban ekonomi
tersembunyi yang diakibatkan oleh depresi mayor. Depresi benar benar dapat menguras
kapasitas ekonomi karena disabilitas dan penurunan produktivitas kerja. WHO
memperkirakan bahwa depresi adalah penyebab medis kedua terbanyak yang mengakibatkan
disabilitas global pada tahun 2030, setelah HIV/AIDS. Permasalahan memori dan
konsentrasi yang berhubungan dengan depresi menurunkan kapasitas kerja pada lapangan
kerja berbasis pengetahuan.
Mengenali gejala depresi saja tidaklah cukup. Kabar baiknya adalah bahwa depresi dapat
ditangani dengan sangat efektif dengan berbagai macam cara. Ada begitu banyak
antidepresan yang dapat digunakan. Dengan penangan yang adekuat, sebagian besar pasien
akan pulih dari depresi dan mampu melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Kini pun sudah
banyak penelitian yang dikerahkan untuk memperluas pengetahuan kita tentang patofisiologi

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 1


depresi sehingga nantinya dapat menjanjikan suatu pengobatan baru yang lebih efektif dan
dapat ditoleransi.
Kabar buruknya adalah bahwa masih banyak penderita depresi yang tidak bisa
mendapatkan akses terhadap pengobatan yang adekuat tersebut, baik psikoterapi, medikasi
baru, ataupun teknologi yang mumpuni. Meskipun tersedia, sistem kesehatan sekarang ini
belum memiliki pelayanan kesehatan rutin yang baik untuk depresi. Untuk pasien pasien
dengan depresi kronis atau persisten, pelayanan kesehatan kolaboratif yang berpusat pada
kemandirian pasien dalam menghadapi penyakitnya dapat meningkatkan mutu pelayanan.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 2


B. SATUAN ACARA PENYULUHAN

Materi : Depresi
Sasaran : Pasien dan keluarga
Tempat: Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Juni 2017
Waktu : 1 x pertemuan (45 menit)

Tujuan Institusional (TI)


Meningkatkan pengetahuan mengenai perawatan pasien depresi di rumah.

Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta dapat memahami mengenai depresi.

Karakteristik/Prasyarat Peserta Didik


Peserta didik adalah pasien dan keluarga pasien yang berkunjung di Instalasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender.

Analisa Tugas
Know
Menyebutkan pengertian depresi
Menyebutkan penyebab terjadinya depresi
Menyebutkan faktor resiko terjadinya depresi
Menyebutkan tanda dan gejala dari depresi
Menyebutkan cara penatalaksanaan pasien dengan depresi
Menyebutkan cara pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 3


Do
Mampu menjelaskan isi materi dengan baik

Show
Menunjukan perhatian pada materi
Mendengarkan materi dengan baik

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan peserta didik mampu :
1. Menyebutkan pengertian depresi
2. Menyebutkan penyebab terjadinya depresi
3. Menyebutkan faktor resiko terjadinya depresi
4. Menyebutkan tanda dan gejala dari depresi
5. Menyebutkan cara penatalaksanaan pasien dengan depresi
6. Menyebutkan cara pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi

Pokok Bahasan
Depresi

Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian depresi
2. Penyebab terjadinya depresi
3. Faktor resiko terjadinya depresi
4. Tanda dan gejala dari depresi
5. Penatalaksanaan pasien dengan depresi
6. Pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi

Alokasi Waktu
Pembukaan : 5 menit

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 4


Penjelasan/uraian materi : 25 menit
Evaluasi : 10 menit
Rangkuman akhir/penutup (closure) : 5 menit

Strategi Instruksional
Menjelaskan materi-materi penyuluhan
Menggunakan media pengajaran untuk mempermudah pemahaman peserta didik
Memberikan kesempatan bertanya
Mengadakan tanya jawab
Memberikan evaluasi

Materi Penyuluhan
(Dilampirkan)

Kegiatan Belajar Mengajar


Tahap Kegiatan Pendidik Kegiatan Metode Media Waktu
Peserta Didik
Pra Menyiapkan sarana dan - - - -
perlengkapan
Set ruangan
Pembukaan Memberi salam dan Menyimak 1 menit
melakukan perkenalan

Menjelaskan tujuan Menyimak Ceramah 2 menit


penyuluhan
Menjelaskan cakupan Menyimak 2 menit
materi yang akan
dibahas
Uraian Brainstorming Mengutarakan Tanya 5 menit
Materi /menggali ide dan Jawab
pemahaman pendapat

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 5


Tahap Kegiatan Pendidik Kegiatan Metode Media Waktu
Peserta Didik
peserta didik
tentang depresi

Menyimpulkan Menyimak Ceramah 3 menit


pendapat peserta
didik tentang
depresi
Menjelaskan Menyimak Ceramah Power Point 12
mengenai depresi dan Leaflet menit
o Pengertian depresi
o Penyebab
terjadinya depresi
o Faktor resiko
terjadinya depresi
o Tanda dan gejala
dari depresi
o Penatalaksanaan
pasien dengan
depresi

Memberikan
kesempatan
kepada peserta
didik untuk
bertanya
Bertanya pada Tanya 5 menit
pemberi Jawab
materi
Evaluasi Melakukan evaluasi Mengikuti Evaluasi 10
lisan evaluasi menit

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 6


Tahap Kegiatan Pendidik Kegiatan Metode Media Waktu
Peserta Didik
Penutup Memberikan Salah satu Tanya 2 menit
kesempatan pada salah peserta Jawab
satu peserta didik untuk merangkum
merangkum dan dan
menyimpulkan materi menyimpulka
yang telah diberikan n materi
Menyimpulkan Menyimak Ceramah 1 menit
kembali materi
penyuluhan secara
singkat
Menutup pertemuan Menyimak Leaflet 1 menit

Metode Pengajaran
Ceramah
Tanya jawab

Media Pengajaran
Power Point
Leaflet

Evaluasi
1. Sebutkan pengertian depresi
2. Sebutkan penyebab terjadinya depresi
3. Sebutkan faktor resiko terjadinya depresi
4. Sebutkan tanda dan gejala dari depresi
5. Jelaskan cara penatalaksanaan pasien dengan depresi
6. Jelaskan cara pencegahan dan prognosis pasien dengan depresi

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 7


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DEPRESI

A. Definisi

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih
dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga
berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental
Health, 2010).

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan
tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (World Health
Organization, 2010).

B. Epidemiologi

Gangguan depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling


sering terjadi. Prevalensi gangguan depresi pada populasi dunia adalah 3-
8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan depresi
berada pada urutan ke empat penyakit di dunia dan mengenai sekitar
20% wanita dan 12% laki- laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada
tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresi semakin
meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia (Muchid
et al., 2007).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperkirakan


ada 19 juta penderita gangguan jiwa di Indonesia. Prevalensi masalah

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 8


mental emosional yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60% dari
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian
prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46% dari
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa. Keterbatasan
fasilitas dan rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan lebih dari
19 juta penduduk Indonesia penderita gangguan jiwa tidak mendapat
akses ke layanan kesehatan yang maksimal (Fadilah, 2011).

C. Etiologi

Penyebab spesifik dari gangguan depresi mayor belum diketahui. Patofisiologi gangguan
depresi mayor juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling
sering ditemukan, gangguan depresi mayor tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan
heterogen. Faktor biologi, psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis
gangguan depresi mayor. Gangguan depresi mayor melibatkan baik aspek genetik maupun
faktor lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa depresi
yang berkembang pada anak usia dini lebih dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada
genetik. Onset depresi pada remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada
depresi prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan stresor
lingkungan.

1. Faktor Genetik

Studi keluarga menunjukkan bahwa risiko kerabat dekat dalam keturunan pertama
meningkat sebanyak dua hingga tiga kali, yaitu sekitar 15-20%. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya variasi genetik yang terjadi pada beberapa endofenotip
depresi. Endofenotip NMDAR dan 5-HTTLPR (transporter serotonin) akan memengaruhi
peningkatan atau penurunan volume amigdala ketika seorang individu terpapar stres. Hal
ini berpengaruh terhadap munculnya afek depresif dan terganggunya fungsi belajar dan
memori.
Gen BDNF (brain-derived neurotrophic factor), MR (reseptor mineralokortikoid),
dan bcl-2 (B-cell lymphoma-2) memengaruhi volume hipokampus. Hal tersebut akan
menyebabkan gangguan dalam belajar dan memori, serta meningkatkan sensitivitas

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 9


terhadap stres. Gen bcl-2 juga menyebabkan berkurangnya volume korteks cinguli
anterior yang dapat mengakibatkan gejala anhedonia.
Disfungsi serotonergik yang dipengaruhi oleh gen transporter, reseptor, dan
promoter serotonin akan mengakibatkan peningkatan sensitivitas individu terhadap stres.
Gen-gen yang sama juga dapat memunculkan afek depresif. Disfungsi pada sistem CRH
(corticotropin-releasing hormone) dan aksis HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal) akan
menimbulkan gangguan fungsi kognisi eksekutif dan perubahan psikomotor, baik
retardasi maupun agitasi.
Disfungsi pada sistem katekolaminergik (deplesi katekolamin) akan menyebabkan
perubahan psikomotor, gangguan fungsi kognitif, dan gejala anhedonia. Mutasi pada gen-
gen lain seperti CHAM2, CREB, dan 5-HT2AR akan menyebabkan abnormalitas fase
tidur REM. Terganggunya fungsi tidur tersebut akan menyebabkan berkurangnya fungsi
memori dan pembelajaran.
Abnormalitas gen pada gangguan depresi mayor ditengarai tak mungkin
disebabkan karena satu lokus gen saja. Diperlukan interaksi dari beberapa jenis gen yang
berbeda untuk memunculkan gejala depresi pada satu individu. Pemindaian genom adalah
cara baru yang sangat baik untuk mendeteksi pengaruh genetik, tetapi pemindai genom
rentan memberikan hasil positif palsu dan diperlukan sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil yang pasti.

2. Faktor Neurobiologi

Faktor neurobiologi yang memengaruhi depresi, antara lain: (1) hipotesis monoamin, (2)
aksis HPA, serta (3) tidur dan ritme sirkadian.

Hipotesis monoamin
Hipotesis monoamin telah menjadi fondasi teori neurobiologis terhadap depresi dalam
50 tahun terakhir. Berdasarkan observasi terhadap kerja antidepresan, dapat diketahui
bahwa depresi disebabkan oleh defisit serotonin atau noradrenalin pada celah sinaps pada
beberapa sirkuit yang penting dalam patofisiologi depresi. Antidepresan diketahui bekerja
dengan memblok transporter serotonin sehingga meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter tersebut pada celah sinaps. Sebaliknya, peningkatan glutamat pada celah

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 10


sinaps dapat mencetuskan gejala depresi. Ketidakseimbangan antara glutamat dan
dopamin akan menyebabkan gejala psikosis.
Pengetahuan tentang fungsi normal bagian-bagian otak tertentu dapat menjelaskan
manifestasi klinis depresi. Gangguan pada neokorteks dan hipokampus dapat memediasi
timbulnya gejala kognitif depresi, seperti gangguan memori, perasaan tidak berharga, rasa
bersalah, pikiran yang dipenuhi malapetaka, dan tendensi untuk bunuh diri. Striatum
(terutama striatum ventral atau nucleus accumbens), amigdala, dan area otak terkait yang
penting dalam memori emosional, dapat memediasi timbulnya gejala anhedonia
(menurunnya ketertarikan terhadap kegiatan yang menyenangkan), kecemasan, dan
berkurangnya motivasi yang sebelumnya mendominasi dalam diri pasien.
Depresi neurovegetatif dengan gejala-gejala seperti terlalu banyak atau terlalu
sedikit tidur, perubahan nafsu makan, berkurangnya energi, berkurangnya minat terhadap
seks, dan juga aktivitas menyenangkan lainnya, tampaknya diperantarai oleh hipotalamus.
Tentu saja, berbagai daerah otak beroperasi dalam serangkaian sirkuit paralel yang saling
berinteraksi. Hal ini dapat memungkinan kita untuk mengetahui berbagai sirkuit saraf
yang terlibat dalam depresi.
Lesi vaskular juga dapat berkontribusi terhadap depresi dengan mengganggu
jaringan saraf yang terlibat dalam regulasi emosi, terutama jalur frontostriatal yang
menghubungkan korteks prefrontal dorsolateral, korteks orbitofrontal, cinguli anterior,
dan cinguli posterior. Komponen lain dari sirkuit limbik, khususnya hipokampus dan
amigdala, telah terbukti terlibat dalam depresi.
Aksis HPA
Alterasi pada aksis HPA telah lama diketahui berhubungan dengan gangguan
depresi mayor. Efek biologis dari paparan stres akan memediasi sekresi CRH
(corticotropin-releasing hormone). Sekresi CRH tersebut juga akan meningkatkan
pelepasan ACTH (adrenocorticotrophic hormone) dan glukokortikoid. Glukokortikoid
menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor adrenergik melalui regulasi sistem adenilat
siklase adrenoreseptor beta.
Stres kronik akan menghasilkan hipersensitivitas terhadap aksis HPA. Gangguan
depresi mayor berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi CRF pada cairan
serebrospinal, meningkatnya imunoreaktivitas terhadap CRF, ekspresi gen CRF pada

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 11


nukleus paraventrikular hipotalamik, dan regulasi turun reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. Sekresi glukokortikoid memiliki efek neurotoksik, terutama terhadap
neurogenesis pada hipokampus.
Tidur dan ritme sirkadian
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama diketahui sebagai salah satu
gejala utama gangguan depresi. Polisomnografi telah banyak digunakan dalam studi
biologis untuk mengetahui disregulasi tidur pada pasien dengan gangguan depresi mayor.
Beberapa ilmuwan beranggapan bahwa depresi dapat mencetuskan gangguan pola tidur,
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hal yang sebaliknya.
Sistem sirkadian manusia dikontrol oleh pacemaker biologis yang berlokasi pada
nukleus suprakiasmatik di hipotalamus. Jam biologis ini diregulasi oleh zeitgeber
eksternal, termasuk siklus gelap/terang, paparan sinar terang dari lingkungan, maupun
kegiatan sosial. Banyak ritme sirkadian, seperti kortisol, melatonin, dan thyroid
stimulating hormone (TSH) terganggu pada depresi.
Gangguan afektif musiman adalah bentuk penyakit depresi yang biasanya muncul
selama musim gugur dan musim dingin. Depresi tersebut akan berakhir setelah musim
semi dan musim panas. Studi menunjukkan bahwa gangguan afektif musiman juga
dimediasi oleh perubahan kadar serotonin dalam sistem saraf pusat. Hal ini juga
dipengaruhi oleh ritme sirkadian dan paparan sinar matahari.

3. Neuropsikologi

Depresi biasa mengikuti suatu stresor psikososial yang berat, terutama pada
episode depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kecil seperti perlakuan yang tidak
seharusnya, penelantaran, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang tidak adekuat
seringkali dialami oleh pasien depresi. Bukti dari studi ini menunjukkan bahwa stres dan
trauma dapat memengaruhi sistem biologis pada depresi.
Sebagai contoh, kehilangan ibu pada hewan percobaan akan menyebabkan
hipersensitivitas aksis HPA pada individu tersebut. Pada hewan percobaan tersebut
ditemukan volume hipokampus yang berkurang. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada
pasien depresi dan yang mengalami trauma masa kecil. Pasien depresi yang disebabkan

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 12


oleh trauma masa kecil pun ternyata lebih responsif terhadap psikoterapi dibandingkan
dengan terapi antidepresan saja.

D. Faktor Resiko

1. Jenis Kelamin

Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa Barat menunjukkan bahwa prevalensi depresi
lebih sering terjadi pada wanita hingga 1,6-3,1 kali. Perbedaan prevalensi antara kedua
jenis kelamin mulai terlihat pada usia pubertas. Hipotesis lain mengemukakan bahwa
gejala depresi memburuk pada periode menstruasi. Hal ini mungkin terjadi karena faktor
hormonal, stresor psikososial, dan kelahiran anak. Perbedaan prevalensi antara kedua
jenis kelamin menurun ketika wanita mulai memasuki masa menopause (50-55 tahun).

2. Umur

Pada populasi dunia dengan sampel usia 18-64 tahun, usia onset depresi bervariasi antara
usia 24-35 tahun, dengan rata-rata 27 tahun. Ada suatu kecenderungan bahwa depresi kini
menyerang penduduk berusia remaja, 40% penderita depresi mengalami episode pertama
mereka pada usia 20 tahun. 50% penderita depresi mengalami episode pertama mereka
pada usia 20-50 tahun.
Gejala depresi pun bervariasi berdasarkan penggolongan usia. Depresi pada masa anak-
anak lebih melibatkan gejala somatik, iritabilitas, dan penarikan diri secara sosial.
Dewasa muda mengalami depresi yang lebih atipikal seperti terlalu banyak makan atau
tidur terlalu lama (hipersomnia). Depresi pada orang lanjut usia sering menimbulkan
perasaan melankolis (hilangnya minat dan kegembiraan, penurunan afek, dan lain
sebagainya).

3. Faktor Sosio Ekonomi dan Budaya

Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi mayor,
tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosial-

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 13


ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2010). Dari faktor budaya tidak ada seorang pun
mengetahui mengapa depresi telah mengalami peningkatan di banyak budaya, namun
spekulasinya berfokus pada perubahan sosial dan lingkungan, seperti meningkatnya
disintegrasi keluarga karena relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik internal,
serta meningkatnya angka kriminal yang disertai kekerasan, seiring dengan kemungkinan
pemaparan terhadap racun atau virus di lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan
mental maupun fisik (Cross National Colaborative Group, (1992) dalam Nevid et al,
(2003)).

E. Klasifikasi

Menurut DSM-IV-TR, terdapat tiga subklasifikasi depresi, yaitu gangguan depresi mayor,
distimia, dan gangguan depresi yang tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis depresi mayor
menurut DSM-V adalah sebagai berikut:
1. Lima atau lebih gejala berikut terdapat paling sedikit dalam dua minggu, dan
Memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada,
yaitu, (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Tidak boleh
memasukkan gejala yang jelas jelas disebabkan oleh kondisi medis umum atau
halusinasi atau waham yang tidak serasi dengan mood.
Mood depresi yang terjadi hamper sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukan
baik oleh laporan subjektif (misalnya rasa sedih atau hampa), atau yang dapat
diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis). Pada anak anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hamper
semua aktivitas sepanjang hari, hamper setiap hari ( yang diindikasikan oleh laporan
subjektif atau diobservasi oleh orang lain).
Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diet atau peningkatan berat
badan (misalnya perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari.
Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 14


Agitasi atau retardasi psikomotor hamper setiap hari (dapat diobservasi oleh orang
lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau perasaan menjadi
lamban).
Letih atau tidak bertenaga hamper setiap hari.
Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang tidak pantas atau sesuai
(mungkin bertaraf waham) hamper setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena
berada dalam keadaan sakit).
Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu ragu, hamper setiap
hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang lain).
Berulangnya pemikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya ide
ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan tindakan bunuh diri atau
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau terjadinya
hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan
zat atau obat) atau kondisi medis umum (misalnya, hipotiroid).
5. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang dicintai,
gejala menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh hendaya fungsi yang jelas,
preokupasi dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi
psikomotor.
Berbeda dengan depresi, distimia adalah penyakit kronis, gangguan afektif tingkat
rendah selama kriteria pada episode depresi mayor tidak ditemukan. Gejala-gejala
distimia berkembang perlahan, seringkali tidak dikenali oleh pasien, dan menetap untuk
waktu minimum 2 tahun (rata-rata 5 tahun). Individu dengan distimia sering berkembang
menjadi episode depresi mayor (dalam bentuk depresi ganda), hal inilah yang akan
mendorong pasien untuk pergi berobat.
Kriteria diagnosis untuk gangguan distimia adalah sebagai berikut:
Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan baik oleh
laporan subjektif atau dapat diobservasi oleh orang lain, paling tidak selama 2 tahun.
Pada anak dan remaja, mood sangat iritabel dan durasinya minimal 1 tahun.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 15


Kondisi yang dapat ditemukan saat depresi, dua atau lebih :
- Nafsu makan yang buruk atau makan berlebih
- Insomnia atau hypersomnia
- Sedikit tenaga atau kelelahan
- Harga diri yang rendah
- Sulit berkonsentrasi atau kesulitan dalam membuat suatu keputusan
- Putus asa
Selama 2 tahun ( 1 tahun untuk anak ) terdapat gangguan, tidak pernah tanpa gejala
gejaa pada kriteria A dan B lebih dari 2 bulan pada satu waktu.
Tidak terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun awal gangguan ( 1 tahun untuk
anak dan remaja), gangguan ini lebih baik tidak dihitung sebagai gangguan depresi
mayor kronik atau gangguan depresi mayor yang sembuh sebagian.
Tidak pernah ada episode mania, episode campuran, atau hipomania, dan tidak
termasuk dalam gangguan siklotimik.
Gangguan tidak terjadi saat terdapatnya gangguan psikotik kronis, seperti skizofrenia
atau gangguan waham.
Gejala bukan karena efek fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat obatan
terlarang, pengobatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid).
Gejala menunjukkan dengan jelas distress dan gangguan pada kehidupan social,
pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Subklasifikasi ketiga dari gangguan depresi adalah gangguan depresi yang tidak dapat
dispesifikasikan. Depresi yang tidak dapat dispesifikasikan adalah depresi yang memiliki
gejala yang tidak ditemui pada kriteria gangguan depresi utama. Beberapa kondisi seperti
depresi minor dan depresi kambuhan yang berlangsung tidak lama, masih dalam penelitan
untuk masuk dalam klasifikasi diagnosis dimasa yang akan datang. Contoh-contoh
depresi yang tidak dapat dispesifikasikan tersebut, antara lain:
Gangguan disforik premenstrual : pada kebanyakan siklus menstruasi yang sudah
berlangsung selama satu tahun, gejaa biasanya terjadi pada minggu akhir fase luteal dan
membaik beberapa hari setelah onset menstruasi.
Gangguan depresi minor : episode terjadi selama 2 minggu dari gejala depresi, tetapi
tidak lebih sedikit dari 5 kategori untuk gangguan depresi mayor.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 16


Gangguan depresi singkat berulang : episode depresi yang berlangsung 2 hari sampai 2
minggu, paling tidak satu kali dalam satu bulan dalam waktu 12 bulan dan tidak
berhubungan dengan siklus menstruasi.
Gangguan depresi post psikotik skizofrenia : pada episode depresi mayor yang terjadi saat
fase skizofrenia residual.
Episode derpresi mayor ikutan : gangguan waham, gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan, atau fase aktif skizofrenia.
Keadaan saat dokter sudah menyimpulkan adanya depresi, tetapi tidak dapat dipastikan
sebagai depresi primer, depresi karena suatu kondisi medis, atau depresi karena zat.

Subtipe gangguan depresi mayor dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang


muncul dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi
dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan dapat memprediksi
prognosis. Tabel 2.1 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa
manifestasi khasnya.
Walaupun tidak teridentifikasi dengan DSM-IV-TR, depresi cemas dapat terjadi
pada pasien depresi (60-90%) bila terdapat gejala ansietas (kekhawatiran yang berlebihan,
tegang, dan gejala somatik yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi
cemas memperlihatkan disabilitas fungsi dan psikososial yang lebih hebat. Risiko bunuh
diri pada depresi cemas juga lebih besar dan prognosis lebih buruk, walaupun hanya
dengan tingkat kecemasan yang rendah.

Tabel 2.1 DSM-IV-TR Subtipe dan spesifikasi gangguan depresi mayor

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 17


Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Ciri Khas

Depresi melankolis Dengan gambaran melankolis Mood nonreaktif, anhedonia,


kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotor, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta.

Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak


tidur, makan berlebihan, paralisis
yang dibuat, sensitive pada
penolakan interpersonal

Depresi psikotik Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham


(waham)

Depresi katatonik Dengan gambaran katatonik Katalepsia,katatonik,negativisme,


mutisme, manerisme, ekolalia,
ekopraksia (tidak lazim pada
klinis sehari hari)

Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan kriteria


gangguan depresi mayor

Gangguan afektif Musiman Onset yang teratur dan kambuh


musiman pada saat musim tertentu
(biasanya musim gugur/dingin)

Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu


postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan gangguan


depresi mayor menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat (Tabel 4.2). DSM-IV-TR membagi
tingkat keparahannya berdasarkan pengaruh depresi dalam hal sosial atau pekerjaan dan

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 18


tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya,
membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan
saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan
derajat keparahan.

Keparahan depresi menentukan pemilihan terapi yang diberikan. Sebagai contoh,


psikoterapi adalah terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan dan
sedang, tetapi depresi berat memperlihatkan respons yang baik terhadap terapi kombinasi. Bukti
terbaru menyatakan bahwa antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya untuk
depresi berat.

Tabel 2.2 Derajat Keparahan Depresi

Keparahan Depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10

Ringan - Mood depresi atau kehilangan - 2 gejala tipikal


minat +4 gejala depresi lainnya
- 2 gejala inti
- Gangguan minor sosial atau
pekerjaan lainnya

Sedang - Mood depresi atau kehilangan - 2 gejala tipikal


minat +4 atau lebih gejala
- 3 atau lebih gejala inti
depresi lainnya
lainnya
- Gangguan psikosial atau
pekerjaan yang bervariasi

Berat - Mood depresi atau kehilangan - 3 gejala tipikal


minat
- 4 atau lebih gejala inti
- Gangguan social atau pekerjaan lainnya
yang berat atau ada gambaran
- Juga dapat dengan aau
psikotik
tanpa gejala

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 19


F. Manifestasi Klinis

Gejala gejala dari gangguan depresi sangat bervariasi, gejala gejala tersebut adalah :

1. Merasa sedih & bersalah 4. Merasa tidak berguna dan gelisah

2. Merasa cemas & kosong 5. Merasa mudah tersinggung

3. Merasa tidak ada harapan 6. Merasa tidak ada yang perduli

Selain gejala gejala diatas, gejala gejala lain yang dikeluhkan adalah :

1. Hilangnya ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani

2. Kekurangan energy dan adanya pikiran untuk bunuh diri

3. Gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi, dan membuat keputusan

4. Gangguan tidur, tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering

5. Kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak

6. Nyeri kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan pencernaan

G. Diagnosis Banding

Bereavement

Bereavement atau rasa kesedihan yang mendalam karena hilangnya suatu hubungan dapat
memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan,
durasi gejala, dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan
antara kesedihan yang mendalam dan gangguan depresi mayor.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 20


Tabel 2.3 Perbedaan antara Bereavement dan Episode Depresi Mayor
Gejala Bereavement Episode Depresi Mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna atau Tidak ada ada
tidak pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah dan lain-lain Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang - Berat

Gangguan afektif yang disebabkan oleh kondisi medis umum

Gejala depresi dapat menjadi efek fisiologis suatu kondisi medis yang terjadi sebelumnya.
Sebaliknya, gejala fisik dari suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis
karena adanya gangguan depresi mayor komorbid ini. The Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) sangat berguna sebagai alat pendeteksi pasien dengan penyakit
medis. Dalam skala tersebut digunakan pertanyaan yang berfokus pada gejala kognitif
dibandingkan dengan gejala somatik. Gangguan depresi berat sering terjadi pada pasien
penyakit kronis (Tabel 4.4), terutama pada diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan
neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).

Tabel 2.4 Kondisi Medis Umum yang Berhubungan dengan Gejala Depresi

Gangguan Neurologis Gangguan Endokrin

- Penyakit Alzheimer - Adrenal

- Penyakit serebrovaskular o Cushing

- Neoplasma serebral o Addison

- Trauma serebral o Hiperaldosteronisme

- Infeksi SSP - Berhubungan dengan haid

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 21


- Demensia - Penyakit paratiroid

- Epilepsy - Penyakit tiroid

- Penyakit ekstrapiramidal - Defisiensi vitamin

- Penyakit Huntington o B12/folat

- Hidrosefalus o Vitamin C

- Migraine o Niasin

- Multiple sclerosis o Tiamin

- Narkolepsi

- Penyakit Parkinson

- Supranuclear palsy progresif

- Sleep apnea

- Penyakit wilson

Gangguan Sistemik Gangguan Lainnya

- infeksi virus dan bakteri - AIDS

- Kanker

- Sinrom Klinefelter

- Infark miokard

- Porfiria

- Sebelum operasi

- Penyakit ginjal dan uremia

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 22


- Neoplasma sistemik

Inflamasi

- Rheumatoid arthritis

- Sindrom sjorgen

- Sistemic lupus erythematous

- Arteritis temporal

Gangguan afektif yang disebabkan oleh zat

Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat menimbulkan gejala depresi.
Maka itulah, gangguan afektif yang disebabkan oleh zat harus dipertimbangkan dalam
mendiagnosis gangguan depresi mayor. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium dapat digunakan untuk menentukan adanya suatu penyalahgunaan,
ketergantungan, intoksikasi atau keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis
akan menyebabkan suatu episode depresi.
Gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan
penggunaan obat tersebut. Gejala putus obat ini dapat berlangsung selama beberapa bulan.
Obat yang umum disalahgunakan tersebut antara lain alkohol, amfetamin, ansiolitik,
kokain, zat-zat halusinogen, hipnotik, inhalan, opioid, fensiklidin, dan sedatif.

Gangguan Bipolar

Adanya riwayat mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar,


tetapi karena (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien
bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal
ini penting untuk untuk mempertimbangkan diagnosis bipolar ketika hendak mendiagnosis
gangguan depresi mayor. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode
depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik di dalam kehidupannya.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 23


Gejala depresi yang mengindikasikan adanya suatu gangguan bipolar, antara lain
pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (hipersomnia, makan
berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan bipolar II (dengan
hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu
kondisi yang abnormal. Mereka menganggap itu sebagai perasaan senang semata.
Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering
menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang valid,
seperti kuesioner gangguan afektif, dapat membantu dalam mengidentifikasi hipomania.

H. Penatalaksanaan

Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi mayor.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-
perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan
obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai sedang,
serta untuk mencegah kekambuhan.
Pada anak-anak dan remaja, bagaimana pun, farmakoterapi saja tidak cukup. Selain itu,
dalam semua populasi pasien, kombinasi obat dan psikoterapi umumnya memberikan respons
yang paling cepat dan paling lama bertahan. Terapi kombinasi juga diasosiasikan dengan
perbaikan gejala depresi secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kualitas
hidup, kepatuhan pengobatan yang lebih baik, terutama apabila perawatan diperlukan selama
lebih dari 3 bulan.
Biasanya setelah 2-12 minggu dalam dosis terapi, respons klinis sudah dapat dinilai.
Pemilihan pengobatan haruslah berdasarkan keselamatan dan toleransi pasien agar dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap pengobatan. Keakraban dokter juga diperlukan
untuk mendidik pasien dalam mengatasi efek samping yang mungkin terjadi. Seringkali
kegagalan pengobatan disebabkan oleh ketidakpatuhan, durasi terapi yang tidak memadai,
atau dosis yang tidak memadai.
Berdasarkan pedoman ACP, pengobatan untuk gangguan depresi mayor harus diubah jika
pasien tidak memiliki respons yang memadai untuk farmakoterapi dalam waktu 6-8 minggu.
Setelah respons yang memuaskan tercapai, pengobatan harus dilanjutkan selama 4-9 bulan

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 24


pada pasien episode depresi berat pertama yang tidak berhubungan dengan ide bunuh diri
ataupun akibat bencana. Pada mereka yang memiliki dua atau lebih episode depresi,
diperlukan waktu perawatan yang lebih lama untuk mendapatkan bukti manfaat.
Pengobatan haruslah memaksimalkan fungsi pasien dalam tujuan spesifik dan realistis.
Modalitas awal harus dipilih atas dasar berikut:

Penilaian klinis

Adanya gangguan lain

Stresor

Keinginan pasien

Reaksi terhadap pengobatan sebelumnya

Farmakoterapi

Tabel 2.5 Jenis Obat Antidepresan, Dosis, dan Efek Samping

Nama Obat Dosis Harian (mg) Efek Samping

SSRI

Escitalopram 10 - 60 Semua SSRI dapat menimbulkan

Fluoksetin 10 40 insomnia, agitasi, sedasi, gangguan


saluran cerna, dan disfungsi
Setralin 50 150
seksual
Fluvoksamin 150 - 300

Trisiklik/Tetrasiklik

Amitriptilin 75 300 Antikolinergik (mulut kering,

Maprotilin 100 225 retensi urin, penglihatan kabur,


konstipasi, sinus takikardia, dan
Imipramin 75 - 300
lain lain)

SNRI

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 25


Duloksetin 40 60 Mengantuk, kenaikan berat badan,

Venlafaksin 150 - 375 hipertensi, gangguan saluran cerna

RIMA

Moklobemid 150 - 300 Pusing, sakit kepala, mual,


berkeringat, mulut kering,
penglihatan kabur

NaSSa

Mirtazapin 15 - 45 Somnolen, mual

SSRE

Tianeptin 12,5 37,5 Somnolen, mual, gangguan


kardiovaskular

Agonis Melatonin

Agomelatin 25 50 Sakit kepala

Psikoterapi

Jenis psikoterapi yang telah digunakan untuk pengobatan penyakit depresi,


terutama pada populasi anak, adalah sebagai berikut:

Terapi perilaku
Terapi kognitif-perilaku (cognitive-behavioral therapy (CBT))
Terapi kognitif-perilaku adalah pengobatan lini pertama untuk depresi. Hal ini
bersifat terarah dan dalam waktu yang terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan 20 kali
perawatan. Terapi kognitif-perilaku secara khusus dirancang untuk mengobati depresi.
Penggunaannya dalam mengobati gangguan depresi mayor didasarkan pada premis bahwa
pasien yang mengalami depresi memiliki pandangan yang menyimpang atas diri mereka
sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi terhadap depresi dan
dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif-perilaku.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 26


Terapi kognitif-perilaku efektif pada pasien dari segala usia. Hal ini penting
terutama untuk pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan terhadap masalah atau efek
samping obat. Pada anak-anak dan remaja, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
kelompok yang mendapat terapi kognitif-perilaku menampakkan kemajuan yang lebih baik
daripada kelompok yang tidak mendapat terapi tersebut. Kemajuan tersebut dapat dinilai
dalam hal pengurangan gejala depresi dan peningkatan harga diri.
Bahkan pada sebagian besar sampel klinis pediatrik, terapi kognitif-perilaku tampak
lebih unggul dibandingkan dengan perawatan manual lainnya, termasuk pelatihan relaksasi,
keluarga, dan terapi suportif. Namun, semua studi klinis atas terapi kognitif-perilaku
menemukan bahwa dapat terjadi kekambuhan pada saat tindak lanjut. Hal ini menunjukkan
bahwa pengobatan harus tetap berlanjut. Mengingat tingginya tingkat relaps dan
kekambuhan depresi, terapi lanjutan direkomendasikan bagi semua pasien untuk setidaknya
6-12 bulan.
Terapi keluarga
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi interpersonal
Terapi interpersonal
Terapi interpersonal berfokus pada penyebab kesedihan, peran interpersonal,
perselisihan, transisi peran, dan kesulitan interpersonal. Mufson dan Fairbanks
menemukan bahwa terapi interpersonal mungkin berguna dalam pengobatan fase akut
pada remaja dengan gangguan depresi mayor. Tingkat kekambuhan relatif rendah setelah
terapi interpersonal pada fase akut.
Terapi kognitif berbasis kesadaran (Mindfulness-based cognitive therapy (MBCT))
Psikoterapi psikodinamik
Banyak dokter percaya psikoterapi psikodinamik berguna dalam pengobatan
depresi. Psikoterapi psikodinamik dapat membantu melakukan hal berikut: (1) mengubah
pola perilaku maladaptif, (2) mengatasi konflik yang sedang berlangsung dan juga konflik
masa lalu, (3) mengenali perasaan, (4) meningkatkan wawasan, (5) meningkatkan harga
diri, (6) meningkatkan kekuatan ego, (7) berinteraksi lebih efektif dengan orang lain, dan
(8) memahami diri sendiri.
Psikoterapi suportif

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 27


Terapi Elektrokonvulsif

Terapi elektrokonvulsif adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi.


Onset aksi mungkin lebih cepat daripada perawatan dengan obat, dengan keuntungan yang
sering sudah dapat terlihat dalam waktu 1 minggu sejak awal pengobatan. Satu seri terapi
elektrokonvulsif (biasanya sampai 12 sesi) adalah pengobatan pilihan untuk pasien yang
tidak merespons terhadap terapi obat, pada pasien dengan gejala psikotik, ide bunuh diri,
atau membahayakan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, indikasi untuk penggunaan terapi elektrokonvulsif adalah
sebagai berikut:
Perlu respons cepat terhadap antidepresan
Kegagalan terapi obat
Riwayat respons yang baik terhadap terapi elektrokonvulsif
Keinginan pasien
Risiko tinggi bunuh diri
Risiko tinggi morbiditas dan mortalitas

Meskipun kemajuan dalam anestesi singkat dan kelumpuhan neuromuskuler telah


meningkatkan keamanan dan toleransi terhadap terapi elektrokonvulsif, tindakan ini tetap
menimbulkan banyak risiko, termasuk yang berhubungan dengan anestesi umum,
kebingungan postiktal, dan yang lebih jarang, kesulitan memori jangka pendek. Terutama
pada pasien usia lanjut, hasil pemeriksaan sebelum tindakan prosedural ini harus
dilakukan dan harus diperiksa ada tidaknya risiko jantung dan pembuluh darah. Prosedur
elektrokonvulsif ini berisiko tinggi terhadap fungsi kardiovaskular pasien lanjut usia.

I. PENCEGAHAN DAN PROGNOSIS

Pencegahan

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 28


Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan membangun suasana perasaan yang
baik, nyaman, dan menyenangkan bagi pasien. Beberapa macam kegiatan yang dapat
dilakukan sebagai pencegahan, antara lain:

Membangun hubungan yang mendukung (keluarga, saudara, teman)


Ikut kegiatan sosial atau komunitas atau organisasi
Berpikir positif
Melakukan hal-hal yang disukai
Mengembangkan hobi yang disenangi seperti bermain musik dan menulis
Olahraga
Makan makanan sehat
Bersyukur
Prognosis

Bagi banyak pasien, gangguan depresi mayor dapat menjadi penyakit yang kronis
dan dapat relaps. Relaps dalam 6 bulan masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien.
Relaps depresi dalam waktu 5 tahun terjadi pada 58% pasien. Relaps depresi dalam waktu
15 tahun terjadi pada 85% pasien.

Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi, 40%
mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus mengalami gejala
depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor. Sebanyak 40%
pasien sisanya tetap mengalami episode depresi mayor

Beberapa indikator untuk prognosis yang kurang baik, antara lain:

Episode depresi berat


Durasi episode depresi yang panjang (lebih dari 6 bulan)
Adanya penyakit komorbid
Adanya gejala psikotik
Onset usia muda
Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 29


Adanya riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya (misalnya riwayat depresi atau
gangguan cemas)
Pernah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 3 kali
Dukungan sosial yang kurang, fungsi keluarga yang buruk, dan lemahnya keadaan
ekonomi keluarga
Kurangnya kemampuan kerja selama 5 tahun sebelum terserang depresi

J. Kerangka Konsep

Faktor
sosiodemografik:
Pasien - Usia
Pasien
poliklinik - Jenis kelamin
Depresi
psikiatri - Sosio-Ekonomi dan
Budaya

Masalah psikososial dan lingkungan

BAB 3

KESIMPULAN

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 30


Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih
dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga
berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Menurut WHO, depresi merupakan
gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat
terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan
penurunan konsentrasi.

Penyebab spesifik dari gangguan depresi mayor belum diketahui. Patofisiologi gangguan
depresi mayor juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling
sering ditemukan, gangguan depresi mayor tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan
heterogen. Faktor biologi, psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis
gangguan depresi mayor. Gangguan depresi mayor melibatkan baik aspek genetik maupun faktor
lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa depresi yang
berkembang pada anak usia dini lebih dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada genetik.
Onset depresi pada remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada depresi
prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan stresor lingkungan.

Subtipe gangguan depresi mayor dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul
dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar
pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan dapat memprediksi prognosis. Tabel 2.1
memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa manifestasi khasnya.

Walaupun tidak teridentifikasi dengan DSM-IV-TR, depresi cemas dapat terjadi pada
pasien depresi (60-90%) bila terdapat gejala ansietas (kekhawatiran yang berlebihan, tegang, dan
gejala somatik yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi cemas
memperlihatkan disabilitas fungsi dan psikososial yang lebih hebat. Risiko bunuh diri pada
depresi cemas juga lebih besar dan prognosis lebih buruk, walaupun hanya dengan tingkat
kecemasan yang rendah.

Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi mayor.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-
perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan
obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai sedang,

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 31


serta untuk mencegah kekambuhan.
Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan membangun suasana perasaan yang baik,
nyaman, dan menyenangkan bagi pasien.
Bagi banyak pasien, gangguan depresi mayor dapat menjadi penyakit yang kronis dan
dapat relaps. Relaps dalam 6 bulan masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien. Relaps
depresi dalam waktu 5 tahun terjadi pada 58% pasien. Relaps depresi dalam waktu 15 tahun
terjadi pada 85% pasien.
Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi, 40%
mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus mengalami gejala
depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor. Sebanyak 40%
pasien sisanya tetap mengalami episode depresi mayor

DAFTAR PUSTAKA

Adli M, Bauer M, Rush AJ (2006) Algorithms and collaborative-care system for


depression: are they effective and why? A systematic review. Biol Psychiatry 59: 1029-38

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 32


Kennedy SH, Lam RW, Parikh SV, et al. (2009) Canadian Network for Mood and
Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of major
depressive disorders in adult. J Affect Disord 117(Suppl 1): S1-S64.
Prince M, Patel V, Saxena S, et al. (2007) No health without mental health. Lancet 370:
859-77.
Schulberg HC, Block MR, Madonia MJ, et al. (1997) The usual care of major
depression in primary care. Arch Fam Med 6: 334-9
Wells KB, Sherbourne C, Schoenbaum M, et al. (2004) Five-year impact of quality
improvement for depression: results of a group-levelrandomized controlled trial. Arch
Gen Psychiatry 61: 378-86.
Alonso J, Angermeyer MC, Bernert S, et al. (2004) 12-month comorbidity patterns and
associated factors in Europe: Results from the European Study of The Epidemiology of
Mental Disorders (ESEMeD) project. Acta Psychiatr Scand Suppl 420: 28-37.
Kessler RC, Berglund P, Demier O, et al. (2003) The epidemiology of major depressive
disorder: Results from National Comorbidity Survey Replication (NCS-R). JAMA 289:
3095-105.
Lepine J-P, Briley M (2011) The increasing burden of depression. Neuropsychiatr Dis
Treat 7(1): 3-7.
Armitage R (2007) Sleep and circadian rhythms in mood disorders. Acta Psychiatr Scand
115(433): 104-14.
Goldberg D (2006) The aetiology of depression. Psychol Med 36: 1341-7.
Hasler G, Nothoff G (2011) Discovering imaging endophenotypes for major depression.
Mol Psychiatry 16: 604-19.
American Psychiatric Association (2000) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 4th edition, Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Press.
Patten SB, Kennedy SH, Lam RW, et al. (2009) Canadian Network for Mood and
Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of major
depressive disorders in adults. I. Classification, burden, and principles of management. J
Affect Disord 117: S5-S14.
World Health Organization (2005) International Statistical Classification of Diseases and
Health Related Problems (The) ICD-10 Second Edition. Geneva: World Health

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 33


Organization.
Chiesa A, Serretti A (2011) Mindfullness based cognitive therapy for psychiatric
disorders: a systematic review and meta-analysis. Psychiatry Res 187: 441-53.
Frank E, Grochocinski VJ, Spanier CA, et al. (2000) Interpersonal psychotherapy and
antidepressant medication: evaluation of a sequential treatment strategy in women with
recurrent major depression. J Clin Psychiatry 61: 51-7.
Lam RW, Kennedy SH, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for Mood and
Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of major
depressive disorder in adults. II. Pharmacotherapy. J Affect Disord 117: S26-S43.
Parikh SV, Segal ZV, Grigoriadis S, et al. (2009) Canadian Network for Mood and
Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of major
depressive disorder in adults. II. Psychotherapy alone and in combination with
antidepressant medications. J Affect Disord 117: S15-S25.
Stahl SM (2008) Stahls Essential Psychopharmacology: Depression and Bipolar
Disorder. Cambridge: Cambridge University Press.
Cuipers P, Smit F (2002) Excess mortality in depression: A meta-analysis of community
studies. J Affect Disord 72: 227-36.
Kennedy SH, Lam RW, Parikh SV, et al. (2009) Canadian Network for Mood and
Anxiety Treatments (CANMAT) clinical guidelines for the management of major
depressive disorders in adult. J Affect Disord 117(Suppl 1): S5-S14.

Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 34


Satuan Acara Penyuluhan : Depresi | 35

Anda mungkin juga menyukai