Anda di halaman 1dari 26

REFERAT HEMORRHAGE POST PARTUM

Oleh :
Lara Meiza Anindia
2012730056

Pembimbing :
dr. Nilakusuma, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT SEKARWANGI SUKABUMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun


sesudah persalinan. Tiga penyebab klasik kematian ibu disamping infeksi dan pre-
eklampsia adalah perdarahan.
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam
42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya
kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab sebab
kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab sebab lain
seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di
Amerika Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data
statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8 % dari kematian ini
disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industry, perdarahan post partum
biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing
dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian
maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO
menunjukkan 25 % dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum
dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap tahunnya.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965
1969) di R.S. Pingadi Medan adlah 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan
laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5 % sampai 15 %. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain :
atonia uteri (50 60%), sisa plasenta (23 24%), retensio plasenta (16 - 17%),
laserasi jalan lahir (4 5%), kelainan darah ( 0,5 0,8%).
Suatu perdarahan dikatan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebih 500
cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perlu
diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah
setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarea menyebabkan
perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan mengurangi efek
vasokontriksi dari pembuluh darah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc
atau lebih pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio
cesarea . Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya
plasenta.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan
jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebut
sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi >
100x/menit.
Definisi lain menyebutkan perdarahan post partum adalah perdarahan
500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
a. Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage)
adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa
sebagian.
b. Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage)
adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya
oleh karena sisa plasenta.

B. EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
Angka kejadian perdarahan setelah persalinan pervaginam yaitu 5 8%.
Perdarahan post partum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua transfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2. Peningkatan angka kematian di negara berkembang
Di negara berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal
hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya
layanan tranfusi darah, kurangnya layanan operasi.

C. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum,
faktor faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan
darah.5-8
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan post
partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus
membesar dan lembek pada saat palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul
karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab
utama perdarahan post partum.
Faktor predisposisi atonia uteri adalah sebagai berikut :
Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar.
Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
Kehamilan grande-multipara.
Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita
penyakit menahun.
Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
Infeksi intrauterine (korioamnionitis).
Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

Gambar 1. Atonia Uteri

2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya
Apabila plasenta belum lahir tiga puluh menit setelah janin
lahir, hal itu dinamakan retensi plasenta. Hal ini bisa disebabkan
karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan,
tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengelurkannya.

Gambar 2 Retensio Plasenta


Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena :
- Kontraksi uterus kurang untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesive).
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua basalis sampai miometrium sampai dibawah
peritmetrium (plasenta akreta perkreta).

Gambar 3 Perlengketan Plasenta

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20 25% dari kasus perdarahan postpartum.
Penemuan ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic
mendukung diagnosis retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan
jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada
perdarahan post partum sekunder. Apabila didapatkan cavum uteri
kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.

3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir :
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat
operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oksitosin.
Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut sectio secarea
sebelumnya.

Gambar 4 Ruptur Uteri

b. Inversi uterus
Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa
ini terjadi tiba tiba dalam kala III atau segera plasenta keluar.
Inversi uterus dapat dibagi menjadi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.
Klasifikasi prolapsus uteri :
- Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam
introitus vagina.
- Tingkat II : Uterus sebagian besar keluar dari vagina.
- Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai
dengan inversion vagina (prosidensia uteri).
Gambar 5 Pembagian Klasifikasi Inveriso Uteri

Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri ialah perasat


crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada
tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada
penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemuka
pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15 - 70%). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita.

Gambar 6 Reposisi uteri pervaginam


Gambar 7 Reposisi uteri dengan laparatomi

c. Perlukaan jalan lahir


Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum
atau forcep, walau begitu laserasi terjadi pada sembarang persalinan.
Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat
menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam
dan bisa menyebabkan terjadinya syok.

Gambar 8 Derajat Laserasi

d. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan
jika mengenai arteri atau vena yang besar jika episiotomi luas, jika ada
penundaan antara episiotomi dan persalinan, atau jika ada penundaan
antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi.

Gambar 9 Episiotomi

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah


Gejala gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogenemia
- Trombositopeni
- Idiopathic thrombocytopenic purpura
- HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count)
- Disseminated Intravaskuler Coagulation
- Dillutional coagulopathy bisa terjadi pada transfuse darah lebih
dari 8 unit.
-
D. FAKTOR RESIKO
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya
merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya perdarahan
postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan
keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita
ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum:
a. Grande multipara
b. Perpanjangan persalinan
c. Chorioamnionitis
d. Kehamilan multiple
e. Injeksi Magnesium sulfat
f. Perpanjangan pemberian oksitosin
E. DIAGNOSIS
Dapat disebut perdarahan post partum bila perdarahan terjadi sebelum,
sesaat ataupun sesudah plasenta lahir. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan
perdarahan postpartum :
a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
b. Penurunan tekanan darah
c. Peningkatan detak jantung
d. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar
perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya.
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jauh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan lahan tapi
terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu
lemas ataupun jatuh kedalam syok.
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, ektremitas dingin, sampai terjadi
syok. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio
plasenta atau laserasi jalan lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta
lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma
jalan lahir. Pada pemeriksaan obstetric kontraksi uterus akan lembek dan
membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi
untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan Rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises
yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation
test dan lain lain.
F. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
a. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang kurangnya bersiap siaga pada
kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting.
Tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sewaktu bersalin tetapi
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang
baik.
Menangani anemi dalam kehamilan adalh penting, ibu ibu
yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum
sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

b. Persiapan persalinan
Sebelum dilakukan persalinan dilakukan pemeriksaan fisik
untuk menilai keadaan umum serta tanda vital, juga pemeriksaan
laboratorium untuk menilai kadar Hb, golongan darah, dan bila
memungkinkan sediakan darah untuk persiapan transfuse. Pemasangan
kateter intravena dengan ukuran yang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya
langsung dilakukan transfusi.

c. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan
circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan
berkontraksi dengan baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras
terhdap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa
mengganggu kontraksi normal miometrium dan bahkan mempercepat
kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berelebihan dan
memicu terjadinya perdarahan postpartum.

d. Penanganan aktif kala III


Pemberian suntikan oksitosin
o Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepala
ibu untuk diberi ASI
o Letakkan kain bersih diatas perut ibu
o Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang
lain
o Memberitahukan pada ibu ia akan disuntik
o Selambat lambatnya dalam waktu dua menit setelah
bayi lahir, segera suntikkan oksitosin 10 unit IM pada
1/3 bawah paha kanan bagian luar
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
o Berdiri disamping ibu
o Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala
dua persalinan pada tali pusat sekitar 5 10 cm dari
vulva
o Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas
dengan kain) tepat dibawah tulang pubis, gunakan
tangan lain untuk meraba kontraksi uterus dan menahan
uterus pada saat melakukan peregangan pada tali pusat,
tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri ke
bawah dan atas (dorso-kranial) korpus.
o Tegangkan kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan
dengan itu, lakukan penekanan korpus uteri ke arah
bawah dan cranial hingga plasenta terlepas dari tempat
implantasinya.
o Jika plasenta tidak turun setelah 30 40 detik
dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda
tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan
teruskan penegangan tali pusat. Setelah plasenta
terlepas, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong ke introitus vagina. Tetap tegang ke arah
bawah mengikuti arah jalan lahir.
o Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina,
teruskan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua
tangan. Pegang plasenta dengan kedua tangan rata
dengan lembut putar dan perlahan lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
o Jika terjadi selaput robekan pada selaput ketuban saat
melahirkan plasenta, dengan hati hati periksa vagina
dan serviks dengan seksama.
Melakukan massase fundus uteri
o Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
o Jelaskan tindakan ini kepada ibu dan mungkin merasa
tidak nyaman.
o Dengan lembut gerakkan tangan secara memutar pada
fundus uteri, agar uterus berkontraksi. Jika tidak
berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksanaan atonia uteri.
o Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan
keduanya lengkap dan utuh.
o Periksa uterus setelah satu hingga dua menit
memastikan uterus berkontraksi dengan baik, jika
belum diulangi rangsangan taktil fundus uteri.
o Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu
jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua pasca persalinan.
Gambar 10 Penanganan Aktif Kala III

e. Kala tiga dan kala empat


o Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan
dilahirkan. Studi memperlihatkan penurunan insiden
perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat
oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak
didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio
plasenta. Hanya saja lebih baik berhati hati pada
pasien dengan kecurigaan kembar apabila tidak ada
USG untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama
kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang
dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
o Pada umumnya akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat
pelepasan tidak ada untungnya justru dapat
menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi
ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak
aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus
terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat
bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara
berhati hati. Apabila dalam pemeriksaan plasenta
kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk
mencari bagian bagian kecil dari sisa plasenta.
o Segera setelah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap
atau tidak. Untuk manual plasenta ada perbedaan
pendapat waktu dilakukan manual plasenta. Apabila 30
menit setelah bayi lahir plasenta belum dilahirkan
manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi,
tidak menunggu plasenta lahir secara spontan.
o Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari
adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan
perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka
trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi
dengan baik.

2. Manajemen Perdarahan Postpartum


Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin.
Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian
pokok:
1. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ organ
penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda tanda vital
pasien.
Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan
resusitasi cairan cepat.
- Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer laktat
- Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
- Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin
(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam
1 jam 30 cc atau lebih).
2. Manajemen penyebab perdarahan postpartum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
a. Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan
satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk
mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus
teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu
dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oksitosin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi
uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.
Lakukan kompresi bimanual apabila perdarahan masih
berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan
tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan
diletakkan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dilanjutkan apabila setelah
pemberian oksitosin dan kompresi bimanual gagal
menghentikan pendarahan, pilihan berikutnya adalah
ergotamine.

Gambar 11 kompresi Bimanual Interna

Gambar 12 Kompresi Bimanual Eksterna


b. Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam
setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan penanganan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas,
maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta
yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak (perdarahan kala tiga) dan harus diantisipasi dengan
melakukan plasenta manual, meskipun kala plasenta belum
lewat setengah jam.

Gambar 13 Meregang tali pusat dengan jari jari


membentuk kerucut

Gambar 14 Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri


diletakkan di atas fundus
Gambar 15 Mengeluarkan Plasenta

c. Sisa Plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam
uterus disebut sisa plasenta. Apabila kontraksi uterus jelek atau
kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase
dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan
eksplorasi ke dalam Rahim dengan cara manual/digital atau
kuret. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan
tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anastesi kecuali
pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian
uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi
lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan
eksplorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih
berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade
uterovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan
perdarahan selama persiapan operasi.
Gambar 16 eksplorasi ke dalam Rahim

d. Trauma jalan lahir


Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab perdarahan
apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan
terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan
reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan,
pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir
dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelh
penjahitan selesai.
Hematoma jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi
apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,
penatalaksanaan bisa dilakukan insisi dan drainase. Apabila
hematom sangat besar curiga sumber hematoma karena
pecahnya arteri, cari dan lakukan ligase untuk menghentikan
perdarahan.

e. Gangguan pembekuan darah


Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya
rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai
kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab
perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan
dengan pemberian produk darah pengganti
(trombosit,fibrinogen).

Terapi Pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel)
adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas
untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya
untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematoma. Reparasi
tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar benar
menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena
hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina.
Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan
ditemukan uterus intak dan tidak ada perlukaan ataupun rupture
lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.

o Ligasi Arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang
mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan
kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang
diberikan.
Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua
traktus genitalia dengan mengurangi tekanan darah dan
srikulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil
menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan
yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik
dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah
dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu
efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen
bawah Rahim, servix, fornix vagina.

Rekomendasi pencegahan dan manajemen perdarahan post partum


menurut FIGO :
Pencegahan :
1. Oksitosin
Merupakan profilaksis pertama, pemberian pada menit pertama
setelah persalinan 10 IU/mL atau 5 IU bolus perlahan.
2. Ergometrin/Metilergometrin
0,2 mg IM pada menit pertama setelah persalinan
3. Misoprostol
600 mikrogram oral pada menit pertama setelah persalinan, bila
oksitosin tidak tersedia.

Manajemen :
1. Oksitosin
10 IU IM atau 5 IU bolus perlahan atau 20-40 IU/L drip
2. Misoprostol
800 mikrogram sublingual
3. Ergometrin/Metilergometrin
0,2 mg IM dapat diulang 2 4 jam dengan dosis maksimum
1 mg/hari
4. Syntometrin
Kombinasi dari oksitosin 5 IU dan ergometrin 0,5 mg pemberian
IM
5. Carbetocin
100 mikrogram IM atau IV
6. Carboprost
0,25 mg IM setiap 15 menit (maksimum 2 mg per hari)

Tabel 1 Obat Uterotonica, Menurut USAID

Obat Cara Kerja dan Efek Samping


Keefektifan
Oksitosin Onset : 2 3 menit Belum diketahui kontraindikasinya
(ekstrak Lama kerja : 15 30 menit untuk pemakaian pasca persalinan.
hipofisis Tidak ada/minimal efek samping.
anterior) Jika untuk induksi persalinan, jangan
gunakan oksitosin sebelum 6 jam
setelah pemberian dosis misoprostol.
Misoprostol Onset : 3 5 menit Belum diketahui kontraindikasi untuk
(E1 analog Konsentrasi tertinggi pemakaian pasca persalinan.
prostaglandin) dalam darah pada 18 - 34 Efek samping menggigil dan kenaikan
menit suhu tubuh sementara.
Lama kerja : 75 menit
Syntometrin Kombinasi kerja cepat Kontraindikasinya sama dengan
(kombinasi oksitosin dan kerja ergometrin (pada wanita yang
dari 5 IU ergometrin yang terus - mempunyai riw. hipertensi, preeklamsi,
okstitosin dan menerus eklamsi, penyakit jantung dan plasenta
0,5 mg inkarserata)
ergometrin) Hanya digunakan pada pasca
persalinan.
Efek samping : mual, muntah, sakit
kepala dan TD meningkat.
Ergometrin Onset : 6 7 menit (IM) Kontraindikasinya pada wanita yang
(preparat Lama kerja : 2 4 jam mempunyai riw. hipertensi, preeklamsi,
Ergot) eklamsi, penyakit jantung, dan retensi
plasenta.
Hanya digunakan pada pasca
persalinan.
Efek samping : mual, muntah, sakit
kepala, dan hipertesi.
Jangan digunakan bila obat sudah
T berubah warna
a
Tabel 2 Pemakain Oksitosin pada Penanganan Aktif Kala III

Dosis dan Rute IM = 10 unit


Wanita yang terpasang jalur IV = 10 unit
IM atau 5 IU bolus perlahan
Yang harus diperhatikan dan kontraindikasi Sebelum pemberian oksitosin, pastikan
tidak ada bayi kedua. Bila sudah diberi
oksitosin, namun ternyata ada bayi kedua,
kemungkinan bayi kedua terperangkap di
uterus sangat kecil resikonya.

Tabel 3 Pemakaian Oksitosin pada Manajemen Perdarahan Postpartum

Dosis dan Rute IV = infus 20 unit dalam 1 L cairan infus


dengan 60 tetes per menit
IM = 10 unit
Dosis Lanjutan IV = infus 20 unit dalam 1 L cairan
dengan 40 tetes per menit
Dosis Maximum Tidak lebih dari 3 L cairan infus +
oksitosin
Yang Harus Diperhatikan dan Jangan diberikan dalam bolus
Kontraindikasi

Tabel 4 Pemakaian Misoprostol pada Manajemen Perdarahan Postpartum

Dosis Maksimum dan Rute Rectal = dosis single 1000 mcg


Oral = dosis single 600 mcg
Sublingual = dosis single 800 mcg
Dosis Lanjutan Belum diketahui
Yang Harus Diperhatikan &Kontraindikasi (-)
BAB III
KESIMPULAN

Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama,


ataupun sesudah persalinan. Tiga penyebab klasik kematian ibu disamping
infeksi dan pre-eklampsia adalah perdarahan.
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc
atau lebih pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio
cesarea. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya
plasenta. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan
jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan
sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan
perubahan tanda vital, antara lain kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi >
100x/menit.
Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk
memberikan pertologan sesuai penyebabnya. Diagnosa yang tepat menentukan
tindakan yang harus segera diambil. Waktu memiliki peranan yang amat
penting, pasien perdarahan post partum akan jatuh dalam kondisi syok
hipovolemik dalam waktu < 20 menit tanpa penanganan. Kerjasama antar
pelayanan kesehatan secara signifikan dibutuhkan untuk mengurangi jumlah
kematian maternal karena perdarahan pasca persalinan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2011
DeCherney, A H. Nathan , L. Curren Obstetrics & Gynecologic Diagnosis &
Treatment Ninth edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2003
Gabbe. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. 4th ed. London:
Livingstone, Inc. 2002
JR Smith, BG Brennan. Postpartum Haemorrhge htt://www.emedicine.com
tanggal 19 Oktober 2015
Mansjoer, A, et all. Perdarahan Paska Persalinan. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ke-4 Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesclapius FKUI,2014.
Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi ke-2 Jilid Pertama. Jakarta: EGC 1998
The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and
Treatment of Postpartum Haemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO
Guidelines.International Journal Gynecology and Obstetrics 2012; 117:108-
118
United Stated Agency International Development Fact Sheets: Uretotomic
Drugs for the Prevention and Treatment of PostpartumHaemorrhage.
Prevention of Postpartum Haemorrhage Intiative 2008:1-10
Wiknjosastro,H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ke-4 cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008
World Health Organization. WHO recommendation for the prevention and
treatment of postpartum haemorrhage. WHO Guidelines 2012.

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen25 halaman
    Jurnal
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Radiologi
    Radiologi
    Dokumen40 halaman
    Radiologi
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen58 halaman
    Hernia
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Pneumonia
    Laporan Kasus Pneumonia
    Dokumen38 halaman
    Laporan Kasus Pneumonia
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • 2893 8224 1 SM
    2893 8224 1 SM
    Dokumen6 halaman
    2893 8224 1 SM
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen34 halaman
    Journal Reading
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Psikomotor PV
    Psikomotor PV
    Dokumen28 halaman
    Psikomotor PV
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Abses Submandibula
    Abses Submandibula
    Dokumen13 halaman
    Abses Submandibula
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Laporan Jaga Bedah App
    Laporan Jaga Bedah App
    Dokumen10 halaman
    Laporan Jaga Bedah App
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Appendisitis Case
    Appendisitis Case
    Dokumen20 halaman
    Appendisitis Case
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Intususepsi Atau Invaginasi
    Intususepsi Atau Invaginasi
    Dokumen19 halaman
    Intususepsi Atau Invaginasi
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Refreshing
    Refreshing
    Dokumen32 halaman
    Refreshing
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Proposal Depresi
    Proposal Depresi
    Dokumen38 halaman
    Proposal Depresi
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Referat Struma
    Referat Struma
    Dokumen22 halaman
    Referat Struma
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Tutorial MH
    Tutorial MH
    Dokumen40 halaman
    Tutorial MH
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • 3 - LAPKAS CA Mammae Sinistra
    3 - LAPKAS CA Mammae Sinistra
    Dokumen26 halaman
    3 - LAPKAS CA Mammae Sinistra
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Proposal Depresi
    Proposal Depresi
    Dokumen38 halaman
    Proposal Depresi
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Tumor Buli
    Tumor Buli
    Dokumen13 halaman
    Tumor Buli
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Bedah Vaskuler
    Bedah Vaskuler
    Dokumen12 halaman
    Bedah Vaskuler
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Pankreatitis Akut Hemoragik
    Pankreatitis Akut Hemoragik
    Dokumen18 halaman
    Pankreatitis Akut Hemoragik
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Psikomotor PV
    Psikomotor PV
    Dokumen28 halaman
    Psikomotor PV
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Veruka Vulgaris
    Veruka Vulgaris
    Dokumen13 halaman
    Veruka Vulgaris
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Lara
    Journal Reading Lara
    Dokumen12 halaman
    Journal Reading Lara
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Referat Retinopati Diabetes Lara
    Referat Retinopati Diabetes Lara
    Dokumen24 halaman
    Referat Retinopati Diabetes Lara
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • SLT Pada NTG
    SLT Pada NTG
    Dokumen11 halaman
    SLT Pada NTG
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Syndrome Nefrotik
    Syndrome Nefrotik
    Dokumen11 halaman
    Syndrome Nefrotik
    Lara Meiza Anindia
    Belum ada peringkat
  • Sindroma Nefrotik
    Sindroma Nefrotik
    Dokumen14 halaman
    Sindroma Nefrotik
    Lara Meiza Anindia
    100% (1)