Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul


bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri ini.
Berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak menyenangkan dan mengganggu dan
pengalaman emosional akibat adanya kerusakan jaringan atau yang berpotensi
terjadinya kerusakan jaringan atau sesuatu yang berarti kerusakan.1
Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri. Pengukuran
nyeri bersifat subyektif dan diukur dengan menggunakan skala FACES yang dimulai
dari nilai '0' (tidak dirsakan nyeri pada pasien dapat dilihat dari ekspresi wajah
pasien), hingga '5' (nyeri terburuk yang pernah dirasakan pasien).2
Klasifikasi nyeri secara umum terdiri dari nyeri akut dan nyeri kronik.
Banyak data yang menunjukkan bahwa pada nyeri akut, keluhan nyeri berhubungan
langsung dengan trauma jaringan. Berbeda sekali dengan nyeri kronis, yang sulit
memperlihatkan bukti adanya kerusakan jaringan sebagai sumber dari rasa nyeri.3
Penanganan nyeri tergantung dari derajat rasa nyeri serta tanggapan pada
obat analgesik. Pemberian dan penggantian obat analgesik dilakukan secara bertahap.
Tahapan digambarkan dengan Jenjang Analgesik dengan tiga tahap atau langkah.
Langkah pertama mencakup obat analgesik non narkotik, misalnya aspirin atau
parasetamol. Langkah kedua memberi narkotik lemah, misalnya kodein, bila
dibutuhkan dengan tetap diberi analgesik biasa. Sedang pada langkah tertinggi,
diberikan obat narkotik kuat, misalnya morfin, sekali lagi dengan analgesik biasa bila
dibutuhkan.4
Praktek pengelolaan nyeri tidak hanya terbatas pada seorang ahli anestesi
tetapi juga meliputi dokter lain seperti dokter praktek dan selain dokter (psikolog, ahli
urut, akupuntur, hipnosis). Secara jelas, pendekatan yang paling efektif adalah secara
multidisiplin. Untuk dapat memberikan terapi yang tepat, maka perlu dipahami

1
mengenai patofisioiogi / neurofisiologi nyeri, dari transmisi nosisepsi yang lebih
kompleks daripada sistem transmisi langsung, disamping anatomi jalur nyeri.

Definisi
Menurut IASP (International Association of the Study of Pain) nyeri
didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan yang nyata atau adanya potensi kerusakan jaringan atau yang
tergambarkan seperti itu.5

Anatomi Jalur Nyeri


Jalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer dari kulit melewati dorsal root
ganglion menuju ke dorsal horn, selanjutnya menjadi tractus spraotoalamicus. Saraf
aferen primer yang mengandung serat A , A dan C akan berakhir di Cornu dorsalis
pada lamina-lamina tertentu.4,6
Mechanoreceptors A berakhir di lamina III,IV,V,VI dan laminanya terus
menuju ke dorsal columns. Serat A yang mengandung mechanoreceptors berakhir
pada lamina III dan IV yang mengandung nociceptors dan cold receptors berakhir di
laminal dan V.2

Gambar 1. Anatomi jalur nyeri


(Sumber:http://3.bp.blogspot.com/_7yh7JzbaJ1c/TCrRyZ8BlvI/AAAAAAAAAAM/
3bYWivh0_MM/s1600/nyeri-pathways.jpg

2
Serat C yang mengandung nociceptors, thermoreceptors dan
mechanoreceptors berakhir dilamina I dan II.2
Adapun spesifikasi serat saraf sensoris aferen adalah sebagai berikut:
Serat A mempunyai diameter > 6-12 m, bermielin dan mempunyai
ambang rendah, bersifat unimodal (mechanoreceptor) yaitu untuk nyeri
tekan.
Serat A mempunyai diameter 1-5 m, bermielin, transmisi lebih cepat,
akhir serat eferen dilamina I dan V, bersifat poli modal (nociceptor, cold
receptor dan mechanoreceptor) untuk nyeri tajam yang terlokasi dengan
baik.
Serat C mempunyai diameter 0,2-1,5 M, tidak bermielin, transmisi lambat,
ujung saraf nosiseptif polimodal (nociceptor, thermoreceptor dan
mecahnoreseptor) akhir serat aferen di lamina II, untuk nyeri tumpul /
terbakar, tidak terlokasi.

Gambar 2. serat saraf sensoris aferen


(Sumber: http://fikarkasper309.blogspot.com/2011/08/fisiologi-nyeri.html)

3
Satu neuron terdiri atas : ujung saraf, axon yang terbungkus mielin dan inti
neuron / sel saraf. Antara satu neuron dengan neuron yang lain dibatasi oleh celah /
sambungan serabut saraf yang disebut sinaps.6

Ada tiga neuron yang terlibat dalam jalur nyeri:


1. First order neuron; menghantarkan nyeri dari perifer ke medula spinalis
2. Second order neuron; menghantarkan nyeri dari medula spinals ke thalamus
3. Third order neuron; menghantarkan nyeri dari thalamus ke korteks7
Rangsangan yang datang (impuls) dibawa dari reseptor-reseptor perifer yang
ada di permukaan tubuh melalui tractus dorsolateral Lissauer ke substansia grisea
posterior. Di substansia grisea posterior, impuls akan dibawa secara menyilang ke
arah substansia alba lateral melalui tractus spinothalamicus lateral. Tractus
spinothalamicus lateral akan membawa impuls ke arah thalamus. Selanjutnya dari
thalamus impuls dibawa ke gyrus postcentralis pada korteks somatosensoris cerebral
melalui kapsula interna dan korona radiata (tractus thalamocorticalis). Perhatikan
persilangan yang dilakukan oleh tractus spinothalamicus lateral menyebabkan
rangsangan yang datang akan diterima di sisi yang berlawanan pada sistem saraf
pusat.8

Patofisiologi Nyeri

Nyeri Nyeri Nosiseptif Nyeri Somatik Somatik Superfisial (Kulit)


Somatik Dalam
Nyeri Viseral
Nyeri Non-Nosiseptif Nyeri Neuropatik
Nyeri Psikogenik
Tabel 1. Klasifikasi nyeri
(Sumber : http://panmedical.wordpress.com/)

4
Nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptif (somatic pain) dan nyeri non
nosiseptif (neuropathic pain), dimana nyeri nosiseptif berhubungan dengan kerusakan
jaringan perifer. Rangsangan nosiseptif ditimbulkan oleh mediator nyeri yang dilepas
pada kerusakan jaringan perifer, misalnya nyeri pasca bedah karena sayatan operasi,
luka bakar, luka kecelakaan dll.4
Sedangkan nyeri non nosiseptif tidak berhubungan dengan kerusakan
jaringan perifer, rangsangan timbul pada disfungsi atau kerusakan pada neuron
nosiseptif itu sendiri, misalnya nyeri pada kerusakan jaringan saraf perifer, misalnya
neuropathia diabetica atau herpes zoster.4,7
Yang dimaksud dengan nosisepsi adalah rangkaian peristiwa
elektrofisiologik yang berawal dari kerusakan jaringan (sumber rangsangan nyeri)
sampai ke persepsi nyeri. Peristiwa ini melibatkan 4 tahap, yaitu :
1. Transduksi.
Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus
yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan
yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati
adanya protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini
dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran,
membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.
Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh
siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh
penghambat enzim COX-2.9
Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A- dan
serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius.10
Serabut A- dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan
transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
mendeteksi suatu stimulus. Serabut A- mentransmisikan nyeri tajam dan tusukan.
dan serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan

5
halus. Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur
yang sama dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini
biasanya disebut dengan jalur nyeri.11,12
Selain dari peran serabut A- dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran
dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada
transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir
saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran
spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah
sinaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas
saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal
saraf melalui sinap.13
2. Transmisi.
Di sini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di
kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak.
Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida
seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic.
Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai
intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.
Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai
susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk nyeri cepat
spontan dan traktus paleospinothalamic untuk nyeri lambat.12
Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui
serabut A- dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan
kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu
neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain
melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang
kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada
thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-

6
spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk,
dan gores.12
Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke
lamina II dan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa.
Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada
kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur
cepat, menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke aras
melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak,
dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang lainnya pada medulla,
pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon.12
Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan
jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks.
Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular,
spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic.12
Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan
viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus
spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang
berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian
spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus
dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari
amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke
thalamus.10
3. Modulasi.
Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan sistem inhibisi dari
transmisi nosisepsi berupa suatu analgetik endogen. Konsep dari sistem ini yaitu
berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk
koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi
retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis. Analgesik endogen meliputi :

7
- Opiat endogen
- Serotonergik
- Noradrenergik (Norepinephric)
Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di
kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu
posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam
menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi,
pendidikan, status emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi
dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 3. Skema Proses Modulasi


(Sumber: http://cetrione.blogspot.com/2008/05/nyeri-nosiseptif.html)

8
4. Persepsi.
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang
kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu itu dapat bereaksi.11
Fase ini dimulai pada saat di mana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada
formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek.
Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang
bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu
nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera
menghasilkan emosi.9,12

Gambar 4. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif


(Sumber: http://cetrione.blogspot.com/2008/05/nyeri-nosiseptif.html)

9
Penatalaksanaan Nyeri
Pada aktivasi primer, kerusakan yang melepas kalium dan terjadi biosentesis
prostaglandin dan bradikinin. Pada aktivasi sekunder, sinyal dari ujung saraf tidak
hanya ditransmisi ke spinal cord, tetapi juga ke cabang ujung saraf yang lainnya,
dimana peptid inkl substance P dilepas.11
Selanjutnya substance P melepas histamin dan mask selles dan serotonin
dari platelets. Substance P menyebabkan vasodilatasi dan edema neurogenik dan
disini terjadi akumulasi bradikinin.11
Pada proses transmisi, proses depolarisasi dan repolarisasi yang dipicu oleh
mediator nyeri akan membentuk potensial aksi dan sinyal elektrokimiawi dikirim
kesepanjang serat saraf sensoris. Pada proses mudulasi, sinyal rangsangan nosiseptif
perifer akan dilawan / ditekan oleh sinyal hambatan nyeri (opiate endogen) sehingga
terjadilah persepsi, yaitu hasil akhir dari rangkaian peristiwa nosiseptik dan interaksi
proses sentral dan rangsangan perifer yang pada gilirannya menghasilkan suatu
perasaan subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.12
Yang disebut balanced analgesia adalah pemberian analgetik yang sisi
targetnya pada proses transduksi, transmisi dan modulasi. Jadi analgesik tersebut
sebagai analgesik perifer, analgesik local dan analgesik sentral.14

gmbar 5. target obat analgetik


(Sumber: http://1.bp.blogspot.com/-
f4qUPt3Mius/TbhBCuwrcYI/AAAAAAAAAJg/Lz7Hg_JCiro/s320/terapi-nyeri.gif)

10
Obat analgetika dapat dibagi dalam tiga golongan sebagai berikut.:
1. Golongan Opioid
Opiat berasal dari biji-bijian opium, opioid berarti mirip opiat (opiatelike),
adalah derivat opium termasuk opium natural dan sintetis. Opioid merupakan obat
penghilang nyeri yang terkuat, sayangnya masih banyak pemahaman yang salah
mengenai opioid sehingga menyebabkan masih banyaknya tulisan resep dokter yang
tidak tepat.14
Ada 5 grup reseptor opiat yang tersebar di dalam tubuh (otak, medula spinalis,
syaraf perifer, ganglion, medula adrenal dan usus). Reseptor yang berbeda akan
memberikan efek farmakologis yang berbeda pula tergantung dimana lokasinya.
Sebagian besar reseptor opioid di otak berada di PAG (periaqueductal gray).
Stimulasi pada reseptor ini akan mengaktifkan serabut desenden, yang mana akan
memodulasi input serabut C kedalam Lamina II medula spinalis. Modulasi ini akan
menyebabkan medula spinalis merilis neurotransmiternya (nor epinefrin dan
serotonin).14
Reseptor opioid ditingkat medula spinalis berada di Lamina II (substansia
gelatinosa). Stimulasi pada reseptor ini akan menghambat rilis SP (Substansi P) dari
terminal syaraf pre-sinaptik, dan akan meningkatkan konduksi Kalium pada terminal
post-sinaptik.14

2. Golongan Non Opioid


Yang termasuk golongan ini adalah golongan obat anti inflamasi non steriod,
golongan obat acetaminophen dan obat golongan tramadol.14
2.1. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS / NSAID).

11
OAINS adalah obat analgetika non opioid yang mempunyai efek anti-
inflamasi, anti-piretik dan analgetik. Obat golongan ini direkomendasikan untuk
menanggulangi nyeri ringan sampai sedang. Tergantung dari penyebab yang
mendasari nyerinya, OAINS amat efektif untuk menghilangkan nyeri dan tergantung
dari efek durasi dari berbagai golongannya. Untuk nyeri sedang sampai berat dapat
diberikan kombinasi OAINS dengan opioid.14

Gambar 6. target kerja OAINS


(Sumber: http://denikrisna.files.wordpress.com/2010/10/analgesic-
antiinflammation.jpg)

Cara kerja OAINS terutama melalui penghambatan enzim COX, yang


mencegah pemecahan asam arakhidonat membentuk prostaglandin (PG). PG ini akan
memicu reaksi inflamasi dan secara langsung akan mensensitisasi terminal syaraf
serabut C di perifer terhadap stimulus termal, mekanis, dan kimia. Karena sensitisasi
ini maka mediator kimia seperti Bradikinin, Histamin dan SP akan memberikan efek
yang lebih besar pada reseptor nyeri (nosiseptor).14

12
OAINS akan menyebabkan iritasi lokal pada mukosa lambung secara
langsung dan tidak langsung. Dosis tinggi akan menurunkan sintesis PGE2 dan PGI2
yang berguna untuk menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
pembentukan sito-protektif mukosa intestinal. Karena itu dapat menyebabkan erosi
gaster dan pendarahan gaster sekunder, terutama pada ulcus peptikum, riwayat
perdarahan lambung, alkoholik dan usia lanjut. Profilaksis dapat dilakukan dengan
pemberian H2 antagonis dan analog prostaglandin.14
2.2. Obat acetaminophen
Acetaminophen adalah derivat parasetamol dan berbeda dengan golongan
OAINS karena tidak mempunyai efek anti inflamasi. Obat ini baik untuk
menghilangkan nyeri sedang yang tidak memerlukan anti inflamasi. Obat ini sering
dikombinasi dengan narkotik (codein).14
Cara kerja obat masih belum jelas. Analgesia disebabkan oleh inhibisi NO
dalam medula spinalis. NO adalah neurotransmiter yang dirilis pada kornu dorsalis
medula spinalis bila ada aktivasi dari serabut C. Dengan adanya NO pada celah
sinaptik dapat mengaktivasi neuron traktus spinotalamikus post sinaptik. Selain itu
asetaminophen akan menginhibisi COX di otak, yang mana menyebabkan efek anti-
piretik.14
Efek samping acetaminophen amat minimal, dan tidak menyebabkan iritasi
lambung maupun menghambat agregasi trombosit.14
2.3. Obat tramadol
Tramadol menyebabkan analgesi melalui dua mekanisme yaitu:
a. Ikatan lemah pada reseptor mu, karenanya ia merupakan opioid agonis yang
lemah.
b. Memudahkan rilis dan menghambat re-uptake dari serotonin atau norepinephrin.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah dan sakit kepala. Efek
farmakologis tramadol ialah terserap melalui traktus gastrointerstinal dan parenteral.14

13
3. Golongan Co Analgetika
Obat golongan ini digunakan dalam penanggulangan nyeri walaupun mungkin
tidak mempunyai efek analgetik. Obat ini menghilangkan nyeri sebagai suatu sindrom
atau potensiasi dengan obat analgetika seperti halnya kerja opioid. Umumnya obat
Co-analgetika sebelumnya digunakan untuk tujuan lain dari penanggulangan nyeri,
tetapi seiring dengan perkembangan pengetahuan fisiologi yang mendasari sindroma
nyeri, maka obat co-analgetika semakin banyak digunakan dalam penanggulangan
nyeri.15

14
KESIMPULAN

Nyeri adalah pengalaman yang bersifat personal dan subyektif yang meliputi
faktor sensoris, emosional, perilaku yang berhubungan dengan trauma jaringan yang
aktual dan potensial.
Nyeri berdasarkan asal timbulnya dapat dibagi menjadi nyeri perseptif dan
nyeri nosiseptif. Jalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer, dari kulit / viscera
melewati dorsal root ganglion menuju ke dorsal horn, selanjutnya menjadi tractus
spraotoalamicus. Saraf aferen primer yang mengandung serat A , A dan C akan
berakhir di Cornu dorsalis pada lamina-lamina tertentu. Anatomi jalur nyeri dibagi
menjadi jalur nyeri asendens dan jalur modulasi desendens, dimana terjadi proses
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi tiga golongan yang dapat bekerja pada
sentral dan perifer maupun keduanya untuk memblok jalur nyeri.
Konsep nyeri berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan dan
perkembangan neuroanatomi, neurofisiologi dan neurofarmakologi. Demikian juga
konsep penatalaksanaannya, sehingga merupakan tantangan bagi praktisi nyeri
modern untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menyebarluaskan informasi nyeri
terbaru.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Mekzack R. Labour Pain As A Model Of Acute Pain. Mosby. Philadelphia. 1993;


117-120.
2. Pemeriksaan Fisik. Available from :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemeriksaan_fisik. Diunduh pada tanggal 26
September 2016.
3. Panmedical. Nyeri. Available from: http://panmedical.wordpress.com/. Diunduh
pada tanggal 26 September 2016.
4. Rasa Nyeri. Available from: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=560. Diunduh
pada tanggal 26 September 2016.
5. Hadinoto H, Setiawan, Soetedjo. Nyeri: Pengenalan dan Tatalaksana. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 1996; 1-20.
6. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat. Jakarta. 2009;
25-60.
7. Murdiyanto J. Manajemen Nyeri Akut dan Nyeri Refrakter. Available from:
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-
refrakter/. Diunduh pada tanggal 26 September 2016.
8. Budiman G. Basic Neuroanatomical Pathway. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2005; 5-11.
9. Anonymous. Pain Outline. Available from :
http://library.med.utah.edu/pain_center/education/outlines/toc.html. Diunduh pada
tanggal 27 September 2016.
10. Chapman CR. Psychological Aspects of Pain : A Consciousness Studies
Perspective in The Neurological Basis Of Pain. McGraw Hill. Philadelphia.
2004; 156-159.
11. Surota. Aspek Neurobiologi Nyeri dan Inflamasi. Erlangga Universities Press.
Surabaya. 2006; 51-66.

16
12. Purwandari R. Nyeri. Available from :
http://www.elearning.unej.ac.id/courses/IKU13236c49/document/NYERI handou
t.doc?cidReq=IKU13239dc2. Diunduh pada tanggal 26 September 2016.
13. Wikipedia. Pain and Nociception. Available from :
http://en.wikipedia.org/wiki/Pain_and_nociception. Diunduh pada tanggal 26
September 2016.
14. Soenarjo, Jatmiko H. Anestesiologi. Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan
Reanimasi. Semarang. 2010; 171-183.
15. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 2004; 27-33.

17

Anda mungkin juga menyukai