Anda di halaman 1dari 20

1.

Kata Sulit
DVS : Tekanan intravascular di dalam vena cava thoracal

2. Kalimat Kunci
Seorang perempuan berusia 60 tahun
Keluhan sesak napas berat sejak 2 jam yang lalu
Pasien sudah sering sesak apabila naik tangga ataupun aktivitas
berat
Sering terbangun malam karena sesak
Pernah kontrol di Puskesmas dan diberikan terapi furosemide 40
mg o.d; atenolol 50 mg o.d; warfarin o.d;digoxin 0,2 mg o.d tetapi
pasien tidak control teratur
Pemeriksaan fisik didapatkan :
Tekanan darah 190/100 mmHg

Suhu 370C, nadi 130 kali/menit irregularly irregular


Pernapasan 40 kali/menit
Sat O2 88% dengan oksigen 10L/menit dengan Non
Rebreathing Mask
Terdapat akral dingin dan basah
Rhonki halus di seluruh lapangan paru disertai DVS 10
cmH2O
Edema ekstremitas
3. Pertanyaan Penting
1) Bagaimana perbedaan sesak nafas pada sistem kardiovaskuler dan
sesak nafas sistem non kardiovaskuler?
2) Jelaskan etiologi penyakit pada sistem kardiovaskuler dengan
keluhan utama sesak !
3) Jelaskan patomekanisme gejala :
a. Akral dingin
b. Edema ekstremitas
4) Mengapa saat melakukan aktivitas berat pasien menjadi sesak?
5) Mengapa pasien terbangun pada malam hari karena sesak?
6) Bagaimana hubungan riwayat pengobatan dengan gejala pasien
saat ini?
7) Apa differensial diagnosisnya?
4. Jawaban Pertanyaan
1) Perbedaan antara sesak pada penyakit kardiovaskuler dan sesak pada
penyakit non-kardiovaskuler.
Jawab :
Beberapa hal yang membedakan antara sesak yang terjadi pada
penyakit kardiovaskuler dan penyakit non-kardiovaskuler.
Kardiovaskuler Non-Kardiovaskuler
Sesak saat Inspirasi Ekspirasi
Nyeri dada Dada kiri Dada kiri dan kanan
Bunyi
Tidak ada ada
wheezing
aktivitas Debu
Makanan berkolestrol Asap
Faktor Genetik Cuaca
pencetus Posisi tidur Stress
Psikologis
trauma

Adapun mekanisme sesak akibat penyakit kardiovaskuler terjadi


ketika adanya peningakatan pengisisan bilik kiri (left ventricular filling
pressure) menyebabkan peningkatan pada permeabilitas vaskuler.
Yang menyebabkan terjadinya kongesti pada vena pulmonalis, yang
normalnya berkisar 5 mmHg mengalami peningkatan tekanan sekitar
25 mmHg. Sehingga plasma yang terdapat dalam vaskuler keluar dari
sel endotel karena perbedaan tekanan pembuluh darah dengan daerah
intertisial dan membuat plasma membanjiri daerah intertisial.
Kemudian transudat akan berkumpul dan sebagian masuk ke dalam
alveoli yang menyebabkan pertukaran udara kurang maksimal
sehingga tubuh melakukan kompensasi yaitu hiperventilasi untuk
mencukupi kekurangan oksigen ke jaringan, hal inilah yang
menyebabkan pasien mengelami sesak.1,2

Sedangkan mekanisme sesak akibat penyakit non-kardiovaskuler


terjadi ketika adanya peradangan atau tahanan pada jalan nafas yang
menyebabkan oksigenasi jaringan berkurang dan membuat kebutuhan
akan oksigen meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-
tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses
metabolisme sehingga di kirimlah impuls ke medulla oblongata setelah
itu impulskan aku diteruskan efektor yang terdapat pada otot-otot
thoraks untuk berkontraksi lebih cepat sebagai kompensasi tubuh
untuk mendapatkan oksigen lebih banyak, hal inilah yang
menyebabkan seseorang mengalami sesak.3,4

2) Etiologi sesak nafas kardiovaskuler


1. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernafasaan paru, dan
dinding dada, dalam teori tegangan panjang, elemen-elemen
sensoris,gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam
membandingkan tegangan dalam ototb dengan derajat
elastisitasnya; dispnea terjadib bila tegangan yang ada tidak cukup
besar untuk satu panjang otot (volume panas tercapai)
2. Kemoreseptor untuk tegangan 2 dan 2 (teori utang oksigen)
3. Peningkataan kerja pernafasaab yang mengakibatkan sangat
meningkatnya rasa sesak nafas
4. Ketidakseimbangan antara kerja pernapasaan dengan kapasitas
ventilasi1
3) Patomekanisme Akral dingin
Gagal jantung terjadi karena jantung tidak mampu untuk
memompa darah dan mengakibatkan vasokontriksi perifer. Darah yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan okigen dan
nutrisi tidak adekuat. Penyempitan pembuluh darah yang terjadi
menyebabkan jumlah darah yang mengalir ke bagian tubuh juga ikut
menurun. Sehingga suplai oksigen ke jaringan berkurang, maka akral
teraba dingin. 5
Patomekanisme Edema
Edema disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler. Edema
terjadi akibat gangguan pertukaran natrium/keseimbangan elektrolit.
Edema dapat timbul akibat tekanan koloid osmotik plasma yang
menurun atau tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat. Tekanan
osmotik plasma adalah tekanan yang mempertahankan cairan didalam
pembuluh darah dengan cara menarik cairan dari ruang intersrtitial.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mendorong cairan dari
plasma keruang interstitial. Tekanan koloid osmotik plasma dapat
berkurang akibat terjadinya kerusakan hepar seperti pada sirosis hati.
Pada sirosis hepatik hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan
protein terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan
tekanan koloid osmotik plasma, sehingga pada sirosis hepatik dapat
terjadi edema. Tekanan koloid osmotik plasma juga dapat berkurang
pada sindroma nefrotik. Pada sindroma nefrotik, ginjal mengalami
kebocoran sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak
dapat diekskresi oleh ginjal, pada sindroma nefrotik akan terbuang
bersama urin. Akibatnya kandungan albumin didalam plasma akan
berkurang sehingga terjadi penurunan tekanan koloid osmotik plasma.
Hal ini menyebabkan timbulnya edema. Tekanan hidrostatik kapiler
dapat meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti yang terjadi
pada gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, tekanan
darah vena meningkat yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma keruang
interstitial sehingga cairan akan tertimbun dijaringan interstitial maka
terjadilah edema.5

4) Secara fisiologis, jantung memompa darah ke seluruh tubuh pada


semua organ. Ketika tubuh beraktivitas, otot skelet yang bekerja
sehingga sel otot butuh oksigen berlebih. Jantung makin bekerja keras
untuk memompa darah, tapi karena pada pemeriksaan terdapat
bendungan (kongestif) sehingga aliran darah tidak lancar, hal ini
berakibat pula pada kesulitan dalam pengambilan oksigen di paru.
Penderita mengalami sesak napas (dispnea) yang merupakan
manifestasi paling umum dari gagal jantung. Dispnea yang bisa timbul
dengan segera dan kadang cukup berat, Karena kegagalan jantung
dalam memompa darah yang cukup, sehingga terjadi iskemia jaringan
dan menimbulkan sensasi air hunger ditambah kelelahan otot yang
luar biasa sebagai akibat dari iskemia otot sehingga membatasi
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik. 6,7

5) Sesak nafas saat tidur sering kita sebut sebagai dyspnea paroksimal
nocturnal (PND).
Dyspnea paroksismal nocturnal (PND) adalah sensasi sesak apas
yang membangkitkan pasien, sering setelah 1 atau 2 jam tidur dan
legah dalam posisi tegak. Dyspnea paroksismal nokturnal, istilah ini
mengacu pada episode akut sesak napas yang hebat dan batuk yang
umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari
tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien beristirahat. Gejala ini dapat
disertai batuk atau mengi, kemungkinan karena peningkatan tekanan
pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran napas, bersama
dengan edema paruinterstisial yang menyebabkan peningkatan retensi
saluran napas. 8
Dyspnea paroksismal nocturnal diperkirakan disebabkan oleh
perpindahan cairan ke jaringan ke dalam kompartemen intravascular
sebagai akibat dari posisi terlentang. Pada siang hai saat pasien
melakukan aktivitas, tekanan hidrostatik meningkat, khususnya pada
bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume
cairan, dan peningkatan tonus simpatetik. Dengan peningkatan tekanan
hidrostatik ini sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara
normal. Namun, dengan posisi terlentang tekanan pada kapiler-kapiler
dependen menurun dan cairan diserap kembali ke dalam sirkulasi.
Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan memberikan jumlah
tambahan darah yang dialirkan ke jantung untuk dipompa tiap menit
(peningkatan beban awal) dan memberikan beban tambahan pada dasar
vascular pulmonal yang telah mengalami kongesti. 8,9

6) Obat-obat yang digunakan untuk mengobati gagal jantung :


1. Penghambat system renin angiotensin
2. Penghambat adrenoresptor-
3. Diuretik
4. Agen Inotropik (digitalis)
5. Penghambat kanal kalsium
6. Penghambat adrenoreseptor-
7. Anti koagulan

A. Penghambat system renin angiotensin


Obat-obat ini menghambat enzim yang memecah angiotensin I
untuk membentuk vasokonstriktor poten angiotensin II. Agen-agen ini
juga mengurangi kecepatan inaktivasi r.
1. Kerja pada jantung
Penghambat ACE menurunkan resistensi vascular,tonus
vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung.
Penghambat ACE juga mengurangi peningkatan yang diperantarai-
angiotensin II yang lazim pada epinefrin dan aldosterone yang
terlihat pada HF. Penghambat ACE memperbaiki tanda dan gejala
klinis pada pasien yang juga mendapatkan tiazid atau loop diuretic
dan/ digoksin.10
Penghambat reseptor-angiotensin. Penghambat kerja
angiotensin yang lebih lengkap karena penghambat ACE,hanya
menghambat enzim yang bertanggung jawab untuk produksi
angiotensin II. Lebih lanjut ,ARB tidak mempengaruhi kadar
bradykinin,meskipun ARB memiliki kerja yang serupa dengan
yang terdapat di penghambat ACE.10
2. Efek samping
Pada penggunaan obat penghambat ACE, dapat saja terjadi
efek samping berupa batuk kering, ruam, demam, perubahan
sensasi rasa, hipotensi dan hyperkalemia. Sementara pada
penggunaan ARB, mempunyai efek samping yang mirip dengan
ACE. Tetapi ARB tidak menimbulkan batuk dan tidak
dikontraindikasiakan dengan kehamilan.10
Adapun contoh obat-obatan penghampat system renin
angiotensin, yaitu :
Penghambat ACE : enalapril, captopril, fosinopril,
dll.
Penghambat reseptor angiotensin : losartan,
candesartan,valsartan, dll.

B. Penghambat -Blocker

Manfaat penghambat sebagian, terkait dengan kemampuannya untuk


mencegah yang terjadi karena pengaktifan kronis system saraf simpatis
meliputi penurunab denyut jantung dab penghambat pelepasan renin.
Selain itu penghambat- juga mencegah efek gangguan langsung
norepinefrin pada serat otot jantung. Menurunkan remodeling, hipertrofi,
dan kematian sel.

1. Farmakokinetik : penghambat beta blocker menurunkan tekanan darah,


terutama dalam penurunan curah jantung. Obat obat ini juga dapat
menurunkan aliran keluar simpatis saraf pusat dan menghambat
pelepasan renin di ginjal sehingga menurunkan pembentukan
angiotensin II dan sekresi aldosterone.

2. Efek samping : Penggunaan penghambat beta blocker dapat


menimbulkan efek samping SSP dan bradikardi. Obat ini juga dapat
menyebabkan hipotensi, letargi, kelelahan, halusinasi dan insomnia.

Adapun contoh obat obatan yang termasuk kedalam golongan Beta


blocker, yaitu :

Metoprolol, atenolol, carvedilol, dll.

C. Diuretik

1. Farmakokinetik : Obat ini dapat menurunkan tekanan darah dengan


meningkatkan asupan natrium dan sekresi air. Hal ini
menyebabkan penurunan volume ekstraseluler, mengakibatkan
penurunan volume aliran darah ginjal.
2. Efek samping : menginduksi hypokalemia dan hiperglikemia serta
hiperurisemia. Selain itu juga dapat mempengaruhi kadar kalium
dalam serum, sehingga membutuhkan pengawasan dan
pemantauan khusus terhadap penggunaan obat.

Adapun contoh obat obatan yang tergolong dalam Diuretik, yaitu :


Diuretik tiazid : hydralazine, hydrochlorothiazide.
Diuretik hemat kalium : Amiloride dan triamterene

D. Digitalis (Agen Inotropik)


1. Farmakokinetik : obat ini bekerja meningkatkan kontraktilitas otot
jantung sehingga digunakan secara luas dalam penanganan HF.
Regulasi kerjanya meliputi pengaturan konsentasi kalsium sitosol dan
peningkatan kontraksi jantung yang akan membuat curah jantung
dapat kembali ke kondisi normal.
2. Efek samping : Golongan Inotropik memiliki efek samping toxisitas
berupa penurunan kadar kalium serum, sehingga penggunannya dapat
di kombinasikan dengan suplemen- suplemen kalium. Toksisitas dari
golongan digitalis ini pula dapat menyebabkan terjadinya takikardi
ventrikel dan aritmia atrium.
Adapun obat obatan yang termasuk ke dalam golongan Inotropik,
yaitu:
Amrinone, digitoxin, digoxin, dobutamine, dll.
Dalam terapi medika mentosa terhadap kasus-kasus HF, keempat
golongan di atas adalah yang paling sering digunakan, penggunannya
bergantung pada penyebab atau factor terjadinya HF itu sendiri.
Biasanya, dalam penanganan HF banyak komplikasi lain yang akan
terjadi terhadap Fungsi keseimabangan tubuh, sehingga dalam
penanganannya diperlukan kombinasi antara obat-obatan yang
mendukung terjadinya perbaikan pada pasien HF. Adapun obat
golongan lainnya yang sangat serinng digunakan untuk dapat
mendukung perbaikan pada kasus HF antara lain, yaitu : Penghambat
kanal kalsium, penghambat adrenoreseptor alfa, antagonis aldosterone
serta antikoagulan.10

7) Diferensial Diagnosis
GAGAL JANTUNG AKUT
Definisi
Gagal Jantung Akut didefinisikan sebagai cepat/rapid onset atau
adanya perubahan mendadak gejala atau tanda gagal jantung. Gagal
Jantung Akut dapat pula disebabkan abnormalitas dari beberapa aspek
fungsi jantung. Pada pasien yang pernah menderita gagal jantung,
seringkali pemicunya terlihat dengan jelas (seperti aritmia, pengobatan
diuretik yang tidak tuntas pada pasien dengan gagal jantung tipe rEF
dan volume overload atau hipertensi berat pada pasien gagal jantung
tipe pEF).12

Gejala

Gejala akut dapat bervariasi, perburukan dapat terjadi dalam


hitungan hari ataupun minggu (misalnya sesak napas yang berat atau
edema) tapi beberapa berkembang dalam hitungan jam sampai menit
(misalnya yang berhubungan dengan infark miokard akut). Gejala
biasanya bervariasi mulain dari edema paru yang mengancam jiwa
atau syok kardiogenik sampai edema perifer yang berat.12

Klasifikasi Klinis

Manifestasi klinis GJA memberikan gambaran atau kondisi


spektrum yang luas dan setiap klasifikasi tidak akan dapat
menggambarkan secara spesifik.12

Pasien dengan GJA biasanya akan memperlihatkan salah satu dari


enam bentuk GJA. Edema paru tidak selalu menyertai semua keenam
bentuk GJA.12

Klasifikasi klinis GJA dapat memperlihatkan kemungkinan


terjadinya tumpang tindih dari keenam bentuk GJA ini. Keenam
bentuk dari GJA ini, adalah:

1. Perburukan atau gagal jantung kronik (GJK) dekompensasi,


adanya riwayat perburukan yang progresif pada pasien yang
sudah diketahui dan mendapat terapi sebelumnya sebagai
pasien GJK dan dijumpai adanya kongesti sistemik dan
kongesti paru. Tekanan darah yang rendah pada saat masuk RS,
merupakan petanda prognosis buruk.
2. Edema paru, pasien dengan respiratory distress yang berat,
pernapasan yang cepat, dan ortopnea dan ronki pada seluruh
lapangan paru. Saturasi O2 arterial biasanya <90% pada suhu
ruangan, sebelum mendapat terapi oksigen.
3. Gagal jantung hipertensif, terdapat gejala dan tanda-tanda gagal
jantung yang disertai dengan tekanan darah tinggi dan
biasanyafungsi sistolik jantung masih relatif cukup baik, juga
terdapat tanda-tanda peninggian tonus simpatitik dengan
takikardi dan vasokonstriksi.
4. Syok kardiogenik, didefinisikan sebagai adanya bukti tanda-
tanda hiperfusi jaringan yang disebabkan oleh gagal jantung,
walau sesudah preload dan aritmia berat sudah dikoreksi secara
adekuat.ciri khas dari syok kardiogenik adalah tekanan darah
sistolik yang rendah (tekanan darah sistolik <90mmHg).
5. Gagal jantung kanan terisolasi, ditandai dengan adanya
sindrom low out put tanpa disertai oleh kongesti paru
dengan peninggian tekanan vena jugularis dengan atau tanpa
hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah.
6. Sindrom koroner akut dan gagal jantung. Banyak pasien GJA
timbul bersamaan dengan SKA yang dibuktikan dari gambaran
klinis dan pemeriksaan penunjang. Kira-kira 15% pasien SKA
memperlihatkan gejala dan tanda-tanda GJ. Episode GJA
biasanya disertai atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardi, AF,
VT).12

Diagnosis GJA

Diagnosis GJA adalah berdasarkan simtom-simtom yang


ada dan penemuan-penemuan klinis. Konfirmasi dan pemantauan
dari diagnosis diperoleh dari anamnesa yang teliti, pemeriksaan
jasmani, EKG, foto toraks, ekokardiografi, dan penemuan
laboratorium dan analisis gas darah dan biomarker spesifik.12

Penatalaksanaan GJA

Sesudah penilaian awal, semua pasien harus diberikan


terapi oksigen, dan NIV. Target terapi pada fase prehospital atau
ruang emergensi adalah segera memperbaiki oksigenasi jaringan
dan mengoptimalkan hemodinamik dan saat bersamaan segera
memperbaiki simtom-simtom dan memungkinkan untuk intervensi.
Strategi terapi spesifik harus berdasarkan ciri khas kondisi klinis
yang terutama seperti berikut ini.12

1. GJK Dekompensasi, direkomendasikan pemberian vasodilator


bersamaan dengan loop diuretic.
2. Edema Paru, morfin biasanya diindikasikan, terutama apabila
sesak disertai rasa nyeri dan ketakutan. Vasodilator dapat
direkomendasikan asal tekanan darah normal atu tinggi dan
diuretik apabila ada volume overload atau retensi air.
3. GJ Hipertensif, direkomendasikan vasodilator dengan
monitoring yang ketat dan terapi diuretik dosis rendah pada
pasien dengan volume overload, atau edema paru.
4. Syok Kardiogenik, pembebanan cairan apabila secara klinis
diperlukan (250ml/10 menit) diikuti obat inotropik, apabila
tekanan darah sistolik masih < 90mmHg.
5. GJ Kanan, pembebanan cairan biasanya tidak efektif, ventilasi
mekanikal harus dihindari. Obat-obat inotropik diperlukan
apabila ada tanda-tanda hipoperfusi jaringan. Harus dipikirkan
adanya emboli paru atau infark akut ventrikel kanan.
6. GJA pada SKA, semua pasien dengan SKA dan tanda-tanda GJ
harus diperiksakan ekokardiografi dan menilai fungsi sistolik
dan diastolik. Fungsi katup dan menyingkirkan gangguan
jantung lainnya atau komplikasi mekanis dari infark jantung
akut. Pada pasien SKA dengan komplikasi GJA, reperfusi dini
dapat memperbaiki program. Apabila PCl atau bedah (CABG)
belum tersedia boleh juga dicoba dengan fibrinolitik pada
pasien dengan STEMI. CABG secepatnya diindikasikan pada
pasien dengan komplikasi mekanikal pada pasien infark
jantung akut.12

Prognosis

Banyak pasien-pasien dengan usia lanjut dengan faktor-


faktor kormobid kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler yang
sangat banyak, dengan prognosis jangka pendek dan jangka
panjang yang buruk.12

EDEMA PARU AKUT KARDIAK


Definisi
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan intertisial
paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan
hidrostatik dan onkotik di dalam pembuluh darah kapiler paru dengan
jaringan sekitarnya. Edema paru akut dapat terjadi sebagai akibat
kelainan pada jantung serta gangguan organ lain di luar jantung.12

Etiologi Edema Paru Akut


Edema paru akut dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu
gagal jantung akut (de novo) ataupun dijumpai pada pasien gagal
jantung kongestif yang mengalami eksaserbasi dengan faktor pencetus
seperti infark miokard, anemia, obat-obatan, diet yang banyak
mengandung air maupun garam, hipertensi, aritmia, tirotoksikosis,
infeksi, endokarditis atau emboli paru, gagal ginjal amupun
kehamilan. 12
Diagnosis
Diagnosis EPA didasarkan pada simtom dan gejala klinis yaitu
distress pernapasan yang hebat, ronki di seluruh lapangan paru dan
orthopnoe. Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung adalah
foto toraks, EKG, Ekokardiografi dan laboratorium. Foto toraks harus
segera dilakukan dan sangat membantu dalam menegakkan suatu
EPA.12

Gejala Klinis
1. Riwayat penyakit jantung akut Orthopnoe
2. Sesak napas
3. Edema tungkai
4. Akral dingin
5. S3 gallop
6. Distensi vena jugularis
7. Ronki basah

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari EPA dengan penyebab kardiogenik


mempunyai 3 tujuan utama, yaitu:

1. Mengurangi venous return dari paru (mengurangi preload) yang


bertujuan untuk menurunkan tekanan hidrostatik dari kapiler paru
dan mengurangi cairan transudat dari interstitium paru dan alveoli.
2. Mengurangi tahanan sistemik pembuluh darah (mengurangi
afterload) yang bertujuan untuk meningkatkan cardiac output dan
perfusi ginjal dalam diuresis pada pasien dengan kelebihan cairan.
3. Pemberian inotropik pada beberpa kasus misalnya pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri ataupun gangguan katup yang dapat
menyebabkan hipotensi.
4. Terapi Oksigen: Oksigen dapat diberikan mencapai 8 L/menit
untuk mempertahankan PaO2, bila perlu dapat diberikan dengan
masker. Saturasi oksigen harus dipertahankan dalam batas normal
(95-98%), hal ini penting untuk memaksimalkan penghantaran
oksigen ke jaringan sehingga tidak terjadi disfungsi end-organ
atau multiple end-organ.
5. Vasodilator: vasodilator disini menjadi terapi utama dengan tujuan
untuk membuka sirkulasi perifer dan selanjutnya akan menurunkan
preload, afterload dan akhirnya menurunkan tekanan PCWP.
6. Sodium nitropussid: dapat diberikan dengan dosis 0,3 g/kg/menit
dan dapat ditingkatkan sampai 5 g/kg/menit. Penggunaan obat ini
juga harus mempertimbangkan timbulnya efek rebound pada
penghentian yang tiba-tiba.
7. Nitrat: pemberian nitrat akan segera menurunkan preload,
menurunkan kongesti tanpa mengganggu stoke volume dan
cardiac oksigen demand. Nitrat sebagai vasodilator vena dan
sirkulasi arteri akan menurunkan preload dan afterload. Pemberian
nitrat intra vena yang dikombinasikan dengan furosemid telah
direkomendasikan dalam penanganan EPA.
8. Nesiritede: obat ini mempunyai efek vasodilator pada vena,
arteriol, dan koroner sehingga akan menurunkan pre-load,after-
load sehingga akan meningkatkan cardiac output tanpa efek
intropik langsung.
9. Diuretik: penggunnaan diuretik diindikasikan pada pasien dengan
EPA dengan tujuan meningkatkan volume urine sehingga
meningkatkan pengeluaran air, natrium dan ion-ion, hal ini akan
menurunkan volume cairan di plasma, ekstraseluler, tekanan
pengisisan ventrikel kiri dan kanan dan akhirnya akan menurunkan
kongesti pulmonal dan edema paru.
10. Morfin sulfat: morfin diindikasikan pada stage awal terapi EPA.
Morfin berfungsi sebagai venodilator, arterodilator serta
menurunkan heart rate.
11. Inotropik: inotorpik diindikasikan jika terjadi hipoperfusi perifer
dengan hipotensi dan penurunan fungsi ginjal.
12. Intubasi dan Ventilator: dapat dipertimbangkan bila pasien dengan
hipoksia berat, gangguan perfusi ke jaringan serta ancaman gagal
napas.12

Prognosis

Secara umum pasien dengan EPA akibat kelainan jantung memiliki


prognosis yang jelek dengan angka kematian di RS sekitar 12% dan
setelah follow-up selama satu tahun mencapai 40%.12

PENYAKIT KATUP MITRAL

MITRAL STENOSIS

DEFINISI

Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran


darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolic akibat
penyempitan katup mitral. Penyebab MS paling sering demam
rematik, penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus eritematosus
dan kelaianaan bawaan.11

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya


adalah suatu proses antigen-antibodi atas infeksi kuman streptococcus
beta hemolitikus grup A. Antibodi yang terbentuk ternyata tidak hanya
menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup mitral, dan
merusak katup tersebut.9

Proses perusakan yang terjadi tidak hanya melibatkan daun katup


mitral saja, tetapi juga annulus katup. Katup mitral yang terkena rematik
akan menebal, mengalami fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi
katup. Hasil akhir dari patologis ini adalah penyempitan area katup mitral.
Pada area katup mitral <2,5 cm biasanya mulai timbul keluhan cepat lelah
atau sesak nafas. Pada MS berat, dapat terjadi penurunan isi sekuncup dan
curah jantung, sehingga tekanan darah turun terutama saat aktivitas. 11

Pada saat aktivitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung


(apalagi bila irama jantung atrial fibillasi/AF) juga meningkat, sehingga
fase diastolic memendek dan waktu yang diperlukan untuk
mengosongkan atrium kiri pendek. Akibat dari kondisi , terjadilah
peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena pulmonalis, yang akhirnya
menimbulkan edema paru.9

MANIFESTASI KLINIS

Keluhan yang lazim dirasakan oleh pasien dengan MS adalah lekas


lelah, sesak nafas bila aktivitas (dyspnea deffort) yang makin lama makin
berat. Pada MS yang berat, keluhan sesak dapat timbul saat tidur malam,
bahkan dalam keadaan istirahat sambil berbaring. Kadang juga dikeluhkan
jatung berdebar bila ada irama jantung fibrillasi atrium. Pada keadaan
lebih lanjut bias ditemukan batuk darah, akibat pecahnya kapiler
pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis.9
PENATALAKSANAAN

Terapi medikamentosa ditujukan untuk mencegah/mengurangi


kelebihan cairan dengan pemberian diuretic dan memperlambat frekuensi
denyut jantung dengan digitalis, penyakt beta atau antagonis kalsium
golongan non-dihidropridin. Dalam keadaan terjadinya kenaikan frekuensi
denyut jantung yang mendadak (akut) dapat diberikan obat-obatan
golongan seperti tersebut diatas secara intravena.9
1. Digitalis 0.5 mg diencerkan dengan 10 cc pengencer dan
diberikan perlahan. Obat ini biasanya cukup mudah didaptkan
bahkan sampai rumah sakit di pelosok
2. Diuretic (furosemide 20-40 mg IV) intravena bolus juga kadang
diperukan pada gagal jantung akut. Obat ini juga biasanya mudah
didapatkan hingga puskesmas.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, kami membuat kesimpulan yaitu:

1. keluhan sesak napas pada skenario merupakan sesak napas karena


penyakit Kardiovaskuler.
2. Diagnosis utama berdasarkan skenario di atas adalah gagal jantung akut
3. Diagnosa bandingnya adalah edema paru akut kardiak dan mitral stenosis.
4. Penatalaksanaan terbaik berdasarkan skenario diatas adalah terapi oksigen
dan NIV.
Daftar Pustaka

1. Joewono,B.S.2003, ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University


Press, Surabaya.
2. Mansjoer, arief,dkk., 2005, kapita selekta kedokteran edisi ketiga
jilid 2, media Aesculapius, penerbit FK UI,Jakarta.
3. Bakta, made, dkk., 2000, gawat darurat di bidang penyakit dalam,
Jakarta:EGC, hal 3.
4. Kabo, Peter. 2008, mengungkap pengobatan penyakit jantung
koroner, Jakarta:Gramedia pustaka utama, hal 62.
5. Price, Sylvia.Patofisiologi konep klinis proses proses penyakit edisi
ke-6. 2006. Jakarta:EGC
6. Price, Sylvia. 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Jakarta : EGC hal 637
7. Guyton, Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
8. Muskerji, Vaskar. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea. 22 Maret 2016 .
.www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK213/?report=printable
9. Rilantono, Lily R. 2012. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : FK-UI
10. Farmakologi Kedokteran Edisi II.Bina Rupa Aksara
11. USU. Katerisasi Vena Sentral. 22 Maret 2016.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22996/4/Ch
apter%20II.pdf
12. Siti, Setiati. Dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 6.
Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 1136-1147, 1154-1161.
LAPORAN KELOMPOK PBL
SESAK
SISTEM KARDIOVASKULER

Pembimbing : dr. Muh. Alim Jaya MARS


Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Sitti Ainun Tyas 11020140003
2. Dini Rosyadah 11020140013
3. Suci Walidalhuda 11020140023
4. Mohammad Fadil Putra 11020140031
5. Qaidil Qoimil Chaecar 11020140048
6. Vivin Desiani 11020140066
7. Nurul Afina Ramadhani Irfan 11020140073
8. Freska Ayu Wardhani 11020140092
9. Andi Nur Chamidah Wulandari 11020140100
10. A. Sitti Nabilah Nur F. P. Parawansa 11020140121

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

Anda mungkin juga menyukai