DISUSUN OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2015
1. SKENARIO
Seorang Perempuan berusia 18 tahun dating ke UGD dengan keluhan sesak napas,
terutama setelah aktivitas yang berat dan merasa mudah lelah. Pasien saat ini control teratur di
Ahli jantung dan masih mengkonsumsi Eritromicyn dan digoxin. Saat itu pasien juga sering
mengeluh nyeri tenggorokan dan rasa ngilu pada persendian.
Tanda vital : denyut jantung 110 kali per menit, pulsus deficit, irregular, tekanan darah
130/80, respirasi 16 kali per menit Terdengar adanya bunyi ronchi halus pada kedua paru dan
jantung pertama (S1) keras, bunyi jantung kedua (S2) tunggal disertai opening snap (OS).
1. KATA SULIT
- Opening snap : Bunyi yang terdengar sesudah bunyi jantung II pada awal fase disatolik karena
terbukanya katup mitral yang terlambat.
2. KATA KUNCI
- wanita 18 tahun
- sesak napas, terutama setelah aktivitas yang berat dan merasa mudah lelah
- mengkonsumsi eritromicin dan digoxcin
- nyeri tenggorokan dan rasa ngilu pada persendian
- TTV : - denyut jantung 110/menit, pulsus devisit, irregular
- tekanan darah 130/80
- respirasi 16 kali per menit
- terdengar adanya bunyi ronchi halus pada kedua paru dan janrung pertama (S1) keras,
bunyi jantung kedua (S2) tunggal disertai opening snap (SO)
4. JAWABAN PERTANYAAN
1.
MITRAL STENOSIS
mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada fase diastolic akibat penyempitan katup m
3. PERTANYAAN
1. Jelaskan tentang diagnosis dari skeniario diatas ?
2. Apa saja DD dari scenario tersebut ?
3. Korelasi terhadapa gejala ?
4. Edukasi terhadap pasien ?
itral. Penyebab MS paling sering demam rematik, penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus
eritematosus, rheumatoid artritis, mukopolin- sakharidosis dan kelinan bawaan
PATOGENESIS MS
proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya adalah suatu proses
antigen antibody atas infeksi kuman streptokokkus beta hemolitikus grup A. Antibody tersebut
ternyata tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup mitral, dan
merusak katup tersebut.
Katup mitral yang terkena rematik akan menebal, mengalami fibrosis dan terjadi
perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari proses patologis ini adalah penyempitan area
katup mitral. Hambatan aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri diikuti dilatasi atrium kiri maupun vena pulmonalis yang kemudian akan
menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Pada saat aktifitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung juga meningkat, sehingga
fase diastolic memendek dan waktu yang diperlukan untuk mengosongkan atrium kiri
pendek.Akibat dari kondisi ini, terjadilah peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena
pulmonalis, yang akhirnya menimbulkan edema paru.
PENAMPILAN KLINIS
Keluhan yang lazim dirasakan oleh pasien dengan MS adalah lekas lelah, sesak bila
aktifitas yang makin lama makin berat.Pada MS yang berat, keluhan sesak dapat timbul saat
tidur malam, bahkan dalam keadaan istirahat sambil berbaring.Kadang juga didapatkan keluhan
berdebar bila ada irama fibrilasi atrium.
PEMERIKSAAN FISIS
pada penderita MS yang berat sering ditemukan warna kebiruan pada kedua pipi yang
dikenal sebagai wajah mitral, kondisi ini terjadi karena curah jantung yang rendah dalam waktu
lama
1.palpasi : - pulsasi nadi biasanya lemah dan keci
- tapping apex teraba S1
- opening snap mungkin teraba disamping buny jantng 1 dan 2
- aktivitas ventrikel kanan teraba keras
- bunyi jantung 2 yang keras bias teraba
2.Auskultasi : - bunyi jantung 1 yang mengeras
- bunyi jantung 2 normal atau mengeras bila sudah terjadi hipertensi pulmoner
- bunyi jantung tambahan : opening snap menandai daun katup mitral yang asih
lentur ketika membuka pada fase diastolic.
- terdengar bising / murmur mid diastolic di daerah apekx jantung.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan MS secara umum dibagi dua, yaitu medikamentosa dan intervensi
mekanik meliputi intervensi bedah dan intervensi perkutan.
Terapi medika mentosa ditujukan untuk mencegah atau mengurangi kelebihan cairan
dengan pemberian diuretic dan memperlambat frejuensi denyut jantung secara digitalis, beta
blocker atau antagonis kalsium golongan non dihidropirin
Intervensi mekanik non bedah pada saat ini menjadi pilihan utama baginMS sedang
sampai berat, apabila kondisi katup mitral cukup ideal, yaitu skor wilkins 8. Bahkan dikatakan
skor wilkins<10 masih bias dilakukan percutaneous balllon mitral valvuloplasty (PBMV) bila skor
pengapuran atau kalsifikasinya <3. Tindakan intervensi bedah menjadi pilihan pada MS apabila
terdapat :
- Skor wilkins > 10
- Skor pengapuran 3
- Thrombus yang besar atau yang sulit dihilangkan dengan antikoagulan
- Regurgitasi mitral derajat sedang sampai berat
- Kelainan katup lain yang juga memerlukan tindakan bedah
- Penyempitan arteri coroner yang memerlukan operasi bedah pintas coroner
Referensi : rilantono, lyli l. 2015. Penyakit kardiovaskuler. Jakarta. Edisi 3. Halamam 280 287
2. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
- Demam rematik
Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat infeksi dari
Streptokokus -hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang anak dan
dewasa muda. Demam rematik menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya terjadi pada
jantung, kulit dan jaringan ikat.Pada daerah endemik, 3% pasien yang mengalami faringitis oleh
Streptokokus berkembang menjadi demam rematik dalam 2 - 3 minggu setelah infeksi saluran
nafas bagian atas tersebut.
Etiologi Demam Rematik
Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau membentuk rantai
selama pertumbuhannya.Terdapat sekitar dua puluh spesies Streptokokus, termasuk
Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D).
Secara morfologi, Streptokokus merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun
seperti rantai yang membentuk gambaran diplokokus atau terlihat seperti bentuk batang.
Panjang rantai sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan ( Dinding sel
Streptokokus mengandung protein (antigen M, R, dan T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup),
dan peptidoglikan. Pada Streptokokus grup A, terdapat juga pili yang tersusun dari sebagian
besar protein M yang dilapisi asam lipoteikoat. Pili ini berperan penting dalam perlekatan
Streptokokus ke sel epitel
Banyak Streptokokus mampu menghemolisa sel darah merah secara in vitro dengan berbagai
derajat.Apabila Streptokokus menghemolis sempurn sel darah merah yang ditandai dengan
adanya area yang bersih (clear zone) disebut sebagai -hemolitikus.Sedangkan apabila hemolisa
dari sel darah merah tidak sempurna dan menghasilkan pigmen berwarna hijau disebut -
hemolitikus. Dan Streptokokus lain yang tidak mengalami hemolisa disebut -hemolitikus
(Brooks et.al., 2004).
Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes. Apabila tidak ada
antibodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan terhadap proses fagositosis oleh
polimorfonuklear. Protein M dan antigen pada dinding sel Streptokokus memiliki peranan
penting dalam patogenesis demam rematik.
Patogenesis Demam Rematik
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik, yakni agen penyebab
penyakit yaitu Streptokokus -hemolitikus grup A, host (manusia), dan faktor lingkungan.
Streptokokus akan menyerang sistem pernafasan bagian atas dan melekat pada jaringan faring.
Adanya protein M menyebabkan organisme ini mampu menghambat fagositosis sehingga
bakteri ini dapat bertahan pada faring selama 2 minggu, sampai antibodi spesifik terhadap
Streptokokus selesai dibentuk.
Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus, secara immunologi
memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh manusia seperti
miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin), kulit
(keratin) juga subtalamus dan nukleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak (Joseph,
2010). Adanya kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon
autoimun yang pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas
silang antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel
limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang
secara langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus.
Seperti pada korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus kaudatus otak yang lazim
ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokoku. Dan ditemukannya antibodi terhadap
katup jantung yang mengalami reaksi silang dengan N-acetylglucosamine, karbohidrat dari
Streptokokus grup A, membuktikan bahwa antibodi bertanggung jawab terhadap kerusakan
katup jantung.
Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik, namun mekanisme
yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik setelah faringitis oleh
Streptokokus, pada mereka yang mempunyai kerentanan secara genetik, adalah sekitar 50%
dibandingkan dengan mereka yang tidak rentan secara genetik (Robert, 2012). Telah
diidentifikasi suatu alloantigen pada sel B dari 75% penderita demam rematik, sedangkan hanya
didapatkan 16% pada yang bukan penderita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa antigen
HLA-DR merupakan petanda PJR.
Akhirnya, faktor lingkungan berhubungan erat terhadap perkembangan demam
rematik.Kebersihan lingkungan yang buruk, kepadatan tempat tinggal, sarana kesehatan yang
kurang memadai juga pemberian antibiotik yang tidak adekuat pada pencegahan primer dan
sekunder demam rematik, meningkatkan insidensi penyakit ini.
Terdapat periode laten selama 3 minggu (1-5 minggu) antara infeksi Streptokokus dengan
munculnya manifestasi klinis demam rematik. Namun pada korea dan karditis, periode latennya
mungkin memanjang sampai 6 bulan. Gejalafaringitis Streptokokus umumnya tidak spesik,
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan antibodi terhadap Streptokokus.Manifestasi klinis
demam rematik yang paling sering dijumpai adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis
didapati pada 60-75% kasus dan karditis pada 50-60% . Prevalensi terjadinya korea bervariasi
antar populasi, yakni antara 2-30%. Sedangkan eritema marginatum dan nodulus subkutan
jarang dijumpai, sekitar kurang dari 5% kasus demam rematik.
1. Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam rematik akut dan menyebabkan
mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit.40-60% pasien demam rematik akut
berkembang menjadi PJR.Karditis ini mempunyai gejala yang nonspesifik meliputi mudah lelah,
anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendek, nyeri dada dan arthalgia. Karena manifestasi
yang tidak spesifik dan lamanya timbul gejala, setiap pasien yang datang dengan manifestasi lain
harus diperiksa dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk
elektrokardiografi dan ekokardiografi harus selalu dilakukan.Pasien yang pada pemeriksaan awal
tidak dijumpai adanya karditis harus terus dipantau sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau
karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu pascainfeksi, maka selanjutnya ia jarang muncul.
2. Arthritis
Arthritis merupakan manifestasi yang paling sering dari demam rematik, terjadi pada sekitar
70% pasien demam rematik.Arthritis menunjukkan adanya radang sendi aktif yang ditandai
nyeri hebat, bengkak, eritema dan demam.Nyeri saat istirahat yang menghebat pada gerakan
aktif dan pasif merupakan tanda khas.Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar
seperti, sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan.Arthritis rematik bersifat
asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh
spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian
besar pasien, arthritis sembuh dalam 1 minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3
minggu.Arthritis demam rematik ini berespon baik dengan pemberian asam salisilat.
3. Korea Sydenham
Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik dan dua kali lebih sering pada
perempuan. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf
pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari korea ini cukup lama, sekitar
3 minggu sampai 3 bulan dari terjadinya demam rematik. Gejala awal biasanya emosi yang labil
dan iritabilitas.Lalu diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak bertujuan dan
inkoordinasi muskular.Semua otot dapat terkena, namun otot wajah dan ekstremitas adalah
yang paling mencolok. Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan
namun menghilang saat pasien beristirahat. Emosi pasien biasanya labil, mudah menangis,
kehilangan perhatian, gelisah dan menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai. Apabila proses
bicara terlibat, pasien terlihat berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Meskipun tanpa
pengobatan, korea dapat menghilang dalam 1- 2 minggu. Namun pada kasus berat, meskipun
diobati, korea dapat bertahan 3 4 bulan bahkan sampai 2 tahun
4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam rematik yang terjadi kurang dari 10%
kasus.. Ruam ini tidak gatal, makular, berwarna merah jambu atau kemerahan dengan tepi
eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain, mengelilingi kulit yang tampak normal.
Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, dengan bagian tengah yang terlihat lebih pucat, muncul
paling sering pada batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak melibatkan wajah. Eritema
biasanya hanya dijumpai pada pasien karditis, seperti halnya nodulus subkutan.
5. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus.Nodulus terletak pada permukaan
ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki.Kadang juga ditemukan
di kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis. Ukuran nodul bervariasi antara 0,5 2 cm, tidak
nyeri, padat dan dapat bebas digerakkan. Kulit yang menutupinya dapat bebas digerakkan dan
pucat, tidak menunjukkan tanda peradangan. Nodul ini biasanya muncul pada karditis rematik
dan menghilang dalam 1-2 minggu..
Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik.Suhunya jarang mencapai 40O C dan
biasa kembali normal dalam waktu 2 3 minggu, walau tanpa pengobatan.Arthralgia, yakni
nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat) juga sering
dijumpai.Arthalgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar (Essop & Omar, 2010).
Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam rematik akut dengan gagal jantung oleh karena
distensi hati.Anoreksia, mual dan muntah juga sering muncul, namun kebanyakan akibat gagal
jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat.Epistaksis berat juga mungkin dapat terjadi.
Pada penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif bakteri Streptokokus
hemolitikus. Titer antisteptolisin-O (ASTO) akan meningkat. Kadar antibodi ini akan mencapai
puncak sekitar satu bulan pascainfeksi dan menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun,
kecuali pada insufisiensi mitral yang dapat bertahan selama beberapa tahun. Laju endap darah
juga hampir selalu meningkat, begitu juga dengan protein C-reaktif.
.
Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun terkadang dapat dijumpai
normal.Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-40% pasien.Pemanjangan interval P-R ini tidak
berhubungan dengan kelainan katup atau perkembangannya.
Demam rematik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, dapat sendiri atau bersama-
sama. Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium yang cukup khas untuk
diagnostik ,kecuali korea Sydenham murni, dan karena diagnosis harus didasarkan pada
kombinasi beberapa temuan. Semakin banyak jumlah manifestasi klinis maka akan semakin kuat
diagnosis.
Pada tahun 1994 Dr T Duckett Jones mengusulkan kriteria untuk diagnostik yang didasarkan
pada manifestasi klinis dan penemuan laboratorium sesuai dengan kegunaan
diagnostiknya.Manifestasi klinis demam rematik dibagi menjadi kriteria mayor dan minor,
berdasarkan pada prevalensi dan spesifisitas dari manifestasi klinis tersebut.
- GAGAL JANTUNG
a. Pemeriksaan Fisik
- - Gejala dan tanda sesak nafas
- - Edema paru
- - Peningkatan JVP
- - Hepatomegali
- - Edema tungkai
-
- b. Pemeriksaan Penunjang
- - Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.Kardiomegali dapat disebabkan
oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat
kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
- - Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien
(80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
- - Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
- - Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
- - Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung
koroner.
-
- Penatalaksanaan Gagal Jantung
- 1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
- a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
- b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki
aliran darah paru.
- c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan
meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
- d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat
memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.
- 2. Terapi obat-obatan
- a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang
sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee,
- 2005).
- Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral
dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini
menyebabkan hiperurisemia.
- Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.
Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila
laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan
diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada
arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
- b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay,
- 2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal
karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban
dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
- c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi
oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
- d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor
biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,
stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi
turun pada reseptor beta jantung.
- e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis.
- f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan
frekuensi jantun
Referensi: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21382/4/chapter%2011.pdf . Di
akses tanggal 22 maret 2016. Pukul 20.00 WITA.
Tabel Differential Diagnosis:
Sesak napas
Mudah Nyeri Nyeri Opening
saat Demam
lelah tenggorokan dipersendian Snap
aktivitas
Demam
- - -
rematik
Stenosis
-
mitral
Gagal
- - - -
jantung
3. KORELASI GEJALA
Pengertian Gagal Jantung
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup .Gagal jantung
juga dikatakan sebagai suatu sindroma dimana fungsi jantung berhubungan dengan penurunan
toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. European Society
of Cardiology, 1995 juga menjelaskan adanya gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi,
dan bukti objektif adanya disfungsi jantung.
a. Pemeriksaan Fisik
- Gejala dan tanda sesak nafas
- Edema paru
- Peningkatan JVP
- Hepatomegali
- Edema tungkai
b. Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >
50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak
berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
- Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
- Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum
terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi
tiroid harus selalu dilakukan.
- Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat
berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi
dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai menurunkan tonus
simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas
pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki aliran
darah paru.
2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung .Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik
loop dan thiazide.
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal dengan
tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral dapat
menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan
hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.Diuretik ini
kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi
glomerulus turun dibawah 30%.Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude
bersifat sinergis.Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat.
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan penggunaan
ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard
yang menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume
pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil.
Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah
jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut
jantung.Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan
mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen
miokard dan meningkatkan curah jantung.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan dimana
terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis.
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan menormalisasi
frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantun
4. EDUKASI
a. Pencegahan Primer
b. Pencegahan Sekunder
Pasen dengan riwayat demam rematik.Termasuk dengan gejala khorea dan pada pasien
dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam
rematik akut harua diberikan prolifilaksis.Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam
jangka waktu tidak terbatas.
Referensi:dokumen.tips/documents/refarat-demam-rematik-dan-penyakit-jantung-
rematik.html. Diakses tanggal 22 maret 2016. pukul 20.29 WITA