Anda di halaman 1dari 9

Luka

Disusun oleh: Anggi Fitria K & Rd. Selma Rachmawaty B

1. Definisi

Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang
atau organ tubuh lain. Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan. (Kozier, 1995)

2. Etiologi

a. Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan
biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut
adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang
diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk. (Briant, 2007).

(Briant, 2007).
b. Luka Kronik
Luka akut adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh
masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik maka luka akan gagal sembuh
pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya potensi
untuk timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri
(iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus decubitus.
(Briant, 2007).

(Briant, 2007)

3. Patofisiologi

4. Klasifikasi

Berdasarkan derajat kontaminasi


a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi. Luka tidak ada
kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat
ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur
terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan
yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma
lama. (Taylor, 1997)

Berdasarkan Penyebab:

a. Vulnus ekskoriasi
Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis
akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun
benturan benda tajam ataupun tumpul.

b. Vulnus scissum
Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari
seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka
teratur .
c. Vulnus laseratum
Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau
compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat
kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan
dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Vulnus punctum
Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

e. Vulnus morsum
Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan
kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.

f. Vulnus combutio
Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa. (Taylor, 1997)

5. Proses penyembuhan
Proses fisiologi penyembuhan luka terbagi dalam 4 fase, yaitu respons inflamasi,
fase destruktif, fase proliferative dan fase maturasi. Pada respons inflamasi terjadi
hemostasis, pelepasan histamine serta mediator inflamasi dari sel-sel yang rusak, migrasi
dari leukosit PMN maupun MN ke bagian yang rusak. Pada fase destruktif terjadi proses
debridement oleh tubuh dan devitalisasi oleh PMN dan makrofag. Pada fase proliferatif,
terbentuk vaskularisasi baru, jaringan ikat kolagen yang baru, serta infiltrasi luka. Pada
fase maturase terjadi reepitelisasi dari luka, kontruksi bagian yang rusak serta reorganisasi
jaringan ikat pada daerah yang sebelumnya terluka.
Pada fase respons inflamasi, terjadi mekanisme untuk menghentikan perdarahan
dengan cara sumbatan trombosit. Kontak antara trombosit dengan jaringan kolagen
kemudian merangsang pelepasan factor trombosit, serotonin dan factor koagulasi. Hal-hal
tersebut kemudian menstimulasi agregasi trombosit lebih lanjut, vasokonstriksi local pada
pembuluh darah yang rusak, dan sumbatan trombosit dengan serabut-serabut fibrin. Pada
proses ini diperlukan adanya vitamin K yang cukup karena berpengaruh dalam sintesis
factor koagulasi (II, VII, IX, dan X) di hepar. Proses koagulasi terjadi dalam dua jalur yaitu
ekstrinsik dan intrinsic. Jalur intrinsik dipicu oleh abnormalitas pembuluh darah sedangkan
jalur eksterinsik dipicu oleh kerusakan jaringan. Kedua jalur tersebut akan mengaktivasi
factor X dan mengonversi prothrombin menjadi thrombin. Thrombin kemudian
menyebabkan polimerisasi protein plasma fibrinogen menjadi serabut fibrin dan
menguatkan sumbatan trombosit.
Proses penyembuhan luka dapat terganggu oleh factor local seperti hipoksia,
dehidrasi, eksudat berlebih, suhu yang turun, jaringan yang nekrotik, krusta berlebih,
terdapat benda asing, anemia, gangguan imun, keganasan, gangguan hepar, serta trauma
yang berulang, obat-obat sitotoksis, radioterapi, terapi steroid. (Morison, 2004)

6. Komplikasi

a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah
pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainage,
nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan
leukosit.

b. Pendarahan
Menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi atau
erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti darain). Jika terjadi perdarahan yang
berlegihan, penambahan tekanan luka steril, pemberian cairan dan intervensi pembedahan
diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi


Adalah komplikasi post operasi yang serius. Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka
partial. Eviscerasi yaitu keluarnya pembulu kapiler melalui daerah irisan. Sejumlah faktor
meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang
berlebihan, muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence
luka. Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup dengan balutan
steril yang lebar kompres dengan normal saline. (Kozier, 1995, Taylor, 1997)

7. Penatalaksanaan

Tatalaksana luka diawali dengan evaluasi luka. Pasien ditanyakan status imunisasi
tetanus, diperiksa pulsasi sisi distal pada luka agar dapat dipastikan ada gangguan sirkulasi
atau tidak, dievaluasi penyakit penyerta pasien apakah pasien diabetes, HIV, malnutrisi
atau infeksi yang memerlukan perawatan tertentu, riwayat merokok pasien, waktu
terjadinya luka, sifat luka bila gigitan apakah digigit binatang atau manusia, crush injury
atau luka kotor.
(Semer, Nadine B, 2013)
Sifat dari luka ditanyakan, apabila gigitan binatang maka tatalaksananya
debridement dan pembersihan serta diberikan antibiotik spectrum luas karena berkaitan
dengan infeksi yang tinggi. Bila digigit manusia, berikan antibiotic untuk bakteri anaerob
bakteri mulut manusia. Pada kasus crush injury, pastikan evaluasi ada faktur apa tidak.
Pada luka kotor, lakukan debridement. (Semer, Nadine ,. 2013)
Prosedur penanganan luka terbuka adalah anestesi, irigasi, persiapan kulit sekitar,
debridement serta penutupan luka. Anestesi yang digunakan adalah lidokain dan
diinjekikan ditepi luka secara subkutan. Irigasi dilakukan untuk membersihkan dari
benda asing serta bakteri menggunakan saline 0,9% atau cairan surfaktan. Kulit disekitar
luka diberikan povidone-iodine. Hindari penggunaan alcohol karena bersifat toksik.
Kemudian luka ditutup dengan metode jahitan, staples, tape, perekat jaringan ataupun
skin graft. Proses penutupan luka dilakukan untuk meminimalisir masuknya benda asing
serta infeksi hematogen dari jaringan yang terbuka. Metode jahit dengan benang biasanya
dilepas setelah 5-7 hari dan dipengaruhi vaskularisasi dari daerah tersebut. Staples bedah
metodenya lebih cepat. Metode skin graft dilakukan pada luka besar yang mengganggu
struktur normal kulit bila hanya mengandalkan proses penyembuhan fisiologis.
Pada luka dapat dilakukan penutupan atau dressing untuk menyediakan lingkungan
yang lembap sehingga migrasi sel dapat terfasilitasi dengan baik. Terdapat beberapa tipe
dressing, yaitu NPWT, foam, alginate, hidrokoloid, film dan komposit. ( Leong &
Phillips, 2012)

8. Prognosis
DAFTAR PUSTAKA

Morison, Moya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC

Taylor L, La Mone. (1997). Fundamentals of nursing: the art and science of nursing care B.
Third Edition. Philadhelpia: Lippincott.

Leong M, Phillips LG, 2012. Wound Healing. Dalam: Sabiston Textbook of Surgery. Edisi
ke-19. Amsterdam: Elsevier Saunders

Semer, Nadine B. 2013. Dasar-dasar perawatan luka. Los Angeles: Global-HELP

Bryant, A.R., Nix, P.D. (2007). Acute & Chronic Wounds : Current Management
Concepts, Third Edition. St. Louis, Missouri. Mosby.

World Union of Wound Healing Societies. Principles of best practice: Minimising pain at
wound dressing-related procedures. A consensus document. Toronto: WoundPedia
Inc; 2007.

Anda mungkin juga menyukai