A. Deskripsi Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, banyak ditemukan terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Yogyakarta, Bali, sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan (Bintari, 2013). Temulawak berbatang semu, tingginya dapat mencapai 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang sempurna, bercabang- cabang kuat, berwarna hijau gelap, bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir, muncul di antara 2 ruas rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 10-37 cm berambut, daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garus, berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir lonjong, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik) sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm (Permenkes, 2016). Dalam keadaan utuh atau dipotong-potong temulawak memiliki bau aromatik, rasa yang tajam dan pahit. Dalam bentuk kepingan temuawak ringan, keras, rapuh, berwarna coklat kuning sampai coklat (BPOM RI, 2010). B. Taksonomi Temulawak yang mempunyai nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb adalah tanaman obat-obatan yang tergolong dalam suku temu- temuan (Zingiberacea). Temulawak banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, teutama pada tanah yang gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Daerah tumbuhnya selain di dataran rendah juga dapat tumbuh baik sampai pada ketinggian tanah 1.500 meter di atas permukaan laut (Bintari, 2013). Menurut Bintari (2013) klasifikasi temulawak adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb
Gambar 1. Temulawak (Permenkes, 2016).
C. Nama Daerah Temulawak, koneng gede, temu labak (Permenkes, 2016). D. Nama Asing Gelbwurzjavanische (Jerman), Temu Lawas (Malaysia),Curcuma (Inggris) (BPOM RI, 2010). E. Bagian yang digunakan Rimpang (Permenkes, 2016). F. Kandungan Kimia Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid (0,8-2%) terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin, minyak atsiri (3-12%) dengan komponen α-kurkumen, xanthorizol, β-kurkumen, germakren, furanodien, furanodienon, arturmeron, β-atlantanton, d-kamfor. Pati (30-40 %) (periksa kandungan kimia, karena ini mungkin tertukar dengan kunyit) (Permenkes, 2016). G. Mekanisme Kerja Mekanisme kurkumin dalam temulawak untuk menurunkan kolesterol adalah karena fungsinya sebagai kolagoga (perangsang empedu). Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan meningkatnya produksi dan sekresi empedu, dengan meningkatnya pengeluaran cairan empedu maka akan menurunkan kadar kolesterol yang tinggi (Anggraini & Wahyuni, 2012). Kandungan kurkumin dan flavonoid pada temulawak mekanisme kerjanya dapat menurunkan kadar kolesterol total darah serupa dengan mekanisme atorvastatin yaitu menghambat enzim HMG CoA reduktase dan meningkatkan jumlah reseptor LDL di hati. Mekanisme penurunan kadar kolesterol ini diduga disebabkan karena komponen metabolit sekunder temulawak memiliki efek yang baik bagi metabolisme lipid. Flavonoid dan kurkumin yang merupakan derivat fenolik pada temulawak bekerja dengan menghambat kerja enzim HMG CoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menjadi terhambat. Komponen fenolik tersebut juga diduga kuat menstimulasi sintesis reseptor LDL di permukaan sel hati yang meningkatkan ambilan LDL dari sirkulasi sehingga kadar kolesterol dalam darah dapat direduksi (Dyaningratri, 2014). H. Uji Preklinis Penelitian efek C. xanthorrhiza terhadap lipid serum dan hepar, HDL-kolesterol dan apolipoprotein (apo) A-I, dan enzim lipogenik hati pada tikus dilakukan dengan memberikan diet bebas kolesterol. C. Xanthorrhiza menurunkan kadar trigliserida serum, fosfolipid, kolesterol hati, dan meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan apo A-I serum, dan menurunkan aktivitas fatty acid synthase hati. Pada tikus yang diberi diet tinggi-kolesterol, C. xanthorrhiza tidak menekan peningkatan kolesterol serum, walaupun menurunkan kolesterol hati. Kurkuminoid dari C. xanthorrhiza tidak mempunyai efek bermakna pada lipid serum hati (Permenkes, 2016). Efikasi C. xanthorrhiza dalam menurunkan lipid darah dievaluasi pada 40 kelinci yang dibagi menjadi 4 kelompok dan mendapat diet isoaterogenik tanpa curcuma, rendah curcuma (2 g/kg BB), medium curcuma (3 g/ kg BB) dan tinggi curcuma (4 g/kg BB) selama 120 hari. C. Xanthorrhiza tidak mempengaruhi makan, konsumsi protein dan lemak dan ekskresi protein (P > 0,05), tetapi secara bermakna (P < 0,05) meningkatkan ekskresi lemak. Kadar kolesterol menurun 46,6 ; 56,4 dan 63,2% dan kadar HDL meningkat 9,9; 14,5 dan 21,9% pada pemberian 2, 3 and 4 g/kg BB curcuma. C. xanthorrhiza menurunkan secara bermakna (P < 0.05) kadar LDL dan (P < 0.01) kadar trigliserida 20,4 ; 28,5 dan 29,5% pada pemberian 2, 3 dan 4 g/kg BB curcuma. Inhibitor reduktase HMG-CoA meningkat secara bermakna (P < 0.05) dengan curcuma. Peroksidasi lipid dicegah pada pemberian 3 dan 4 g/kg BB curcuma. Peningkatan ekskresi lemak dimediasi melalui akselerasi metabolisme lipid dari jaringan ekstrahepatik ke hepar, sehingga meningkatkan ekskresi kolesterol melalui empedu ke dalam feses. C. xanthorrhiza potential sebagai fitoterapi untuk aterosklerosis dan gangguan kardiovaskuler (Permenkes, 2016). I. Toksisitas LD50 ekstrak etanol per oral pada mencit: > 5 g/kg BB. LD50 kurkumin per oral pada tikus dan guinea pig: > 5 g/kg BB. Uji klinik fase I yang dilakukan pada 28 orang sehat dengan dosis sampai 8000 mg/hari selama 3 bulan tidak menunjukkan efek toksik. Dari lima penelitian pada manusia dengan dosis 1125-2500 mg kurkumin per hari tidak menunjukkan adanya toksisitas (Permenkes, 2016). J. Interaksi Obat Menurut penelitian yang telah dilakukan waspadai penggunaan temulawak bersamaan dengan obat pengencer darah (Permenkes, 2016). K. Indikasi Indikasi penggunaan temulawak adalah untuk hiperlipidemia, penurun kolesterol (Permenkes, 2016). L. Efek Samping Penggunaan temulawak dalam dosis besar atau pemakaian berkepanjangan dapat mengakibatkan iritasi membran mukosa lambung (BPOM RI, 2010). Temulawak tidak dapat digunakan pada penderita radang saluran empedu akut (Permenkes, 2016). M. Kontraindikasi Temulawak tidak dapat digunakan pada penderita obstruksi saluran empedu. Hati-hati menggunakan temulawak pada penderita gastritis dan nephrolithiasis (Permenkes, 2016). N. Dosis 2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari (Permenkes, 2016).
Daftar Pustaka
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta, hal 30-31.
Permenkes. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2016 tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia
Anggraini, Silfia & Wahyuni. 2012. Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bintari GS, Windarti I, Fiana DN. 2013. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Sebagai Pencegah Kerusakan Mukosa Lambung. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung. Dyaningratri, Yonanda Widhi. 2014. Pengaruh Ekstrak Curcuma xanthorrhiza, Roxb. Terhadap Kadar Kolesterol Total Darah Rattus norvegicus Hiperglikemia Akibat Induksi Aloksan. Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura.