Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik


sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multi faktor, sehingga
tidak bia diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Kalau
disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan
total peripheral resistence (TPR).1 Hipertensi sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer dan merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data riskesdas 2013.2

Tiap negara mempunyai guideline atau konsensus sendiri-sendiri sesuai


dengan bukti klinis yang mereka yakini, atau berdasarkan suatu kesimpulan studi
meta analisa. Maka, pendekatan klinis hipertensi hendaknya mengacu kepada
guideline yang ada, yang bukti epidemiologis klinisnya kuat.1 Hampir semua
consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan
bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, pada pemeriksaan
berulang.3

Hipertensi adalah salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular


seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, fibrilasi atrium, penyakit
arteri perifer, dan insufisiensi ginjal.1 Komplikasi hipertensi dapat mengenai
berbagai organ target, seperti jantung, otak, ginjal, mata dan arteri perifer.4
Sehingga, hipertensi menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di Indonesia. Tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang
sangat umum dilakukan di berbagai tingkat fasilitas kesehatan.3 Pendekatan klinis
pengobatan hipertensi harus meliputi pengendalian tekanan darah sampai kepada
normotensi, mengendalikan faktor-faktor risiko serta mengobati semua TOD
(target organ damage) yang telah terkena.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definsi dan Klasifikasi


Hipertensi diketahui sebagai tekanan darah tinggi, yaitu kondisi yangmana
pembuluh darah memiliki tekanan yang meningkat secara persisten. Darah
dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh di dalam pembuluh. Setiap kali
jantung berdenyut, dia memompa darah ke dalam pembuluh. Semakin tinggi
tekanan maka semakin keras jantung memompa.1 Hampir semua consensus/
pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa
seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, pada pemeriksaan
berulang.2
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi. Pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi

Klasifikasi Sistolik Diastolik


(mmHg (mmHg)
)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/a 80-84
ta
u
Normal 130-139 dan/a 84-89
tinggi ta
u
Derajat I 140-159 dan/a 90-99
ta
u
Derajat II 160-179 dan/a 100-109
ta
u
Derajat III 180 dan/a 110
ta
u
Hipertensi 140 dan < 90
sistolik
terisolasi

2. Faktor resiko
Penentuan risiko kardiovaskular menggunakan perhitungan estimasi risiko
kardiovaskular yang formal (ESC 2013), untuk mengetahui prognosis. Selalu
mencari faktor risiko metabolik (diabetes, gangguan tiroid dan lainnya) pada
pasien dengan hipertensi dengan atau tanpa penyakit jantung dan pembuluh
darah.3

Faktor risiko Tekanan Darah (mmHg)


Kerusakan target Nor Hipe Hipe Hip
organ m r r e
asimtomatik atau a t t r
penyakit l e e t
n n e
t s s n
i i i s
n d d i
g e e d
g r r e
i a a r
j j a
a a j
t t a
I I t
I I
I
I
Tanpa FR lain Risi Risi Resi
k k k
o o o
r
e s t
n e i
d d n
a a g
h n g
g i
1-2 FR Risi Risi Risi Resi
k k k k
o o o o
s
r e s t
e d e i
n a d n
d n a g
a g n g
h g i

-
t
i
n
g
g
i
3 FR Risi Risi Resi Resi
k k k k
o o o o
s
r e t t
e d i i
n a n n
d n g g
a g g g
h - i i
t
- i
n
s g
e g
d i
a
n
g
OD, CKD std 3 atau Risi Risi Resi Resi
DM k k k k
o o o o
t
s i t t
e n i i
d g n n
a g g g
n i g g
g i i

-
s
t a
i n
n g
g a
g t
i t
i
n
g
g
i
CVD simtomatik, Risi Risi Resi Resi
CKD std 4 atau k k k k
DM dengan OD / o o o o
FR s
s a s s
a n a a
n g n n
g a g g
a t a a
t t t t
i t t
t n i i
i g n n
n g g g
g i g g
g i i
i

3. Epidemiologi
Riset Kesehatan Dasar / RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.
Hipertensi ditemukan pada semua populasi dan kejadiannya akan makin
meningkat bersama dengan bertambahnya umur, sehingga umur di atas 60
tahun prevalensinya mencapai 65,4%. Hasil analisa The Third National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) blood pressure data,
hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori:
1. 26% pada populasi muda (umur 5 tahun), terutama pada laki-laki
(63%) yang biasanya didapatkan lebih banyak IDH daripada ISH.
2. 74% pada populasi tua (umur > 50 tahun), utamanya pada wanita
(58%) yang biasanya didapatkan lebih banyak ISH dibanding IDH.
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian di dunia. Bila
anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55
tahun risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan
dengan anamnesa keluarga yang tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55
tahun, semua orang akan menjadi hipertensi (90%).

4. Patogenesis
Ada empat faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi:
1 Peran volume intravaskular
Tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara cardiac output (CO) atau
curah jantung (CJ) dan TPR (total peripheral resistence, tahanan total perifer)
yang masing-masing dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan
darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam posisi
vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan
merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan meningkat.
Tetapi bila upaya mengekskresi NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal,
maka ginjal akan meretensi H2O sehingga volume intravaskular meningkat.
Pada gilirannya CO atau CJ juga akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi
volume intravaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring dengan
perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur CO atau CJ
akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan
darah akan menurun, sebaliknya bila TPR vasokonstriksi tekanan darah akan
meningkat.

2 Peran kendali saraf autonom


Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal, otak, serta
dinding vaskular pembuluh darah ialah reseptor 1, 2, 1 dan 2. Belakangan
ditemukan reseptor 3 di aorta yang ternyata kalau dihambat dengan beta bloker
selektif 1 yang baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi
melalui peningkatan nitrit oksida (NO).
Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stres kejiwaan, rokok
dan sebagainya, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis berupa kenaikan
katekolamin, nor epinefrin (NE) dan sebagainya.
Selanjutnya neurotransmiter ini akan meningkatkan denyut jantung (Heart
Rate) lalu diikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga tekanan darah akan meningkat
dan akhirnya akan mengalami agregasi platelet. Peningkatan neurotransmiter NE
ini mempunyai efek negatif terhadap jantung, sebab di jantung ada reseptor 1, 1
dan 2, yang akan memicu terjadinya kerusakan miokard, hipertrofi dan aritmia
dengan akibat progresivitas dari hipertensi aterosklerosis.
Karena pada dinding pembuluh darah juga ada reseptor 1, maka bila NE
meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi (melalui reseptor 1)
sehingga hipertensi aterosklerosis juga makin progresif.
Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor 1 dan 1
yang akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktivasi sistem RAA, memicu
vasokonstriksi pembuluh darah dengan akibat hipertensi aterosklerosis juga makin
progresif.
Selanjutnya bila NE kadarnya tidak pernah normal maka sindroma hipertensi
aterosklerosis juga akan berlanjut makin progresif menuju kerusakan organ target/
target organ damage (TOD).

3 Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)


Bla tekanan darah menurun maka hal ini akan memicu refleks baroreseptor.
Berikutnya secara fisiologis sistem RAA akan dipicu yang pada akhirnya renin
akan disekresi, lalu angiotensin I (A I), angiotensin II (A II), dan seterusnya
sampai tekanan darah meningkat kembali.
Proses pembentukan renin dimulai dari pembentukan angiotensinogen yang
dibuat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan dirubah menjadi angiotensin I
oleh renin yang dihasilkan oleh makula densa apparat juxtra glomerulus ginjal.
Lalu angiotensin I akan dirubah menjadi angiotensin II oleh enzim ACE
(angiotensin converting enzyme). Akhirnya angiotensin II ini akan bekerja pada
reseptor-reseptor yang terkait dengan tugas proses fisiologisnya ialah di reseptor
AT1, AT2, AT3, AT4.
Faktor resiko yang tidak dikelola akan memicu sistem RAA. Tekanan darah
makin meningkat, hipertensi aterosklerosis makin progresif. Pemeran utama untuk
memicu progresifitas ialah angiotensin II.

4 Peran dinding vaskular pembuluh darah


Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit yang
berlanjut terus menerus sepanjang umur. Sindroma hipertensi aterosklerotik
(bukan merupakan penyakit tersendiri), kemudian akan memicu pengerasan
pembuluh darah sampai terjadi keursakan target organ terkait.
Dengan demikian maka konsep pengobatan hipertensi menjadi seperti berikut:
a. Pencegahan primer: mengobati semua faktor resiko yang
reversibel.
b. Pencegahan sekunder:
Mengobati kelainan non hemodinamik (beyond blood
pressure lowering) yaitu kelainan disfungsi endotel dan
disfungsi vaskular.
Mengobati kelainan hemodinamik dengan obat anti
hipertensi sesuai guideline dengan monoterapi maupun
kombinasi yang disesuaikan dengan compelling indications
antara lain sebagai berikut:
Penurunan tekanan darah sampai 140/90 mmHg pada
semua penderita hipertensi yang tidak berkomplikasi
Penurunan tekanan darah sampai 130/90 mmHg pada
penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik (risiko
tinggi)
Penurunan tekanan darah sampai 125/75 mmHg pada
penderita proteinuria > 1 g/hari.
c. Pencegahan tersier: mengobati kerusakan target organ.

Menurut Laragh, mekanisme hipertensi ada dua bentuk ialah pada


pasien muda hipertensinya karena kadar renin yang tinggi (high renin),
sedang pada orang tua hipertensinya disebabkan karena kadar renin
yang rendah (low renin). Maka dari itu pada pasien hipertensi usia
muda (younger hypertension) obatnya ialah A (ACE-I dan ARB) dan B
(Beta Bloker). Sedang pada pasien tua dengan hipertensi (elderly
hypertension) obatnya ialah C (Calcium channel blocker) dan D
(diuretic).

Anda mungkin juga menyukai