Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam

kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20

minggu. 11

Menurut WHO dan American College of obstetricians and Gynecologists

yang disebut kematian janin ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat

badan <500gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20

minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan

prtumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. 14

Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per

1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada

tahun 19903. Hal ini tergantung dari kualitas pelayanan kesehatan tiap Negara. 13

Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per

1000 kelahiran8

Untuk mendiagnosa suatu kematian janin atau Intra Uterine Fetal Death

(IUFD) dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik (denyut jantung

1
janin, gerakan janin), dan pemeriksaan penunjang (USG, HCG). Penyebab

terbanyak terjadinya IUFD disebabkan oleh janin yang di kandung oleh ibu yaitu
5
sekitar 20-40%.

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin

tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau

kelainan patologik plasenta. 14

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi

resiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah

ternyata memiliki resiko dua kali lipat menderita IUFD. 11

Bila terjadi kematian janin dalam rahim maka pilihan perawatannya adalah

menunggu terjadinya persalinan spontan atau dilakukan tindakan induksi

persalinan. Sekitar 90% perempuan akan melahirkan spontan pada minggu ketiga

setelah janin meninggal dalam kandungan. 5

1.2 Tujuan

1. Mengetahui apa itu IUFD, etiologi, epidiemologi dan faktor

resiko terjadinya IUFD


2. Mengetahui klasifikasi, penyebab, serta bagaimana menegakkan

diagnose IUFD
3. Mengetahui protocol, komplikasi, penatalaksanaan, serta

pencegahan IUFD
4. Mengetahui bagaimana memantau kesejahteraan janin dan

prognosis IUFD

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kematian janin atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD) yaitu kematian

yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester

kedua1.

Menurut WHO dan American College of obstetricians and

Gynecologists yang disebut kematian janin ialah janin yang mati dalam rahim

dengan berat basdan <500gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim

pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir

dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi. 14

Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian

janin atau fetal death dibagi menjadi: 17,3,4

1. Early Fetal Death : kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan

kurang dari 20 minggu.


2. Intermediate Fetal Death : Kematian janin yang berlangsung antara

usia kehamilan 20-27 minggu.


3. Late Fetal Death : Kematian janin yang berlangsung pada usia lebih

dari 28 minggu.

3
Gb.1 Contoh IUFD

2.2 Etiologi

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian

janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal,

atau kelainan patologik plasenta.

Faktor maternal antara lain adalah

Post term (>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus

eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklamsi, eklamsia, hemoglobinopati,

umur ibu tua, penyakit rhesus, rupture uteri, antifosfolipid sindrom,

hipotensi akut ibu, kematian ibu. 14

Faktor fetal antara lain adalah


Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan congenital,

kelainan genetic, infeksi.


Faktor Plasental antara lain adalah
Kelainan tali pusat, tali plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intrauterine meningkat

pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertile, komokonsentrasi pada ibu,

4
riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma

urealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.


2.3 Epidemiologi

Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16

per 1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran

pada tahun 19903. Hal ini tergantung dari kualitas pelayanan kesehatan tiap

Negara. 13

Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2

per 1000 kelahiran.8

Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti

karena belum ada survey yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka

kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan

referral hospital, sehinggga belum dapat menggambarkan angka kematian

perinatal secara keseluruhan. Angka kematian perinatal di RSUP Fatmawati

pada tahun 2007 ialah 63,98 per 1000 kelahiran hidup. 17

2.4 Faktor Resiko

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan

sejumah faktor resiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia

maternal juga akan meningkatkan resiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun

memiliki resiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan

dengan wanita pada usia 20-29 tahum. Resiko terkait usia ini cenderung lebih

5
berat pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat

menjelaskan sebagian resiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi

akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi,

preeclampsia, kegemukan, BBLR, infeksi ibu dan malformasi fetal pada

wanita yang lebih tua. Merokok selama kehamilan berhubungan dengan

sejumlah resiko kematian fetal.. 5

2.5 Klasifikasi Intra Uterine Fetal Death

Kematian janin dibagi menjadi 4 golongan : 17

a. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20


minggu.
b. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu.
c. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan > 28 minggu
(late fetal death).
d. Golongan IV: Kematian yang tidak dapat digolongkan pada
ketiga golongan diatas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah

perubahan-perubahan sebagai berikut : 9, 6

1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah

mati, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi grade 0 ( durasi < 8 jam) : Kulit kemerahan setengah

matang.

3. Maserasi grade I ( durasi>8jam ) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit,


mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi
merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II ( durasi 2-7 hari) : Kulit mengelupas luas, efusi

6
cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-

lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah

coklat.
5. Maserasi tingkat III ( 3 minggu): janin lemas sekali,tulang-tulang

longgar, otak membubur 4.

Gb. 2 Contoh IUFD dari beberapa tingkatan.

2.6 Penyebab Intra Uterine Fetal Death

7
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin dalam kandungan:

1. Faktor Ibu
a. Umur 17
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan

perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ

reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal

ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung

dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia

reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-40

tahun.
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan

emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan adanya

kemunduran organ-organ reproduksi secara umum.


b. Paritas 16
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang

aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu

maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5

kali atau grande multipara, mempunyai resiko tinggi dalam

kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang

akan dapat mengakibatkan kematian janin

c. Pemeriksaan Antenatal 16
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang

mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil

memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode

antenatal.

8
1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama ( umur

kehamilan 1-3 bulan)


2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan

4-6 bulan).
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan

7-9 bulan).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada

seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainan-kelaian yang

mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati dan ditangani dengan

segera.

Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan

dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna

untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim, hal

ini dapat dilihat melalui tinggi fundus uteri dan terdengar atau

tidaknya denyut jantung janin.

d. Penyulit/ Penyakit
1. Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah

membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan

butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat

besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam

tubuh. Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari

jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum

tulang. 16

9
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi,

Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan

turun . Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam

kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi.

Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi

salah satunya adalah kematian janin dalam kandungan . 11


Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan

dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai

berikut : 12
a. Normal : 11 gr %
b. Anemia ringan: 9-10 gr %
c. Anemia sedang: 7-8 gr%
d. Anemia berat : <7gr%
2. Pre-eklampsi dan eklampsi

Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai

dengan retensi air dan garam. Jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha

untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan

dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dank arena kekurangan

oksigen terjadi gawat janin. 11

3. Solutio plasenta
Solutio plasenta adalah keadaan dimana plasenta

yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya

sebelumjanin lahir. Solutio plasenta dapat terjadi akibat

turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang

10
menuju keruang intervirale maka terjadila anoksemia dari

jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis,

spasme hilang darah kembali mengalir kedalam intervili,

namun pembuluh darah distal tadi sudah demikin rapuh,

mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun

melepaskan plasenta dalam rahim. Sehingga aliran darah ke

janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian

janin. 17
4. Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit

keturunan dengan ciri-ciri kekurangan atau tidak

terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang

tinggi dan mempengaruhi metabolism tubuh secara

menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes

melahirkan bayi yang besar. Bayi besar menimbulkan

masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati

sebelum lahir. 16
5. Rhesus Iso-Imunisasi

Jika orang berdarah rhesus negative diberi darah rhesus

positif, maka antigen rhesus akan membuat peneima drah

membentuk antibody antirhesus. Jika transfusi darah rheus positif

yang keua diberikan, maka antibody akan mencari an menempel

pada sel darah rhesus negative dan memecahnya sehingga terjadi

anemia ini diseut rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu

11
saja di awal kehamilan, tetapi perlahan-lahan sesuai perkembangan

kehamilan. Dalam aliran darah, antibody antirhesus bertemu

dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti

sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk

dalam darah, dan sebagian dikeluarkan ke kantong ketuban

bersama urine bayi. Jika banyak sel darah merah yang hancur maka

bayi akan menjadi anemia sampai akhirnya mati. 16

6. Infeksi dalam kehamilan.


Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang

ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi

berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi

mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin.

Efek tidak langsung timbul karena mengurangi oksigen darah

ke plasenta. Efek langsung tergantung pada kemampuan

organism penyebab menembus plasenta dan menginfeksi

janin, sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero.


16

7. Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar

pesalinan prematur dan kematian janin dalam kandungan.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum

dimulainya tanda persalinan. Kejadian ketuban pecah dini,

12
mendekati 10% semua persalinan. Pada umur kehamilan

kurang dar 34 minggu, kejadiannya sekita 4 %. 16


Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung

antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga

memudahkan terjadiya infeksi. Salah satu fungsi selaput

ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar

dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan

infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan

infeksi dalam rahim, persalian prematuritas dan selanjutnya

meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan

kematian janin dalam rahim. 12


8. Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin

melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu

sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak

lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan,

tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan

dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian

janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga

panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh

lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit

dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan

janin, segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga

batas antara dua bagian ini makin lama makin tinggi dan

13
terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat

mengakibatkan kematian janin. 17


2. Faktor Janin
Antara 25 dan 40 persen kasus lahir mati memiliki kausa janin

dan mencakup anomaly congenital, infeksi, malnutrisi, hidrops

nonimun, dan isoimunisasi anti-D. Insiden malformasi congenital

mayor yang dilaporkan pada bayi lahir mati sangat bervariasi, dan

bergantung pada apakah dilakukan otopsi. Sekitar sepertiga kematian

janin disebabkan oleh anomaly structural, dan yang terering karena

cacat neural-tube, hidrops, hidrocepalus terisolasi dan penyakit

jantung congenital kompleks. Anomali structural dan aneuploidi ini

dapat didiagnosis secara antenatal. 2


Insiden lahir mati akibat infeksi pada janin tampaknya sangat

konsisten. Enam persen kasus bayi lahir mati disebabkan oleh

infeksi. Sebagian besar didiagnosis sebagai korioamnionitis, dan

sebagai sepsis janin atau intrauterus. Sifilis congenital merupakan

kausa kematian janin yang lebih sering pada wanita dari golongan

sosial ekomoni lemah. Infeksi lain yang berperan menyebabkan

kematian adalah infeksi sitomegalovirus. Parvovirus B19, rubela,

varisela, dan listeriosis. 2


a. Kelainan congenital
Kelainan congenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan

struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.

Kelainan congenital dapat merupakan sebab penting terjadinya

kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan

14
kelainan congenital, umunya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir

rendah bahkan sering bayi kecil untuk masa kehamilannya. 16


Dilihat dari bentuk morfologik, kelaian congenital dapat

berebntuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan

congenital yang berbentuk deformitas secara anatomic mungkin

susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal.

Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab

mekanis atau pada kejadian oligohidroamnion. Sedangkan bentuk

kelainan congenital malformitas, susunan anatomic maupun

bentuknya akan berubah. 16


Kelainan congenital dapat dikenali melalui pemeriksaan

ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin. 16


b. Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara

yang lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga

amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai

peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi

dapat pula terjadi walaupun ketuban msih utuh, misalnya pada partus

lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena

infeksi karema menginhalasi likuor yang septic, sehingga terjadi

pneumonia congenital atau karena kuman-kuman yang memasuki

peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal

dapat juga terjadai dengan jalan kontak langsung dengan kuman

yamg terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush. 16


c. Kelainan tali pusat

15
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas

bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan

perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat

mempunyai panjang sekitar 55 cm. 17

Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan asfiksia sampai

kematian janindalam kandungan. 17

1) Kelainan insersi tali pusat


Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam

keadaan tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan

insersi velamentosa. Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa

previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kaalis servikalis,

sehingga saat ketuban pembuliuh darah yang berasal dari janin

ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai

60-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena kesemoatan

seksio sesaria terbatas dengan waktu .17


2) Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi

peluntiran pem buluh darah umbilkasi, karena selei Whartonnya

sangat tipis. Peluntiran pembukuh darah tersebut menghentikan

aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim.

Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati

sering juga dijumpai . 12


3) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang

panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan

16
tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan

beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat

menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka.

Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar

panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran

darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan

kematian janin dalam kandungan. 17


2.7 Gejala dan Tanda IUFD

Gejala adanya IUFD dapat diketahui antara lain dengan: 7

1. Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun USG)

2. Rahim tidak membesar, malahan mengecil

3. Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh Ibu sendiri.

4. Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.

5. Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari.

2.8 Diagnosis IUFD

Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan : 7

1) Anamnesa
Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan

pertumbuhan janin tidak ada, yang terlihat pada tinggi fundus uteri

menurun, berat badan ibu menuurun, dan lingkaran perut ibu

mengecil.
2) Gejala
Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak akan

ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang

17
biasa dialami (mual, muntah, sering berkemih, kepekaan pada

payudara). Di usia kehamilan berikutnya, kematian janin harus

dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup

lama.
3) Tanda-tanda.
Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada ANC

(Antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu dan/atau tidak

adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis


4) Pemeriksaan laboratorium.
Penurunan kadar gonadotropin korionik manusia (Human Chorionis

Gonadotropin/ HCG) mungkin dapat membantu diagnosis dini

selama kehamilan. Pemeriksaan hCG urin menjadi negative setelah

beberapa hari kematian janin.


5) Pemeriksaan radiologi.
Secara histologis, foto rontgen abdominal digunakan untuk

mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat

menunjukkan adanya kematian janin yaitu penumpukan tulang

tengkorak janin ( tanda Spalding), tulang punggung janin

melengkung secara berlebihan, dan adanya gas di dalam janin. Saat

ini foto rontgen sudah tidak digunakan lagi dan sekarang beralih

pada USG,dimana USG sebagai baku emas untuk mengkonfirmasi

suatu IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktivitas

jantung janin setelah usia gestasi 6 minggu, selain itu dapat

ditemukan juga adanya edema kulit kepala dan maserasi janin3.

18
Gb.3 Tanda Spalding sign pada pemeriksaan USG

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya

dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput.

Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab

kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar

infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya.

19
Pengelolahan kehamilan selanjutnya bergantung pada

penyebab kematian janin. Meskipun kematian janin berulang jarang

terjadi, demi kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut

diperlukan pengelolaan lebih ketat tentang kesejahteraan janin.


Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan

anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil, bila

mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.


Tingkatan/ perubahan-perubahan yang terjadi pada janin

yang meninggal antara lain :


1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah

mati, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi grade 0 ( durasi < 8 jam) : Kulit kemerahan setengah

matang.

3. Maserasi grade I ( durasi>8jam ) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit,


mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi
merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II ( durasi 2-7 hari) : Kulit mengelupas luas, efusi
cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-

lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah

coklat.

5. Maserasi tingkat III ( 3 minggu): janin lemas sekali,tulang-tulang

longgar, otak membubur 4.

2.9 Protokol Pemeriksaan Pada Janin dengan IUFD . 18


1. Deskripsi bayi
o Malformasi
o Bercak/noda
o Warna kulit pucat, pletorik

20
o Derajat maserasi
2. Tali pusat
o Prolaps
o Pembengkakan leher, lengan , kaki
o Hematoma tau striktur
o Jumlah pembuluh darah
o Panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
o Warna- mekonium, darah
o Konsistensi
o volume
4. Plasenta
o Berat plasenta
o Bekuan darah dan perlengketan
o Malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesoris
o Edema- perubahan hidropik
5. Membran Amnion
o Bercak/noda
o Ketebalan

2.10 Komplikasi IUFD

a) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) : 8


Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti

tromboplastin yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu

konsumsi factor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII,

protrombin,dan trombosit manifestasi klinis koagulopati

intravascular diseminata (DIC)


b) Ensefalomalasia multikistik: 13
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan

monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin

kembar yang masih hidup dengan yang salah satu janinnya

meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian

segera janin lainnya. Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup,

21
maka janin tersebut memiliki risiko tinggi terkena ensefalomalasia

multikistik.
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi

embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui

komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup dengan

atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian

janin seingga terjadi infark cedera selular pada otak

(ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi

dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru3.


c) Hemoragic Post Partum 5
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5

minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil

adalah 300-700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat

terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3

minggu setelah janin mati.


d) Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. 14
e) Dampak psikologis 5
Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2

minggu kematian janin yang dikandungnya.

2.11 Pengelolahan IUFD 14

Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen

menurun dengan kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah lebih

rumit bila kematian janin terjadi pada salah satu bayi kembar.

Jika diagnosis kematian janin telah ditegakkan , periksa tanda vital

ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah.

22
Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang penyebab kematian janin.

Dan harusnya lahir pervaginam.

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2

minggu.umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif

dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan

perabdominal bila janin letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi

oksitosin+ misoprostol. Hati-hati induksi pada uterus pascaseksio sesaria

ataupun miomektomi, bahaya terjadinya rupture uteri.

Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol

secara vaginal. (50-100 ug tiap 4-6 jam ) dan induksi oksitosin. Pada

kehamilan diatasa 28 minggu.dosis misoprostol 25 ug pervaginam/6jam.

2.12 Pencegahan 5

Antenatal care yang rutin dan berkala.

1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai keseimbangan diet

makanan, jangan merokok, tidak meminum minuman beralkohol, obat-

obatan dan hati-hati terhadap infeksi atau bahan-bahan yang berbahaya.


2. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan pemberian

pengobatan.
3. Medeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress.
2.13 Pemantauan Kesehjateraan Janin 17,3,4,15
Tujuannya untuk deteksi dini ada tidaknya faktor-faktor

penyebab kematian janin. Misalnya hipoksia, asfiksia, gangguan

pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi.


Cara-cara pemantauan kesejahteraan janin:

23
1. Perkiraan pertumbuhan janin dari tinggi fundus uteri terhadap

kehamilan.
Diukur pada keadaan pasien terlentang, pada keadaan uterus

tidak berkontraksi, dari tepi atas simpisis sampai fundus, dengan

idealnya vesica urinaria dan rectum yang kosong.


Jika tinggi fundus lebihg dari kalibrasi usia kehamilan,

pikirkan kehamilan multiple, tumor , hidrosefalus, bayi besar,

hidroamnion. Sebaliknya jika tinggi fundus uteri kurang dari

kalibrasi usia kehamilan, pikirkan oligohidroamnion, partum

buhan janin terhambat, ketuban pecah, dsb. Dapat pula digunakan

taksiran berat janin dengan rumus Johnson Tossac.


2. Auskultasi denyut jantung janin
Dengan alat Laennec, Doppler atau CTG. Idealnya

perhitungan 1 menit penuh. Jika dengan D=CTG direkam untuk

10 menit. Normal frekunsi denyut jantung janin 120-160 kali per

menit, meningkat pada saat kontraksi.


3. Pemantauan aktifitas atau gerakan janin.
Dapat secara subyektif (ditanyakan kepada ibu) atau objektif

(dengan cara palpasi atau USG). Terdapat dua metode

penghitungan gerakan janin:


a. Cardif count 10 formula
Pasien mulai menghitung gerakan janin sejak jam 9 pagi

. Perhitungan dihentikan setelah gerakan janin mencapai 10

kali. Ibu dissarankan untuk segera pergi kedokter bila

terdapat kurang dari 10 gerakan dalam kurun waktu 12 jam

selama 2 hari berturut-turut, atau tidak dirasakan gerakan

janin sama sekali selama kurun waktu 12 jam dalam 1 hari


b. Daily Fetal Movement Count (DFMC)

24
Normalnya terdapat 3 gerakan janin dalam 1 jam,

masing-masing pada pagi, siang dan malam hari. Total

penghitungan tersebut dikalikan 4,sehingga terdapat

penghitungan gerakan janin selama 12 jam. Bila terdapat

penurunan kurang dari 10 gerakan dalam 12 jam, hal ini

menandakan adanya penurunan fungsi plasenta.


Dalam kehidupan janin intrauterine, sebagian besar

oksigen hanya dibutuhkan oleh otak dan jantung (reflex

redistribusi). Jika janin tidak bergerak pikirkan diagnosis

banding tidur atau hipoksia.


c. Pengamatan mekonium dan cairan ketuban
Caranya dengan amnionesis atau amnioskopi. Pada

keadaan normal otot sfingter ani janin berkontraksi, sehingga

mekonium tidak keluar dan bercampur air ketuban, sehingga

air ketuban tetap jernih. Pada hipoksia akut terjadi

hiper[eristaltik otot-otot tubuh janin, dan relaksasi sfingter

ani, sehingga mekonium keluar seg\hingga menyebabkan air

ketuban berwarna kehijauan. Pada infeksi, terjadi koloni

kuman pada selaput dan cairan ketuban (korioamnionitis)

sehingga ketuban juga akan berwarna kehijauan dan keruh.


Pemeriksaan rasio letichin/sphyngomyelin (L/S ratio)

pada cairan ketuban digunakan untuk menilai prediksis

pematangan paru janin (pembentukan surfaktan).


d. Pengamatan hormone yang diproduksi oleh plasenta
Estriol dan Human Placental Lactogen (HPL) adalah

hormone plasenta spesifik yang diperiksa pada darah ibu

25
untuk menilai fungsi plasenta. Jika abnormal berarti terjaadi

gangguan fungsi plasenta dan berakibat resiko pertumbuhan

janin terhambat sampai kematian janin.


e. Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin
Pengambilan sampel darah bisa dari tali pusat

( umbilical cord blood sampling) atau dari kulit kepala janin

( fetal scalp blood sampling). Pada janin dnegan hipoksia

terjadi asidosis.
f. Ultrasonografi (USG)
Dapat digunakan untuk menilai :
Kantong gestasi : jumlah, ukuran, lokasi,

bentuk,keadaan.
Janin: hidup,/mati, presentasi, pertmbuhan, kelainan

bawaan, perkitraan usia gestasi melalui biometri janin

(CRL-Crown Rump Length, BPD-Biparietal Diameter,

AC- Abdominal Circumference, FL- Femur Length).


Tali pusat: jumlah pembuluh darah, sirkulasi (dengan

Doppler dapat menilai FDJP (Fungsi Dinamik Janin

Plasenta), SDAU (Sirkulasi Darah Arteri Umbilikasis)


Membran dan cairan amnion : keadaan dan jumlah
Plaseta : lokasi, jumlah , ukuran, maturasi, dan insersi
Keadaan patologis : kehamilan ektopik, mola hidatidsa,

tumor , inkompentensia serviks.


Dapat juga digunakan untuk membantu tindakan

khusus : amnioncentesis, fetoskopi, transfuse

intrauterine, biopsy vili korialis.


g. Cardiotokografi (CTG)
Menggunakan dua elektroda yang dipasang pada fundus

( untuk menilai aktivitas uterus) dan pada lokasi pungtum

maksimum denyut jantung janin pada perut ibu . Dapat pula

26
digunakan untuk menilai hubungan antara denyut jantung

dan tekanan intrauterine. CTG bisa digunakan untuk menilai

fungsi kompensasi jantung janin terhadap stress fisiologik,

dengan cara Non Stress Test (NST) dan Oxytocyn Challenge

Test (OCT).

2.14 Prognosis 10

Jika dapat dideteksi segera, prognosis untuk ibu baik (dapat

kembali hamil). Untunglah terjadinya kembali anak mati dalam rahim sangat

jarang. Selain faktor herediter, hanya penyakit ibu seperti diabetes mellitus,

hypertensi kronis dan thrombophilia herediter yang dapat meningkatkan

resiko berulangnya kematian anak. Beberapa penelitian memberikan angka

kemungkinan recuren antara 0 sampai 8%. Makin muda umur kehamilan

waktu anak mati, makin besar kemungkinan terjadi rekurensi.

Bila penyebab kematian diketahui, maka kita dapat mengukur resiko

berulangnya kembali kematian anak dan dapat membuat rencana manajemen.

Kecelakaan karena tali pusat tidak akan berulang. Tetapi aneuploidy bersiko

berulang sebesar 1% dan syndrome dan yang baik dapat dicegah berulangnya

kematian anak. Bila penyebabnya adalah penyakit ibu seperti hypertensi atau

diabetes mellitus, dengan control yang baik, kita dapat mencegah berulangnya

kembali kematian anak.

27
BAB III

KESIMPULAN

Menurut WHO dan American College of obstetricians and Gynecologists

yang disebut kematian janin ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat

badan <500gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20

minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan

prtumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin

tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau

kelainan patologik plasenta.

IUFD dapat ditegakkan dengan anamnesis, mengetahui gejala seperti tidak

ada lagi gerakan janin, perut ibu yang tidak membesar dan tidak adanya DJJ, serta

dalam pemeriksaan USG didapatkan penumpukan tulang tengkorak janin ( tanda

Spalding), tulang punggung janin melengkung secara berlebihan.

28
Untuk penatalaksanaan IUFD yaitu dilahirkan secara pervaginam,

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu.umumnya

tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan

dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominal bila janin letak

lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin+ misoprostol. Hati-hati

induksi pada uterus pascaseksio sesaria ataupun miomektomi, bahaya terjadinya

rupture uteri. IUFD juga dapat dicegah dengan antenatal yang rutin dan berkala.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Botefilia. 2009. Agar Janin Tak Meninggal dalam Kandungan.(Online)

http://cpddokter.com/home/index2.php?

option=com_content&do_pdf=1&id=938

2. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC.,

Wenstrom KD. William Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill

2001.

3. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA.

1073-1078, 1390-94, 1475-77.

4. De Cherney, Alan. Nathan, Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.

LANGE. Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201.

5. Dwi Ayu W. 2010. Intra Uterine Fetal Death (IUFD). Malang. Bapelkes

RSD SWADANA Jombang

6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by

Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind

2004;54(6):561-3

30
7. Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.

8. Lindsay,JL. 2010. Evaluation of Fetal Death. (Online)

http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview

9. Mansjoer A, et al.2001. KapitaSelekta. Jakarta : Penerbit Media

Aesculapius FKUI.

10. Marissa Ricca R S.Ked. 2010. IUFD. Probolinggo. Fakultas Kedokteran

Universitas Surabaya.

11. Moechtar R. Perdarahan Anterpartum Dalam : Synopsis Obstetri, Obstetri

Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 1998;279 Cunningham, F.Gary [er.al..] 2005. Obstetri

Williams. Jakarta : EGC.

12. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and

Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F

Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74.

13. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi

kedua Kematian Janin Intra Uterin. EMS : Jakarta

14. Prawirohardjo Sarwono, 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo Jakarta.

15. Scoot, James. Disaia, Philip. Hammond, B.Charles, Danforth. 2002. Buku

Saku Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika

16. Tiara Ajeng W. 2013. GIP0000A0 dengan Intra Uterine Fetal Death e.c

Massage Trauma. Probolinggo. RSUD Mohammad Saleh Probolinggo.

31
17. Winknjosastro H. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi III, cetakan lima. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Praawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta .

357-8. 785-790

18. Winkjosastro, Hanifa.2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: YBP-SP.

32

Anda mungkin juga menyukai