Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Abortus inkomplit
1. Definisi
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria

gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan

tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui

aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita,

gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul

sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.

Dengan gejala mengeluh sering kencing disertai rasa sakit, anus gatal terasa

nyeri, vagina mengeluarkan cairan abnormal yang berbau, nyeri perut bagian bawah

dan sakit ketika berhubungan seksual.

2. Epidemiologi

Gonore terdapat dimana-mana di seluruh dunia dan merupakan penyakit

kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaan maupun setelah

menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan antara berbagai

suku bangsa atau jenis kelamin atau umur. Diperkirakan setiap tahun tidak kurang

dari 25 juta kasus baru ditemukan di dunia. Beberapa strain kuman gonokok yang

resisten terhadap penisilin, quinolone dan antibiotik lainnya telah ditemukan

beberapa tahun yang lalu dan membawa persoalan dalam pengobatan, telah tersebar

di beberapa negara.
3. Etiologi

Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran 0,6

sampai 1,5 m, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar

berhadap-hadapan. Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora. Neisseria

gonorrheae dapat dibiakkan dalam media Thayer Martin dengan suhu optimal 35-

37C, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02 5%. Gonococci hanya memfermentasi glukosa

dan berbeda secara antigen dari Neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan

koloni yang lebih kecil dibandingkan Neisseriae lainnya.

Gonococci yang membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil ( auksotipe Arg,

Hyx+, Ura+ ) cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya.

Gonococci diisolasi dari specimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur

nonselektif yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri yang berpili.

Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung gonococci

nonpili juga terbentuk Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk koloni

( besar dan kecil ) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan dengan

keberadaan protein yang berada dipermukaan, yang disebut Opa.

4. Patogenesis

Bakteri Nesseria gonorrheae masuk ke tubuh individu sehat melalui kontak

seksual (genital-genital, orogenital, dan anogenital) dan jalan lahir. Nesseria

gonorrheae merupakan bakteri gram negatif yang memiliki pili karena itu ia masuk

ke mukosa (epitel) yang tidak memiliki pili sehingga dianggap self oleh tubuh. Di
dalam mukosa bakteri bereplikasi dan melakukan endositosis untuk masuk ke

dalam submukosa. Di dalam submukosa bakteri mengeluarkan enzim

lipopolisakaridase dan peptidoglikan yang selanjutnya akan naik ke mukosa dan

merusak sel. Selain enzim bakteri Nesseria gonorrheae dapat naik juga ke mukosa

dan merusak sel mukosa. Di dalam submukosa bakteri mengaktivasi faktor-faktor

inflamasi yaitu makrofag, TNF, dan leukosit PMN (Polimononuklear). Makrofag

melakukan proses fagositosis dengan memakan bakteri Nesseria gonorrheae dan

melisisnya sehingga terbentuk sel mati yang kemudian akan naik ke mukosa

melalui sel yang rusak.

Hal serupa dilakukan oleh TNF dalam melisiskan bakteri. Sedangkan leukosit

PMN, mencoba untuk melawan bakteri Nesseria gonorrheae tetapi bukannya lisis

malah bakteri hidup di dalam sel leukosit PMN. Bakteri yang hidup di dalam sel

leukosit PMN akan ikut naik ke mukosa melalui sel yang rusak. Kemudian sel yang

rusak bersamaan dengan bakteri yang hidup di dalam PMN dan bakteri Nesseria

gonorrheae yang bebas keluar dari mukosa berupa pus. Karena itu pada pada

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan bakteri gram negatif diplococcus

intraseluler dan diplococcus ekstraseluler.


Gambar 4.1 patogenesis GO

5. Gejala Klinis

a) Pada laki-laki

Sekali kontak dengan wanita yangterinfeksi, 25% akan terkena uretritis gonore dan

85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang berlangsung antara 2-10

hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing yang kemudian

diikuti keluarnya nanah kental berwarna kuning kehijauan.

keadaan ini umumnya penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang

dapat diikuti gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat

memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat

diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan stadium presimtomatik dari gonore,

oleh karena waktu inkubasi pada laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan
rata-rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya. Bila keadaan ini tidak segera diobati,

maka dalam beberapa hari sampai beberapa minggu maka sering menimbulkan

komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang

didahului oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi

kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir kencing.

b) Pada wanita

Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra pada

wanita selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang

menonjol berupa cervicitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala

keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan

fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan

demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi sumber penularan

yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan keputihan

harus dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain seperti trichomoniasis,

vaginosis, candidiasis maupun uretritis non gonore yang lain. Pada wanita, infeksi

primer tejadi di endocerviks dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan

sekresi cairan yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine,

menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidak suburan ( infertilitas)

terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci.


c) Pada bayi

Ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu suatu infeksi

mata pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi berada dalam saluran lahir

yang terinfeksi. Conjungtivitis inisial dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak

diobati dapat menimbulkan kebutaan. Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini,

pemberian tetracycline atau erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi

yang baru lahir banyak dilakukan.


6. Diagnosis

Gonore merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan

oleh bakteri diplokokus Gram negatif Neisseria Gonorrhoeae. Diagnosis gonore dapat

ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium.

Gold standart pemerikaan Gonore adalah pemeriksaan secara makroskopis.

Pemeriksaan mikroskopis yang banyak di lakukan di laboratorium adalah pewarnaan

Gram, tetapi metode mikroskopis memiliki keterbatasan, maka pemeriksaan

imunokromatografi test (ICT) dapat di jadikan alternatif untuk mendeteksi gonore.

Pemeriksaan penunjang yang memegang peranan penting dan sering di lakukan

adalah pemeriksaan sediaan langsung dengan membuat hapusan secret uretra atau

serviks, dan biakan kuman. Dari pemeriksaan sediaan langsung yang dicat dengan

gram, akan tampak kuman diplokokus yang gram negatif, berbentuk seperti ginjal pada

intraselular atau ekstraselular. Sedangkan biakan kuman dengan menggunakan media

thayer martin memilki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi (Daili, 2001). Pada

pengecatan Gram, Gonore dikatakan positif bila di jumpai adanya diplokokus gram
negative dengan bentuk morfologinya yang khas dan biasanya teridentifikasi di dalam

sel leukosit polimorfonuklear (intraselular) maupun dekat di sekitar sel leukosit

(ekstraselular).

Pemeriksaan Gold standart untuk gonore adalah menggunakan kultur dengan

media yang mengandung CO2, walaupun penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas

dan spesifisitas pemeriksaan menggunakan deteksi nucleic acid amplification test

(NAAT) atau Polymerasi Chain Reaction (PCR) lebih tinggi di bandingkan dengan

kultur.

PCR merupakan suatu amplifikasi DNA enzimatik yang sangat sensitif dan

spesifik terhadap suatu organisma tertentu berdasarkan target gen primer yang

dimiliki. Kelebihan dari pemeriksaan PCR adalah dapat mendeteksi DNA organisma

tertentu walaupun dengan spesimen dalam jumlah yang sangat sedikit dan

pengambilan spesimen dapat diambil dari tempat mana saja yang kita duga

mempunyai kelainan. PCR mempunyai nilai akurasi yang tinggi untuk diagnosis suatu

IMS sekalipun spesimen yang diperiksa di ambil dengan cara SOLVS (Self Obtained

Low Vaginal Swabs) Metoda SOLVS dengan pemeriksaan PCR lebih cepat untuk

mendiagnosis IMS, meskipun spesimen yang diambil bukan dari endocervik ataupun

forniks serta mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi di bandingkan dengan

pemeriksaan kultur atau sediaan langsung.

Metoda SOLVS (Self Obtained Low Vaginal Swabs) merupakan suatu metoda

pengambilan spesimen yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan memasukkan lidi

kapas kedalam vagina dan lidi kapas tersebut diputar disekeliling liang vagina

kemudian diamkan sampai hitungan kesepeluh, dilakaukan rotasi sekali lagi sebelum

lidi kapas di keluarkan. Metoda SOLVS ini biasanya dikerjakan pada daerah terpencil
yang mempunyai keterbatasan baik tenaga medis ataupun peralatan untuk pemeriksaan

(Garrow C, Smith 2003).

7. Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis uretritis gonore akut dan penyulit lainnya harus

disingkirkan diagnosis pembandingnya, yaitu:

Uretritis non-gonore akut

Dapat disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, atau yang

lain; Mycoplasma genitaslium, jamur, herpes simplex virus.

Diagnosis pasti uretritis gonore harus dengan ditemukan kuman Neisseria

gonorrhoeae sebagai penyebabnya. Secara klinis antara uretritis gonore dan

uretritis non-gonore sangat sulit dibedakan karena sama-sama memberikan gejala

duh tubuh uretra, disuria, atau gatal pada uretra, kadang-kadang terdapat hematuri.

8. Penatalaksanaan

Pengobatan oral untuk infeksi tanpa komplikasi dapat diobati dengan tiamfenikol

3,5 gram dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg dosis tunggal, atau siprofloksasin 500

mg dosis tunggal atau sefiksim 400 mg dosis tunggal. Sementara untuk obat yang

diberikan perinjeksi, yang dapat dipilih adalah kanamisin 2 g intramuskuler dosis

tunggal, atau spektinomisin 2 g intramuskuler dosis tunggal, atau seftriakson 250 mg

intramuskuler dosis tunggal.

Pada kasus GO dengan komplikasi, pilihan pengobatan yang dapat diberikan

adalah pengobatan oral selama 5 hari sedangkan obat injeksi diberikan selama 3 hari.

Pilihan pengobatan oral tersebut antara lain: tiamfenikol 3,5 gram sekali sehari, atau

ofloksasin 400 mg sekali sehari, atau siprofloksasin 500 mg sekali sehari, atau sefiksim

400 mg peroral sekali sehari. Sedangkan untuk obat injeksi, preparat yang dapat dipilih
adalah kanamisin 2 g intramuskuler sekali sehari, atau spektinomisin 2 g intramuskuler

sekali sehari, atau seftriakson 1 gr intramuskuler sekali sehari.

EDUKASI

Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada

keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena gonore dapat menular kembali

dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara

pencegahan terbaik kecuali menghindari kontak seksual dengan pasangan yang

beresiko. Penggunaan kondom masih dianggap yang terbaik. Pendidikan moral,

agama dan seksperlu diperhatikan

9. Komplikasi

Komplikasi terjadi bila pengobatan tidak segera dilakukan atau pengobatan

sebelumnya tidak adekuat. Infeksi dapat menjalar ke uretra bagian belakang secara

ascendent. Pada pria dapat memberi gambaran klinis antara lain: tisonitis, parauretritis,

litritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis dan epididimitis, sistitis.

Sedangkan pada wanita, komplikasi yang dapat terjadi antara lain: salpingitis,

penyakit radang panggul (PRP), parauretritis dan bartolinitis. DGI merupakan

komplikasi yang jarang terjadi. Gejala klinisnya merupakan sindroma artritis-

dermatitis akut yang terdiri dari artritis akut, tenosinovitis, dermatitis atau kombinasi

dari gejala-gejala tersebut. 13% dari penderita dengan DGI dapat mengalami

endokarditis dan meningitis gonokokal Infeksi non genital dapat berupa konjungtivitis,

orofaringitis dan proktitis.

10. Prognosis

Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium tersedia, maka untuk

diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis, tetapi harus diikuti
pemeriksaan bakteriologis. Di sini pemeriksaan bakteriologis meliputi pemeriksaan

dengan hapusan dan biakan untuk identifikasi dan tes kepekaan antibiotik. Dengan

cara pengecatan gram dari hapusan ini nilainya cukup tinggi karena kemungkinan

kuman gonokok ditemukan cukup tinggi.

Pada wanita selain pemeriksaan dengan gram, harus diikuti dengan biakan oleh

karena dengan hanya kemungkinan ditemukan kuman gonokok lebih kecil di

samping kemungkinan keliru dengan floralain dari vagina. Beberapa macam

pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Neisseria gonorrheae:

1. Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan gram Tampak kuman kokus

berpasangpasangan terletak di dalam dan di luar sel darah putih (

polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada kasus gonore yang

bersifat simtomatis.

2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin Akan tampak koloni berwarna

putih keabuan, mengkilap dan cembung. Pembiakan dengan media kultur ini

sangat perlu terutama pada kasus-kasus yang bersifat asimtomatis.

3. Enzyme immunoassay Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret

genital, namun sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur.

4. Polimerase Chain Reaction (PCR) Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini

telah banyak digunakan di beberapa negara maju, dengan banyak sensitivitas

dan spesifitas yang tinggi, bahkan dapat digunakan dari sampel urine.

Anda mungkin juga menyukai