Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Salah satu karakteristik Islam yang membedakan dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap sains. Al-Quran dan al-Sunnah mengajak kaum muslimin
untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-
orang yang berpengatahuan pada derajat yang tinggi[1]. Allah SWT juga
menyuruh umat manusia untuk menyelidiki dan merenungkan penciptaan langit,
bumi, gunung-gunung, bintang-bintang, tumbuh-tumbuhan, benih, binatang,
pergantian siang dan malam, manusia, hujan dan berbagai ciptaan lainnya.
Dengan mencermati semua ini, manusia akan semakin menyadari cita seni ciptaan
Allah SWT di dunia sekelilingnya, dan pada akhirnya dapat mengenali
Penciptanya, yang telah menciptakan seluruh alam semesta beserta segala isinya
dari ketiadaan.
Sains menawarkan cara untuk menemukan cita rasa seni ciptaan Allah SWT,
yaitu dengan mengamati alam semesta beserta seluruh makhluk di dalamnya, dan
menyampaikan hasilnya kepada umat manusia. Oleh karena itu agama mendorong
sains untuk menjadikannya alat mempelajari keagungan ciptaan Allah SWT. Sains
yang diikuti oleh para ilmuwan materialis yang tidak mampu melihat kebenaran,
terutama dalam dua ratus tahun terakhir, ternyata telah menimbulkan pemborosan
waktu, kesia-siaan banyak riset dan penghamburan jutaan dolar tanpa hasil apa-
apa.
Ada satu fakta yang harus disadari benar: sains dapat mencapai hasil yang
dapat diandalkan hanya jika tujuan utamanya adalah penyelidikan tanda-tanda
penciptaan di alam semesta, dan bekerja keras semata-mata untuk mencapai
tujuan ini. Sains dapat mencapai tujuan akhirnya dalam waktu sesingkat mungkin
hanya bila ia tunjukan kearah yang benar, dengan kata lain jika dipandu dengan
benar[2].
Perlu disadari benar bahwa, Allah SWT adalah Tuhan yang tidak takut dengan
akal manusia. Artinya, bahwa sebenarnya Allah SWT mengajak umat Islam untuk
berfikir lebih jauh mengenai segala ciptaan-Nya dan menegaskan bahwa, tidak
ada yang tercipta secara kebetulan dan bukan pula tercipta sekaligus yang tanpa
melalui proses penalaran manusia, melainkan melalui beberapa fase atau tahapan
(proses).
Misalnya, mengenai proses penciptaan manusia; sebelum ditemukannya fakta
ilmiah mengenai tulang dan otot, banyak orang yang berpendapat bahwa, tulang
dan otot dalam embrio terbentuk secara bersamaan, padahal tidak. Hal ini telah
diinformasikan al-Quran empat belas abad yang lalu dan akhirnya para pakar
embriologi sepakat bahwa, tulang-tulang terbentuk lebih dahulu, kemudian
membentuklah otot yang membungkus tulang-tulang itu. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa, agama (Islam) dan sains selalu sejalan.
Oleh karena itu, inilah yang melatar belakangi mengapa perlu dikaji lebih
dalam mengenai proses reproduksi manusia. Kemudian timbul pertanyaan,
bagaiman proses reproduksi manusia menurut al-Quran dan sains? Dan potensi
apa yang diberikan Allah SWT untuk manusia? Apakah antara agama (Islam) dan
sains sudah sejalan dalam hal ini atau mungkin sebaliknya?
A. Proses Reproduksi Manusia Menurut al-Quran
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan mengenai asal-usul
manusia. Manusia bukan jenis makhluk Allah SWT yang tercipta secara kebetulan
dan bukan pula tercipta sekaligus, melainkan tercipta dalam beberapa fase atau
tahapan (proses). Mengenai asal-usul bagaimana manusia itu diciptakan dapat
diklasifikasikan menjadi dua sudut pandang, yaitu:
a. Produksi: hanya berlaku bagi proses penciptaan Adam dan Hawa, yakni asal-usul
penciptaan manusia pertama kali.
b. Reproduksi: aspek asal manusia dari segi keturunan kedua sejoli manusia tersebut
(Adam dan Hawa), disebut pula sebagai aspek pembiakan selanjutnya.
Dalam uraian berikut bertolak dari sudut pandang kedua, yakni asal-usul
keturunan dua sejoli; Adam dan Hawa[3].
Dari sudut pandang reproduksi, manusia berkembang secara bertahap.
Tahapan-tahapan tersebut kemudian dijelaskan oleh beberapa surat dalam al-
Quran, diantaranya adalah suarat al-Muminun ayat 12-14:

(12)
(13)






(14)
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari
pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, pencipta yang paling baik[4] (QS.
Al-Muminun: 12-14).
B. Proses Reproduksi Manusia Dari Spermazoa
Setelah diuraikan beberapa kosa kata yang ada di dalam al-Quran
mengenai reproduksi manusia menurut al-Quran dengan menggunakan pisaunya
Ibnu Katsir, maka timbul pertanyaan, bagaimana sains memandang proses ini?
Setetes mani sebelum proses fertilisasi (pembuahan) terjadi, 250 juta
sperma terpancar dari laki-laki pada satu waktu dan menuju sel telur wanita yang
jumlahnya hanya satu dari setiap siklusnya. Sperma melakukan perjalanan yang
sulit di tubuh wanita sampai menuju sel telur wanita, Hal ini dikarenakan saluran
reproduksi wanita yang berbelok-belok, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan
sperma, gerakan menyapu dari dalam saluran reproduksi wanita dan juga gaya
gravitasi yang berlawanan.
Kemudian, hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel
telur wanita. Sel telur wanita hanya akan membolehkan masuk satu sperma saja.
Setelah masuk dan terjadi fertilisasi pun belum tentu zigot (dalam biologi
namanya konseptus) menempel di tempat yang tepat pada rahim[5].
Jika dicermati pada uraian di atas, maka bahan manusia bukan air mani
seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya (spermazoa). Hal ini
ditegaskan dalam al-Quran surat al-Qiyamah ayat 36-37.


(36)
(37)
Artinya: Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke
dalam rahim)[6] (QS. al-Qiyamah: 36-37).

C. Gumpalan Daging Yang Melekat Pada Rahim


Jika kita terus mempelajari fakta-fakta yang telah diinformasikan al-
Quran empat belas abad yang silam; mengenai proses reproduksi manusia, maka
kita akan menjumpai keajaiban ilmiah yang sungguh penting. Misalnya, ketika
sperma pria bergabung dengan sel telur wanita, maka inti sari bayi yang akan lahir
itu terbentuk. sel tunggal yang dikenal sebagai zigot dalam ilmu biologi ini akan
segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi
segumpal daging. Tentu saja, hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan
bantuan mikroskop.
Namun, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu
saja. Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi
dengan serabutnya. Melalui hubungan ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat
penting dari sang ibu bagi pertumbuhannya[7]. Pada tahap ini, satu keajaiban
penting dari al-Quran terungkap. Ketika merujuk pada zigot yang sedang tumbuh
dalam rahim ibu, Allah SWT menggunakan kata alaq dalam al-Quran:

(1)
(2)

(3)
Artinya: Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-mu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang
Maha Pemurah[8] (QS. al-Alaq: 1-3).

Arti kata alaq dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang menempel pada suatu
tempat. Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang
menempel pada tubuh untuk menghisap darah[9]. Tentunya, penggunaan kata
yang demikian tepat untuk zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu,
membuktikan bahwa al-Quran merupakan wahyu dari Allah SWT; Tuhan
Semesta Alam.

D. Otot Yang Membungkus Tulang


Aspek lain tentang informasi yang disebutkan dalam ayat-ayat al-Quran
adalah tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu. Disebutkan dalam
ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu, tulang-tulang terbentuk lebih dahulu,
kemudian terbentuklah otot yang membungkus tulang-tukang tersebut. Misalnya,
dalam al-Quran surat al-Muminun ayat 14:







(14)
Artinya: Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan di makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, pencipta
yang paling baik (QS. Al-Muminun: 14).

Embriologi adalah cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio


dalam rahim ibu. Hingga akhir-akhir ini, para ahli embrio beranggapan bahwa,
tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama,
banyak orang yang menyatakan bahwa, ayat ini bertentangan atau tidak sejalan
dengan sains. Namun, penelitian canggih yang dengan mikroskop yang dilakukan
dengan bantuan teknologi baru telah mengungkap bahwa, pernyataan al-Quran
adalah benar.
Penelitian di tingkat mikrokopis ini menunjukan bahwa, perkembangan
dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat
tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-
sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan
membungkus tulang-tulang tersebut. Peristiwa ini digambarkan dalam sebuah
terbitan ilmiah yang berjudul Developing Human yang dikutip oleh Harun Yahya
dengan kalimat berikut:
Dalam minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang
mencapai bentuk uang kita kenal. Pada akhir minggu ketujuh dan selama minggu
kedelapan, otot-otot menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang.

E. Tiga Fase Perkembangan Bayi Dalam Rahim


Dalam al-Quran surat al-Zumar ayat 6 menyebutkan bahwa, proses
reproduksi manusia melalui tiga fase atau tahapan.








(6)

Artinya: Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan...[10] (QS. Al-Zumar: 6).

Ayat di atas menunjukan bahwa, seorang manusia diciptakan dalam tubuh


ibunya melalui tiga tahapan yang berbeda. Benar sekali, ilmu biologi modern telah
mengungkapkan bahwa, pembentukan embrio pada terjadi pada tiga daerah yang
berbeda dalam rahim ibu.
Dewasa ini, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai fakultas-
fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam
buku Basic Human Embryologi yang dikutip oleh Harun Yahya; sebuah buku
refrensi utama dalam bidang embriologi. Fakta tersebut menyebutkan bahwa,
kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan, yaitu: pertama, pre-embrionik
selama dua setengah minggu pertama. Kedua, embrionik hingga akhir minggu
kedelapan. Ketiga, fetus atau janin dari minggu kedelapan sampai kelahiran.
Adapu fase-fase tersebut dapat diuraikan sebagai beikut[11]:
a. Fase Pre-embrionik
Pada fase pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembuahan sel, dan
terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding
rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin besar, sel-sel penyusunnya pun
mengatur diri sendiri guna membentuk tiga lapisan.

b. Fase Embrionik
Fase kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini, bayi
disebut sebagai embrio. Pada fase ini organ dan sistem tubuh bayi mulai
terbentuk dari lapisan-lapisan sel tersebut.
c. Fase Fetus Atau Janin
Dimulai dari fase ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai fetus atau janin. Fase ini
dimulai sejak kehamilan minggu kedelapan hingga masa kelahiran. Ciri khusus
fase ini adalah bahwa fetus atau janin sudah menyerupai manusia, dengan wajah,
kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya hanya memilik panjang 3 cm,
kesemua organnya sudah jelas. Fase ini berlangsung kurang lebih 30 minggu, dan
perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan bayi dalam rahim ibu, baru didapatkan
setelah serangkaian pengamatan dengan peralatan modern. Namun, sebagaimana
fakta ilmiah lainnya, informasi ini disampaaikan dalam ayat-ayat al-Quran
dengan cara yang luar biasa. Fakta bahwa, informasi yang begitu terperinci dan
akurat diberikan dalam al-Quran pada saat bidang kedokteran masih primitif. Hai
ini merupakan bahwa, al-Quran bukanlah ucapan manusia, melainkan firman
Allah SWT.

F. Potensi Dasar Manusia


Jika diurut dari awal, kita semua lahir dalam keadaan sebagai pemenang
(the winner); artinya bahwa kita semua memiliki potensi yang sangat tinggi. Dari
sekian ribu sel sperma yang ingin menjadi manusia tetapi akhirnya kitalah yang
terpilih, karena itu sangat pantas disebut sebagai pemenang[12].


(
70)

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan[13] (QS. Al-Isra: 70).

Jika dipahami lebih jauh dengan disiplin ilmu gramatika Arab mengenai
penggunaan lam ibtida (bermakna taukid) dan qad yang masuk pada fiil madhi
(bermakna tahqiq) bahwa, pernyataan pemuliaan manusia oleh Allah SWT itu
memang sangat-sangat dimuliakan, artinya pemuliaan ini tidak mungkin
dilontarkan Allah SWT kepada setiap makhluknya. Pemuliaan yang diberikan
Allah SWT kepada manusia diantaranya dengan diberikannya rupa dan bentuk
organ tubuh yang terakomodir sehingga ketika dipandang itu sangat mempesona
dari pada makhluk Allah SWT yang lain. Kemudian dengan diberikannya
kekuasaan di muka bumi, artinya bahwa makhluk Allah SWT yang bernama
manusia itu ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka bumi yang disertai
tanggung jawab. Tanggung jawab bagaimana manusia bisa melayani sesama dan
alam dengan pantas, tanpa membuat kerusakan dan eksploitasi di muka bumi yang
disebabkan oleh ulah tangannya. Melihat konteks ini, maka maka manusia
diberikan Allah SWT dua tanggung jawab, yaitu tanggung jawab sebagai hamba
(ibadat vertikal) dan tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi (ibadat
horizontal).
Begitu besarnya upaya Allah SWT dalam memuliakan manusia. Dia
menyediakan daratan dan lautan hanya untuk manusia agar dapat mencari
penghidupan secara layak dan pantas karena Allah SWT telah memberikan rezeki
yang baik-baik untuk manusia, tinggal bagaimana manusia tersebut apakah ia
akan mencari rezeki dengan cara yang halal atau sebaliknya. Tentunya, hal
tersebut dibutuhkan ilmu dan ketrampilan, tanpa itu kedua hal itu adalah nonsens.
Adapun nikmat Allah SWT yang paling besar setelah itu semua bagi
manusia adalah diberikannya akal, indera dan perasaan untuk membedakan antara
sesuatu yang haq dengan sesuatu yang bathil karena ini tidak dimiliki makhluk
Allah SWT selain manusia. Maka dari itu sudah menjadi suatu keharusan bagi
manusia untuk bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang telah diberikan-Nya
dengan cara melayani sesama dan alam dengan layak dan pantas, tanpa membuat
kerusakan dan eksploitasi yang disebabkan oleh ulahnya sendiri.

PENUTUP

Empat belas abad yang silam al-Quran diturunkan; suatu kitab yang
merupakan wahyu Tuhan yang di dalamnya terdapat informasi tentang sains.
Padahal waktu al-Quran diturunkan kondisi sosial masyarakat dapat dikatakan
masih primitif tentang sains. Misalnya, tentang kajian dalam bidang embriologi
mengenai apakah tulang dan otot dalam embrio secara bersamaan atau tidak?
Pertanyaan ini pun baru terjawab pada abad kedua puluh setelah diadakan
penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan bantuan teknologi
baru. Padahal hal ini telah diinformasikan oleh al-Quran jauh sebelum teknologi
menjadi berkembang sangat pesat dan canggih.
Adapun mengenai proses reproduksi manusia yang diinformasikan al-
Quran dan kemudian dibuktikan oleh sains melalui fakta-fakta ilmiah, yaitu

a. Spermazoa
b. Gumpalan darah
c. Gumpalan daging
d. Tulang
e. Otot

Kemudian mengenai tahapan atau fase bayi dalam rahim ibu, yaitu:

a. Fase Pre-embrionik
b. Fase Embrionik
c. Fase Fetus atau janin

Setelah manusia dilahirkan di muka bumi, Allah SWT memuliakannya.


Upaya pemuliaan Allah SWT kepada manusia dapat dilihat mulai dari rupa dan
bentuk organ manusia yang sangat mempesona dari pada makhluk-Nya yang lain.
Mejadikannya khalifah di muka bumi agar mampu melayani sesama dan alam
secara pantas, tanpa membuat kerusakan dan eksploitasi. Kemudian endingnya
adalah pemberian yang berupa akal, indera dan perasaan untuk membedakan
sesuatu yang haq dan bathil karena itu merupakan pemberian yang sangat
fundamental untuk membedakan antara manusia dan makhluk lainnya. Kerena itu,
bersyukur kepada Allah SWT merupakan harga mati bagi mereka yang berhasrat
memikirkan ini semua; dengan cara ibadat kepada-Nya (ibadat vertikal) dan
mampu melayani sesama dan alam dengan layak dan pantas (ibadat horizontal).
Oleh karena itu, inilah potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia,
maka sangat naif bagi mereka yang berasumsi tidak memiliki potensi. Karena
sama saja ini melawan fitrah manusia yang diberikan oleh-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Katsir, Abil Fida Ismail bin Umar bin, 2005, Tafsir al-Quran al-Adhim Jilid 3 Juz 5.
Riyadh: Dar Thoyyibah lil Nasyri wat Tanzi.

Nawawy, Muhammad al-Jawy, tt, Marakhu Lubayhi Tafsiri al-Nawawy Juz 1. Semarang:
Toha Putera.

Yahya, Harun, 2007, al-Quran dan Sains; Memahami Metodologi Bimbingan al-Quran
bagi Sains. Bandung: Dzikra.

Departemen Agama RI, 2005, al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: J-ART.

Yunus, Mahmud, 1990, Kamus Arab-Indonesia.Jakarta: PR. Hidakarya Agung.


Artikel Internet, Ahliana Afifati, Proses Penciptaan Manusia Menurut Islam dan Iptek. www.al-
hayaatwordpress.com. Dalam Google. 2009.

Soebahar, Abd. Halim, 2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Ghulsyani, Mahdi, 1993, Filsafat-Sains Menurut al-Quran. Bandung: Penerbit Mizan.

Ubaedy, AN, 2006, Menyingkirkan Belenggu Diri; You Can Do More, You Can Be More
and You Can Have More. Jakarta: Khalifa.

[1] Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains Menurut al-Quran, (Bandung:


Penerbit Mizan, 1993) hlm.39.
[2] Harun Yahya, al-Quran dan Sains; Memahami Metodologi Bimbingan
al-Quran bagi Sains, (Bandung: Dzikra, 2007) hlm. 2.
[3] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2002) hlm.36.
[4] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: J-
ART, 2005) hlm. 343.
[5] Artikel Internet. Ahliana Afifati, Proses Penciptaan Manusia Menurut
Islam dan Iptek. www.al-hayaatwordpress.com. Dalam Google. 2009.
[6] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: J-
ART, 2005) hlm. 579.
[7] Harun Yahya, al-Quran dan Sains; Memahami Metodologi Bimbingan
al-Quran bagi Sains, (Bandung: Dzikra, 2007) hlm. 106.
[8] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: J-
ART, 2005) hlm. 598.
[9] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PR. Hidakarya
Agung, 1990) hlm. 277.
[10] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: J-
ART, 2005) hlm. 460.
[11] Harun Yahya, al-Quran dan Sains; Memahami Metodologi
Bimbingan al-Quran bagi Sains, (Bandung: Dzikra, 2007) hlm. 108-109.

[12]AN. Ubaedy, Menyingkirkan Belenggu Diri; You Can Do More, You


Can Be More and You Can Have More, (Jakarta: Khalifa, 2006) hlm. ix.
[13] Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: J-
ART, 2005) hlm. 290.

Anda mungkin juga menyukai