Anda di halaman 1dari 13

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PROFILAKSIS KOTRIMOKSASOL
PADA PENDERITA HIV DI PUSKESMAS

SOP
PROFILAKSIS KOTRIMOKSAZOL
PADA PENDERITA HIV DI
PUSKESMAS

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
PROFILAKSIS KOTRIMOKSAZOL
PADA PENDERITA HIV DI ( TTD dan Nama jelas)
PUSKESMAS
DEFINISI Pemberian profilaksis kotrimoksazol pada semua penderita yang terinveksi HIV

TUJUAN Memberikan prosedur pengobatan profilaksis kotrimoksazol dalam penanganan infeksi


oportunistik penderita terinfeksi HIV
KEBIJAKAN 1. Kebijakan kolaborasi TB-HIV;Modul Pelatihan bagi petugas TB
Tahun 2009
2. Permenkes No.21,Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV-AIDS
di indonesia
3. Surat edaran No.129, tahun 2013 tentang pelaksanaan
pengendalian HIV-AIDS dan IMS

PERSIAPAN ALAT & 1. Status Rekam Medis


BAHAN 2. Obat kotrimoksazol
3. Obat ARV

PROSEDUR Rekomendasi Regimen


a. Kotrimoksazol 1 x 2 tablet (480 mg)
Alternatif bila terjadi efek samping yang berat
a. Stop pemberian kotrimoksazol dan berikan ARV
Kriteria menghentikan terapi kotrimoksazol
a. Reaksi kulit yang berat
b. Sindrom stevens jhonson
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
Perlu di perhatikan
a. Monitor efek samping
b. Rujuk RSUD Yowari apabila terjadi efek samping yang berat
c. Bagi pasien yang tidak mendapatkan akses ARV dapat
diberikan kotrimoksazol seumur hidup
Pemberian kotrimoksazol dengan adanya akses ARV perlu
melihat jumlah CD4 Dalam darah.apabila dalam 2 x 6 bulan
berturut-turut ada peningkatan CD4 > 200 Sel/mm atau dalam
1 x 6 bulan peningkatan CD4 nya > 350 sel/mm dapat

diberikan ARV

UNIT TERKAIT a. Pelayanan PDP


b. Farmasi
c. Petugas Pencatatan & Pelaporan
d. Konselor
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENJARINGAN SUSPEK/TERDUGA TB

SOP
PENJARINGAN SUSPEK/TERDUGA
TB

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
PENJARINGAN SUSPEK/TERDUGA
TB ( TTD dan Nama jelas)

DEFINISI Penjaringan pasien yang diduga menderita TB bertujuan untuk mendapatkan pasien TB Sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan pengobatan sedini mungkin agar sembuh dan tidak
menularkan ke orang lain

TUJUAN Sebagai acuan pelaksanaan penjaringan pasien yang dicurigai/diduga menderita TB (Suspek
pasien TB)
KEBIJAKAN Kebijakan instansi fasyankes yang bersangkutan
PERSIAPAN ALAT & Catatan medis klien
BAHAN
PROSEDUR 1. Penjaringan pasien yang patut diduga menderita TB,Perlu dilakukan terhadap:
Pasien dari kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB,
Yaitu:
- Pasien terinfeksi HIV
- Pasien dengan diabetes melitus
- Pasien malnutrisi
Pasien yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko tinggi
tertular TB, Yaitu mereka yang tinggal di:
- Lapas / rutan (warga binaan pemasyarakatan)
- Penampungan pengungsi
- Panti jompo
- Daerah kumuh
- Asrama
Anak usia di bawah 5 tahun terdapat kontak dengan pasien TB
Semua yang berkontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan
obat
Pasien dengan gejala utama batuk berdahak terus menerus selama 2
minggu atau lebih, disertai gejala tambahan : dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas,nasfsu makan turun, berat badan
turun, malaise, keringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang selama satu bulan atau lebih
2. Terhadap pasien sebagaimana tersebut di atas, lakukan pemeriksaan
fisik,pengumpulan dahak, pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan BTA Sputum)
3. Apabila pemeriksaan secara biologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis
TB Dapat dilakukan secara klinis dapat menggunakan hasil pemeriksaan klinis
dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB
4. Pada sarana terbatas, penegakkan diagnosa secara klinis di lakukan setelah
pemberian terapi antibiotik spektrum luas (non OAT,non quinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis
5. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan seroologis, atau hanya
bersdasarkan pemeriksaan foto toraKS TIDAK SELALU MEMBERIKAN GAMBAR
YANG SPESIFIK PADA TB Paru sehingga dapat menyebabkan terjadinya
underdiagnosis maupun over- diagnosis

6.

Setelah terdapat hasil pemeriksaan,dokter dapat menegakkan diagnosis

UNIT TERKAIT Laboratorium


radiologi
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PROFILAKSIS KOTRIMOKSASOL
PADA PENDERITA HIV DI PUSKESMAS

SOP
PROFILAKSIS KOTRIMOKSAZOL
PADA PENDERITA HIV DI
PUSKESMAS

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
PROFILAKSIS KOTRIMOKSAZOL
PADA PENDERITA HIV DI ( TTD dan Nama jelas)
PUSKESMAS
DEFINISI Pemberian profilaksis kotrimoksazol pada semua penderita yang terinveksi HIV

TUJUAN Memberikan prosedur pengobatan profilaksis kotrimoksazol dalam penanganan infeksi


oportunistik penderita terinfeksi HIV
KEBIJAKAN 4. Kebijakan kolaborasi TB-HIV;Modul Pelatihan bagi petugas TB
Tahun 2009
5. Permenkes No.21,Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV-AIDS
di indonesia
6. Surat edaran No.129, tahun 2013 tentang pelaksanaan
pengendalian HIV-AIDS dan IMS

PERSIAPAN ALAT & 4. Status Rekam Medis


BAHAN 5. Obat kotrimoksazol
6. Obat ARV

PROSEDUR Rekomendasi Regimen


b. Kotrimoksazol 1 x 2 tablet (480 mg)
Alternatif bila terjadi efek samping yang berat
b. Stop pemberian kotrimoksazol dan berikan ARV
Kriteria menghentikan terapi kotrimoksazol
e. Reaksi kulit yang berat
f. Sindrom stevens jhonson
g. Gagal hati
h. Gagal ginjal
Perlu di perhatikan
d. Monitor efek samping
e. Rujuk RSUD Yowari apabila terjadi efek samping yang berat
f. Bagi pasien yang tidak mendapatkan akses ARV dapat
diberikan kotrimoksazol seumur hidup
Pemberian kotrimoksazol dengan adanya akses ARV perlu
melihat jumlah CD4 Dalam darah.apabila dalam 2 x 6 bulan
berturut-turut ada peningkatan CD4 > 200 Sel/mm atau dalam
1 x 6 bulan peningkatan CD4 nya > 350 sel/mm dapat

diberikan ARV

UNIT TERKAIT e. Pelayanan PDP


f. Farmasi
g. Petugas Pencatatan & Pelaporan
h. Konselor
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
ADMINISTRASI DAN ANAMNESA PASIEN IMS

SOP
ADMINISTRASI DAN ANAMNESA
PASIEN IMS

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
ADMINISTRASI DAN ANAMNESA
PASIEN IMS ( TTD dan Nama jelas)

DEFINISI Layanan IMS membutuhkan ketelitian dalam prosedur admistrasi agar tidak terjadi kesalahan
pencatatan, dan membutuhkan ketelitian amnesa untuk menggali riwayat dan perilaku seksual
TUJUAN Sebagai acuan penerapan administrasi layanan kesehatan dan administrasi tiap pasien IMS
KEBIJAKAN Kebijakan instasi fasyankes yang bersangkutan
PERSIAPAN ALAT & Buku registrasi
BAHAN
Formulir identitas
Catatan medis
Kartu pasien
Slide
Baki untuk menaruh slide
Stiker untuk identitas

PROSEDUR 1. Petugas memperkenalkan diri kepada pasien dan menjelaskan tanggung jawab
klinik IMS
2. Mengisi formulir identitas pasien
3. Mencatat pasien di buku register
4. Melakukan anamnesis / wawancara berdasarkan formulir catatan medis untuk IMS,
Mulai dari pemberian kode hingga pertanyaan kebiasaan cuci vagina
5. Mencatat hasil anamnesa ke dalam catatan medis
6. Memberikan kartu pasien kepada pasien baru
7. Menuliskan kode identitas pasien pada stiker dan menempelkan pada bagian tepi
slide pasien perempuan 2 slide, pasien laki-laki cukup satu slide
8. Menuliskan kode identitas pasien pada tabung
9. Menjelaskan mengenai pemeriksaan darah dan meminta kesediaan pasien untuk
diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan hanya untuk pasien baru dan
pasien yang diperiksa sifilis tiga bulan yang lalu
10. Mengantarkan pasien dan tabung vacuntainer ke petugas laboratorium untuk
pengambilan darah
11. Selesai pengambilan darah, antarkan pasien dengan slide, serta tabung dan
catatan medis ke ruangan pemeriksaan
12. Mengumpulkan dan mmenyimpan kembali catatan medis dari ruang pengobatan

dan konseling

UNIT TERKAIT Ruang pemeriksaan unit rawat jalan


laboratorium
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH VENA UNTUK PEMERIKSAAN SEROLOGIS SIFILIS

SOP
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH
VENA UNTUK PEMERIKSAAN
SEROLOGIS SIFILIS

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
PENGAMBILAN SAMPEL DRAH
VENA UNTUK PEMERIKSAAN Dr.frangky solang
SEROLOGIS SIFILIS
DEFINISI Pemeriksaan serologis sifilis untuk penegakan diagnosis membutuhkan darah vena. Prosedur
yang tepat dibutuhkan untuk mencegah infeksi pada pasien, pajanan berisiko terhadap petugas,
dan agar sampel darah vena tidak rusak

TUJUAN Sebagai acuan penerapann pengambilan sampel darah vena untuk pemeriksaan serologis sifilis
KEBIJAKAN Kebijakan instansi fasyankes yang bersangkutan
PERSIAPAN ALAT & Jarum vacuntainer
BAHAN
Tabung vacuntainer
Alkohol swab 70%
Kapas kering
Pipet tetes
Cover glass (kaca penutup)
Torniquet
Sarung tangan
PROSEDUR 1. Pakai sarung tangan. Siapkan tabung vacuntainer dan beri kode sesuai nomor ID
2. Siapkan jarum dan beri tahu pasien yang akan diambil darah sebelum membuka
jarum bahwa jarum baru dan steril
3. Pasang jarum pada holder,taruh diatas meja pengambilan darah
4. Letakan lengan penderita lurus diatas meja dengan telapak tangan menghadap ke
atas
5. Torniquiet dipasang < 10 cm diatas lipat siku pada bagian atas dari vena yang
akan diambil (jangan terlalu kencang)
6. Penderita disuruh mengepal dan menekuk tangan beberapa kali untuk mengisi
pembuluh darah
7. Dengan tangan penderita masih mengepal,ujung telunjuk kiri memeriksa/mencari
lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk
8. Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70% dan biarkan sampai kering, kulit yang
telah dibersihkan jangan dipegang lagi
9. Pegang holder dengan tangan kanan dan ujung telunjuk pada pangkal jarum
10. Vena ditusuk pelan-pelan dengan sudut 30-45
11. Bila jarum berhasil masuk vena, tekan tabung sehingga vakumnya bekerja dan
darah terisap kedalam tabung. Bila terlalu dalam,tarik sedikit atau sebaliknya
12. Bila darah sudah masuk buka kepala tangan
13. Isi tabung vacuntainer sampai volume 3 ml
14. Setelah cukup darah yang diambil,torniquet dilepas.keluarkan tabung dan
keluarkan jarum perlahan-lahan
15. Penderita diminta untuk menekan bekas tusukan dengan kapas alkohol selama 1-
2 menit.tutup bekas tusukan dengan plester
16. Buang bekas jarum ke dalam wadah tahan tusukan (sharp bin biohhazard)

17. Homogenkan darah dengan cara membolak-balikan secara perlahan

UNIT TERKAIT Ruang pemeriksaan unit rawat jalan


Laboratorium
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGOLAHAN SAMPEL DARAH VENA UNTUK MENDAPATKAN SERUM GUNA
PEMERIKSAAN SIFILIS

SOP
PENGOLAHAN SAMPEL DARAH VENA UNTUK
MENDAPATKAN SERUM GUNA PEMERIKSAAN
SIFILIS

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Ditetapkan,
(Penanggung jawab)
PENGOLAHAN SAMPEL
DARAH VENA UNTUK Tgl. Terbit :
MENDAPATKAN SERUM Dr.frangky solang
GUNA PEMERIKSAAN
SIFILIS
DEFINISI Proses pengelolaan sampel darah vena yang baik agar di dapatkan serum yang bisa menjadi
bahan untuk diperiksa serologis sifilis

TUJUAN Sebagai acuan penerapan pengelolaan sampel darah vena untuk mendapatkan serum guna
pemeriksaan serologis sifilis
KEBIJAKAN Kebijakan instansi fasyankes yang bersangkutan
PERSIAPAN ALAT & Sentrifus
BAHAN
Rak Tabung
PROSEDUR 1. Siapkan tabung penyeimbang. Letakkan tabung sampel dan tabung penyeimbang
dengan posisi seimbang dalam sentrifus
2. Putar tombol waktu pada sentrifus selama 3 menit

3.

Pu

UNIT TERKAIT Ruang pemeriksaan unit rawat jalan


Laboratorium
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENJARINGAN SUSPEK/TERDUGA TB

SOP
PENJARINGAN SUSPEK/TERDUGA TB

No. Dokumen : No. Revisi : Hal.:


Ditetapkan,
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (Penanggung jawab)
Tgl. Terbit :
PENJARINGAN
Dr.frangky solang
SUSPEK/TERDUGA TB
DEFINISI Penjaringan pasien yang didiga menderita TB bertujuan untuk mendapatkan pasien TB sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan pengobatan Sedini mungkin agar sembuh dan tidak menular
ke orang lain

TUJUAN Sebagai acuan pelaksanaan penjaringan pasien yang dicurigai/di duga menderita TB (suspek
pasien TB) Yang dilakukan secara promotive case finding
KEBIJAKAN Kebijakan instansi fasyankes yang bersangkutan
PERSIAPAN ALAT & Catatan medis klien
BAHAN
PROSEDUR 1. Penjarinagan pasien yang patut di duga menderita TB, Perlu dilakukan terhadap :
a) Pasien dari kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB,
yaitu :
Pasien terinfeksi HIV
Pasien dengan diabetes melitus
Pasien malnutrisi
b) Pasien yang rentan karena berada di lingkungan yang berisiko tinggi
tertular TB, yaitu mereka yang tinggal di :
Lapas / rutan 9warga binaan pemasyarakatan)
Penampungan pengungsi
Panji jompo
Daerah kumuh
asrama
c) anak usia di bawah 5 tahun dan terdapat kontak dengan pasien TB
d) Semua yang berkontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan
obat
e) Pasien dengan gejala utama batuk berdahak terus menerus selama 2
minggu atau lebih, disertai gejala tambahan: dahak bercampur darah,
batuk darah,sesak nafas, badan lemas, nafsu makan turun, berat badan
turun, malaise, keringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang selama satu bulan atau lebih
2. Terhadap pasien sebagaimana tersebut di atas, lakukan pemeriksaan fisik,
pengumpulan dahak, pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan BTA Sputum)
3. Apabila pemeriksaan secara biologis hasilnya negatif, maka penegakkan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis dapat menggunakan hasil pemeriksaan
klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
di tetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB
4. Pada saran terbatas, penegakkan diagnosis secara klinis dillakukan setelah
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (non OAT, non quinolon) yang tidak
memberikan perbaikan kliniis
5. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, atau hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
diagnosis maupun over-diagnosis
6. Setelah terdapat hasilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas
(non OAT, non quinolon) yang tidak memberikan perbaikan kliniis
7. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, atau hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
diagnosis maupun over-diagnosis

8.

Setelah terdapat hasil pemeriksaan, dokter dapat menegakkan diagnosis

UNIT TERKAIT Laboratorium


Radiologi

Anda mungkin juga menyukai