Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Desa/ Kelurahan Siaga Aktif adalah sebuah desa/kelurahan penduduknya dapat


mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan
pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (PKD) atau sarana kesehatan
lain yang ada diwilayah tersebut seperti Puskesmas Pembantu (Pustu), Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya. Selain itu
tersebut dalam desa/kelurahan siaga aktif aktif penduduknya juga mengembangkan
UKBM dan melaksanakan surveilans perbasis masyarakat meliputi pemantauan
pnyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku kedauratan dan
kesehatan dan pennggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan, sehingga
masyarakat menerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Berasarkan
pengertian tersebut atas maka desa / kelurahan siaga aktif memiliki komponen (1)
pelayanan kesehatan dasar, (2) pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan
KBM dan mendorong upaya surveilance berbasis masyarakat, kedauratan
kesehatan dan penanggulangan bencan serta penyehatan lingkungan, (3) perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS), (Kepmenkes Nomor :529/MENKES/SK/X/2010).

Buku pedoman pelaksanaan Desa/Kelurahan siaga di Jawa Tengah telah tersususn


pada bulan Desember tahun 2006 yang selama ini dipedomani di seluruh Jawa
Tengah dalam mengembangkan Desa/Kelurahan siaga aktif. Namun berdasarkan
hasil evaluasi terhadap pencapaian cakupan strata Desa/Kelurahan siaga aktif di 35
Kabupaten/Kota, menunjukkan adanya kesenjangan/perbedaan yang cukup
penyolok antara Kabupaten yang satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan antara
lain oleh adanya pemahaman indikator yang digunakan dan penentuan strata yang
belum sama.

Selain hal trsebut, berdasarkan Kepmenkes RI No. 529/Menkes/SK/X/2010 tentang


Pedoman Umum Pengembangan Desa/ Kelurahan siaga aktif terdapat pentahapan
strata pengembangan Desa/ Kelurahan siaga aktif terdapat pentahapan strata
sebanyak 4 (empat) tahap, yaitu strata pratama, madya, purnama dan mandiri.
Sedangkan di Jawa Tengah pengembangan Desa/ Kelurahan siaga telah dilakukan
dalam 3 tahapan strata yaitu strata I, strata II dan Strata III, dimana semakin tinggi
strata yang telah dicapai menunjukkan keaktifan desa/ kelurahan siaga aktif semakin
tinggi.

Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu disusun buku pedoman penentuan strata
desa/ kelurahan siag aktif di Jawa Tengah sebagai acuan untuk kesamaan
pemahaman bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka akselerasi program
pengembangan desa atau kelurahan siaga aktif.

B. TUJUAN

Tujuan Umum

Pedoman untuk menentukan strata dalam upaya pengembangan desa/ kelurahan


siaga aktif.

Tujuan Khusus

1. Pedoman penetapan strata desa/ kelurahan siaga aktif


2. Pedoman penentuan strategi pembinaan dalam pengembangan desa/
kelurahan siaga aktif.
3. Pedoman monitoring dan evaluasi pengembangan desa/ kelurahan siaga
aktif.
BAB II

KOMPONEN DESA / KELURAHAN SIAGA AKTIF

A. PKD (Poliklinik Kesehatan Desa)


Kriteria suatu desa dikatakan sebagai desa /kelurahan siaga aktif adalah telah
memiliki PKD sebagai rujukan pertama pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dan kegawat daruratan kesehatan dan Forum Kesehatan
Desa/Kelurahan (FKD/FKK). Wilayah desa atau kelurahan yang tidak memiliki
PKD bisa dengan sarana kesehatan lainnya, seperti Puskesmas Pembantu
atau Puskesmas, dokter/bidan praktek swasta yang siap melaksanakan
pemberdayaan masyarakat dan mendorong pembangunan berwawasan
kesehatandi desa serta mempunyai kesepakatan dengan pemerintah
desa/FKD untuk mengembangkan desa/kelurahan siaga aktif.
PKD (Poliklinik Kesehatan Desa) merupakan suatu upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk dari, oleh, da untuk
masyarakat setempat atas dasar musyawarah dea/kelurahan yang didukung
oleh tenaga profesional kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan
promotif, preventif, dan kuratif sesuai dengan kewenangannya di bawah
pembinaan teknis puskesmas.
Sarana/tenaga profesional kesehatan diharapkan berada di desa tersebut
agar dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar meliputi KIA, deteksi dini,
konseling, dan kegawat daruratan serta merujuk pasien setiap dibutuhkan.
B. FKD/FKK (Forum Kesehatan Desa/ Forum Kesehatan Kelurahan)
1. Pengertian
FKD/FKK adalah forum kesehatan di desa /kelurahan yang merupakan
wadah partisipasi bagi masyarakat dalam mengembangkan pembangunan
kesehatan di tingkat desa atau kelurahan untuk merencanakan,
menetapkan, koordinasi dan penggerak kegiatan serta monitoring evaluasi
pembangunan kesehatan di desa.
2. Keberadaan Kepengurusan FKD/FKK
FKD/FKK beranggotakan berbagai unsur di masyarakat, meliputi:
Kepala desa dan perangkatnya (RT,RW)
Badan Perwakilan Desa (BPD)
TP PKK
Lembaga sosial/swadaya masyarakat
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Kader
Perwakilan kelompok tertentu sesuai potensi setempat (unsur
pemuda, dunia usaha)

Keberadaan forum ini dibuktikan dengan adanya surat keputusan (SK)


Kepala Desa/ Lurah yang dilengkapi struktur organisasi dan uraian
tugas masing-masing anggota.

3. Survey Mawas Diri (SMD)


Survey Mawas Diri dilaksanakan dalam rangka identifikasi masalah
kesehatan maupun potensi yang ada di wilayah desa tersebut. Hasil SMD
meliputi masalah kesehatan, penyebab/ faktor resiko baik lingkungan
maupun perilaku serta potensi yang ada di wilayah tersebut. Hasil tersebut
didokumentasikan dalam bentuk peta/maping dan sebaiknya dipasang di
dinding agar mempermudah dalam pembacaan. SMD dilakukan oleh
pengurus FKD/FKK atau kader dengan bimbingan dan fasilitas secara
teknis oleh bidan desa dilaksanakan minimal satu kali dalam satu tahun.
4. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
MMD merupakan tindak lanjut kegiatan SMD yang dilaksanakan dengan
tujuan menentukan prioritas masalah, pemecahan masalah dan
kesepakatan tindak lanjut dengan memanfaatkan potensi yang ada. Hasil
MMD dirumuskan dalam program kerja atau rencana kegiatan yang telah
disepakati oleh peserta musyawarah. MMD dilaksanakan minimal satu kali
dalam satu tahun dan jika ada masalah kesehatan.
5. Rapat Koordinasi Pengurus FKD/FKK
Rapat pengurus FKD/FKK diperlukan dalam rangka koordinasi
pelaksanaan kegiatan. Rapat ini seharusnya dilaksanakan secara ruti
terjadwal (6 bulanan, 3 bulanan, atau setiap bulan) namun juga bisa
dilaksanakan apabila diperlukan misalnya pada saat ada masalah
kegawatan atau bencana dan atau hal lainnya.
6. Kebijakan kesehatan Desa
Sebagai bentuk komitmen dari hasil kesepakatan desa/kelurahan perlu
adanya kebijakan yang mengatur tentang masalah kesehatan. Kebijakan
tersebut bisa berupa peraturan desa (Perdes), Surat Keputusan (SK),
Surat Edaran.
C. GOTONG ROYONG
Bentuk-bentuk kegiatan gotong royong masyarakat di desa / kelurahan siaga
aktif :
1. Gerakan perbaikan lingkungan
a. Pembangunan sarana air bersih
b. Jumat bersih, PSN atau gerakan 3M
c. Pembuatan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
d. Jambanisasi
e. Perbaikan Rumah Sehat
2. Gerakan mendukung kelompok rentan (bumil resti, balita resti,dll)
3. Ambulan desa
4. Penggalangan donor darah
5. Pemanfaatan masyarakat pada sarana kesehatan yang ada (datang ke
posyandu, persaliana dan tenaga kesehatan di PKD, dll)
6. Gerakan pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit dan
masalah kesehatan
7. Gerakan pengendalian bencana dan faktor resikonya
8. Paguyuban penderita TB Paru
9. Penggalangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
10. Klambunisasi
D. UPAYA KESEHATAN
Upaya kesehatn merupakan upaya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif serta
didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya kesehatan tersebut
dilakukan oleh kader dan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri.
Upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat (UKBM) merupakan
upaya kesehatanyang dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat seperti
posyandu balita/lansia, BKB, BKL, BKR, Poskestren, UKS, UKK, SBH, batra,
UKM, POD dan lain-lain. Bentuk-bentuk kegiatan upaya kesehatan di dYesa/
kelurahan siaga aktif diharapkan terintrogasi dalam sistem kesehatan desa.
E. SURVEILANS
Surveilans adalah kegiatan pengamatan dan pemantauan secara sistematis
dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta kondisi
yang mempengaruhi terjadinya penyakit atau masalah kesehatan tersebut
(faktor resiko/faktor penyebab). Tujuan pengamatan dan pemantauan oleh
masyarakat agar tercipta sistem kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini
masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya penyakit dan maslah
kesehatan, bencana, kegawat daruratan kesehatan yang akan mengancam
dan merugikan masyarakat sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
dan penanggulangan.
Surveilans dilaksanakan oleh masyarakat dengan menggunakan alat bantu
instrument. Apabila ditemukan adanya faktor risiko terjadinya maslah
kesehatan atau gejala dini dan kasus penyakit maka, kader harus segera
melaporkan kepada FKD dan petugas kesehatan untuk segera dilakukan
tindak lanjut. Kegiatan surveiland dibuktikan adanya catatan hasil surveilans,
seperti ABJ, catatan khusus, pelacakan kasus, Buku KIA, SIP Posyandu,
catatan kegiatan.
F. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pembiayaan kesehatan dalam desa/kelurahan siaga aktif selain dengan
mengembangkan dana swadaya masyarakat juga diharapkan adanya
dukungan pendanaan secara resmi atau dana tetap yang dianggarkan oleh
pemerintah desa melalui ADD atau APBDes yang ditentukan dalam
musrenbangdes. Dukungan pendanaan melalui anggaran desa ini merupakan
bentuk komitmen dari pemerintah Desa terhadap pengembangan
desa/kelurahan siaga aktif sehingga dana ini akan dijamin keberlanjutannya.
Bentuk-bentuk pembiayaan kesehatan yang dapat dikembangkan di
masyarakat dalam bentuk swadaya misalnya :
1. Tabulin, Dasolin
2. Arisan jamban
3. Dana posyandu untuk PMT
4. Jimpitan melalui RT/RW, Dawis, PKK
5. Dana pengembangan lingkungan sebagai konpensasi industri/dunia
Usaha.
BAB III

PENENTUAN SRATA DESA/KELURAHAN SIAGA AKTIF

PRINSIP PENENTUAN STRATA

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikaan dalam penentuan strata desa/ kelurahan
siaga yang pada prinsipnya mencakup unsu-unsur sebagai berikut :

1. Obyektif dan jujur artinya bahwa hasil dari penentuan srata desa/kelurahan
siaga yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi
maupun secara moral
2. Bersifat transparan, artinya bahwa penilaian yang dilakukan terbuka secara
umum, tidak ada unsur-unsur yang ditutupi
3. Valid dan up to date, artinya bahwa data yang digunakan dalam penentuan
strata desa/kelurahan siaga mempunyai akurasi atau tingkat kepercayaan
yang tinggi serta berasal dari data terbaru.

PELAKSANA

Penilaian atau penentuan strata desa/kelurahan siaga aktif dapat dilakukan oleh
para pemangku kepentingan, fasilitator maupun pengelola desa/kelurahan antara
lain meliputi :

1. Pengurus FKD/FKK
2. Bidan Desa
3. Tim pembina desa atau fasilitator desa siaga dari tingkat desa, kecamatan
atau puskesmas

STRATA DESA SIAGA AKTIF

Penentuan strata desa siaga ditetapkan berdasakan kriteria sebagai berikut :

1. Desa siaga Pratama, yaitu desa yang memenuhi ketentuan :


a. Sudah memiliki tenaga profesional kesehatan (dokter/perawat/bidan) yang
dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar, bencana, dan
kegawatdaruratan kesehatan sesuai kewenangan
b. Sudah ada pelayanan kesehatan dasr, tetapi belum setiap hari
c. Sudah memiliki FKD , tetapi belum berjalan
d. Sudah memiliki kader kesehatan minimal 2 orang
e. Sudah ada partisipasi/peran aktif masyarakat dibidang kesehatan minimal
1 kegiatan
f. Sudah memiliki kegiatan UKBM minimal Posyandu
g. Pencapaian rumah tangga sehat (strata utama dan paripurna) kurang dari
20 %
h. Sudah ada penyediaan dana untuk mengatasi maslah kesehatan,
bencana, kegawatdaruratan dan faktor risiko yang bersumber dari Alokasi
Dana Desa (ADD).
2. Desa siaga Pratama, yaitu desa yang memenuhi ketentuan :
a. Sudah memiliki tenaga profesional kesehatan (dokter/perawat/bidan) yang
dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar, bencana, dan
kegawatdaruratan kesehatan sesuai kewenangan serta memfasilitasi
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui FKD untuk kegiatan
(SMD,MMD)
b. Sudah ada PKD/sarana kesehatan lain/ tenaga profesional yang
memberikan pelayanan kesehatan dasar setiap hari.
c. Sudah memiliki FKD yang sudah melakukan kegiatan SMD, MMD, dan
mempunyai rencana kerja bidang kesehatan.
d. FKD sudah melakukan rapat koordinasi minimal 6 bulan sekali
e. Sudah memiliki kader kesehatan 3-5 orang
f. Sudah memiliki peraturan tingkat desa tentang kesehatan
g. Sudah ada partisipasi/ peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
minimal 2 (dua) kegiatan
h. Sudah ada peran aktif dari minimal 1 (satu) organisasi masyarakat (ormas)
i. Sudah memiliki kegiatan UKBM Posyandu. Dan 2 (dua) jenis UKBM
lainnya aktif
j. Pencapaian rumah tangga sehat (strata utama dan paripurna) 20 %
sampai 30 %
k. Sudah melaksanakan 1 (satu) jenis kegiatan surveilans
l. Sudah ada penyediaan dana untuk mengatasi maslah kesehatan,
bencana, kegawatdaruratan dan faktor risiko yang bersumber dari Alokasi
Dana Desa (ADD) dan dari swadaya masyarakat atau dunia usaha.
3. Desa siaga Purnama, yaitu desa yang memenuhi ketentuan :

a. Sudah memiliki tenaga profesional kesehatan (dokter/perawat/bidan) yang


dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar, bencana, dan
kegawatdaruratan kesehatan sesuai kewenangan serta memfasilitasi
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui FKD untuk kegiatan
SMD,MMD, dan UKBM
b. Sudah ada PKD/sarana kesehatan lain/ tenaga profesional yang
memberikan pelayanan kesehatan dasar setiap hari.
c. Sudah memiliki FKD yang sudah melakukan kegiatan SMD, MMD, dan
dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja bidang
kesehatan.
d. Sudah melaksanakan kegiatan SMD dan MMD minimal 1 (satu) tahun
sekali.
e. FKD sudah melakukan rapat koordinasi minimal 3 (tiga) bulan sekali
f. Sudah memiliki kader kesehatan 6-8 orang
g. Sudah memiliki peraturan tingkat desa tentang kesehatan dan terealisasi
h. Sudah ada partisipasi/ peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
minimal 3 (tiga) kegiatan
i. Sudah ada peran aktif dari minimal 2 (satu) organisasi masyarakat (ormas)
j. Sudah memiliki kegiatan UKBM Posyandu. Dan 3 (tiga) jenis UKBM
lainnya aktif
k. Pencapaian rumah tangga sehat (strata utama dan paripurna) 30 %
sampai 40 %
l. Sudah melaksanakan 2 (dua) jenis kegiatan surveilans
m. Sudah ada penyediaan dana untuk mengatasi maslah kesehatan,
bencana, kegawatdaruratan dan faktor risiko yang bersumber dari Alokasi
Dana Desa (ADD) dan dari swadaya masyarakat atau dunia usaha.

4. Desa siaga Mandiri, yaitu desa yang memenuhi ketentuan :


a. Sudah memiliki tenaga profesional kesehatan (dokter/perawat/bidan)
yang dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar, bencana, dan
kegawatdaruratan kesehatan sesuai kewenangan serta memfasilitasi
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui FKD untuk kegiatan SMD,
MMD, UKBM, dan surveilans.
b. Sudah ada PKD/sarana kesehatan lain/ tenaga profesional yang
memberikan pelayanan kesehatan dasar setiap hari.
c. Sudah memiliki FKD yang sudah melakukan kegiatan SMD, MMD, dan
dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kerja bidang
kesehatan.
d. Sudah melaksanakan kegiatan SMD dan MMD minimal 1 (satu) tahun
sekali dan jika ada masalah kesehatan.
e. FKD sudah melakukan rapat koordinasi minimal 1 (satu) bulan sekali
f. Sudah memiliki kader kesehatan 9 orang atau lebih
g. Sudah memiliki peraturan tingkat desa tentang kesehatan dan terealisasi
h. Sudah ada partisipasi/ peran aktif masyarakat di bidang kesehatan lebih
dari 3 (tiga) kegiatan
i. Sudah ada peran aktif dari dari 3 (tiga) organisasi masyarakat (ormas)
j. Sudah memiliki kegiatan UKBM minimal Posyandu dan lebih dari 3 (tiga)
jenis UKBM lainnya aktif
k. Pencapaian rumah tangga sehat (strata utama dan paripurna) lebih dari
40 %
l. Sudah melaksanakan lebih dari 2 (dua) jenis kegiatan surveilans
m. Sudah ada penyediaan dana untuk mengatasi masalah kesehatan,
bencana, kegawatdaruratan dan faktor risiko yang bersumber dari Alokasi
Dana Desa (ADD) dan dari swadaya masyarakat , dari dunia usaha dan
sumber lainnya.
Pentahapan desa siaga aktif
BAB IV

PEMBINAAN DAN EVALUASI

A. PEMBINAAN
Pembinaan desa siaga dilakukan oleh puskesmas dan pemangku
kepentingan terkait lainnya, yang dilakukan secara berkala baik langsung
maupun tidak langsung. Pembinaan yang dilakukaan antara lain meliputi
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi bagi pengurus FKD maupun
kader serta pembinaan administratif. Pembinaan desa siaga ini dilakukan
secara berjenjang dan terpadu mulai dari tingkat puskesmas dan desa
dengan lintas sektor terkait, dengan peran sebagai berikut :
1. Puskesmas
a. Aktif berkoordinasi dengan camat dalam pelaksanaan pengembangan
desa siaga aktif
b. Melakukan pembinaan teknis desa siaga aktif
c. Menetapkan petugas pembina wilayah dalam pengembangan desa
siaga aktif
d. Mengupayaka alokasi anggaran untuk pembinaan desa siaga aktif
2. Tingkat Desa
a. Membuat kebijakan secara tertulis di tingkat desa untuk
pengembangan desa siaga, misalnya : Posyandu, PSN, Persalinan,
Kawasan Tanpa Rokok.
b. Mengintegrasikan Rencana Pengembangan desa siaga dalam rencana
kerja pembangunan desa
c. Mengupayakan alokasi anggaran desa (ADD/APBDes) dan Bantuan
dana dari sumber lain untuk mendukung pengembangan desa siaga.
d. Mengoptimalkan fungsi PKD dan peran FKD dalam pengembangan
desa siaga
e. Melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dan masyarakat dalam
pemberdayaan masyarakat untuk mendudkung pengembangan desa
siaga.
B. EVALUASI
Evaluasi terhadap kemajuan pengembangan desa siaga aktif akan
dilaksanakan dengan sistem :
1. Evaluasi tahunan
Evaluasi tahunan dilaksanakan dengan cara :
a. Memanfaatka laporan perkembangan desa siaga aktif setiap tahun
b. Pertemuan monitoring dan evaluasi desa siaga aktif
c. Supervisi dan bimbingan teknis desa siaga aktif
d. Lomba desa siaga aktif
2. Evaluasi tengah tahun

Evaluasi tengah tahun dilaksanakan dengan melaksanakan bimbingan


teknis dan menganalisa situasi perkembangan desa siaga setiap tengah
tahun sekali.
BAB V

PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN DESA SIAGA AKTIF


1. Jenis dokumen yang diperlukan dalam pencatatan desa siaga aktif antara
lain : rekapitulasi hasil surveilans, kesepakatan rencana intervensi dengan
hasil MMD, rencana kegiatan, hasil SMD yang dibuat dalam bentuk peta
serta pencatatan sesuai kebutuhan
2. Surveilans dilakukan secara berkala, terus menerus sesuai dengan
permasalahan kesehatan serta faktor resiko yang diamati
3. SMD dilakukan minimal 1 tahun sekali sebagai dasar penyusunan rencana
kegiatan
4. Semua pencatatan dilakukan dan diarsipkan oleh FKD
B. STRATIFIKASI DESA SIAGA AKTIF
1. Pendataan/ penetapan strata desa siaga aktif dapat dilakukan oleh FKD
maupun bidan desa menggunakan instrumen pendataan
2. Pendataan dilaksanakan satu tahun sekali
3. Petugas kesehatan desa / bidan desa melaporkan hasil penetapan strata
desa siaga aktif ke puskesmas paling lambat minggu pertama bulan
oktober
4. Petugas puskesmas merekap hasil pendataan dari semua desa
diwilayahnya sesuai format dan melaporkan ke DKK Kabupaten
5. Tembusan laporan dari puskesmas dikirimkan kepada Tim Pembina Desa
siaga aktif tingkat kecamatan
BAB VI

PENUTUP

Panduan penentuan strata desa siaga aktif di Wilayah Puskesmas Kutukan


dipergunakan sebagai dasr dan acuan dalam pengembangan mewujudkan desa
siaga menuju desa sehat

Anda mungkin juga menyukai