Anda di halaman 1dari 3

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Depkes RI (2007), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Japanese


Encephalitis, yaitu :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap ditemukan :
a) Anemia dan leukositosis ringan dengan hitung jenis sel polimorfonuklear
lebih banyakdaripada sel mononuklear.
b) Trombositopenia ringan.
c) Laju endap darah meningkat.
2) Kadar natrium serum menurun akibat sekresi anti diuretik hormon yang tidak
adekuat.
b. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
1) Pemeriksaan ini menunjukkan jumlah sel 100-1000/ml yang pada awalnya
berupa sel polimorfonuklear, tetapi akan cepat berubah menjadi sel
mononuklear.
2) CNS jarang mengandung virus kecuali pada kasus berat dan fatal.
3) Kadar glukosa normal atau menurun.
4) Kadar protein sedikit meningkat (50-200 mg%).
c. Uji Serologi
1) ELISA serum atau CNS untuk pemeriksaan IgM capture.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas mendekati 100%, tetapi apabila
dilakukan terlalu dini (pada minggu pertama) dapat terjadi negatif pasu.
2) IgM dot enzyme immunoassay.
Pemeriksaan ini untuk diagnosis lapangan yang dilakukan menggunakan
serum dan CNS. Dibandingkan ELISA, cara ini memiliki sensitivitas 98,3%
dan spesifitas 99,2%.
3) Uji imunofluoresensi
Uji ini menggunakan petanda virus khusus dengan antibodi manusia yang
telah dilabel dengan bahan fluorosen, dapat digunakan untuk penegakkan
diagnosis.
4) Uji netralisasi serum
Uji ini dilakukan pada stadium akut dan konvaselen. Apabila positif dijumpai
kenaikan titer 4x.
5) Uji fiksasi komplemen
Uji ini dilakukan pada stadium akut dan konvaselen dengan menggunakan
serum. Apabila positif dijumpai kenaikan titer 4x.
6) Pemeriksaan HI
Uji ini dilakukan pada stadium akut dan konvaselen dengan menggunakan
serum dan CNS. Apabila positif dijumpai kenaikan titer 4x. Kelebihan cara ini
adalah dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium sderhana, reagen mudah
didapat, serta biaya murah. Sedangkan kelemahanna yaitu tidak dapat
membedakan JE dari flavirus lain seperti dengue dan virus West Nile.
2. Pemeriksaan Konfirmasi
a. Isolasi virus
Isolasi JEV sering dilakukan pada jaringan otak. Isolasi darah dapat dilakukan
selama stadium akut, sedangkan CNS dapat dilakukan pada permulaan ensefalitis.
b. Pemeriksaan RT-PCR (reserve trancriptase-polymerase chain reaction)
Deteksi RNA dapat dilakukan dengan RT-PCR. Pada metode ini terebih dahulu
dilakukan transkripsi terbalik RNA sasaran menjadi DNA komplemen, kemudian
dilakukan amplifikas.
3. Pemeriksaan lain
a. Pencitraan
Pemeriksaan MRI dan CT-scan dapat menunjukkan lesi bilateral pada thalamus
yang disertai perdarahan. Ganglia basalis, putamen, pons, medula spinalis, dan
serebelum juga tampak abnormal.
b. Pemeriksaan histologi
Pada pemeriksaan ini terjadi perubahan thalamus, substansa nigra, batang otak,
hipokampus, serebelum, dan medula spinalis termasuk degenerasi fokal saraf
dengan poliferasi digus dan lokal mikroglia dan perivascular lymphocytic cuffing.

Gambar perivascular cuffing dan gliosis


c. Immunocytochemistry
Pemeriksaan ini adalah pewarnaan jaringan untuk melihat adanya protein spesifik,
yaitu antigen JE. Cara ini dapat mendiagnosis kasus JE yang fatal apabila uji
serologi dan isolasi virus tidak dapat dilakukan.

Depkes RI. 2007. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium


Japanese Encephalitis di Rumah Sakit. Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Depkes RI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai