Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam gelaran Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2016,

Menteri Kesehatan RI menyampaikan bahwa pelaksanaan dari Millenium

Development Goals (MDGs) telah berakhir pada tahun 2015 dilanjutkan ke

Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030 yang lebih

menekankan kepada 5P yaitu: People, Planet, Peace, Prosperity, dan Partnership.

Seluruh isu kesehatan dalam SDGs diintegrasikan dalam satu tujuan yakni tujuan

nomor 3, yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan

bagi semua orang di segala usia. 1

selain permasalahan yang belum tuntas ditangani diantaranya yaitu upaya

penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB),

pengendalian penyakit HIV/AIDS, TB, Malaria serta peningkatan akses kesehatan

reproduksi (termasuk KB), terdapat hal-hal baru yang menjadi perhatian, yaitu: 1)

Kematian akibat penyakit tidak menular (PTM); 2) Penyalahgunaan narkotika

dan alkohol; 3) Kematian dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas; 4) Universal

Health Coverage; 5) Kontaminasi dan polusi air, udara dan tanah; serta

penanganan krisis dan kegawatdaruratan.

Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19

1
2

kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32

kematian/1000 kelahiran hidup.

AKB di Jawa Barat yang masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan

Provinsi yang lainnya di Indonesia walaupun sudah mengalami penurunan saat ini

Angka Kematian Bayi (AKB) dari 5077 kasus tahun 2011 menjadi 4431 kasus

pada tahun 2012. Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menunjukan AKB di

Jawa Barat sebesar 6,4 per 1000 KH. 2

Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur pada

tahun 2014, setidaknya terdapat 49 ibu meninggal dunia akibat melahirkan.

Sedangkan untuk kematian bayi meninggal setelah dilahirkan mencapai 173.

Kondisi ini masih menempatkan Cianjur menjadi urutan kelima jumlah

kabupaten/kota di Jawa Barat. 3

Dari hasil rekam medis RSUD kelas B Cianjur Angka Kematian Bayi

(AKB) pada tahun 2015 periode Januari-Desember berjumlah 151 dari 4661

kelahiran hidup. Hal ini disebabkan karena BBLR, sepsis, aspiksia, ikterus,

bronco pneumonia, diare, hisprung, hypoglikemia, BBL dengan resiko tinggi dan

kelainan kongenital. Sedangkan untuk angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir

terhitung mulai dari maret april 2016 sebanyak 29 bayi mengalami kejadian

ikterus.

Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang

disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada

sklera (bagian putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari

atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi baru lahir, ikterus
3

seringkali tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi baru lahir umumnya sulit

membuka mata. 4

Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi pada 60% bayi

cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Hal ini adalah keadaan yang fisiologis.

Walaupun demikian, sebagian bayi akan mengalami ikterus yang berat sehingga

memerlukan pemeriksaan dan tata laksana yang benar untuk mencegah kesakitan

dan kematian. 4

Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah otak

akan terikat oleh sel otak yang terdiri terutama dari lemak. Sel otak dapat menjadi

rusak, bayi kejang, menderita kernikterus, bahkan menyebabkan kematian. Bila

kernikterus dapat dilalui, bayi dapat tumbuh tapi tidak berkembang. Selain bahaya

tersebut, bilirubin direk yang bertumpuk di hati akan merusak sel hati

menyebabkan sirosis hepatik (pengerutan hati). 4

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh

peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan

pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau

ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena produksi ASI

masih kurang pada hari pertama dan (2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada

akhir minggu pertama, bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam

ASI. 4

Berdasarkan penelitian khairunnisak (2013) di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. zainoel abidin banda aceh di dapatkan hasil bahwa dari 16 responden

yang tidak sering melakukan pemberian ASI ternyata sebanyak 87,5% positif
4

mengalami ikterus. Sedangkan dari 35 responden yang sering melakukan

pemberian ASI ternyata mayoritas 51,4% negatif mengalami ikterus.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 10 orang ibu

pasien yang mengalami ikterus di RSUD kelas B Cianjur Tahun 2016, 6 dari 10

orang ibu memberikan ASI kepada bayinya namun tidak mengetahui tentang

ikterus dan manfaat ASI, sedangkan 4 orang ibu lainnya memberikan ASI kepada

bayinya dan mengetahui tentang ikterus dan manfaat ASI.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus pada

bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diangkat

adalah Adakah hubungan Pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus pada

bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur tahun 2016 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus

pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur


5

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui riwayat pemberian kolostrum pada Bayi Baru Lahir

b. Untuk mengetahui kejadian ikterus pada Bayi Baru Lahir

c. Untuk mengetahui hubungan Pemberian kolostrum dengan kejadian

ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi rumah

sakit atau pusat pelayanan kesehatan dalam memberikan kolostrum sehingga

dapat diambil langkah-langkah pengawasan yang cepat, tepat dan resiko

terjadinya ikterus pada neonatus dapat diminimalisasi.

2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data atau informasi bagi

pengembangan penelitian kebidanan berikutnya terutama yang berhubungan

dengan persalinan dengan oksitosin drip dan ikterus pada neonatus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASI

1. Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena

mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam

bulan pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami

masalah dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi

ASI tidak lancar. 14

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena

mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan

serta ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna

bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya. 15

ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan

garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan

merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan

makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI

memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta

perlindungan kepada anaknya. 16

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang

dapat diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya.

6
7

Komposisinya berubah sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna

bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya. 15

Komposisinya berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap

saat, yaitu kolostrum pada hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan

dengan ASI peralihan sampai 3-4 minggu, selanjutnya ASI matur. ASI

yang keluar pada permulaan menyusu (foremilk = susu awal) berbeda

dengan ASI yang keluar pada akhir penyusuan (bindmilk = susu akhir).

ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan premature komposisinya juga

berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan cukup bulan.

Selain itu, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat melindungi

bayi dari berbagai penyakit infeksi. 17

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih

dan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit,

bubur nasi dan tim. Kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas. 15

2. Manfaat ASI

a. Manfaat ASI bagi bayi 18

1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan

utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan

bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu

ditambah dengan Makanan Pendampin ASI (MP-ASI). Setelah

berumur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30%


8

dari kebutuhan bayi, pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih

memberikan manfaat bagibayi.

2) ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi

yang terbaik untuk bayi sapi.

3) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi.

4) Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat mengurangi

risiko infeksi lambung dan usus, sembelit, serta alergi.

5) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang

bayi yang tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit

melalui makanan, seperti gastroenteritis atau polio, maka antibodi

ibu terhadap penyakit akan diberikan kepada bayi melalui ASI.

6) Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit

kuning. Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak

berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi

kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak

diberi pengganti ASI.

7) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun

selalu dalam keadaan steril dan suhunya juga cocok.

8) Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI

semakin mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi

merasa aman, nyaman, dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi

kemapanan emosinya di masa depan.


9

9) Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk

diberikan kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan

mengonsumsi ASI, bayi semakin cepat sembuh.

10) Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI.

Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI

bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak

pada bayi prematur.

11) Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI

antara lain kolik, kematian bayi secara mendadak atau SIDS

(Sudden Infant Death Syndrome), eksem, dan ulcerative colitis.

12) IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin

ketimbang bayi yang tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil

penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang diberi ASI pada

usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi dari pada anak yang

minum susu formula.

13) Menyusui bukanlah sekedar memberi makan, tetapi juga mendidik

anak. Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya

dengan hangat. Tindakan ini bisa memunculkan rasa aman pada

bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual

yang tinggi. Hal itu terjadi dasar bagi pembentukan sumber daya

manusia yang lebih baik, yang menyayangi orang lain.


10

b. Manfaat ASI bagi ibu 18

1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi

ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi

risiko pendarahan.

2) Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa

kehamilan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing

kembali.

3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu

yang menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui

bayi. Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu

tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dan lain

sebagainya.

4) ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah

tanpa harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol, kaleng

susu formula, air panas, dan lain-lain.

5) ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula

beserta perlengkapannya.

6) ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula belum

tentu steril.

7) Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan emosional.

8) ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh

pabriknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong,

ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh


11

ibu. Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi, sehingga ibu

tidak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

c. Manfaat ASI bagi keluarga 18

1) Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu

formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk

merebus air, susu, dan peralatanya.

2) Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya

guna perawatan kesehatan.

3) Penjarangan kelahiran efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.

4) Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.

5) Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.

6) Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air

panas, dan lain sebagainya ketika bepergian.

d. Manfaat ASI bagi masyarakat dan negara 18

1) Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu

formula dan peralatannya.

2) Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit

hanya sedikit.

3) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan

angka kematian.

4) Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan

sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu, dan peralatannya.

5) ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi.


12

3. Keuntungan ASI

a. Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengkonsumsi ASI 16

1) ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi.

2) Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar,

bebas bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan

alat bantu.

3) Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.

4) Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari

pada bayi yang mendapatkan susu formula.

5) Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit

infeksi usus dan alat pencernaan.

6) Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus,

kelebihan makanan, dan obesitas).

4. Air Susu Menurut Stadium Laktasi

a. Kolostrum

1) Pengertian

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling

tinggi dari pada ASI sebenarnya, khususnya kandungan

immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang

masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA juga

membantu dalam mencegah bayi mengalami alergi makanan.


13

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh

kelenjar payudara.14

2) Manfaat kolostrum

Berikut ini adalah manfaat dari kolostrum 16

a) Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

payudara, mengandung tissue debris dan residual material

yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara

sebelum dan setelah masa puerperium.

b) Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3

c) Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.

d) Merupakan cairan viskus kental dengan warna kekuning-

kuningan dan lebih kuning dari pada susu yang matur.

e) Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan

mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan

mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan

yang akan datang.

f) Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur,

tetapi berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein

yang utama adalah globulin (gamma globulin).

g) Lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur.

Selain itu, dapat memberikan perlindungan bayi sampai umur 6

bulan.
14

h) Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang

matur.

i) Mineral (terutama natrium, kalium, dan klorida) lebih tinggi

dari pada susu matur.

j) Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur

(hanya 58 kal/100 ml kolostrum).

k) Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang

matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih

tinggi atau lebih rendah.

l) Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak

m) pH lebih alkalis dari pada ASI yang matur.

n) Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari

pada ASI yang matur.

o) Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di

dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan

lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi.

p) Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.

b. Air Susu Masa Peralihan

1) Pengertian

Susu masa peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum

sampai menjadi ASI yang matur.


15

2) Ciri air susu masa peralihan

a) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi,

tetapi ada pula pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur

baru terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.

b) Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat

dan lemak makin tinggi.

c) Volumenya juga akan makin meningkat.

Tabel 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari I.S. Kleiner

dan J.M. Osten.

Waktu Protein Karbohidrat Lemak

Hari ke-5 2,00 6,42 3,2

Hari ke-9 1,73 6,73 3,7

Minggu ke-34 1,30 7,11 4,0

c. Air Susu Matur

1) Pengertian

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,

komposisi relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa

komposisi ASI relative konstan baru dimulai pada minggu ke-3

sampai minggu ke-5).


16

2) Ciri susu matur adalah sebagai berikut 14

a) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan

tercukupi, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling

baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.

b) Merupakan suatu cairan bewarna putih kekuning-

kuningan yang diakibatkan warna dari garam kalsium

caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya.

c) Tidak mengumpulkan jika dipanaskan.

B. Ikterus

1. Definisi

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah

lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan

fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi.6

Ikterus adalah kuning pada kulit atau organ lain akibat penumpukan

bilirubin dimana pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterusfisiologis

dan patologis.Warna kuning pada kulit bayi dan organ-organ lain akibat

akumulasi bilirubin diberi istilah jaundis atau ikterus. Jaundis pada bayi

baru lahir, suatu tanda umum masalah yang potensial, terutama disebabkan

oleh bilirubin tidak terkonyugasi, produk pemecahan hemoglobin (Hb)

setelah lepas dari sel-sel darah merah (SDM) yang telah dihemolisis.
17

Tantangan pada neonatal adalah membedakan jaundis fisiologis dari

kondisi patologis klinis yang serius.7

Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif

tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat

menjadi Toksin dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.8

2. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah warna kuning yang terjadi pada kulit bayi yang

timbul pada hari ke 2-3 setelah bayi lahir, yang tidak mempunyai

dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10. 9

Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan ikterus

patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga serta

tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi menjadi kern-

ikterus. 7

Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan bilirubin tak

terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini

bervariasi antara satu bayi dengan bayi lainnya. 10

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi

bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga

hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus

fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum

total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan

kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama


18

kelahiran setelah bayi lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar

bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL. 13

Terdapat beberapa perbedaan tanda dan gejala antara ikterus fisiologis

dan ikterus patologis. Tanda tanda ikterus fisiologis, adalah timbul pada

hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg % pada

neonatus cukup bulan dan 2,5 mg % untuk neonatus kurang bulan,

kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % serta ikterus

menghilang pada hari ke 10 dan tidak berhubungan dengan keadaan

patologis.7

a. Prinsip utama ikterus fisiologis adalah 11

1) Kuning tidak terlihat pada 24 jam pertama

2) Bayi tetap sehat

3) Serum bilirubin tidak mencapai kadar yang harus mendapat

perawatan

4) Kuning hilang dalam 14 hari.

3. Ikterus Patologis

Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau

kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.6

Ikterus dikatakan Patologis bila 12

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.


19

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.Ikterus menetap susudah 2

minggu pertama.

d. Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.

e. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

4. Penyebab Ikterus Pada Bayi Baru Lahir

a. Menurut maryunani

1) Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,

defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

2) Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi

intra uterin.

3) Polisitemia.

4) Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

5) Ibu diabetes.

6) Asidosis.

7) Hipoksia/asfiksia.

8) Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

9) Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah

(hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian)

darah bayi dengan ibunya.


20

10) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan

fungsi liver. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang

mengikat bilirubin.

11) Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena

infeksi atau kerusakan sel liver)

b. Menurut guslihan

Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi

hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran

darah. Kuning juga biasa terjadi karena beberapa kondisi klinis,

diantaranya adalah13

1) Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi

pada bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan

kuning pada icterus disebut bilirubin tidak terkunjugasi, merupakan

jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan

mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih

mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang

sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini

dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadarbilirubin

dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit

bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka

disebut sebagai ikterus fisiologis.

2) Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air

susu ibu, Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada
21

hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya

tidak memerlukan pengobatan.

3) Ikterus ASI ( breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian

ASI dari seorang ibu tentu dan biasanya akan timbul pada bayi

yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut

mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul

setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus

fisiologis yaitu 3-12 minggu.

4) Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidak

cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus

(inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi

antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga

akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan

meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.

5) Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom

dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena

penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah

tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan

keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh

hati sehingga timbul kuning.

6) Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi

kuning.
22

5. Patofisiologi

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan

oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi

hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari

proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai

dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat

lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas

atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,

karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui

membrane biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas

tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.

Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat

dengan oleh reseptor membrane sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segara

setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein

Y, protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum

endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.6

6. Gejala

Gejala ikterus , antara lain : warna kulit tubuh tampak kuning, paling

baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan sedikit kulit

untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Derajat

icterus ditentukan dengan melihat kadar bilirubin direk dan indirek, atau

secara klinis menurut Kremer di bawah sinar biasa (day-light). Gejala


23

klinis kern-ikterus pada permulaannya tidak jelas, antara lain: bayi tak

mau menghisap, latergi, mata berputar, gerakan tidak menentu (involuntary

movements), kejang, tonus otot meninggi, leher kaku dan epistotonus.7

7. Pemeriksaan Klinis

Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sul it apalagi dalam cahaya

buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matah ari dan

dengan menekan sedikit kulit yan g akan diamati untuk menghilangkan warna

karena pengaruh sirkulasi darah. 25

Ada beberapa cara untuk menentukan dera jat ikterus yang merupakan

resiko terjadinya kern-icterus, salah satunya dengan cara klinis(rumus

Kramer) yang dilakukan di bawah sinar biasa (day light). 26

Daerah kulit bayi yang berwarna kuning u ntuk penerapan rumus Kramer

seperti di bawah ini :

Gambar 2.1 Penerapan rumus kramer


24

Ikterus neonatorum patologis dibagi menjadi 5 kramer sesuai dengan

daerah ikterusnya dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Pembagian Ikterus Neonatorum menurut metode kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (Mg%)


1 Kepala dan leher 5
2 daerah 1 (+) 9
Badan bagian atas
3 daerah 1,2 (+) 11
Badan bagian bawah dan tungkai
4 daerah 1,2,3 (+) 12
Lengan dan kaki bagian lutut
5 daerah 1,2,3,4 (+) 16
Telapak tangan dan leher

8. Penatalaksanaan

Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti

dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus

dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada

keadaan tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang

dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan

transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia.

Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah

sedapat mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah

dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur

terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa
25

orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak

mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali)

untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat

diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik

diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja. Ikterus dini yang

menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga

memerlukan tata laksana sebagai berikut :

a. Jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi

saja.

b. Dilakukan skrining hipotiroid jika menetap sampai 3 minggu

c. Periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari

hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak

dapat langsung diamati atau diukur. Kerangka konsep hanya dapat diamati melalui

konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variable.19

Sebuah penelitian mutlak memerlukan kerangka konsep. Kerangka konsep

adalah modal pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan

refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti. Kerangka konsep dibuat

berdasarkan literatur dan teori yang mengarah ke penelitian.20

Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada tujuan penelitian

yang telah dirumuskan, serta didasari kerangka teori yang telah disajikan dalam

tinjauan kepustakaan sebelumnya. Dengan kata lain kerangka konsep merupakan

formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang mendukung

penelitian tersebut.21

Ikterus ini disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari

pertama. Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk

yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan

melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi

bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan

peningkatan sirkulasi enterohepatik.4

26
27

Berdasarkan teori tersebut maka dapat disusun sebuah kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variable independent variable dependen

Pemberian kolostrum Ikterus pada bayi

Gambar: 3.1. Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan istilah

yang dipergunakan dalam penelitian secara operasional sehingga mempermudah

pembaca atau peneliti dalam mengartikan makna penelitian.19

Tabel 3.1. Definisi Operasional Hubungan Pemberian Kolostrum dengan Kejadian


Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-3 Hari di RSUD Kelas B Cianjur
Tahun 2016

No Variable Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur
Variabel Independen
1. Pemberian Air susu ibu Menyebarkan Kuesioner - Diberikan Ordinal
colostrum yang kuesioner dengan colostrum
diberikan ibu kategori : - Tidak
kepada - Diberikan diberikan
bayinya colostrum : bila colostrum
mulai dari bayi diberikan
umur 0 hari colostrum selama
sampai 3 hari 3 hari
- Tidak diberikan
colostrum : bila
bayi diberikan
tambahan PASI
28

Variabel Dependen
2. Ikterus Warna Melakukan observasi Oservasi - Kramer 1 Ordinal
kuning yang dengan melihat - Kramer 2
terjadi pada warna kuning pada - Kramer 3
kulit dan kulit bayi dengan - Kramer 4
selaput mata derajat : - Kramer 5
bayi karena - Kramer 1 : bila
penumpukan bayi kuning pada
kadar daerah kepala dan
bilirubin leher
dalam darah - Kramer 2 : bila
bayi kuning pada
daerah badan atas
- Kramer 3 : bila
bayi kuning pada
daerah bada n
bawah hingga
tungkai
- Kramer 4 : bila
bayi kuning pada
daerah lengan,
kaki bawah
hngga utut
- Kramer 5 : bila
bayi kuning pada
daerah telapak
tangan dan kaki

C. Hipotesis penelitian

Hipotesis penelitian adalah hasil yang diharapkan. Hipotesis dibuat

berdasarkan teori atau studi empiris berdasarkan pada alasan logis dan

memprediksi hasil dari studi. Dalam penelitian dikenal dengan adanya alternative

hipothesis merupakan hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan atau

pengaruh diantara treatment atau menyatakan adanya hubungan di antara dua atau

lebih variabel. Kemudian ada null hipothesis merupakan hipotesis yang


29

menyatakan tidak ada hubungan antara treatmen atau tidak ada perbedaan atau

tidak ada hubungan di antara dua atau lebih variable. 20

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini

adalah:

Ha : Ada hubungan antara pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus pada

bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD Kelas B Cianjur Tahun 2016.

Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus

pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD Kelas B Cianjur Tahun 2016.

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian bersifat analitik korelasi. Analitik korelasi adalah suatu jenis

penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua

variabel atau lebih dengan adanya upaya untuk mempengaruhi variabel

tersebut sehiingga tidak terdapat manipulasi variabel. 23

2. Pendekatan waktu dan pengumpulan data

Pendekatan wakt u pengumpulan data yang digunakan adalah pendekatan

croos sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel

terikat, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.


30

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

seubjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.22

Dalam populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dan bayi baru lahir

di ruang delima VK RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 17 mei 17 juni

2016 yang berjumlah 232 ibu bersalin.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi.21 Sampel penelitian ini adalah purposive sampling yaitu

pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu

seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui

sebelumnya.21

Sampel dalam penelitian yaitu ibu dan bayi dengan riwayat persalinan

normal di ruang delima VK RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 17 mei 17

juni 2016 sebanyak 125 responden.

Adapun sampel ini memiliki kriteria yaitu :

a. Kriteria inklusi

1) Ibu bersalin normal.

2) Ibu yang memiliki bayi usia 0-3 hari.

3) Ibu yang bersedia dijadikan responden.


31

4) Ibu bersalin yang kolostrumnya sudah keluar pada hari pertama

sampai ke-3.

b. Kriteria eklusi

1) Ibu dengan persalinan induksi drip oksitosin, ekstraksi vakum, section

caesarea dan manual aid.

2) Ibu yang memiliki bayi tidak sehat.

3) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden.

5) Ibu bersalin yang kolostrumnya belum keluar pada hari pertama.

F. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

1. Peneliti membawa surat perijinan dari pihak institusi.

2. Surat perijinan dari pihak institusi diajukan kepada pihak RSUD kelas B

Cianjur.

3. Pihak RSUD kelas B Cianjur memberikan ijin penelitian melalui surat

balasan ijin penelitian.

4. Surat balasan ijin penelitian diajukan kepada kepala ruangan VK dan

perinatologi RSUD kelas B Cianjur.

5. Peneliti mulai melakukan penelitian dan pengambilan data mulai dari tanggal

17 mei 2016.

6. Peneliti melakukan observasi dan membagikan lembar ceklis kepada setiap

responden yang memenuhi kriteria sampai tanggal 17 juni 2016.


32

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Pada penelitian ini

instrumen yang digunakan adalah observasi (pengamatan) dan lembar ceklis.

1. Observasi (pengamatan) merupakan cara pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk

mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.

Observasi ini dilakukan selama 3 hari dari usia bayi 0 hari sampai usia 3

hari kelahiran, bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada kulit

bayi apakah terjadi ikterus atau tidak. Pengukuran ikterus sendiri

menggunakan derajat kramer.

2. Lembar ceklis merupakan lembaran yang berisi pertanyaan untuk

pengambilan data mengenai pertanyaan yang diajukan kepada responden,

dimana responden hanya mengisi jawaban pada lembar jawaban dengan

menggunakan tanda ceklis. Lembar ceklis ini bertujuan untuk mengetahui

apakan responden memberikan kolostrum atau tidak , lamanya pemberian

kolostrum serta frekuensi pemberian kolostrum ibu kepada bayinya.

H. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

a. Editing

Pada tahap editing merupakan pengecekan atau perbaikan isi formulir

atau kuesioner den gan cara mengecek kelengkapan identitas pengisi,


33

kelengkapan semua pertanyaan, jawaban atau tulisan pertanyaan cukup

jelas atau relevan. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap,

kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk

melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak

memungkinkan untuk pengambilan data ulang, maka pertanyaan yang

jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam

pengolahan. Dalam penelotian ini, setelah responden mengisi kuesioner,

peneliti melakukan pengecekan kuesioner.

b. Koding

Pada tahap koding peneliti memberikan kode tertentu pada tiap-tiap

data sehingga memudahkan dalam mengubah data berbentuk kalimat

menjadi data berbentuk angka.

c. Processing

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data

yang sudah di-enty dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan

cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Ada

bermacam-macam paket program yang digunakan untuk pemprosesan

data dengan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Salah satu paket program yang sudah umum digunakan untuk entry data.
34

d. Pembersihan data

Setelah data dari kuesioner sudah dimasukkan kedalam software

computer, dicek kembali untuk melihat adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan data, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.

2. Teknik Analisa Data

a. Univariat

Analisa univariat dilakukan pada tiap variabel penelitian dengan cara

mendeskripsikan setiap variabel penelitian dengan cara membuat tabel

distribusi frekuensi pada tiap variabel.

b. Bivariat

Analisa bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan ataupun

pengaruh dari variabel-variabel yang diamati. Dalam analisa data yang

digunakan adalah analisa bivariate yang dilakukan oleh dua variabel yang

diduga berhubungan. 30

Untuk analisa korelasi yang digunakan menggunakan Chi Square,

karena syarat Chi Square adalah data nominal atau ordinal dengan

frekuensi harapan. Bila data tersebut sudah dikategorikan, uji ini dapat

digunakan untuk mengatahui hubungan antara dua variabel X dan Y.

Batasan signifikan, bila nanti frekuensi observasi dengan nilai frekuensi

harapan sama, maka tidak ada perbedaan yang bermakna atau signifikan.

Sebaliknya bila nilai frekuensi observasi dan nilai frekuensi berbeda,

maka dikatakan adanya perbedaan yang nyata.

Mencari nilai Chi kuadrat hitung dengan rumus :


35

( )2
2 =

Keterangan :

X2 = Chi Kuadrat

Fo = Frekuensi observasi

Fh = Frekuensi harapan

Selanjutnya menentukan derajat kemaknaan dengan digunakan selang

kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan () = 5% . berdasarkan rumus

diatas dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer,

maka jika didapatkan hasil : jika p value nilai (0,05), maka Ho di

tolak (ada hubungan) dan jika p value > nilai (0,05), Ho gagal ditolak

(tidak ada hubungan).

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari program

studi Diploma III Kebidanan STIKes Dharma Husada Bandung dan peneliti

melakukan bimbingan kepada pembimbing yang telah ditentukan oleh pihak

program studi. Selanjutnya peneliti mengajukan perizinan ke Rumah Sakit Umum

Daerah Cianjur. Setelah mendapatkan perizinan penelitian menekankan pada

masalah etika penelitian meliputi :

1. Self determination

Self determination berarti memberikan kebebasan kepada responden

menentukan keikutsertaan berpartisipasi dalam penelitian setelah diberi

informasi yang adekuat tentang penelitian. Langkah-langkah dalam self


36

determination antara lain : mempersilahkan responden untuk membaca

penjelasan penelitian dan lembar persetujuan setelah memberikan penjelasan

maka peneliti mempersilahkan responden untuk mengajukan pertanyaan

sebelum menandatangani lembar persetujuan.

2. Anonymyty, privacy and confidentiality

Peneliti menggunakan prinsip kerahasiaan dan anonymity dengan cara

menggunakan kode dalam penulisan identitas responden dengan tujuan

menyamarkan identitas asli dari responden. Selain itu peneliti juga akan

menjaga setiap permasalahan yang diungkapkan oleh responden dalam proses

penelitian dan tidak akan menceritakan permasalahan yang dihadapi oleh

responden kepada orang lain.

3. Justice

Keadilan dalam penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting.

Upaya untuk mewujudkan prinsip keadilan terlihat dalam pemberian

penjelasan kepada responden tentang apa yang akan diberikan oleh

responden. Peneliti tidak membedakan dalam memberikan penjelasan

terhadap semua responden.

4. Protection form discomfort and harm

Prinsip ini diterapkan dengan cara sebelum dilakukan penelitian terlebih

dahulu menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan dan manfaat yang

akan diperoleh responden setelah mengikuti penelitian.

5. Informed consent
37

Informed consent merupakan bukti persetujuan responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian yang ditandai dengan adanya tanda tangan

responden kemudian disimpan oleh peneliti sebagai tanda bukti.

J. Jadwal Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

WAKTU
MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS
N
KEGIATAN Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
O
ke ke ke ke ke ke
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 3 4 1 2
1 Pengajuan Judul
2 Bimbingan Proposal
Desk Evaluasi denan
3 Pembimbing
Pengambilan Data
4 dan Bimbingan
Bimbingan Hasil
5 Penelitian
6 Pendaftaran Sidang
7 Sidang
8 Revisi Hasil Sidang
Input Nilai dan
9 Yudisium
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai hubungan pemberian kolostrum dengan

kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B cianjur tahun

2016, maka peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut :

1. Pemberian kolostrum

Di bawah ini merupakan riwayat pemberian kolostrum pada bayi baru

lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 17 mei 17 juni 2016.

Hasil penelitan tersebut dapat di lihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pemberian kolostrum pada bayi baru lahir 0-3
hari di RSUD Kelas B Cianjur Tahun 2016

Pemberian kolostrum F %
Diberikan kolostrum 64 51.2
Tidak diberikan
61 48.8
kolostrum
Total 125 100

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 125 responden yang diteliti

berdasarkan pemberian Kolostrum pada bayi baru lahir, terdapat 64

responden (51.2%) diberikan kolostrum, dan 61 responden (48.8%) tidak

diberikan kolostrum. Hal ini menunjukkan bahwa dari 125 responden terdapat

sebagian besar responden (51.2%) memberi kolostrum pada bayi baru lahir.

38
39

2. Kejadian ikterus

Di bawah ini merupakan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di

RSUD kelas B Cianjur pada tanggal 17 mei 17 juni 2016. Hasil penelitan

tersebut dapat di lihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari
di RSUD Kelas B Cianjur Tahun 2016

Kejadian Ikterus F %
Kramer 1 60 48
Kramer 2 23 18.4
Kramer 3 18 14.4
Kramer 4 14 11.2
Kramer 5 10 8
Total 125 100

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 125 responden yang diteliti

berdasarkan kejadian ikterus pada bayi baru lahir, terdapat 60 responden

(48%) mengalami kejadian kramer 1, 23 responden (18.4%) mengalami

kejadian kramer 2, 18 responden (14.4%) mengalami kejadian kramer 3, 14

responden (11.2%) mengalami kejadian kramer 4, dan 10 responden (8%)

mengalami kejadian kramer 5. Hal ini menunjukkan bahwa dari 125

responden terdapat hampir setengah dari responden (48%) mengalami

kejadian ikterus kramer 1 pada bayi baru lahir.

3. Hubungan pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus

Di bawah ini merupakan analisis hubungan pemberian kolostrum dengan

kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur yang
40

di lakukan pada tanggal 17 mei 17 juni 2016. Hasil penelitan tersebut dapat

di lihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tabulasi silang antara pemberian kolostrum dengan kejadian


ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur
tahun 2016

Kejadian Ikterus
Pemberian Chisquare P-
Kramer Kramer Kramer Kramer Kramer Total
kolostrum Hitung Value
1 2 3 4 5
Diberikan F 48 13 2 1 0 64
kolostrum % 75 20.31 3.13 1.56 0 100
Tidak F 12 10 16 13 10 61 53.125 0.000
diberikan
kolostrum % 19.67 16.39 26.23 21.31 16.39 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat dari 125 responden, dari 64 responden

yang diberikan kolostrum, terdapat 48 responden (75%) mengalami kejadian

kramer 1. Dan dari 61 responden yang tidak diberikan kolostrum, sebesar 16

responden (26.23%) mengalami kejadian kramer 3. Hal ini mengindikasikan

bahwa dari 125 responden sebagian besar memberi kolostrum dimana (75%)

mengalami kejadian kramer 1 pada bayi baru lahir.

Berdasarkan output SPSS di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara

kejadian ikterus dengan pemberian kolostrum adalah chi squarehitung (53.125)

> chi squaretabel (9.488) dan nilai p-value (0.000) dibawah nilai (0.05), maka

Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian

kolostrum dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD

kelas B cianjur tahun 2016.


41

4. Lamanya pemberian kolostrum

Di bawah ini merupakan lamanya pemberian kolostrum pada bayi baru

lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur yang di lakukan pada tanggal 17 mei

17 juni 2016. Hasil penelitan tersebut dapat di lihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 lamanya pemberian kolostrum pada bayi baru lahir

1-10 Menit >10-20 Menit >20 Menit Total


F - 46 18 64
% - 71,8 28,2 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat dari 64 responden yang diberikan

kolostrum, tidak terdapat responden yang diberikan kolostrum selama 1-10

menit, 46 responden (71,8%) diberikan kolostrum selama >10-20 menit dan

18 responden (28,2) diberikan kolostrum selama >20 menit.

5. Frekuensi pemberian kolostrum

Di bawah ini merupakan frekuensi pemberian kolostrum pada bayi baru

lahir 0-3 hari di RSUD kelas B Cianjur yang di lakukan pada tanggal 17 mei

17 juni 2016. Hasil penelitan tersebut dapat di lihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 frekuensi pemberian kolostrum pada bayi baru lahir

Jarang Kadang-kadang Sering Total


F 9 31 24 64
% 14 48,5 37,5 100
42

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat dari 64 responden yang diberikan

kolostrum, terdapat 9 responden (14%) jarang diberikan kolostrum, 31

responden (48,5%) kadang-kadang diberikan kolostrum dan 24 responden

(37,5) sering diberikan kolostrum .

B. Pembahasan

1. Pemberian kolostrum

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 125 responden yang diteliti

berdasarkan pemberian Kolostrum pada bayi baru lahir, terdapat 64

responden (51.2%) diberikan kolostrum, dan 61 responden (48.8%) tidak

diberikan kolostrum. Hal ini menunjukkan bahwa dari 125 responden terdapat

sebagian besar responden (51.2%) memberikan kolostrum pada bayi baru

lahir. Namun, hampir setengah dari jumlah responden (48,8%) tidak

memberikan kolostrum k epada bayinya. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor

diantaranya ibu kurang mengetahui manfaat kolostrum dimana kolostrum ini

merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada

anak yang baru dilahirkannya. s ep er t i p ad a t eo ri s al eh a 20 09 ya n g

m en ye b ut k an b a hw a kolostrum mengandung sel darah putih dan

antibodi yang paling tinggi dari pada ASI sebenarnya, khususnya

kandungan immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi

yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA juga

membantu dalam mencegah bayi mengalami alergi makanan.


43

Selain itu ada faktor tidak percaya diri bagi ibu muda yang belum

berpengalaman dalam menyusui bayinya, faktor ketidaktahuan ibu terhadap

fasilitas rawat gabung yang dapat di manfaatkan di rumah sakit serta masih

menganut mitos bahwa kolostrum tidak bergizi bukan bagian dari ASI dan

harus di buang.

Faktor tersebut di dukung oleh penelitian mujianingsih tahun 2013

mengenai hubungan persepsi ibu tentang kolostrum dengan perilaku

pemberian kolostrum pada bayi di desa mlilir kecamatan bandungan

kabupaten semarang.

2. Kejadian ikterus

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 125 responden yang diteliti

berdasarkan kejadian ikterus pada bayi baru lahir, terdapat 60 responden

(48%) mengalami kejadian kramer 1, 23 responden (18.4%) mengalami

kejadian kramer 2, 18 responden (14.4%) mengalami kejadian kramer 3, 14

responden (11.2%) mengalami kejadian kramer 4, dan 10 responden (8%)

mengalami kejadian kramer 5. Hal ini menunjukkan bahwa dari 125

responden terdapat hampir setengah dari responden (48%) mengalami

kejadian ikterus kramer 1 pada bayi baru lahir.

Pada penelitian ini sebagian besar 114 responden (91,2%) pengambilan

diagnosa derajat kramer pada hari ke 3 dan hanya 11 responden (8,8%)

pengambilan diagnosa derajat kramer pada hari ke 2 hal ini dikarenakan bayi

pulang pada hari ke 3.


44

Di RSUD kelas B Cianjur masih banyak kegawatdaruratan pada bayi baru

lahir tidak hanya ikterus namun asfiksia hal inilah yang menjadi faktor

penyebab banyaknya kejadian ikterus pada bayi baru lahir dengan riwayat

asfiksia. Karena berdasarkan teori dari maryunani dan nurhayati tahun 2009

bahwa salah satu penyebab ikterus adalah hipoksia atau asfiksia neonatorum.

3. Hubungan pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 64 responden yang

diberikan kolostrum, terdapat 48 responden (75%) mengalami kejadian

kramer 1. Dan dari 61 responden yang tidak diberikan kolostrum, sebesar 16

responden (26.23%) mengalami kejadian kramer 3. Hal ini mengindikasikan

bahwa dari 125 responden sebagian besar memberi kolostrum dimana (75%)

mengalami kejadian kramer 1 pada bayi baru lahir.

Berdasarkan output SPSS di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara

kejadian ikterus dengan pemberian kolostrum adalah chi squarehitung (53.125)

> chi squaretabel (9.488) dan nilai p-value (0.000) dibawah nilai (0.05), maka

Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian

kolostrum dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD

kelas B cianjur tahun 2016.

Salah satu penyebab terjadinya ikterus atau kuning pada bayi yaitu

Breastfeeding jaundice, merupakan kuning yang terjadi pada bayi yang

mendapat air susu ibu, terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul
45

pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya

tidak memerlukan pengobatan.

Menurut peneliti, teori menurut guslihan tersebut sesuai dengan kejadian

yang terdapat di lapangan yaitu bayi yang mendapatkan kolostrum masih

mengalami ikterus pada kramer 1, hal ini di pengaruhi oleh lamanya ibu

dalam memberikan kolostrum dan frekuensi ibu memberikan kolostrum

dalam 1 hari. Seperti pada tabel 4.4 bahwa dari 64 ibu yang memberikan

kolostrum lebih dari setengahnya bayi hanya diberikan kolostrum selama

>10-20 menit saja padahal seharusnya lamanya pemberian kolostrum atau

ASI yang baik itu > 20 menit atau sampai bayi merasa kenyang dan

melepaskan puting dengan sendirinya.

Dan juga dapat dilihat pada tabel 4.5 bahwa dari 64 ibu yang memberikan

kolostrum hamper setengahnya memberikan kolostrum dengan frekuensi

waktu kadang-kadang, sebaiknya ibu memberikan kolostrum dengan interval

waktu setiap 2 jam sekali atau jika bayi menginginkan. Hal ini yang

menyebabkan kejadian ikterus masih banyak padahal ibu sudah memberikan

kolostrum kepada bayi.

Kolostrum adalah bagian dari ASI yang merupakan sumber makanan

terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi

bagi bayi, pemberian kolostrum juga dapat meningkatkan dan mengeratkan

jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta meningkatkan kekebalan

tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang

terjadi pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan
46

pemberian kolostrum yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan

terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh

sebab itu, pemberian kolostrum sangat baik dan dianjurkan guna mencegah

terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.


47

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pemberian kolostrum

dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di RSUD kelas B cianjur

tahun 2016, dari 125 responden dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebagian besar responden (51.2%) memberikan kolostrum pada bayi baru

lahir.

2. Hampir setengah dari responden (48%) mengalami kejadian ikterus kremer 1

pada bayi baru lahir.

3. Sebagian besar memberikan kolostrum dimana (75%) mengalami kejadian

kremer 1 pada bayi baru lahir. Nilai p-value (0.000) dibawah nilai (0.05),

maka Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-3 hari di

RSUD kelas B cianjur tahun 2016.

B. Saran

1. Bagi Rumah sakit

Diharapkan bagi RSUD kelas B Cianjur agar terus meningkatkan

pelayanan pada bayi baru lahir yang mengalami ikterus serta mengadakan

konseling dan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu-ibu hamil tentang manfaat

ASI terutama kolostrum untuk mencegah ikterus.


48

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bagi mahasiswa sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau

bahan referensi. `

3. Bagi mahasiswa

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan untuk menambah informasi tentang ikterus pada bayi baru lahir

dan sebagai bahan acuan untuk penelitiaan lebih lanjut mengenai hubungan

pemberian kolostrum dengan kejadian ikterus

C. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu rumah sakit. Oleh karena itu untuk

penelitian selanjutnya bisa dilakukan di beberapa rumah sakit untuk

mengetahui dan membandingkan pemberian kolostrum dan kejadian ikterus.

2. Waktu yang digunakan peneliti hanya satu bulan terhitung dari 17 mei 2015

sampai 17 juni 2016.

3. Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini terbatas, yaitu hanya terdapat

125 sampel dari 232 polpulasi.

4. pengambilan diagnosa ikterus berdasarkan derajat kramer tidak semuanya di

ambil pada hari ke-3 masih ada 11 bayi di ambil diagnosa ikterus pada hari

ke-2 karena bayi pulang sebelum bayi dinyatakan benar-benar sehat.

Anda mungkin juga menyukai