Anda di halaman 1dari 73

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan

perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Untuk

itu dalam menurunkan angka kematian perinatal dibidang pelayanan kebidanan

memerlukan perhatian yang serius, karena pelayanan yang tidak adekuat pada bayi

baru lahir dapat menyebabkan meningginya angka kematian perinatal.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa Bangsa

(PBB) pada bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

Indonesia sepakat untuk menghadapi Deklarasi Millenium atau Millenium

Development Goals/MDGs (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu tujuan MDGs yang ke 4 adalah menurunkan Angka Kematian

Anak (AKA). Indikator dan target dari tujuan tersebut antara lain: Angka Kematian

Bayi (AKB) 23 per 1000 kelahiran hidup pada 2015, Angka Kematian Balita

(AKBA) 32 per 1000 kelahiran hidup pada 2015, Angka Kematian Neonatal (AKN)

menurun dengan acuan SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) 19 per

1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (KemenkesRI, 2011).

Perkumpulan negaranegara anggota Association SouthEast Asia Nations

(ASEAN) dan South East Asia Region, Indonesia menempati posisi ke 9 dengan

angka kematian bayi sebasar 30 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19

kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32

kematian/1000 kelahiran hidup.

sedangkan di jawa barat jumlah AKB dari 5077 kasus tahun 2011 menjadi

4431 kasus pada tahun 2012 atau sebesar 6,4 per 1000 KH (Dinkes Jawa Barat,

2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain semua

hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak

langsung. Di negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi

menderita ikterus sejak lahir, lebih dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbillirubin.

Di Indonesia, hiperbilirubinemia masih merupakan masalah pada bayi baru

lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup

bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu, memeriksa ikterus

pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat

memeriksa bayi di klinik (Depkes RI, 2006).

Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah

yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan

perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut.

Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah

biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar
bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3-1 mg/dl

(Saifuddin, 2008).

Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap

bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan

dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5

mg/dl dalam 24 jam. proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung

lebih dari 1 minggu serta bilirubin direct lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan

yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut

penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus

dapat dihindarkan (Winkjosastro, 2010).

Faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir Cukup

(BBLC) yang secara statistik bermakna adalah keterlambatan pemberian ASI,

efektifitas menetek dan asfiksia neonatorum menit ke-1 (Lasmani, 2000).

Peningkatan yang lebih besar dan lebih berkepanjangan di tingkat bilirubin dapat

disebabkan oleh gangguan hemolitik (Inkompatibilitas ABO atau faktor Rh), glukosa

-6-fosfat dehydrogenase kekurangan, atau trauma kelahiran. Secara klinis

hiperbilirubinemia relevan juga terlihat di antara pemberian ASI bayi baru lahir

cukup bulan atau prematur (Grohmanna, et al,2006).


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diangkat

adalah Adakah Hubungan Peningkatan Kadar Bilirubin pada Bayi Baru

Lahir dengan Riwayat Pemberian ASI Dini di RSUD Cianjur ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Peningkatan Kadar Bilirubin pada Bayi Baru

Lahir dengan Riwayat Pemberian Asi Dini di RSUD Cianjur

2. Tujuan Khusus

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan sebagai

masukan bagi rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan dalam memberikan

ASI dini sehingga dapat diambil langkah-langkah pengawasan yang cepat, tepat

dan resiko terjadinya hiperbilirubinemia pada neonatus dapat diminimalisasi.

2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data atau informasi bagi

pengembangan penelitian kebidanan berikutnya terutama yang berhubungan

dengan persalinan dengan oksitosin drip dan hiperbilirubinemia pada neonatus.


BAB II

TINJAUA

PUSTAK

A. Ikterus

1. Definisi

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain

akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah

lebih

dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan

fungsional
dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi (Jejeh, 2010).

Menurut Nur

Muslihatum (2010) Ikterus adalah kuning pada kulit atau organ lain

akibat

penumpukan bilirubin dimana pada bayi baru lahir terbagi menjadi

ikterus

fisiologis dan patologis.

Warna kuning pada kulit bayi dan organ-organ lain akibat

akumulasi

bilirubin diberi istilah jaundis atau ikterus. Jaundis pada bayi baru lahir,

suatu

tanda umum masalah yang potensial, terutama disebabkan oleh bilirubin

tidak
terkonyugasi, produk pemecahan hemoglobin (Hb) setelah lepas dari

sel-sel

darah merah (SDM) yang telah dihemolisis. Tantangan pada neonatal

adalah

membedakan jaundis fisiologis dari kondisi patologis klinis yang

serius.

Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif

tidak
1

berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat

menjadi

Toksin dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi (Bobak, 2006).

2. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah warna kuning yang terjadi pada kulit

bayi yang

timbul pada hari ke 2-3 setelah bayi lahir, yang tidak mempunyai

dasar
patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10

(Nursalam,

2005). Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan

ikterus

patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga serta

tidak

mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi menjadi kern-ikterus

(Nur

Muslihatum, 2010).

Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan

bilirubin tak

terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini

bervariasi

antara satu bayi dengan bayi lainnya (Hull, 2008).


Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan

konsentrasi

bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga

hidupnya

dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis

pada bayi

baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya

mencapai

puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL,

kemudian

menurun kembali dalam minggu pertama kelahiran setelah bayi lahir.

Kadang

dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan

bilirubin
terkonjugasi < 2 mg/dL (HTA Indonesia, 2004).
2

Terdapat beberapa perbedaan tanda dan gejala antara ikterus

fisiologis

dan ikterus patologis. Tanda tanda ikterus fisiologis, adalah timbul

pada hari

kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg % pada

neonatus

cukup bulan dan 2,5 mg % untuk neonatus kurang bulan,

kecepatan

peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % serta ikterus

menghilang
pada hari ke 10 dan tidak berhubungan dengan keadaan patologis

( Nur

Muslihatun, 2010).

Prinsip utama ikterus fisiologis adalah (Roy Meadow, 2005)

a. Kuning tidak terlihat pada 24 jam pertama

b. Bayi tetap sehat

c. Serum bilirubin tidak mencapai kadar yang harus mendapat perawatan

d. Kuning hilang dalam 14 hari.

3. Ikterus Patologis

Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar

patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia

(Jejeh,

2010).

Ikterus dikatakan Patologis bila (Roy Meadow, 2005)

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi

12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d. Ikterus menetap susudah 2 minggu pertama.


2

e. Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

4. Penyebab Ikterus Pada Bayi Baru Lahir

Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena

fungsi hati

masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah.

Kuning
juga biasa terjadi karena beberapa kondisi klinis, diantaranya adalah

(Gusliham,

2009):

a. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi

pada bayi

baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada

ikterus

disebut bilirubin tidak terkunjugasi, merupakan jenis yang tidak

mudah

dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini

menjadi

bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati

bayi baru
lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk

melakukan

pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan

kadar

bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning

pada kulit

bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka

disebut

sebagai ikterus fisiologis.

b. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air

susu ibu

(ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya

timbul pada
hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya

tidak

memerlukan pengobatan.
2

c. Ikterus ASI ( breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian

ASI dari

seorang ibu tentu dan biasanya akan timbul pada bayi yang

disusukannya

bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin

indirek.

Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari

pertama dan

berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.


d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidak

cocokan

golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas

rhesus)

ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan

menyerang

sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel

darah

merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah

merah.

e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom

dapat

timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan

darah
beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan

menghancurkan

bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja

terlalu

banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning.

f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi

kuning.

5. Patofisiologi

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus

dikeluarkan

oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi

hemoglobin

darah dan sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses

eritropoesis
yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses

oksidasi

yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah

yang
2

mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa.

Zat ini

sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat

lipofilik

yang sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologis seperti

plasenta

dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa

dengan

albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme

ambilan,
sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membrane sel hati dan

masuk ke

dalam sel hati. Segara setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan

dengan

ligandin (protein Y, protein-Z, dan glutation hati lain yang

membawanya ke

reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi (Jejeh,

2010).

6. Gejala

Gejala ikterus , antara lain : warna kulit tubuh tampak kuning,

paling

baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan sedikit kulit

untuk
menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Derajat

ikterus

ditentukan dengan melihat kadar bilirubin direk dan indirek, atau secara

klinis

menurut Kremer di bawah sinar biasa (day-light). Gejala klinis kern-

ikterus

pada permulaannya tidak jelas, antara lain: bayi tak mau menghisap,

latergi,

mata berputar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang,

tonus

otot meninggi, leher kaku dan epistotonus (Nur Muslihatum, 2010).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ikterus bergantung pada kondisi ikterus tersebut

masih
berada dalam batas normal untuk ikterus fisiologis atau merupakan

indikasi

proses patofisiologis. Ikterus fisiologis lebih umum terjadi pada

beberapa
2

situasi. Bayi keturunan Asia memiliki insiden ikterus yang tinggi

dan bayi

Amerika - Afrika memiliki insiden yang rendah. Bayi yang disusui

oleh ibu

memiliki inseden ikterus fisiologis yang lebih tinggi dari pada bayi

yang

menggunakan susu botol (Varney, 2007).

Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus

fisiologis
adalah dengan mengajarkan ibu dan keluarga cara menyinari bayi

dengan

cahaya matahari (Nur Muslihatun, 2010):

a. Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi jam 07.00 - 08.00 sampai 2 -

4 hari

b. Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung menghadap ke

cahaya

matahari.

c. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit bayi dalam posisi

terlentang,

15 menit bayi dalam posisi terlungkup.

d. Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan bayi tidak

memakai
pakaian (terlanjang).

e. Lakukan asuhan perawatan dasar pada bayi muda.

f. Beri penjelasan ibu kapan sebaiknya bayi dibawa ke petugas

kesehatan.

g. Beri penjelasan ibu kapan kunjungan ulang, setelah hari ke-7.

Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah

untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang

dapat

menimbulkan kernikterus / ensofalopati biliaris, serta mengobati

penyebab

langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan

dengan
mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan

dengan
2

mengusahankan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan

dengan

merangsang terbentuknya glukoronil trasferase dengan pemberian obat

seperti

luminal atau fenobarbital (Jejeh, 2010).

Menurut Nur 2010, cara pengendalian ikterus yang dapat

dilkukan

adalah mestikulasi konjugasi bilirubin, misalnya dengan glukosa

atau
pemberian albumin, menambah zat-zat yang kurang dalam

transportasi dan

metabolisme bilirubin, misalnya albumin dan glukose,

melakukan

fatoisomerisasi dengan terapi sinar, membatasi siklus entrohepatik,

misalnya

dengan memberikan minum oral secara dini, pemberian

kolesteramin

(questran), mengeluarkan bilirubin secara mekanis dengan transfusi

tukar, serta

mengatasi penyebab bila mungkin.

(Gusliham, 2009) menyebutkan penanganan ikterus pada bayi

terdiri

dari:
a. Penanganan sendiri di rumah

1) Berikan ASI yang cukup 8 sampai 12 kali sehari.

2) Sinar matahari dapat membantu memecah Bilirubin sehingga lebih

mudah

diproses oleh hati.

3) Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk

mendapatkan

matahari pagi antara jam 7 sampai jam 8 pagi agar bayi tidak

kepanasan,

atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung.

4) Lakaukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15

menit
terkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin,

oleh
2

karena itu bayi tidak memakai pakaian atau terlanjang tetapi

hati-hati

jangan sampai kedinginan.

b. Terapi Medis

1) Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar Photo

therapi

sesuia dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu

berdasarkan
usia bayi dan apakah bayi cukup bulan atau Prematur. Bayi

akan

ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu

untuk

menembus kulit bayi akan mengubah bilirubun menjadi

Lumirubin yang

lebih mudah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus

akan

dibuat untuk melindungi mata.

2) Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan

kadar

Bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut Fiber

Optic atau

terapi sinar ganda atau Triple.


3) Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan Transfuse tukar

yaitu

penggantian darah bayi dengan darah donor.

B. ASI

1. Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi

karena

mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam

bulan

pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang ibu mengalami

masalah
2

dalam pemberian ASI. Kendala yang utama adalah karena produksi ASI

tidak

lancar (Saleha, 2009).

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi

karena

mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan

perkembangan serta

ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna

bagi
kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).

ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein,

laktosa, dan

garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan

merupakan

makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan

makanan bayi

baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi

kesempatan

bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada

anaknya

(Bahiyatun, 2009).

Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sebagai

anugerah
Tuhan yang nilainya tidak dapat digantikan oleh apapun juga.

Pemberian ASI

ikut memegang peranan dalam menghasilkan manusia yang

berkualitas

(Muaris, 2006).

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang

dapat

diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya.

Komposisinya

berubah sesuai dengan kebutuhan bayi yang sangat berguna bagi

kesehatan bayi

dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010).


ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang

dapat

diberikan oleh seorang ibu pada anak yang baru dilahirkannya.

Komposisinya
2

berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap saat, yaitu

kolostrum pada

hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan

sampai 3-4

minggu, selanjutnya ASI matur. ASI yang keluar pada permulaan

menyusu

(foremilk = susu awal) berbeda dengan ASI yang keluar pada akhir

penyusuan

(bindmilk = susu akhir). ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan

prematur
komposisinya juga berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu

melahirkan

cukup bulan. Selain itu, ASI juga mengandung zat pelindung yang

dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2009).

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa

tambahan

cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan

tambahan

makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi

dan tim.

Kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas (Maryunani, 2010).

2. Manfaat ASI
a. Manfaat ASI bagi bayi menurut Sunar (2009)

1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan

utama

bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi.

Guna

memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah

dengan

Makanan Pendampin ASI (MP-ASI). Setelah berumur 1

tahun,

meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan

bayi,

pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan

manfaat bagi
bayi.
2

2) ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi

yang

terbaik untuk bayi sapi.

3) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi.

4) Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat mengurangi

risiko

infeksi lambung dan usus, sembelit, serta alergi.

5) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit

ketimbang bayi
yang tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit

melalui

makanan, seperti gastroenteritis atau polio, maka antibodi ibu

terhadap

penyakit akan diberikan kepada bayi melalui ASI.

6) Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit

kuning.

Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang

seiring

diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan,

asalkan bayi

tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.


7) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun

selalu

dalam keadaan steril dan suhunya juga cocok.

8) Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI

semakin

mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi merasa

aman,

nyaman, dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi kemapanan

emosinya

di masa depan.

9) Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk

diberikan

kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan

mengonsumsi
ASI, bayi semakin cepat sembuh.
3

10) Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI.

Komposisi

ASI akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat

untuk

menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi

prematur.

11) Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI

antara

lain kolik, kematian bayi secara mendadak atau SIDS (Sudden

Infant
Death Syndrome), eksem, dan ulcerative colitis.

12) IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin

ketimbang

bayi yang tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil penelitian pada

tahun

1997, kepandaian anak yang diberi ASI pada usia 9,5 tahun

mencapai

12,9 poin lebih tinggi dari pada anak yang minum susu formula.

13) Menyusui bukanlah sekedar memberi makan, tetapi juga mendidik

anak.

Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya

dengan
hangat. Tindakan ini bisa memunculkan rasa aman pada bayi,

sehingga

kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi.

Hal itu

terjadi dasar bagi pembentukan sumber daya manusia yang lebih

baik,

yang menyayangi orang lain.

b. Manfaat ASI bagi ibu menurut Dwi sunar (2009)

1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat

kondisi ibu

untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi

risiko

pendarahan.
2) Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa

kehamilan

berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.


3

3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu

yang

menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui

bayi.

4) Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak

perlu

menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dan lain sebagainya.

5) ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah

tanpa
harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol, kaleng susu

formula,

air panas, dan lain-lain.

6) ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula

beserta

perlengkapannya.

7) ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula belum

tentu

steril.

8) Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan

emosional.

9) ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh

pabriknya di
wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong, ASI yang

tidak

dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI

dalam

payudara tidak pernah basi, sehingga ibu tidak perlu

memerah dan

membuang ASI-nya sebelum menyusui.

c. Manfaat ASI bagi keluarga menurut Sunar (2009)

1) Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu

formula,

botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air,

susu,

dan peralatanya.
3

2) Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya

guna

perawatan kesehatan.

3) Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI

eksklusif.

4) Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.

5) Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.

6) Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air

panas,
dan lain sebagainya ketika bepergian.

d. Manfaat ASI bagi masyarakat dan Negara menurut Dwi Sunar (2009)

1) Menghemat devisa Negara lantaran tidak perlu mengimpor susu

formula

dan peralatannya.

2) Bayi sehat membuat Negara lebih sehat.

3) Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit

hanya

sedikit.

4) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan

angka

kematian.
5) Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan

sebagai

kayu bakar untuk merebus air, susu, dan peralatannya.

6) ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi.

3. Keuntungan ASI

Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari

mengkonsumsi ASI

(Bahiyatun, 2009) :
3

a. ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

b. Dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan segar,

bebas

bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan alat

bantu.

c. Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.


d. Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari

pada bayi

yang mendapatkan susu formula.

e. Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit

infeksi usus

dan alat pencernaan.

f. Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus,

kelebihan

makanan, dan obesitas).

Keuntungan pemberian ASI (Buku Acuan & Panduan, 2007)):

a. Mempromosikan keterikatan emosional ibu dan bayi.

b. Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui

kolostrum.
c. Merangsang kontraksi uterus.

4. Air Susu Menurut Stadium Laktasi

a. Kolostrum

Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang

paling

tinggi dari pada ASI sebenarnya, khususnya kandungan

immunoglobulin A

(IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan

mencegah

kuman memasuki bayi. IgA juga membantu dalam mencegah

bayi
3

mengalami alergi makanan. Kolostrum merupakan cairan yang

pertama kali

disekresi oleh kelenjar payudara (Saleha, 2009).

Berikut ini adalah manfaat dari kolostrum (Bahiyatun, 2009):

1. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

payudara,

mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat

dalam
alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah

masa

puerperium.

2. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3

3. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.

4. Merupakan cairan viskus kental dengan warna kekuning-

kuningan dan

lebih kuning dari pada susu yang matur.

5. Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan

mekonium dari

usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran

pencernaan

makanan bayi bagi makanan yang akan datang.


6. Lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur,

tetapi

berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang

utama

adalah globulin (gamma globulin).

7. Lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur.

Selain

itu, dapat memberikan perlindungan bayi sampai umur 6 bulan.

8. Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dari pada ASI yang

matur.

9. Mineral (terutama natrium, kalium, dan klorida) lebih tinggi

daripada

susu matur.
3

10. Total energi rendah jika dibandingkan dengan susu matur

(hanya 58

kal/100 ml kolostrum).

11. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dari pada ASI yang

matur,

sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau

lebih

rendah.

12. Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak


13. pH lebih alkalis dari pada ASI yang matur.

14. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dari

pada ASI

yang matur.

15. Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidroloisis protein yang ada di

dalam

usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih

banyak

menambah kadar antibodi pada bayi.

16. Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.

b. Air Susu Masa Peralihan


Ciri dari air susu masa peralihan adalah sebagai berikut

(Saleha,

2009)

1. Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI

yang

matur.

2. Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi,

tetapi ada

pula pendapat yang mangatakan bahwa ASI matur baru terjadi

pada

minggu ke-3 sampai minggu ke-5.


3. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan

lemak

makin tinggi.

4. Volumenya juga akan makin meningkat.

Table 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari I.S.

Kleiner dan

J.M. Osten.

Waktu Protein Karbohidrat Lemak

Hari ke-5 2,00 6,42 3,2

Hari ke-9 1,73 6,73 3,7

Minggu ke-34 1,30 7,11 4,0


c. Air Susu Matur

Adapun ciri susu matur adalah sebagai berikut (Soleha, 2009)

1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,

komposisi

relatif konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI

relatif

konstan baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5).

2. Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan

tercukupi, ASI

ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup

untuk

bayi sampai usia 6 bulan.


3. Merupakan suatu cairan bewarna putih kekuning-kuningan

yang

diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan

karoten

yang terdapat di dalamnya.

4. Tidak mengumpulkan jika dipanaskan.


3

5. Terdapat antimikrobial faktor, anatara lain sebagai berikut.

a) Antibodi terdapat bakteri dan virus.

b) Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T).

c) Enzim (lizisim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase,

amylase,

fosfodieterase, dan alkalin fosfatase).

d) Protein (laktoferin, B12 binding protein.

e) Resistance faktor terhadap stafilokokus


f) Komplemen

g) Interferon producing cell (sel penghasil interferon)

h) Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan

adanya

faktor bifidus.

i) Hormon-hormon.

Anda mungkin juga menyukai