Pedoman Rujukan Nasional
Pedoman Rujukan Nasional
19
Ind
p
DA
BA
K
T I H U SA
ISBN 978-602-235-305-8
AD
TI
H US
P
ertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, telah selesai buku
Pedoman Sistem Rujukan Nasional, merupakan
petunjuk teknis dalam mengimplementasikan Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
Sistem rujukan (rujukan dan rujukan balik) dan penetapan rujukan tidak
dilaksanakan dengan baik sehingga berbagai pola rujukan muncul. Hal ini
terjadi karena kebijakan sistem rujukan yang ada tidak dilengkapi dengan
prosedur dan mekaniskme teknis. Pada akhirnya akan terjadi inefisiensi
sistem pelayanan kesehatan yang tidak hanya berdampak kepada pembiayaan
yang tinggi namun juga tingkat keselamatan pasien yang rendah.
Evaluasi terhadap pedoman ini telah dilakukan secara berkala dan akan terus
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 2012
D
engan diberlakukannya Otonomi Daerah,
bidang kesehatan merupakan salah satu bidang
pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten/Kota dan pertanggung jawab sepenuhnya
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwilayahnya
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang diinginkan.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah berperan dan memberikan kontribusi
dalam proses penyusunan buku Pedoman Sistem Rujukan Nasional ini
kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Buku
Pedoman Sistem Rujukan Nasional ini bisa bermanfaat dan pengalaman
penerapannya akan bermanfaat untuk perbaikan sistem rujukan pelayanan
kesehatan pada masa yang akan datang.
Jakarta, 2012
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Wachju M. Nadjib, SH
(Kementerian Dalam Negeri)
dr. Krisnajaya, MS
(Ketua Adinkes)
PT Askes
Dr. Mundiharno
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
TIM PENYUSUN....................................................................................... v
KONTRIBUTOR........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang dan Masalah............................................. 1
B. Tujuan.............................................................................. 3
C. Ruang Lingkup................................................................. 4
D. Sasaran............................................................................ 4
E. Landasan Hukum............................................................. 4
F. Dasar Pengembangan Sistem Rujukan.............................. 7
G. Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional ........................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 91
LAMPIRAN 1............................................................................................ 93
LAMPIRAN 2............................................................................................ 98
LAMPIRAN 3............................................................................................ 101
LAMPIRAN 4............................................................................................ 102
LAMPIRAN 5............................................................................................ 103
LAMPIRAN 6............................................................................................ 104
LAMPIRAN 7............................................................................................ 105
LAMPIRAN 8............................................................................................ 106
LAMPIRAN 9............................................................................................ 107
LAMPIRAN 10.......................................................................................... 108
LAMPIRAN 11.......................................................................................... 109
LAMPIRAN 12.......................................................................................... 109
Tujuan umum:
Terlaksananya prosedur rujukan pelayanan Kesehatan perseorangan
mengikuti standar mutu1 dan keselamatan pasien sesuai dengan
kriteria rujukan, di semua tingkat fasilitas pelayanan Kesehatan
perseorangan di Indonesia.
Tujuan khusus:
1. Meningkatnya kemampuan fasilitas pelayanan Kesehatan
perseorangan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan
yang berkualitas dan memuaskan, sehingga masyarakat bersedia
memanfaatkan sebagai kontak pertamanya, dalam mengawali
proses pelayanan Kesehatan perseorangan.
2. Tertatanya alur pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dua dan ketiga secara berkesinambungan, mengikuti
prosedur di setiap tingkatan, sesuai dengan kompetensi,
kewenangan dan proporsi masing-masing tingkatan, sehingga
pelayanan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil
guna.
3. Meningkatnya akses dan cakupan pelayanan Kesehatan
perseorangan secara merata dan menyeluruh (universal coverage),
yang didukung oleh sistem jaminan Kesehatan sebagaimana
diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS Kesehatan dan peraturan
pelaksananya.
4. Menjamin terselenggaranya pelayanan Kesehatan perseorangan
yang merata, berkualitas dan memuaskan, serta berkelanjutan
(continuum of care), dalam upaya mencapai target sasaran MDGs
di Indonesia.
5. Memberikan petunjuk yang jelas dan kepastian hukum bagi
Fasyankes dalam memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu.
1 Yang dimaksud dengan mutu adalah terpenuhinya standar, yang meliputi standar pelayanan (Technical quality of the
outcome, personnal quality of the process) dan standar biaya.
D. Sasaran
Sasaran buku Pedoman Sistem Rujukan Nasional, adalah:
1. Penyelenggara pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama,
milik pemerintah dan atau swasta,
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Propinsi, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kemeterian Kesehatan RI dan
jajarannya,
3. BPJS Kesehatan dan seluruh jejaringnya,
4. Pemerintahan Daerah (Kabupaten/Kota, Propinsi) serta Pemerintah
Pusat,
5. Masyarakat pengguna jasa pelayanan Kesehatan perseorangan.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3237);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
Dalam jaminan Kesehatan ada tiga pihak yang saling terkait yaitu
(a) peserta yang wajib membayar iuran kepada BPJS Kesehatan dan
berhak memperoleh pelayanan Kesehatan dari fasilitas pelayanan
Kesehatan; (b) BPJS Kesehatan yang menerima dan mengelola iuran
peserta dan membayar kepada fasilitas pelayanan Kesehatan; (c)
fasilitas pelayanan Kesehatan yang memberikan pelayanan kepada
peserta dan memperoleh pembayaran dari BPJS Kesehatan.
Dalam kaitan tersebut ada dua hal penting yang perlu diperhatikan.
Pertama, bagaimana sistem penyelenggaraan pelayanan Kesehatan
yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan pada fasilitas pelayanan
Kesehatan. Kedua, bagaimana mekanisme pembayaran BPJS
Kesehatan kepada fasilitas pelayanan Kesehatan.
Dengan peran yang demikian besar, maka perlu ada koordinasi antara
BPJS Kesehatan dengan Dinas Kesehatan serta fasilitas pelayanan
Kesehatan. Impelementasi sistem pelayanan rujukan tidak hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah (cq Kementerian Kesehatan dan
Dinas Kesehatan) tetapi juga BPJS Kesehatan. Koordinasi tersebut
dilakukan baik dalam pengembangan sistem dan prosedur rujukan,
pembinaan sistem rujukan kepada fasilitas pelayanan Kesehatan
maupun dalam pelaporan pelaksanaan sistem rujukan.
a. Dalam
Sistem bagan
rujukan 2 berikut,
yang rujukan
melibatkan emergensi
banyak akan berjalan sesuai
fasyankes.
Dalamkebutuhan layanan
bagan 2 berikut, kegawat-daruratan
rujukan saat itu,
emergensi akan berjalan sedangkan
sesuai kebutuhan
rujukan konvensionil akan berlangsung secara berjenjang,
layanan kegawat-daruratan saat itu, sedangkan rujukan konvensionil akan
diikuti rujukan
berlangsung baliknya, sebagaimana
secara berjenjang, diuraikan
diikuti rujukan berikut
baliknya, ini:
sebagaimana
diuraikan berikut ini:
RS KELAS
A R
TINGKAT U
R NASIONAL J
U U
J RS KELAS K
U A/B(+) TKT A
K REGIONAL N
RS KELAS PROPINSI
A
B
N K
TINGKAT
O
E PROPINSI
N
RS KELAS
M B/C(+) TKT V
E REGIONAL E
R RS KELAS C KAB/KOTA N
G TINGKAT S
E KAB/KOTA
I
N O
S RS KELAS D/
D PRATAMA/
I
I PUSKESMAS N
RAWAT INAP I
PUSKESMAS
L
TANPA RS KELAS
RAWAT INAP
A/B(+) TKT
REGIONAL
PROPINSI
Pedoman Sistem Rujukan Nasional Page 16
SUPERVISOR
A B
OUTPUT PROSES INPUT
RUJUK BALIK
SUPERVISOR
Bagan 3
Bagan 3 Sistem
Sistem Rujukan
Rujukan antar
antar 2 fasyankes
2 fasyankes
Setiapfasilitas
Setiap fasilitas pelayanan
pelayanan Kesehatan
Kesehatandapat dapatsebagai
berlaku berlaku sebagai
perujuk atau
perujukfacility
Initiating Initiating
atauataupun facility
sebagai terujukataupun facility.terujuk
sebagai
atau Receiving Standar
masing-masing
atau Receiving pelayanan Kesehatanrujukan
facility. dapat dilihat padapelayanan
Standar masing-masing lampiran 1.
Fasyankes dalam bagan 3 di atas tidak dilihat berdasarkan strata dalam
Kesehatan rujukan dapat dilihat pada lampiran 1. Fasyankes
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian sistem rujukan
dalam
antar 2 bagan 3 diterdapat
fasyankes, atas tidak dilihat berdasarkan
komponen-komponen sistem strata
rujukan,dalam
yaitu:
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian
Input, proses dan Output.
sistem rujukan antar 2 fasyankes, terdapat komponen-
Keterangan Bagan 3 :
komponen sistem rujukan, yaitu: Input, proses dan Output.
1) Input dan Output
Bagan 3 berikut
Keterangan Baganmenggambarkan
3: peran masing-masing komponen dari
suatu sistem rujukan antar dua (2) fasyankes. Fasyankes A dapat
1) berperan sebagai
Input dan input dan Fasyankes B berperan sebagai output pada
Output
proses rujuk, sebaliknya Fasyankes B berperan sebagai input dan
Bagan 3A berperan
Fasyankes berikut sebagai
menggambarkan peran
output pada proses masing-masing
rujuk balik.
komponen
Dalam dari sistem
pelaksanaan suatu rujukan
sistem dirujukan antar
Indonesia, setiapdua (2)
fasilitas
fasyankes.
pelayanan Fasyankes A dapat
Kesehatandikategorikan berperan
kedalam salah satusebagai input
dari 3 tingkat
pelayanan Kesehatanperseorangan sebagaimana disebutkan dalam
dan Fasyankes B berperan sebagai output pada proses
pasal 2 ayat 1, PMK No. 001/ Tahun 2012. Setiap fasilitas pelayanan
rujuk, sebaliknya Fasyankes B berperan sebagai input
dan Fasyankes A berperan sebagai output pada proses
rujuk
Pedoman Sistem Rujukan balik.
Nasional Page 18
2) Proses
Setiap rujukan yang dikirim baik secara langsung
sebagaimana gambaran dalam bagan 2 dan 3 diatas,
maupun melalui bantuan perangkat TIK/ICT dalam
suatu sistem rujukan yang dibangun dan disepakati,
wajib dijawab oleh pusat-pusat penerima rujukan
(Fasyankes terujuk) sesuai tingkatannya dalam wilayah
dan alur rujukan bersangkutan, mulai dari pusat rujukan
regional/rujukan-antara kabupaten/kota, sampai dengan
pusat rujukan Kesehatan perseorangan utama tertinggi
Nasional di tingkat pusat.
C. Pembiayaan
1. Pembiayaan Kesehatan pada pelayanan Kesehatan di fasilitas
pelayanan Kesehatan dalam strukturisasi sistem rujukan pada
penyelenggaran Jaminan Kesehatan dalam SJSN dilakukan
dengan mengutamakan prinsip-prinsip kendali biaya dan kendali
mutu yang bertujuan terwujudnya efektivitas dan efisiensi
pelayanan Kesehatan.
2. Pola pembayaran yang terpilih dalam implementasi SJSN adalah
pola pembayaran yang bersifat prospektif yaitu kapitasi pada
fasyankes perseorangan tingkat pertama dan INA-CBG pada
fasyankes tingkat dua dan tiga (sekunder dan tersier).
3. Pada pembayaran kapitasi, dimana besaran kapitasi merupakan
besaran kapita per orang per bulan, harus memperhitungkan
semua jenis pelayanan Kesehatan yang diberikan di fasilitas
pelayanan primer sehingga terwujud pembiayaan Kesehatan
yang adil. Sedangkan pada pembayaran dengan INA-CBG,
dimana dilakukan pengelompokan beberapa diagnosis dan
prosedur/tindakan berdasarkan ciri klinis dan menghabiskan
biaya perawatan yang hampir sama, dihitung biaya (costing) pada
2 Kode diagnosis pada fasyankes tingkat pertama, akan mengikuti ICPC (International Clasification of Primary Care), bila-
mana Kementerian Kesehatan telah memberlakukan.
3 Bila pasien/keluarga tidak sepakat dengan saran rujukan sesuai alur sistem rujukan yang sudah ditetapkan, maka ketika
sistem pembiayaan SJSN sudah diterapkan, pasien sebagai peserta sistem pembiayaan SJSN akan kehilangan haknya,
untuk dicakup kedalam pembiayaan sistem;
Kemungkinan lain adalah pasien/keluarga menolah untuk dirujuk karena berbagai alasan, walaupun sebenarnya me-
merlukan rujukan.
b. Prosedur administratif
1) Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada pasien
rujukan balik:
a) Melengkapi catatan rekam medis dan keperawatan
pasien semula saat dirujuk, dengan:
(1) Catatan dari balasan surat rujukan balik
fasyankes rujukan
(2) Catatan dari pelayanan tindak lanjut yang
dilakukan fasyankes tingkat pertama atas saran
yang diberikan dalam surat balasan rujukan
balik
b) Memasukkan dalam register pelayanan pasien
sebagai dokumentasi serta bahan penyusunan
laporan fasyankes perujuk.
c) Membuat laporan penyelenggaraan sistem rujukan,
khususnya rujukan balik pasien dari fasyankes dua
dan lainnya
2) Data yang berhubungan dengan pengiriman pasien
rujukan dan data tentang pasien rujukan balik, akan
menjadi bahan untuk melakukan evaluasi kinerja baik
secara mandiri maupun dengan bantuan supervisor,
dalam rangka perbaikan dan peningkatan kinerja.
1. Prosedur Klinis.
a. Menerima pasien rujukan dari fasyankes tingkat pertama
dan tindak lanjutnya.
Atas komunikasi yang dibangun bersama fasyankes perujuk
melalui teknologi komunikasi yang tersedia, telah diketahui
kondisi pasien, sehingga memungkinkan pasien akan dapat
dilayani di fasyankes rujukan, untuk hal tersebut fasyankes
rujukan akan mempersiapkan diri menerima pasien dengan
sebaik-baiknya, selanjutnya melayani sesuai dengan kondisi
pasien pada saat kedatangannya, untuk pasien non emergensi
2. Prosedur administratif
a) Pada proses penerimaan pasien rujukan:
1) Apabila pasien tersebut dapat memenuhi syarat untuk
diterima di fasyankes rujukan dan format informed concent
telah ditandatangani, selanjutnya staf administrasi yang
bertugas harus melengkapi prosedur administrasi pasien,
baik sebagai pasien rawat jalan ataupun rawat inap, dan
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-
masing sarana.
2) Petugas melengkapi data pribadi pasien sesuai ketentuan
setelah dilakukan pelayanan pasien rujukan non
emergensi sedangkan pasien emergensi dilakukan setelah
proses stabilisasi kondisi pasien selesai dilaksanakan.
3) Menerima, meneliti dan menandatangani persetujuan
penerimaan pasien di fasyankes rujukan, atas surat
rujukan pasien dari fasyankes perujuk untuk ditempelkan
di kartu status pasien, yang selanjutnya akan dilayani di
fasyankes rujukan bersangkutan.
4) Bagi pasien peserta Asuransi Sosial, ASKES, Jamkesmas,
atau Jamsostek, petugas administrasi harus memberi
penjelasan tentang:
(a) Hak-hak sekaligus kewajiban peserta asuransi, dalam
memanfaatkan pelayanan di fasyankes, berdasarkan
status/kondisi penyakitnya,
(b) Pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan layanan
asuransi bila kondisi pasien memang tepat untuk
dilayani di fasyankes rujukan, atau bila kondisinya
yang tidak tepat untuk dirujuk, sehingga pelayanan
di fasyankes rujukan tidak ditanggung asuransi.
(c) Melampirkan hasil pemeriksaan dan pengobatan/
tindakan serta perawatan pada kartu catatan/rekam
a. Prosedur Klinis:
1) Menyiapkan pasien/specimen, untuk rujukan pemerik
saan penunjang diagnostik yang dibutuhkan.
2) Untuk spesimen, pengambilan bahan/spesiman
dilakukan sesuai prosedur (SPO), dikemas dengan
baik sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikirim
dengan memperhatikan aspek sterilitas dan kelayakan
kemasan untuk setiap jenis pemeriksaan yang harus
sesuai dengan kondisi yang diinginkan, pencegahan
terhadap kontaminasi ataupun penularan penyakit
serta memperhatikan keselamatan orang lain, dan diberi
identitas secara jelas (dengan barcode, lainnya).
3) Untuk pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya
yang memerlukan kehadiran pasiennya ke fasyankes
rujukan, memastikan bahwa pasien yang dikirim untuk
pemeriksaan penunjang diagnostik, sudah dipersiapkan
sesuai dengan prosedur serta kondisi yang ditentukan.
b. Prosedur Administratif
1) Mengisi format dan surat rujukan spesimen/penunjang
diagnostik lainnya (lihat format 3) secara cermat dan jelas
termasuk nomor surat, dan status kepesertaan sistem
asuransi (Jamkesmas, ASKES/ JAMSOSTEK, ASBRI,
dan lainnya), informasi jenis specimen atau pemeriksaan
penunjang diagnostik lain yang diinginkan, identitas
pasien dan diagnosa sementara serta identitas pengirim.
2) Format rujukan pemeriksaan dan jawaban rujukan
specimen/penunjang diagnostik lainnya dibuat dalam
rangkap dua, satu untuk dikirim ke fasyankes rujukan
bersama specimen/pasien, satu sebagai arsip.
3) Mencatat informasi yang diperlukan di buku register
pengiriman specimen/ pemeriksaan penunjang diagnostik
lainnya yang ditentukan instansinya.
a. Prosedur Klinis
1) Menerima dan memeriksa spesimen/penunjang diagnostik
lainnya, sesuai dengan tujuan/permintaan rujukan,
2) Untuk pasien ataupun bahan yang diterima, perlu
memperhatikan aspek kelayakan specimen untuk
pemeriksaan, sterilisasi bahan/spesimen, pencegahan
terhadap kontaminasi bahan, pencegahan penularan
penyakit dari specimen dan atau pasien, keselamatan
pasien sendiri dan orang lain.
3) Memastikan bahwa spesimen yang diterima tersebut layak
untuk diperiksa sesuai dengan permintaan sebagaimana
diinginkan perujuk.
4) Mengerjakan pemeriksaan laboratories: pathologi klinik
atau pathologi anatomi, atau penunjang diagnostik
lainnya seperti radiologi, EKG dan lainnya sesuai
kebutuhan/permintaan perujuk, dengan mutu pelayanan
sesuai standar.
b. Prosedur Administratif
1) Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang
diagnostik lainnya yang diterima secara cermat dan jelas
c. Prosedur operasional
1) Pasien dan atau specimen yang dikirim perujuk,
diterimakan oleh petugas di instalasi khusus pemeriksaan
specimen ataupun penunjang diagnostik lainnya,
mengikuti prosedur pelayanan yang ditetapkan di
fasyankes bersangkutan
2) Spesimen dan atau pasien diarahkan untuk menuju
tempat pelayanan yang dimaksudkan, disertai penjelasan
langkah-langkah mendapatkan pelayanan dan hasil/
jawaban atas rujukannya.
a. Prosedur Klinis
1) Memastikan bahwa permintaan pemeriksaan yang tertera
di surat rujukan spesimen/ Penunjang diagnostik lainnya
yang diterima, telah dilakukan sesuai dengan mutu
standar dan lengkap
2) Memastikan bahwa hasil pemeriksaan bisa dipertanggung
jawabkan.
3) Melakukan pengecekan kembali (double check) bahwa
tidak ada tertukar dan keraguan diantara beberapa
spesimen.
b. Prosedur Administratif
1) Mencatat di buku register hasil pemeriksaan untuk arsip.
c. Prosedur operasional
1) Pasien/fasyankes perujuk dipastikan mendapatkan
jawaban atas rujukan pemeriksaan specimen dan atau
penunjang diganostik, pada waktu yang ditentukan,
2) Hasil pemeriksaan dapat diterima melalui pasien/keluar-
ganya, ataupun langsung oleh fasyankes perujuk, yang
dikirimkan melalui perangkat teknologi komunikasi yang
ada seperti fax, email, atau perangkat TIK/ICT lainnya.
G. Rujukan Horisontal
Rujukan horisontal dapat terjadi intra fasyankes maupun dari
fasyankes lainnya setingkat. Rujukan horisontal intra fasyankes
dapat terjadi antar disiplin ilmu. Contohnya kasus gangrene pada
kaki akibat diabetes yang dirawat di SMF Penyakit Dalam, dapat
dirujuk ke SMF Bedah dalam fasyankes yang sama, dan selanjutnya
dapat dirujuk ke fasyankes tingkat pertama untuk ditindak-lanjuti
dengan perawatan secara home care. Rujukan pada kasus ini bersifat
horisontal, yang dilanjutkan dengan rujukan balik bersifat vertikal.
Contah lainnya dapat digambarkan pada pasien dengan PPOM dari RS
Kelas C di satu kabupaten/kota, dapat dirujuk ke BKPM terdekat yang
mempunyai peralatan lebih lengkap dan dokter spesialis paru, untuk
penanganan/pengobatannya. Banyak kasus lain yang memerlukan
rujukan horisontal dengan contoh-contohnya.
P
ada rujukan penderita gawat darurat, batas wilayah administrasi
(geografis) dapat diabaikan karena yang penting adalah penderita
mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat. Proses rujukan
emergensi tidak akan mengikuti alur rujukan sebagaimana umumnya
berjenjang menurut urutan tingkat fasilitas pelayanan. Dengan kata lain
pada kasus gawat darurat hirarki fasilitas pelayanan sesuai prosedur
tidak berlaku. Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa fasilitas pelayanan
Kesehatan pengirim rujukan telah melakukan bypass dalam proses
rujukan, karena pasien dengan emergensi harus secepatnya mencapai
fasilitas pelayanan yang dapat memberikan pertolongan segera dalam
satu periode waktu yang sangat menentukan (golden period).
Titik temu pelayanan pada waktu yang sangat tepat dalam suatu proses
pelayanan rujukan pasien emergensi disebut the moment of truth, dan
kepedulian serta rasa tanggung-jawab dari manajemen penyelenggara
pelayanan dalam periode ini sangat menentukan keberhasilan
pelayanan sekaligus menentukan citra (image) dari pelayanan fasyankes
bersangkutan, dan bila ini terlewatkan maka hasilnya akan sangat
berbeda, baik pada keselamatan pasiennya maupun image pelayanan
bahkan image fasyankesnya secara luas.
5. Persiapan penderita.
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki lebih
dahulu. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam
perjalanan. Untuk itu infuse maupun obat-obatan yang diperlukan
untuk itu perlu disertakan pada waktu pasien diangkut. Surat
rujukan perlu disiapkan sesuai dengan format terlampir. Seorang
paramedik perlu mendampingi penderita dalam perjalanan, untuk
menjaga keadaan umum penderita.
S
etiap fasilitas pelayanan Kesehatan wajib memiliki dan mengisi
buku register rujukan dan melakukan pencatatan dan pelaporan
pasien rujukan.
A. PENCATATAN
1. Yang diuraikan dalam buku pedoman ini adalah pencatatan
yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan dalam sistem
rujukan pasien, sehingga format-format pencatatan di fasyankes
bersangkutan secara lengkap tidak akan dijelaskan disini, dan
data yang berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan
pasien rujukan maupun rujukan balik dicatat pada kolom-kolom
yang disediakan untuk kepentingan pencatatan aktivitas masing-
masing dalam proses rujukan, sebagaimana terlampir.
2. Kolom-kolom dalam register pasien rujukan seharusnya dapat
mencakup selengkap mungkin informasi yang perlu dicatat sebagai
dokumentasi, baik sebagai format pencatatan manual maupun
dalam bentuk soft copy bagi yang telah memiliki perangkatnya.
Dengan model pencatatan demikian diaharapkan disetiap
fasyankes yang telah memiliki perangkat sistem informasi, akan
mempunyai dua arsip pencatatan pasien rujukan di fasyankes,
sebagaimana tertulis dalam lampiran tentang register pengiriman/
penerimaan rujukan/rujukan balik pasien di fasyankes, tanpa
membedakan tingkat fasyankesnya. Untuk lebih melengkapi data
yang diperlukan di masing-masing fasyankes, diberi kelonggaran
untuk menambahkan kolom-kolom yang diperlukan fasyankes
bersangkutan, sementara pencatatan dalam lembar status pasien
harus dibuat selengkap mungkin., yang disesuaikan dengan
tingkat fasyankes dalam pelayanan (tingkat I, II, III)
3. Pengisian kolom-kolom dalam register rujukan pasien sedapat
mungkin mudah diisi, proses pencatatan diupayakan tidak
harus banyak menulis, dan setiap pelayanan harus segera
didokumentasikan, baik dalam buku register maupun bentuk soft
B. PELAPORAN
1. Secara rutin per triwulan setiap fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan kasus rujukan kepada Dinas Kesehatan setempat
sesuai dengan stratanya. Laporan yang diharapkan adalah sesuai
dengan yang terdapat pada lampiran. Alur pelaporan dapat dilihat
pada bagan 4 berikut ini.
2. Yang juga penting dalam penyelenggaraan sistem rujukan, adalah
berbagi (sharing) informasi tentang pelayanan dan informasi
tentang penyakit yang dilayani di fasyankes sebagai data daerah
untuk kepentingan semua pihak, walaupun sifatnya bukan
laporan.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/kota harus mempunyai data
pelayanan dan penyakit dari pasien rujukan yang dilayani di
Fasyankes perseorangan tingkat pertama (Klinik Puskes, Klinik
Pertama, praktek dokter, dokter gigi,dan fasyankes tingkat kedua
(RS Kelas C, Klinik Utama, Balkesmas Pelayanan BKPM, BKMM)
milik pemerintah ataupun swasta dalam wilayah Kabupaten/
kota, dan Dinas Kesehatan Propinsi akan menerima informasi
dan laporan fasyankes perseorangan tingkat tiga (RS Kelas B Non
Pendidikan dan Kelas B Pendidikan, BBKPM, BBKMM, Klinik
Utama) milik pemerintah dan swasta yang berada di wilayah
propinsi bersangkutan, sedangkan pusat/nasional di Kemenkes
RI dalam hal ini Ditjen BUK/Dit BUKR, akan menerima informasi/
laporan dari fasyankes perseorangan tingkat tiga berupa RS Kelas
A Regional dan RS Kelas A Nasional,baik sebagai rumah sakit
umum maupun khusus.
Dinkes
FPK tingkat kota/kabupaten Dinkes
Kemenkes
pertama setempat provinsi sempat
NO HAL PENJELASAN
1 Pengertian Monitoring merupakan proses pengumpulan dan
analisis informasi mengenai pelaksanaan sistem
rujukan secara terus-menerus, melibatkan apakah
sistem rujukan telah dilaksanakan sesuai rencana
dan bagaimana pelaksanaannya, sehingga masalah
dapat selalu ditemukan, didiskusikan dan dipecahkan
bersama.
1. Monitoring dilakukan:
a. Secara berkala oleh masing-masing fasilitas, dari sisi
pengirim ataupun sebagai terujuk, dari aspek klinik maupun
administratif
b. Kesinambungan sistem rujukannya, mulai dari pengirim,
menuju fasilitas rujukan, proses pelayanan dan selanjutnya
2. Evaluasi dilaksanakan:
a. Sama dengan diatas, dilaksanakan pada akhir tahun
b. Disimpulkan pelaksanaannya, mencakup proses secara
keseluruhannya, hasil-hasilnya, masalah, kendala, dan
rancangan upaya perbaikannya di masing-masing titik
penyelenggaraan, langkah-langkah pelaksanaannya
c. Pembiayaan dan kelangsungan dari pengiriman pembiayaan
nya
R
umah Sakit mampu memberikan pelayanan perawatan yang
menentukan sampai dengan 85% dari semua pasien yang
mengalami cedera. Sedangkan 15% sisanya adalah pasien-
pasien yang memerlukan perawatan khusus diluar kemampuan
rumah sakit setempat. Untuk itu langkah awal yang diperlukan adalah
membantu mengembangkan kemampuan rumah sakit yang ada untuk
mengidentifikasi pasien-pasien mana yang memerlukan rujukan ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas dan kemampuan perawatan khusus.
Fasilitas Kesehatan
yang dituju:
Nama & alamat
Nama pasien
Alamat pasien
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Terapi diberikan
Alasan merujuk
Dokumen yang
disertakan
Tanda tangan:
Catatan untuk receiving facility: setelah member pelayanan kepada pasien mohon
mengisi form
rujukan balik berikut ini dan kirimkan kembali bersama pasien atau dikirim melalui
surat/fax.
Initiating facility:
Nama & alamat
Nama pasien
Alamat pasien
Hasil penemuan
khusus
Diagnosis
Terapi/operasi
Mohon diteruskan
dengan:
(obat, resep, tindak
lanjut, perawatan)
Dirujuk balik kepada: Pada tanggal:
2
NAMA
LAMPIRAN 6
3
KELUARGA
PENDAMPING
4
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
DIAGNOSIS SAAT RUJUKAN
6
(KODE)
7
EMG
9 NON EMG
PASIEN
KONDISI
10
INFORMASI PRA RUJUKAN (+/-)
11
RESUME KONDISI PASIEN (+/-)
REGISTER PENGIRIMAN RUJUKAN PASIEN
12
TENAGA KOMPETEN
(+/-)
13
ALAT EMERGENSI
Formulir Register Pengiriman rujukan Pasien
PENDAMPINGAN
WAKTU RUJUKAN
14 15
FASYANKES TUJUAN RUJUKAN
16
KETERANGAN
105 Pedoman Sistem Rujukan Nasional
1
No
2
NAMA
LAMPIRAN 7
3
KELUARGA
PENDAMPING
4
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
6
FASYANKES PERUJUK
7
WAKTU KEDATANGAN
9
14
PENDAMPINGAN
TINDASKAN EMERGENSI
& TINDAKAN (+/-)
REGISTER PENERIMAAN PASIEN RUJUKAN
15
KLINIK
DI
16
IGD
DITERIMA
Formulir Register Penerimaan Pasien Rujukan
17
DILAKUKAN TINDAK-AN LIFE SAVING (+/-)
18
DIAGNOSIS DI FASYANKES RUJUKAN
19
INFORMED CONCENT
20
RAWAT INAP
21
RAWAT JALAN
PASIEN
DILAYANI SBG
22
RUJUK BALIK
23
KETERANGAN
Pedoman Sistem Rujukan Nasional 106
1
No
2
NAMA
LAMPIRAN 8
4
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
6
FASYANKES PERUJUK
7
INFORMED CONCENT
INFORMASI PRA RUJUK BALIK (+/-)
10
DIAGNOSIS AKHIR
11
DI FASYANKES RUJUKAN
ADA RESUME PEMERIKSAAN, TINDAKAN/
12
THERAPI
13
14 WAKTU PASIEN DIRUJUK BALIK
KLINIK KEDATANGAN
15
PASCA YANKES RAWAT JALAN
DARI
PASIEN
16
PASCA YANKES RAWAT INAP
DIRUJUK BALIK
REGISTER PENGIRIMAN RUJUKAN BALIK PASIEN
17
PERUJUK
Formulir register Pengiriman rujukan Balik Pasien
18
LANJUT
PERUJUK
SARAN TINDAK
19
DIRUJUK ULANG TANGGAL
20
KETERANGAN
107 Pedoman Sistem Rujukan Nasional
1
No
2
NAMA
LAMPIRAN 9
4
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
FASYANKES PERUJUK BALIK
6
8
SEMBUH
PERLU TINJUT DI
FASYANKES PERUJUK
BALIK
PASIEN
KONDISI
RUJUKAN
9
PERLU RUJUK ULANG TGL
REGISTER PENERIMAAN RUJUKAN BALIK PASIEN
14
PASIEN DITERIMA TANGGAL/JAM
Formulir Register Penerimaan Rujukan Balik pasien
RAWAT INAP DI
FASYANKES PERUJUK
RAWAT JALAN DI
FASYANKES PERUJUK
PASIEN
DIRUJUK ULANG
SARAN UNTUK
TINDAK LANJUT
TANGGAL
16
KETERANGAN
LAMPIRAN 10
RSU Kelas A /
Khusus
RSU Provinsi/Swasta
Di Ibu kotaProvinsi
BLKM
RS Jiwa
RSU Kelas C/Swasta
Di Kabupaten/Kota RS Khusus
BKMM
KKP
RSU Kelas D/Swasta
Di Kabupaten/Kota
Dokter praktek
umum & Spesialis
Polindesa/Poskesdes/
Pustu Klinik RB / Bidan
Ketentuan Khusus:
* Untuk pasien gawat darurat, kasus Kejadian Luar Biasa (KLB), dan
keadaan geografis sesuai pemetaan wilayah rujukan, disesuaikan dengan
sarana pelayanan Kesehatan yang lebih mampu dan terdekat.
Pasien membutuhkan
pemeriksaan penunjang
Ya
Apakah Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan? dilaksanakan ditempat
tidak
Bahan pemeriksaan
Apakah Fasilitas tersebut Ya diambil dan disiapkan
mampu mengambil spesimen a untuk dikirim/dirujuk ke
atau bahan pemeriksaan? fasilitas pemeriksaan
penunjang yang lebih
mampu
tidak
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PELAYANAN Kesehatan PERORANGAN
Pasal 2
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB III
SISTEM RUJUKAN
Pasal 3
(3) Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan Kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/
atau dokter gigi pemberi pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan
permasalahan Kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 5
(3) Setiap orang yang bukan peserta jaminan Kesehatan atau asuransi
Kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengikuti sistem rujukan.
Bagian Kedua
Tata Cara Rujukan
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 7
(4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pasien tidak
dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis.
Pasal 12
Pasal 13
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 14
Pasal 15
(2) Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk
dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga Kesehatan yang kompeten.
(3) Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan Kesehatan
perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 17
(1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh
penerima rujukan.
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 18
Pasal 19
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 032/Birhup/1972 tentang Referal Sistem dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Januari 2012
MENTERI Kesehatan,
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 122
Arsil Rusli