Anda di halaman 1dari 67

PENGARUH VARIASI LAMA MASERASI EKSTRAK RAMBUT

JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) TERHADAP TOTAL


FENOL, FLAVONOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan dalam mencapai


Gelar Sarjana S-1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Diajukan Oleh :
RIDHA INDRI OKTAVIANI
D.111.13.0040

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan lancar. Penyusunan
laporan penelitian dengan judul Pengaruh Variasi Lama Maserasi Ekstrak
Rambut Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Terhadap Total Fenol,
Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan, ini dimaksud untuk memenuhi salah satu
syarat dalam memperoleh gelar sarjana S-1 Program Studi Teknologi Pangan dan
Hasil Pertanian, Universitas Semarang.
Laporan Penelitian ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis. Dan dalam penulisan laporan ini penulis telah banyak
mendapatkan banyak bantuan, arahan dan bimbingan serta saran-saran dari
berbagai pihak terutama dari pembimbing. Untuk itu, maka pada kesempatan ini
penulis tentunya tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada yang terhormat :
1. Ir. Haslina, MSi, selaku Dosen pembimbing I yang telah banyak memberi
motivasi, saran dan bimbingan sejak penyusunan laporan dari awal hingga
terselesainya laporan ini.
2. Ir. Sri Budi Wahjuningsih, MP selaku Dosen pembimbing II yang juga telah
banyak memberi motivasi, saran dan bimbingan sejak penyusunan laporan
dari awal hingga terselesainya laporan ini.
3. Ir. Sri Untari, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan, arahan, serta, motivasinya juga.
4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, dan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Semarang yang telah banyak berjasa.
5. Bapak Suharta, Ibu Sumarni, Bunda Sri Budi Wahjuningsih, Mom Haslina,
serta Adikku tersayang yang telah memberi doa dan semangat yang sangat
besar baik secara moral maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini.

vi
6. Kepada Kakandaku Sukma Denyanto atas doa, motivasi, kesabaran, dan
pengorbanannya yang selalu setia ada di samping penulis.
7. Teman-teman S-1 Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas
Semarang, khususnya Rambut Jagung Crew atas bantuannya selama ini.
8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
penulis belum sempat sebutkan namanya satu per satu.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan


ini tentunya tidak terlepas dari kekeliruan dan kesalahan, singkat kata masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan
laporan ini dan juga untuk menambah wawasan penulis. Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Semarang, 30 Januari 2017

Penulis

vii
RINGKASAN

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting selain gandum dan padi, dan telah banyak dimanfaatkan sebagai
alternatif sumber karbohidrat. Salah satu jenis jagung yang banyak dikonsumsi
yaitu jagung manis. Jagung manis dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih
manis, aroma lebih harum, dan kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jagung manis biasa. Jagung manis biasanya hanya di manfaatkan bijinya,
Padahal hampir semua bagian dari tanaman jagung manis dapat dimanfaatkan.
Salah satu bagian dari jagung manis yang sering diabaikan adalah rambut jagung.
Rambut jagung mengandung banyak senyawa bioaktif diantaranya karbohidrat,
vitamin B, vitamin C, vitamin K, Zn, Ka, Ca, Mg, P, steroid, sitosterol,
stigmasterol, alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, antosianin, fenol, air 9.65%,
protein 17.6%, lemak 0.29%, abu 3.91% dan serat kasar 40%. Untuk
mendapatkan senyawa tersebut dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi
dipengaruhi beberapa faktor salah satunya lama maserasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi lama maserasi
ekstrak rambut jagung manis terhadap total fenol, flavonoid dan aktivitas
antioksidan. Metode dalam penelitian ini adalah Sampel rambut jagung manis
segar dicuci dengan aquadest dikeringkan dengan oven pada suhu 60C selama 24
jam sampai kadar air akhir 10-11% (dilihat dari fisiknya, ketika diremas hancur),
ditumbuk menjadi bubuk menggunakan penggiling, kemudian diayak 60 mesh,
dikemas dalam plastik bening dan disimpan pada wadah gelap di bawah -20C
sampai analisis. Ekstraksi rambut jagung: Bubuk rambut jagung diekstrak dengan
proporsi bahan dan pelarut adalah 1:10. Bubuk rambut jagung dicampur dengan
metanol, dimaserasi 6 jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam. Kemudian disaring pisahkan
ampasnya menggunakan kertas Whatman No.1. Pemisahan pelarut dengan rotary
flash evaporator pada suhu 60o C.
Hasil penelitian menunjukkan semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin
besar perolehan flavonoid yang didapatkan. Akan tetapi waktu ekstraksi yang
terlalu lama menurunkan kadar fenol dan aktifitas antioksidan. Hal ini mungkin
disebabkan karena terdegradasinya senyawa fenol dan aktivitas antioksidan oleh
cahaya dan oksigen. Kadar fenol tertinggi pada ekstrak rambut jagung manis yaitu
pada perlakuan lama maserasi 6 jam sebesar 0.75% kemudian perlakuan 12 jam
0.48%, 18 jam 0.46% dan 24 jam 0.462%. Kadar flavonoid terendah sampai
tertinggi ekstrak rambut jagung manis yaitu lama maserasi 6 jam, 12 jam,18 jam
dan 24 jam sebesar 0.22%, 0.25%, 0.31% dan 0.44%. Kadar aktivitas antioksidan
memiliki hubungan positif terhadap kadar fenol dan flavonoid yaitu hasil ekstrak
yang mempunyai aktifitas tertinggi mengandung kadar fenol dan flavonoid
tertinggi. Kadar aktivitas antioksidan mempunyai grafik sama dengan total fenol.
Hasil dari lama maserasi tertinggi sampai terendah yaitu perlakuan 6 jam, 12 jam,
24 jam dan 18 jam sebesar 38.28%, 35.82%, 32.04%, dan 32%.

Kata Kunci : Jagung Manis, Rambut Jagung, Ekstraksi, Maserasi

viii
ABSTRACT

Maize (Zea mays L.) is one of the crops world's most important foodother than
wheat and rice,and has been widely used as an alternative source of
carbohydrates. One type of corn that is widely consumed is sweet corn. Sweet
corn is consumed because it has a sweeter taste, more fragrant aroma, and
nutritional value is higher than the usual sweet corn. Sweet corn is usually only
utilized seeds, Though almost all parts of the plant sweet corn can be utilized. One
piece of sweet corn that is often overlooked is the corn silk. Corn silk contains
many bioactive compounds including carbohydrates, vitamin B, vitamin C,
vitamin K, Zn, Be, Ca, Mg, P, steroids, sitosterol, stigmasterol, alkaloids,
saponins, tannins, flavonoids, anthocyanins, phenols, water 9.65%, protein 17.6%,
fat 0.29%, 3.91% ash and 40% crude fiber. To obtain the compound is carried out
by extraction. Extraction influenced by several factors one of which is a long
maceration.
This study aims to determine the effect of variations in hair long maceration
extract of sweet corn to total phenols, flavonoids and antioxidant activity. The
method in this study is the fresh sweet corn hair samples were washed with
distilled water then oven-dried at 60 C for 24 hours to a final moisture content
10-11% (as seen from the physical, when kneaded destroyed), ground into a
powder using a grinder and then sieved 60 mesh, packed in clear plastic and
stored in a dark container below -20 C until analysis. Hair Extraction of corn:
corn silk powder extracted with the proportion of material and solvent is 1:10.
Corn silk powder is mixed with methanol, macerated 6 hours, 12 hours, 18 hours,
24 hours. Separated waste is then filtered using a Whatman 1. Separation of
solvent by rotary flash evaporator at a temperature of 60 C.
o

The results showed the longer the time of extraction, the greater the acquisition
of flavonoids obtained. But the extraction time is too long to lower phenol content
and antioxidant activity. This may be due to the degradation of phenolic
compounds and antioxidant activity by light and oxygen. The highest phenol
content in hair extracts of sweet corn that is the treatment of long maceration of 6
hours by 0.75% after 12 hours of treatment 0.48%, 18 hours and 24 hours of
0.46%, 0.462%. Lowest to highest levels of flavonoids extract of sweet corn hair
is long maceration of 6 hours, 12 hours, 18 hours and 24 hours of 0.22%, 0.25%,
0.31% and 0.44%. Levels of antioxidant activity was positively related to levels of
phenols and flavonoids extract that has the highest activity containing phenol and
flavonoid content highs. Levels of antioxidant activity has the same graph with
total phenol. Results of a long maceration highest to lowest are treated 6 hours, 12
hours, 24 hours and 18 hours of 38.28%, 35.82%, 32.04% and 32%.

Keywords: sweet corn, corn silk, extraction, maceration

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN I .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN II ......................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
RINGKASAN ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
E. Hipotesis ............................................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................ 5
A. Jagung Manis ........................................................................................ 5
B. Rambut Jagung...................................................................................... 7
C. Ekstraksi................................................................................................ 10
1. Pemilihan Metode Ekstraksi ........................................................... 12
2. Pemilihan Pelarut ............................................................................ 14
D. Antioksidan .......................................................................................... 16
E. Flavonoid ............................................................................................. 21
F. Fenol..................................................................................................... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 25
A. Tempat Penelitian ................................................................................. 25
B. Waktu Penelitian .................................................................................. 25

x
C. Tatalaksana Penelitian ......................................................................... 25
1. Bahan dan Alat Penelitian ............................................................... 25
2. Metode Penelitian ............................................................................ 26
3. Prosedur Penelitian .......................................................................... 26
BAB IV. PEMBAHASAN.................................................................................. 32
A. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis Terhadap
Kandungan Total Fenol......................................................................... 32
B. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis Terhadap
Kandungan Flavonoid........................................................................... 34
C. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis Terhadap
Kandungan Aktivitas Antioksidan........................................................ 36
BAB V. PENUTUP............................................................................................. 40
A. Kesimpulan ........................................................................................... 40
B. Saran ..................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41
LAMPIRAN........................................................................................................ 46
A. Analisis Data......................................................................................... 46
B. Gambar.................................................................................................. 52

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Berbagai Zat Penting dalam Rambut


Jagung ................................................................................................... 9
Tabel 2. Konstanta Dielektrikum Pelarut Organik.............................................. 16
Tabel 3. Rerata Total Fenol Ekstrak Rambut Jagung Manis .............................. 32
Tabel 4. Rerata Total Flavonoid Ekstrak Rambut Jagung Manis ....................... 34
Tabel 5. Rerata Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rambut Jagung Manis.............. 37

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rambut Jagung................................................................................. 7


Gambar 2. Struktur Kimia Beberapa Senyawa yang Terkandung dalam
Rambut Jagung ..............................................................................8
Gambar 3. Reaksi Peredaman Radikal Bebas DPPH oleh Antioksidan........20
Gambar 4. Jenis-jenis Flavonoid........................................................................ 22
Gambar 5. Struktur Kimia Komponen Fenolik ..............................................23
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian ...............................................................27
Gambar 7. Cara Uji Aktivitas Antioksidan ......................................................... 27
Gambar 8. Kurva Standart Flavonoid ................................................................. 28
Gambar 9. Rerata Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis
Terhadap Total Fenol......................................................................... 32
Gambar 10. Rerata Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis
Terhadap Flavonoid......................................................................... 35
Gambar 11. Rerata Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis
Terhadap Aktivitas Antioksidan...................................................... 38

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting selain gandum dan padi, dimana tanaman tersebut telah banyak

dimanfaatkan sebagai alternatif sumber karbohidrat. Jagung terdiri dari

beragam varietas, salah satu diantaranya adalah varietas jagung manis yang

banyak dikembangkan di Indonesia. Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt)

atau yang lebih dikenal dengan nama Sweet corn mulai dikembangkan di

Indonesia pada awal tahun 1980, diusahakan secara komersil dalam skala kecil

untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran (Tim karya tani mandiri, 2010).

Jagung manis semakin populer dan dikonsumsi karena memiliki rasa yang

lebih manis, aroma lebih harum, dan kandungan gizi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan jagung manis biasa, serta aman dikonsumsi bagi

penderita diabetes karena mengandung gula sukrosa dan rendah lemak

(Anonim, 2010). Keistimewaan lain yang dimiliki jagung manis adalah biji,

dari butiran jagung manis lebih khas, tidak lembek dan memiliki serat yang

tidak terlalu liat. Hal ini menyebabkan jagung manis banyak digemari kalangan

menengah ke atas dan masyarakat perkotaan sehingga banyak ditemukan di

pasar swalayan (Anonim, 2013).

Badan Pusat Statistik (2015) melaporkan bahwa produksi jagung di Jawa

Tengah tahun 2013 tercatat sebesar 2.930.911 ton dan pada tahun 2014

1
2

meningkat menjadi 2.970.043 ton. Kenaikan sebesar13,55% dan diperkirakan

persentase rambut jagung sekitar 10%. Jumlah ini cukup besar dan potensial

dijadikan sebagai salah satu bahan baku industri pangan. Namun, bagian yang

banyak dimanfaatkan masyarakat hanya bijinya saja. Padahal hampir semua

bagian dari tanaman jagung dapat dimanfaatkan. Salah satu bagian dari jagung

yang sering diabaikan adalah rambut jagung.

Rambut jagung merupakan limbah industri pangan, biasanya

dimanfaatkan sebagai obat tradisional seperti untuk peluruh air seni dan

penurun tekanan darah (Nuridayanti, 2011). Rambut jagung mengandung

protein, karbohidrat, serat, vitamin B, vitamin C, vitamin K, Zn, Ka, Ca, Mg

dan P, steroid seperti sitosterol dan stigmasterol, alkaloid, saponin, tanin,

flavonoid, antosianin, protokatekin, vanilic acid, derivat hasperidin dan

quersetin (Ebrahimzadeh et al., 2008; Guo et al., 2009), fenol, terpenoid dan

glikosida (Sholihah et al., 2012). (Wang et al., 2011) menjelaskan bahwa

rambut jagung mengandung air 9,65 %, protein 17,6 %, lemak 0,29 %, abu

3,91 % dan serat kasar 40 %. Senyawa bioaktif tersebut dapat di peroleh

melalui proses ekstraksi.

Ekstraksi rambut jagung dapat dilakukan dengan berbagai metode.

Perbedaan metode dan cairan penyari ekstraksi yang digunakan menyebabkan

perbedaan kadar dan jenis senyawa fenolik serta flavonoid yang akan

diperoleh. Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.

Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup

antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guenther, 1987). Maserasi


3

merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dan

dilakukan pengadukan pada temperatur suhu kamar (Depkes RI, 2000). Pelarut

akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung

zat aktif sehingga zat aktif akan larut (Lathifa, 2008). Ekstraksi dingin metode

maserasi memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa

senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar

(Heinrich, 2004). Damanik et al., 2014 mengatakan ekstraksi daun gambir

dengan perlakuan maserasi 1 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam memiliki kadar

katekin tertinggi pada lama maserasi 6 jam sebesar 87.14%. Oleh karena itu

dilakukan penelitian ini, dimana ingin diketahui maserasi dengan berapa lama

yang efektif untuk menghasilkan ekstrak rambut jagung manis dengan kadar

total senyawa fenolik, flavonoid dan aktivitas antioksidan tertinggi

menggunakan metode maserasi, sehingga diharapkan ekstrak yang didapatkan

lebih optimal.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh variasi lama maserasi ekstrak rambut jagung manis

terhadap total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh variasi lama maserasi ekstrak rambut jagung manis

terhadap total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan.


4

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat dan

peneliti sebagai pengetahuan mengenai pengaruh variasi maserasi ekstrak

rambut jagung manis terhadap total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan.

E. Hipotesis

Berdasarkan studi pustaka dapat ditarik beberapa hipotesis pada ekstraksi

rambut jagung manis, yaitu:

1. Lama maserasi rambut jagung manis yang berbeda diduga berpengaruh

terhadap total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung Manis

Jagung manis (Zea mays saccharata sturt) merupakan salah satu jenis

tanaman yang dipanen muda dan banyak diusahakan di daerah tropis. Jagung

manis atau yang sering disebut sweet corn dikenal di Indonesia pada awal 1980

melalui hasil persilangan (Koswara, 1986). Sejak itu jagung manis di Indonesia

mulai ditanam secara komersial karena penanamannya yang sederhana dan

digemari oleh masyarakat.

Jagung manis (sweet corn) merupakan komoditas palawija dan termasuk

dalam keluarga (famili) rumput-rumputan (Gramineae) genus Zea dan spesies

Zea mays saccharata. Jagung manis memiliki ciri-ciri endosperm berwarna

bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut

(Koswara, 2009). Produk utama jagung manis adalah buah / tongkolnya, biji

jagung manis mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang

bervariasi tergantung pada jenisnya, biji jagung manis terdiri atas tiga bagian

utama yaitu kulit biji (seed coat), endosperm dan embrio. Tanaman jagung

manis umumnya ditaman untuk dipanen muda yaitu 69 82 hari setelah tanam

atau pada saat masak susu (milking stage). Proses pematangan merupakan

proses perubahan gula menjadi pati sehingga biji jagung manis yang belum

masak mengandung kadar gula lebih tinggi dan kadar pati lebih rendah. Sifat

ini ditentukan oleh gen sugari (su) resesif yang berfungsi untuk menghambat

5
6

pembentukan gula menjadi pati. Dengan adanya gen resesif tersebut

menyebabkan tanaman jagung menjadi 4 8 kali lebih manis dibandingkan

dengan tanaman jagung biasa.kadar gula yang tinggi menyebabkan biji menjadi

berkeriput (Rifianto, 2010).

Jagung manis tergolong tanaman monokotil yang berumah satu

(monoecious) yang artinya benang sari dan putik terletak pada bunga yang

berbeda, tetapi dalam satu tanaman yang sama. Berdasarkan tipe bunga

tersebut, maka penyerbukannya dilakukan dengan menyerbuk silang.

Penyerbukan dibantu oleh angin dan gaya gravitasi. Penyerbukan juga dapat

dipengaruhi oleh suhu dan varietas jagung manis dan dapat berakhir setelah 3 -

10 hari. Rambut togkol biasanya muncul 1 3 hari setelah serbuk sari mulai

tersebar dan siap diserbuki keluar dari kelobot, dengan potensi produksi

tongkol optimal sebesar 20 ton ha-1 (Syukur dan Rifianto, 2013).

Syukur dan Rifianto (2013) mengatakan bahwa untuk memperoleh

produksi yang tinggi, jagung manis sebaiknya dibudidayakan di dataran rendah

hingga dataran tinggi (0 - 1.500 mdpl) pada lahan kering yang berpengairan

cukup maupun tadah hujan dengan pH tanah antara 5,5 - 7.

Produksi jagung nasional selama lima tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan peningkatan, yitu sebesar 18.327.636 ton (2010), 17.643.250

ton (2011), 19.387.022 ton (2012), 18.511.853 ton (2013) serta 18.548.872 ton

pada tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015). Produktivitas jagung pada tahun

2013 mencapai 44.44 kuintal/ha dan sasaran pada tahun 2014 naik menjadi

48.99 kuintal/ha (BPS, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa jagung


7

mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai pangan pokok

alternatif.

B. Rambut Jagung

Rambut jagung (Maydis stigma) adalah kepala putik dan tangkai kepala

putik buah Zea mays L. yang segar, suku Poaceae. Rambut jagung

berwarna jingga kemerahan, merah jambu, coklat kekuningan, coklat

sampai merah ungu, berbau aromatik lemah dan rasa agak kelat. Secara

makroskopik, rambut jagung berupa benang-benang ramping, lemas, agak

mengkilat, panjang 10 cm sampai 25 cm, garis tengah lebih kurang 0,4

mm. Secara mikroskopik, pada penampang melintang tampak epidermis

bentuk segi empat, dengan rambut penutup terdiri dari beberapa sel,

parenkim terdiri dari beberapa sel berdinding tipis, terdapat berkas

pembuluh dengan tipe kolateral. Serbuk berwarna coklat muda. Fragmen

pengenal adalah parenkim. Rambut penutup terdiri dari beberapa lapis sel

berkas pembuluh dan serbuk sari (Ditjen POM, 1995).

Gambar 1. Rambut Jagung


8

Struktur kimia beberapa senyawa yang terkandung dalam rambut jagung

tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia beberapa senyawa yang terkandung dalam


rambut jagung
Sumber: Dictionary of Natural Products, (1994)
Keterangan: a. Maysin; b. Geraniol; c. Limonen

Fitokimia di rambut jagung memiliki sifat antioksidan dan sangat

bermanfaat untuk kesehatan. Oleh karena itu, dapat digunakan sebagai serat

makanan dan sebagai aditif makanan untuk pencegahan beberapa penyakit

(Hasanudin et al., 2012). Rambut jagung kaya senyawa polifenol dengan

aktivitas radikal bebas yang kuat, dan merupakan sumber yang baik dari

antioksidan alami (Nurhanan et al., 2012). Rambut jagung mengandung banyak

senyawa bioaktif seperti protein, vitamin, karbohidrat, kalsium, kalium,

magnesium dan natrium garam, minyak atsiri dan steroid, alkaloid, flavonoid

dan senyawa fenolik lainnya dengan efek menguntungkan pada kesehatan

manusia (Ebrahimzadeh et al., 2008).

Hasanudin et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa flavonoid yang dapat

diisolasi dari ekstrak rambut jagung adalah golongan maysin, c-glikosilflavon.


9

Selain itu juga mengandung volatil, terpenoid, derivat sinamat, glukosa,

rhamnosa, dan mineral (sodium, potassium, zinc, zat besi, dan klorida). Tabel 1

menunjukkan beberapa kandungan dan komposisi berbagai zat penting dalam

rambut jagung.

Tabel 1. Kandungan dan Komposisi Berbagai Zat Penting dalam Rambut


Jagung
Senyawa Kimia Lo (ppm) Hi (ppm)
Alkaloid 500
Aluminium 213
Ascorbic acid 11
Ash 33000
Beta-sitosterol 1300
Calcium 2520
Carbohidrat 825000
Carvacrol 144 216
Chlorogenic acid Belum diketahui Belum diketahui
Chromium 13
Cobalt 64
Daucosterol 440
EO 800 1200
Ethanol Belum diketahui Belum diketahui
Lemak 25000 43000
Fiber 81000
Iron 504
Magnesium 1790
Mangan 34
Niasin 25
Phophorus 287
Potassium 12200
Protein 99000
Riboflavin 1,5
Saponin 23000 32000
Selenium 5,7
Sodium 130
Stearic acid Belum diketahui Belum diketahui
Tiamin 2,1
Air 620000
Sumber : Duke, (2004)
10

C. Ektraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan campurannya dengan

menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara

ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tetentu dan menggunakan

medium pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007). Cara

ekstraksi yaitu bahan segar yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diproses

dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi yang digunakan tergantung

dari kelarutan bahan yang terkandung dalam tanaman serta stabilitasnya.

Menurut (Harborne, 1987), ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang

diisolasi. Proses ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang

diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih

dengan zat yang diinginkan larut (Voigt, 1995). Kandungan kimia dari suatu

tanaman yang berkhasiat obat umumnya mempunyai sifat kepolaran yang

berbeda-beda, sehingga perlu untuk memisahkan secara selektif menjadi

kelompok-kelompok tertentu. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut

dengan pelarut yang berbeda polarisnya (Harborne, 1987).

Proses ekstraksi dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu dan jenis

pelarut yang digunakan. Semakin lama waktu yang digunakan dan

semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin sempurna proses ekstraksi.

Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang akan

diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi. Untuk menemukan

senyawa pengekstrak yang baik diperlukan bahan pengekstrak yang


11

memiliki kepolaran yang sama dengan zat yang diekstrak. Jika komponen

yang diekstrak belum diketahui tingkat kepolarannya, biasanya digunakan

beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda.

Sebelum memulai ekstraksi, dilakukan persiapan bahan baku yang

mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan

bahan untuk mempermudah proses ekstraksi (Purseglove et al., 1981).

Selain itu, tingkat kemudahan ekstraksi bahan kering masih ditentukan

oleh ukuran partikel bahan. Bahan yang akan diekstrak sebaiknya

berukuran seragam untuk mempermudah kontak antar bahan dengan

pelarut (Purseglove et al., 1981).

Metode ekstraksi yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor antara

lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak,

dan sifat pelarut yang akan digunakan (Hougton et al., 1998). Beberapa

metode umum ekstraksi yang biasa dilakukan adalah ekstraksi dengan

pelarut, distilasi, Supercritical Fluid Extraction (SFE), pengepresan

mekanik, dan sublimasi. Diantara metode-metode tersebut, metode yang

banyak dilakukan adalah distilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut

(Hougton et al., 1998). Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut adalah

bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut selama selang

waktu tertentu dan komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam

pelarut.
12

1. Pemilihan metode ekstraksi menurut DitJen POM (2000) yaitu :

a. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara

mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut

bukan air (pelarut non polar) atau setengah air, misalnya etanol encer,

selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi

kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995). Apa yang disebut bahan

nabati, dalam dunia farmasi lebih dikenal dengan istilah simplisia

nabati. Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu

wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa hari

sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil cairan yang telah

dipisah dari ampasnya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk

mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan

menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang

bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut

polar) ada juga pelarut yang bersifat tidak campur air (contohnya

aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).

Metode maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau

pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia (bahan kering) yang akan

di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika

direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan
13

antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya

larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel

tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%,

sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%)

akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel

ini akan muncul gaya difusi larutan yang terpekat akan didesak

menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara

zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan

berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya

jenuh). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka

zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang

sama, yaitu masing-masing 50%. Waktu maserasi pada umumnya 5

hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang

diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai.

Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan

ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi

menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voight, 1994).

Proses maserasi ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa

bahan alam karena murah dan mudah dilakukan.

b. Cara Panas

2) Refluks
14

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

4) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

5) Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan

nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 90oC selama 15 menit.

2. Pemilihan Pelarut

Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat

kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang

penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa

tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam

pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut

non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik,


15

makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut. (Ditjen POM,

1992). Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):

a. Kapasitas besar

b. Selektif

c. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup

rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara

penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature

60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.

d. Harus dapat diregenerasi

e. Relatif tidak mahal

f. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam

keadaan uap

g. Viskositas cukup rendah

Pelarut organik berdasarkan konstanta elektrikum dapat dibedakan

menjadi dua yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar. Konstanta

dielektrikum dinyatakan sebagai gaya tolak menolak antara dua pertikel

yang bermuatan listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi konstanta

dielektrikumnya maka pelarut bersifat semakin polar (Sudarmadji et al.,

1989). Konstanta dielektrikum dari beberapa pelarut yang dapat dilihat

pada Tabel 2.
16

Tabel 2. Konstanta dielektrikum pelarut organik


Pelarut Besarnya Konstanta
n-heksan 2.0
Etil Asetat 6.0
Khloroform 4.8
Asam Asetat 6.2
Benzen 2.3
Etanol 24.3
Metanol 33.1
Air 80.4
Sumber: Sudarmadji et al., 1989

Pelarut yang diplih pada penelitian ini adalah metanol, dan aquades.

Aquades merupakan air murni hasil destilasi. Aquades memiliki

kemampuan yang baik untuk mengekstraksi sejumlah bahan simplisia

(Voigt, 1995). Metanol sering disebut metil alkohol, mempunyai rumus

kimia CH3OH dan merupakan pelarut yang tak berwarna. Menurut

sejarahnya, metanol disebut alkohol kayu (Fessenden dan Fessenden,

1997). Pada Tabel 2 konstanta dielektrik metanol menunjukkan nilai yang

paling tinggi sehingga dapat dipilih sebagai pelarut untuk mengekstrak

rambut jagung manis.

D. Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari

radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai

hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan

proses metabolik yang terjadi dalam tubuh (Goldberg, 2003). Penggunaan

senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin meluas seiring dengan

semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam


17

menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arterosklerosis,

kanker serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan

kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi

oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit-

penyakit di atas (Tahir et al., 2003).

Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas,

pembentuk kompleks dengan logam-logam prooksidan dan berfungsi

sebagai senyawa pereduksi (Andlauer et al., 1998). Menurut Miller et

al. (2000), antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga

menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-

penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi

otak dan artritis.

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya

proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam

industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam

makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Lipid

peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam

kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hermani

dan Raharjo, 2005). Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri

farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan, petroleum,

industri karet dan sebagainya (Tahir et al., 2003).

Antioksidan dalam bahan makanan dapat berasal dari kelompok yang


18

terdiri atas satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari

reaksi selama pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus

diisolasi dari sumber-sumber alami dan ditambahkan ke dalam bahan

makanan. Adanya antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat

oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen

organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan

(Rohdiana, 2001).

Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya

sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam

tubuh (Sofia, 2006: Hermani dan Rahardjo, 2005). Sebagai contoh, tubuh

manusia dapat menghasilkan glutathione, salah satu antioksidan yang sangat

kuat, hanya tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1000 mg untuk

memicu tubuh menghasilkan glutathione ini. Kekurangan antioksidan dalam

tubuh membutuhkan asupan dari luar. Bila mulai menerapkan pola hidup

sebagai vegetarian akan sangat membantu dalam mengurangi resiko

keracunan akibat radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal

bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit

kronis yang dihasilkan (Sofia, 2006).

Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan primer (Chain-

breaking antioxidant) dan antioksidan sekunder (preventive antioksidant)

(Gordon, 1990). Antioksidan primer dapat bereaksi dengan radikal lipid

dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil. Sebuah senyawa dapat

disebut sebagai antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat


19

mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat ke radikal lipid dan radikal

antioksidan yang dihasilkan lebih stabil dari radikal lipid atau dapat diubah

menjadi produk lain yang lebih stabil (Gordon, 1990). Senyawa yang

termasuk dalam kelompok antioksidan primer (Chain-breaking

antioxidant) adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat), -

karoten, glutation dan sistein (Taher, 2003).

Antioksidan sekunder berfungsi sebagai antioksidan pencegah yaitu

menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme, seperti

melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen dan penguraian

hidroperoksida menjadi produk-produk nonradikal (Gordon, 1990). Pada

dasarnya tujuan antioksidan sekunder (preventive antioksidant) adalah

mencegah terjadinya radikal yang paling berbahaya yaitu radikal hidroksil

(Taher, 2003).

Contoh antioksidan sekunder antara lain turunan-turunan asam fosfat,

asam askorbat, senyawa karoten, sterol, fosfolipid dan produk-produk

reaksi maillard (Gordon, 1990). Beberapa metode pengukuran aktivitas

antioksidan yang dapat digunakan antara lain metode DPPH dan metode

uji aktivitas kemampuan mereduksi.

Metode DPPH merupakan salah satu metode aktivitas antioksidan

yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

(DPPH) sebagai senyawa pendeteksi (Miller et al., 2000). DPPH (1,1-

diphenyl-2- picrylhydrazil) adalah senyawa radikal bebas yang stabil yang

dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan
20

membentuk DPPH tereduksi (Simanjuntak et al., 2004). Reaksi antara

DPPH dengan senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengukuran kapasitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm (Kubo et al., 2002).

Penurunan absorbansi menunjukkan adanya aktivitas scavenging (aktivitas

antioksidan).

Gambar 3. Reaksi peredaman radikal bebas DPPH oleh antioksidan


Sumber: Kubo et al. (2002)

Metode aktivitas kemampuan mereduksi digunakan untuk menentukan

antioksidan total pada sampel (Kardono et al., 1998). Aktivitas

antioksidan diukur sebagai kemampuan mereduksi Kalium Ferri Sianida.

Pengukuran aktivitas kemampuan mereduksi diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm. Absorbansi yang

tinggi menunjukkan kemampuan mereduksi yang tinggi (Yang et al.,

2000).
21

E. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan

di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru,

dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,

dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga

membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga

jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa

flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai

propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah

jenis yang banyak ditemukan dialam sehingga sering disebut sebagai

flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh

berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.

Penggolongan flavonoid berdasarkan penambahan rantai oksigen dan

perbedaan distribusi dari gugus hidroksil ditunjukkan pada Gambar 4.

Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus

hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etil

asetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak

flavonoid dari jaringan tumbuhan (Rijke, 2005). Pengambilan bahan aktif dari

suatu tanaman, dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini,

bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya.

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan

mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
22

kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati

sempurna (Ansel, 1989 dalam Sjahid, 2008).

Gambar 4. Jenis-jenis Flavonoid


Sumber: Mabry et al. (1970, dalam Sjahid, 2008)

F. Fenol

Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari

tumbuhan yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung

satu atau dua gugus hidroksi. Fenolik merupakan metabolit sekunder yang

tersebar luas dalam tumbuhan. Fenolik dapat berupa fenol sederhana,

antrakinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne,

1987). Senyawa fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari

tumbuhan yang memiliki ciri yang sama yaitu cincin aromatik yang
23

mengandung satu atau dua gugus hidroksil (Harborne, 1987) (Gambar 5).

Senyawa fenol diantaranya adalah senyawa fenol sederhana seperti

monofenol dengan satu cincin benzen (3-etilfenol, 3,4-dimetilfenol) yang

banyak ditemukan pada kacang-kacangan, grup asam hidroksi sinamat

(asam ferulat dan kafeat), flavonoid dan glikosidanya (katekin,

proantosianin, antosianidin, dan flavonol) dan tanin yang merupakan

senyawa fenol yang kompleks dengan berat molekul yang tinggi (Johnson,

2001). Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya

berikatan dengan gula sebagai glikosida (Harborne, 1987).

OH

Gambar 5. Struktur kimia komponen fenolik


Sumber: Harborne. (1987)

Gugus -OH dari senyawa fenolik berperan aktif dalam meredam efek

dari radikal bebas dengan cara mendonorkan atom H+ dan berikatan cepat

dengan radikal bebas (Kusuma dan Andrawulan, 2012). Senyawa fenol

pada kacang-kacangan terdiri dari senyawa fenol sederhana dan

kompleks. Kacang-kacangan mengandung campuran beberapa senyawa

fenol yang dapat berfungsi sinergis dengan komponen lain dan

berfungsi sebagai antioksidan dan pencegahan berbagai penyakit

(Meskin et al., 2002). Menurut Mukhopadhiay (2000), polifenol

memiliki kemampuan untuk berikatan dengan metobolit lain seperti

protein, lemak dan karbohidrat membentuk senyawa kompleks yang

stabil sehingga menghambat mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol


24

memiliki sifat antioksidatif dan antitumor (Mukhopadhiay, 2000).

Menurut Bidlack et al. (2000), polifenol dapat digunakan sebagai

pencegah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Shahidi et al., (1992) di dalam Bidlack et al., (2000) menyatakan

bahwa senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif,

penangkap radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam. Aktivitas

antioksidan dari senyawa fenol berhubungan dengan struktur senyawa

fenol (Meskin et al., 2002). Keberadaan grup hidroksil atau metoksi

pada posisi orto atau para dari turunan asam benzoat, penilpropanoid

atau flavonoid (isoflavon) diketahui dapat meningkatkan aktivitas

antioksidan dari senyawa fenol (Meskin et al., 2002). Sementara

keberadaan dua grup hidroksil pada posisi orto atau para dapat

menghasilkan struktur quinoid yang stabil, dan grup metoksi pada

posisi orto atau para adalah elektron donor yang efektif dalam

menstabilkan radikal bebas yang terbentuk, sehingga meningkatkan

aktivitas dari senyawa fenol. Penilpropanoid merupakan antioksidan

yang lebih efektif dibandingkan dengan senyawa fenol lainnya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa, Kimia dan Biokimia

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang.

B. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November tahun 2016.

C. Tata Laksana Penelitian

1. Bahan dan Alat Penelitian

a. Bahan

Varietas jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas

jenis manis berusia 80-90 hari yang berasal dari desa Temanggung,

Jawa Tengah.

Bahan kimia untuk analisis yaitu metanol 70 % dengan kualitas pro

analysis (Sigma, atau E-Merck), aquadest, folin ciocalteu, Na2CO3, asam

galat, DPPH (Diphenyl picrylhydrazyl), etanol, NaNO2, AlCl3, NaOH,

Kuersetin.

b. Alat

Beberapa peralatan yang dipergunakan adalah becker glass, blender,

ayakan 60 mesh, timbangan analitik, corong kaca, alumunium foil,

spektrofotometer, cabinet dryer, kertas saring Whatman no.1, rotary flash

25
26

evaporator, vial, Folin-Ciocalteu colorimetric, dan beberapa peralatan

gelas untuk analisis.

2. Metode Penelitian

Pada tahap ini adalah varietas rambut jagung manis diekstrak dengan

jenis pelarut metanol untuk mengetahui fitokimia ekstrak rambut jagung.

3. Prosedur Penelitian

a. Persiapan Sampel

Sampel rambut jagung segar dicuci dengan air suling (aquadest)

dikeringkan dengan oven pada suhu 60C selama 24 jam (Hu et al., 2010)

sampai kadar air akhir 10-11% (dilihat dari fisiknya, ketika diremas

hancur), ditumbuk menjadi bubuk menggunakan penggiling, kemudian

diayak 60 mesh, dikemas dalam plastik bening dan disimpan pada wadah

gelap di bawah -20C sampai analisis.

b. Ekstraksi rambut jagung

Bubuk rambut jagung diekstrak menggunakan metode (Sarepoua et

al., 2015), dengan proporsi bahan dan pelarut adalah 1:10. Bubuk rambut

jagung dicampur dengan metanol, kemudian dimaserasi 6 jam, 12 jam, 18

jam, 24 jam (Damanik et al., 2014). Kemudian disaring pisahkan

ampasnya menggunakan kertas Whatman No.1. Pemisahan pelarut

dengan rotary flash evaporator. Pemisahan pelarut dengan rotary flash

evaporator pada suhu 60o C (Hu et al., 2010 di dalam Li et al., 2009).
27

Rambut Jagung

Pengeringan, Suhu 60 C, 24 jam

Penggilingan

Bubuk rambut Jagung

Pengayakan 60 mesh

Ekstraksi : Metanol:Air, Waktu ekstraksi 6, 12, 18, 24 jam

Pemisahan Pelarut

Ekstrak Rambut Jagung

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

c. Metode Analisis

1) Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode penangkal

radikal bebas (DPPH) (Hatona et al., 1998 dan Yen Chen 1995).
100 ppm ekstrak dalam metanol (2 mgr sampel + 20 ml methanol)

5 ml supernatan

+ 1 ml DPPH 0,1 mM
Tabung reaksi tertutup
Vortex/gojog

Inkubasi suhu kamar ruang gelap selama 30 menit

Spektrofotometer 517 nm Aktifitas penangkapan radikal (%)= x


100%
Gambar 7. Cara uji aktivitas antioksidan
28

2) Uji Flavonoid

Uji flavonoid menggunakan metode Spectrofotometry, Meda et al.,

(2005).

a) Timbang sampel 5 gram ke dalam Erlenmayer 100 ml, tambahkan

aquadest menggunkan labu ukur sampai tanda tera.

b) Saring menggunakan kertas saring, kemudian ambil 1 ml larutan

jernih masukkan ke dalam tabung reaksi.

c) Tambahkan 2 ml larutan AlCl3 5%, kemudian tambahkan 7 ml

Ethanol 80 % ,vortek larutan tersebut hingga homogen.

d) Baca absorbansinya menggunkan Spectrofotometer dengan

panjang gelombang 415nm.

e) Catat data yang di peroleh kemudian hitung menggunakan kurva

standar Quercetein.

f) Buat Kurva Standar Quercetein.

Kurva Standart Flavonoid


0,3
y = 3,579x + 0,0046
0,25 R = 0,9988
0,2
Absorbansi

0,15
Series1
0,1
Linear (Series1)
0,05
0
0 0,02 0,04 0,06 0,08
Konsentrasi

Gambar 8. Kurva Standart Flavonoid


29

g) Timbang 15 mgr Quercetin encerkan menjadi 100 Ml =0,15

Mgr/Ml

3) Uji Fenol

Uji fenol menggunakan metoda Suntar et al., 1989, modifikasi

dengan Metoda Plumer 1971).

a) 1 ml asap cair redistilat diencerkan sampai 100 ml.

b) 1 ml dari pengenceran tersebut diambil dan diencerkan kembali

sampai dengan 10 ml sehingga total pengenceran = 1000 x (fp =

1000 x ).

c) Hasil pengenceran diambil 1 ml dan ditambah larutan 5 ml Na2CO3

alkali 2 % dan dibiarkan selama 10 menit.

d) Ditambah larutan Folin Ciocalteau sebanyak 0,5 ml divortex, dan

dibiarkan selama 30 menit.

e) Ditera absorbansi pada panjang gelombang 750 nm.

f) Konsentrasi fenolat larutan sampel dihitung berdasarkan kurva

standart yang diperoleh dari larutan fenol murni.

x. fp. 100%
% =

4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan satu faktor yaitu maserasi ekstrak rambut jagung (6 jam, 12

jam, 18 jam, dan 24 jam) dengan ulangan sebanyak 5 kali. (Damanik et al.,

2014) kode maserasi:


30

S1 = 6 jam

S2 = 12 jam

S3 = 18 jam

S4 = 24 jam

Selanjutnya, semua data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan

analisa sidik ragam (ANOVA). Model linier yang digunakan ialah sebagai

berikut:

Yij = + Ai + j + ij

Keterangan :

Yij = Angka pengamatan dari perlakuan ke-i (i= 1,2,3,4) dan ulangan ke-j
(j=1,2,3,4)

= Nilai tengah seluruh perlakuan

Ai = Seluruh perlakuan ke-i

j = Seluruh jumlah variasi ke-j

ij = Pengaruh galat yang timbul secara acak pada perlakuan ke-i


(i=1,2,3,4)
dan ulangan ke-j (j= 1,2,3,4)

Hipotesis penelitian yang diuji adalah H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = , yang

berarti perbedaan lama maserasi tidak mengakibatkan perbedaan rata-rata

populasi total fenol, flavonoid, dan aktivitas antioksidan. Sedangkan

hipotesis alternatif penelitian yang diuji adalah H1 : 1 2 3 4 ,

yang berarti perbedaan lama maserasi mengakibatkan perbedaan rata-rata

populasi total fenol, flavonoid, dan aktivitas antioksidan.

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan sidik ragam.

Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan, yang berarti ada pengaruh


31

perlakuan lama maserasi terhadap hasil pengamatan pada taraf signifikasi

5%, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk

mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan tersebut. Program SPSS versi

20 menggunakan prosedur General Linier Models dari komputer digunakan

untuk menganalisis data hasil penelitian tersebut.

5. Analisis

Parameter yang diamati meliputi: Fitokimia ekstrak rambut jagung (total

fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis Terhadap


Kandungan Total Fenol

Menurut Shahidi dan Marian (1995) dalam Yulia (2007) pengujian total

fenol bertujuan untuk menentukan total senyawa fenolik yang terkandung di

dalam sampel, sehingga diduga bila kandungan senyawa fenolik di dalam sampel

tinggi maka aktivitas antioksidannya akan tinggi. Analisis ini menggunakan kurva

n standar yang dipersiapkan dengan menggunakan asam galat.

Data analisis total fenol karena pengaruh lama maserasi rambut jagung manis

tersaji pada Tabel 3 dan Gambar 9:

Tabel 3. Rerata Total Fenol Ekstrak Rambut Jagung Manis


PERLAKUAN Kadar Fenol (%)
S1 0.75c 0.012
S2 0.48b 0.007
S3 0.46a 0.012
S4 0.462a 0.011
Keterangan :
1. Hasil merupakan rerata dari lima kali ulangan
2. Rerata yang diikuti dengan superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata antar perlakuan
(p<0,05)

1 0,75
0,48 0,46 0,462
0,5
0
6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam

Total Fenol

Gambar 9. Rerata Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung


Manis Terhadap Total Fenol

32
33

Data pada Tabel 3 dan Gambar 9, menunjukkan bahwa lama maserasi

berpengaruh nyata terhadap total fenol. Total fenol berkisar antara 0.75% sampai

0.46%. Uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)

dengan taraf 5% (< 0,05) menunjukkan bahwa perlakuan lama maserasi ekstrak

rambut jagung manis terhadap kandungan total fenol mengalami penurunan.

Kadar fenol tertinggi terdapat pada perlakuan lama maserasi 6 jam sebesar 0.75%.

Sedangkan total fenol terendah pada ekstrak rambut jagung manis 18 jam yaitu

sebesar 0.46%. Sesudah waktu ekstraksi 6 jam, konsentrasi fenolik semakin

menurun. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan senyawa-senyawa

antioksidan rambut jagung manis mengalami kerusakan atau degradasi, seiring

dengan lamanya waktu ekstraksi.

Peningkatan waktu ekstraksi kemungkinan terjadinya degradasi senyawa

fenolik karena waktu kontak ekstrak dengan oksigen dan cahaya yang terlalu

lama. Waktu ekstraksi yang relatif lama dapat menyebabkan terjadi dekomposisi

bahan aktif dalam campuran bahan atau sampel tersebut (Chen et al., 2001).

Menurut Lestari et al., 2014, pemilihan metode ekstraksi dapat mempengaruhi

kadar polifenol dimana polifenol yang diperoleh dari ekstraksi cara refluks (cara

panas) lebih tinggi kadarnya dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan

cara maserasi.

Lama maserasi bubuk rambut jagung manis 18 jam mempunyai kandungan

total fenol terendah dari lama maserasi lainnya. Meskipun semakin lama maserasi

kandungan total fenol akan meningkat, hal ini tidak menjamin total fenol yang

lebih tinggi karena penurunan juga disebabkan oleh dua faktor utama yaitu
34

pelepasan komponen fenol dan pembentukan menjadi komponen baru (Xu dan

Chang 2008, Padda dan Picha 2008, Azizah et al., 2008). Selain itu setiap

tanaman memiliki berbagai senyawa fenolat dengan variasi ikatan yang berbeda

beda antara fitokimia dan struktur sel. Variasi tersebut dapat menyebabkan

pembelahan fenolik yang lebih tinggi atau lebih rendah (Ramdhan dan Aminah

2014).

Kandungan fenolik total pada suatu tanaman sering dihubungkan dengan

aktivitasnya sebagai antioksidan. Kandungan fenolik total yang tinggi diharapkan

dapat memberikan aktivitas antioksidan yang lebih baik.

B. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis terhadap


Kandungan Flavonoid

Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang disimpan pada vakuola

tumbuhan (Andersen & Markham, 2006). Flavonoid tersusun atas kerangka

karbon C6-C3-C6, atau termasuk golongan fenilbenzopiran. Flavonoid adalah

sekelompok besar senyaawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai

bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.

Hasil pengukuran flavonoid pada ekstrak rambut jagung manis karena

pengaruh lama maserasi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 10:

Tabel 4. Rerata Total Flavonoid Ekstrak Rambut Jagung Manis


PERLAKUAN Kadar Flavonoid (%)
S1 0.22a 0.0006
S2 0.25b 0.017
S3 0.31c 0.0006
S4 0.44d 0.0004
Keterangan :
1. Hasil merupakan rerata dari lima kali ulangan
35

2. Rerata yang diikuti dengan superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata antar
perlakuan (p<0,05)

0,5
0,44
0,45
0,4
0,35 0,31
0,3
0,25
0,25 0,22
0,2
0,15
0,1
0,05
0
6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam

Kandungan Flavonoid

Gambar 10. Rerata Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung


Manis Terhadap Kandungan Flavonoid

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 10, menunjukkan bahwa lama maserasi

berpengaruh nyata terhadap flavonoid. Setelah dilakukan uji lanjut menggunakan

pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5% (p>0,05)

menujukkan bahwa lama maserasi ekstrak rambut jagung manis mengalami

peningkatan terhadap kadar flavonoid. Kadar flavonoid tertinggi pada ekstrak

rambut jagung manis dengan lama maserasi 24 jam yaitu sebesar 0.44%,

sedangkan kadar flavonoid terendah pada ekstrak rambut jagung manis 6 jam

0.22%.

Kadar flavonoid pada lama maserasi 6 jam mempunyai nilai terendah. Hal ini

kemungkinan disebabkan proses pemisahan antara ekstrak dan pelarut yang

kurang sempurna sehingga pelarut masih ikut bercampur dengan ekstrak. Semakin

lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin besar sehingga


36

hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara sampel dan

pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengocokan agar kontak antara

sampel dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih

sempurna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Purwani et al., 2008,

semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan antara solut dengan

solven semakin besar sehingga hasil ekstraksi semakin bertambah banyak.

C. Pengaruh Lama Maserasi Ekstrak Rambut Jagung Manis Terhadap


Aktivitas Antioksidan

Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau

mencegah proses oksidasi molekul lain. Oksidasi adalah reaksi kimia yang

dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi berantai yang dapat

merusak sel. Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat

dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan

pada penelitian ini menggunakan metode uji DPPH.

Metode uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih

karema metode ini merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk

skrining aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa. Selain itu metode ini

sifatnya stabil dalam bentuk radikal bebas (bozin et al., 2008). Aktivitas

antioksidan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang tertentu.

Hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada lama maserasi ekstrak rambut

jagung manis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 11 berikut ini:
37

Tabel 5. Rerata aktivitas antioksidan Ekstrak Rambut Jagung Manis


PERLAKUAN Kadar Aktivitas Antioksidan
(%)
S1 38.28 a 3.220
S2 35.82 a 5.868
S3 32 a 4.244
S4 32.04a 3.767
Keterangan :
1. Hasil merupakan rerata dari lima kali ulangan
2. Rerata yang diikuti dengan superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata antar
perlakuan (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 5, hasil pengujian sidik ragam (ANOVA), signifikasi

melebihi (p>0,05) maka menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara

perlakuan lama maserasi ekstrak rambut jagung manis terhadap aktivitas

antioksidan. Kadar aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak rambut jagung

manis dengan lama maserasi 6 jam yaitu sebesar 38.28%, sedangkan kadar

aktivitas antioksidan terendah pada ekstrak rambut jagung manis 18 jam yaitu

sebesar 32%.

Penelitian terhadap aktivitas antioksidan dari rambut jagung telah

dilaporkan oleh Haslina dan Eva. (2016), ekstraksi rambut jagung lokal

menggunakan jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap rendemen, total fenol,

flavonoid dan aktivitas antioksidan dengan hasil tertinggi adalah rasio

metanol:air dengan kadar aktivitas antioksidan sebesar 92,1%. Sedangkan

Samin et al., (2013) mengatakan dalam penelitiannya ekstrak metanol rambut

jagung yang berasal dari Gorontalo mempunyai aktivitas antioksidan sebesar

147.1 ppm.
38

Hubungan antara kandungan total fenol dan flavonoid terhadap aktivitas

antioksidan berdasarkan beberapa penelitian mempunyai korelasi yang sangat

kuat. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah Ukieyanna et al. (2012)

menegaskan bahwa kandungan total fenol memberikan kontribusi sebesar 77%

terhadap aktivitas antioksidan pada tumbuhan suruhan. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang telah dilakukan bahwa akivitas antioksidan rambut jagung

manis memiliki diagram hampir sama dengan diagram kandungan total fenol

ekstrak rambut jagung manis. Diagram batang rerata kandungan aktivitas

antioksidan ekstrak rambut jagung manis dapat dilihat pada Gambar 11:

39 38,28
38
37
35,82
36
35
34
33
32 32,04
32
31
30
29
28
6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam

Aktivitas Antioksidan

Gambar 11. Rerata Pengaruh Ekstrak Rambut jagung Manis Terhadap


Aktivitas Antioksidan

Dari Gambar 11, dapat dilihat bahwa grafik kadar aktivitas antioksidan

ekstrak rambut jagung manis mempunyai pola hampir sama seperti grafik

kandungan total fenol. Penurunan aktivitas antioksidan diduga karena selama

masa penyimpanan sebelum proses rotary vacuum evaporator terdapat


39

beberapa faktor yang membuat kadar aktivitas antioksidan mengalami

penurunan, sesuai literatur yang menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi aktivitas antioksidan yaitu salah satunya faktor fisik yaitu

tekanan oksidasi yang tinggi, luas kontak dengan oksigen, pemanasan ataupun

irradiasi, menyebabkan peningkatan terjadinya rantai inisiasi dan propagasi

dari reaksi oksidasi akan menurunkan aktivitas antioksidan yang ditambahkan

dalam bahan (Medikasari, 2000). Faktor yang mempengaruhi stabilitas

aktivitas antioksidan adalah pH, suhu, sinar dan oksigen, serta faktor lainnya

seperti ion logam (Abbas, 2003). Selain itu diduga pada ekstrak rambut jagung

manis ini masih dalam ekstrak yang tidak murni. senyawa flavonoid dalam

bentuk ekstrak yang tidak murni kemungkinan masih berikatan dengan gugus

glikosida karena gugus glikosida yang berikatan dengan flavonoid dapat

menurunkan aktivitas antioksidan (Ery, 2013). Selain itu pada ekstrak rambut

jagung manis ini diduga pula masih terdapat senyawa pengganggu lainnya

yang menghalangi proses penangkapan radikal bebas. Adanya senyawa protein

dan lemak pada ekstrak dapat mengganggu proses penangkapan radikal bebas

oleh senyawa fenolik atau flavonoid (Elsha, 2012).


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Lama maserasi berpengaruh nyata (p < 0.05) terhadap total fenol dan

flavonoid tetapi tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap aktivitas

antioksidan.

2. Lama Maserasi 6 jam diperoleh kadar fenol 0.75%, kadar flavonoid 0.22%,

dan aktivitas antioksidan 38.28%.

B. SARAN

1. Rambut jagung manis mempunyai nilai sebagai sumber antioksidan alami,

maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pemanfaatan rambut

jagung dan isolasi senyawa aktif rambut jagung.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abbas A. 2003. Identifikasi Dan Pengujian Stabilitas Pigmen Antosianin Bunga


Kana (Cana Coccinea Mill) Serta Aplikasinya Pada Produk Pangan.
Undergarduated Theses. JIPTUMM. Malang.

Anonim. 2010. Karakteristik Produk pertanian. http://agribisnis.blogspot.com/


2010/06karakteristik-produk-pertanian.html. 2010. ( Diakses 16 November
2016).

Anonim. 2013. Biologi jagung Manis. http://eprints.ung.ac.id/510/6/2013-2-


54211-613409045-bab2-10012014070816.pdf. (Diakses 16 November
2016).

Ansel H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, Press UI, Jakarta.

Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB. Hal : 21, 26-27.

Bozin, B., Mimica, D.N., Samojilik, I., Goran, A. dan Igic, R. (2008). Phenolics
as antioxidant in garlic. Food Chemistry, 111, 925-929.

Badan Pusat Statistik. 2015. Luas panen, produksi dan produktivitas jagung di
DIY tahun 20072011. diakses dari http://www.bps.go.id pada tanggal 3
September 2013.

Elsha U. 2012. Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolik, dan Flavonoid Total


Tumbuhan Suruhan (Ppeperomia peluucida L. Kunth). Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Ery A. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Lakum (Cayratia
trifolia) dengan DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya.

Ebrahimzadeh MA, Pourmorad F, and Bekhradnia AR. 2008. Iron chelating


activity, phenol and flavonoid content of some medicial plant from iran.
African Journal of Biotechnology, 7 (18): 3188-3192.

Chen, Z.y, Q.Y. Zhu, D.Tsang, Y. Huang, 2001, Degradation of green tea
catechins in tea drinks. Journal of Agricultural & food chemistry, 49, p.
477-482.

41
42

Damanik DDP, Surbakti N, Hasibuan R. 2014. Ekstraksi Katekin Dari Daun


Gambir (Uncaria gambir roxb) Dengan Metode Maserasi. Jurnal Teknik
Kimia USU, 3(2): 10-14.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta : Depkes RI. Hal. 10-11.
Dictionary of Natural Products, Volume 4, 1994, Chapman & Hall, Cambridge,
3796.

Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM. 1992. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Bidang


Makanan (edisi II), Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995).Farmakope


Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.Hal. 1083, 1084.

Duke, Jim. 2004. Phytochemical and Ethnobotanical Databases. (http://www.Ars-


grin.gov/cgi-bin/duke/farmacy2.pl. diakse 20 September 2016).

Guo, J., Liu, T., Han, L., Liu, Y. 2009. The Effects of Corn Silk on glycemic
metabolism. Nutrition & Metabolism, 6,47.

Guenther E. 1987. Minyak atsiri jilid I. Penerjemah Ketaren S., Cetakan I,


Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Haslina dan Eva M. 2016. Ekstraksi rambut jagung (corn silk) dengan variasi jenis
pelarut. Laporan Penelitian. Universitas Semarang.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Padmawinata K. Penerbit ITB. Bandung.

Hasanudin, K., P. Hashim and S. Mustafa. 2012. Corn Silk (Stigma Maydis) in
Healthcare : A Phytochemical and Pharmacological Review. Molecules; 17:
9697-9715.

Hu, Q. L. Zhang, L. J. Li, Y. N. Ding, Y. J. and Li, F. L. 2010. Purification and


antifatigue activity of flavonoids from corn silk. International Journal of
Physical Sciences 5: 321326.

Koswara, J. 1986. Budidaya Jagung Manis (Zea mays saccharata). Materi Kursus
Budidaya Jagung Manis dan Jamur Merang. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
43

Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). eBook


Pangan.com

Lathifa QA. 2008. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada Buah
Belimbing (Averrhoa Bilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut. Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malik Ibrahim. Malang.

Lestari T, Rahmiyani I, & Munawaroh S. 2014. Pengaruh Metode dan Variasi


Pelarut Ekstraksi Terhadap Kadar Polifenolat Bunga Kecombrang
(Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
12 (1): 88-95.

Meda A. 2005. Determination of the total phenolic, flavonoid, and proline content
in Burkina fasan money, as well as their radical scavenging activity. Food
Chemistry. 91: 571-577.

Medikasari. 2000. Bahan Tambahan Makanan: Fungsi dan Penggunaannya Dalam


Makanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Meskin, M. S.,W. R. Bidlack, A. J. Davies, S. T. Omaye. 2002. Phytochemicals in


Nutrition and Health. CRC Press, London New York.

Mukhopadhiay, M. 2000. Natural Extracts Using Supercritical Carbon Dioxide.


CRC Press, London, New York.

Nuridayanti, EFT. 2011. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Rambut Jagung (Zea
mays L.) ditinjau dari Nilai LD50 dan Pengaruhnya Terhadap Fungsi Hati
dan Ginjal Pada Mencit. Universitas Indonesia : Depok.

Nurhanan AR, Rosli WIW, and Mohsin SSJ. 2012. Total polyphenol content and
free radical scavenging activity of corn silk (Zea mays hairs). Sains
Malaysiana 41 (10): 1217-1221.

Padda MS, Picha DH. 2008. Phenolic composition and antioxidant capacity of
different heat-processed forms of sweetpotato cv. Beauregard.
IJFST.43:1404-1409.

Purwani, M, V, Suyanti, dan Muhadi. 2008. Ekstraksi Konsentrat Neodimium


Memakai Asam Di 2 Etil Heksil Fosfat, Seminar Nasional IV SDM
Teknologi Nuklir,Yogyakarta.

Ramdhan T, Aminah S. 2014. Pengaruh pemasakan terhadap kandungan


antioksidan sayuran. Buletin Pertanian Perkotaan. Vol 4(2):7-13.

Rifianto, A. 2010. Jagung Manis Master Sweet Bener-Bener Master.


<azisrifianto.blogspot.com>. Diakses 2 November 2016.
44

Rijke E. 2005. Trace-level determination of flavonoids and their conjugates


application to plants of the leguminosae family. Tesis. Amsterdam
University, Amsterdam.

Sjahid LR. 2008. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari daun dewandaru (Eugenie
uniflora L.). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Samin AA, Bialangi N, dan Salimi YK. 2013. Penentuan Kandungan Fenolik
Total dan Aktivitas Antioksidan dari Rambut Jagung (Zea mays L.) yang
Tumbuh di Daerah Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo.

Sarepoua E, Tangwangchai, Suriharn B, and Lertrat J. 2015. Influence of variety


and harvest maturity on phytochemical content in corn silk. Food Chemistry
Journal, 169 (2015) : 424-429.

Sholihah MA, Nurhanan AR, dan Rosli WIW. 2012. Phytochemicals Screening
and Total Phenolic Content of Malaysian Zea Mays Hair Extracts.
International Food Research Journal 19(4): 1533-1538.

Syukur, M. dan A. Rifianto. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 124
hlm.

Tahir I, Wijaya K, dan Widianingsih D. 2003. Terapan analisis hansch untuk


aktivitas antioksidan senyawa turunan flavon/flavonol. Seminar on
Chemometrics- Chemistry Dept Madjah Mada University.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman bertanam jagung. Bandung. CV.
NUANSA AULIA.

Ukieyanna, E., Suryani., Roswiem, A.P. 2012. Aktivitas Antioksidan kadar


fenolik dan flavonoid total tumbuhan suruhan. Skripsi. Bogor: Departemen
Biokimia Institut Pertanian Bogor.

Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Ekstraksi, Diahlibahasakan oleh


Soewandhi, S. N. Edisi 5, Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Wang, C. Zhang, T. Liu, J. Lu, S. Zhang, C. Wang, E. Wang, Z. Zhang, Y. and


Liu J. 2011. Subchronic toxicity study of corn silk with rats. Journal of
Ethnopharmacology 137: 36-43.

Xu B, Chang SKC, 2008. Effect of soaking, boiling, steaming on total phenolic


content and antioxidant activities of cool season food legumes. Food
Chem,110:1-13.
45

Yen, G.C. dan H.Y. Chen. 1995. Antioxidant activity of various tea extracts in
relation to their antimutagenicity. J. Agric. Food. Chemistry, 27-32.

Yulia, O. 2007. Pengujian kapasitas Antioksidan Ekstrak polar, nonpolar, fraksi


protein, dan non protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L) swet).
Departemen Ilmu Dan Teknologi pangan. Institut Pertanian bogor.
Lampiran 1: Analisis Data

Oneway
Descriptives
KADAR FENOL

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound Upper Bound

S1 5 7500.0000 122.47449 54.77226 7347.9278 7652.0722


S2 5 4800.0000 70.71068 31.62278 4712.2011 4887.7989
S3 5 4600.0000 122.47449 54.77226 4447.9278 4752.0722
S4 5 4620.0000 109.54451 48.98979 4483.9825 4756.0175
Total 20 5380.0000 1262.24528 282.24663 4789.2510 5970.7490

Descriptives
KADAR FENOL

Minimum Maximum

S1 7400.00 7700.00
S2 4700.00 4900.00
S3 4500.00 4800.00
S4 4500.00 4800.00
Total 4500.00 7700.00

Test of Homogeneity of Variances


KADAR FENOL

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.322 3 16 .809

ANOVA
KADAR FENOL

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 30084000.000 3 10028000.000 853.447 .000


Within Groups 188000.000 16 11750.000
Total 30272000.000 19

46
47

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets
KADAR FENOL
Duncan

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

S3 5 4600.0000
S4 5 4620.0000
S2 5 4800.0000
S1 5 7500.0000
Sig. .774 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Means Plots
48

Descriptives
KADAR FLAVONOID

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound Upper Bound

S1 5 2213.9360 6.06335 2.71161 2206.4074 2221.4646


S2 5 2537.0700 167.93505 75.10284 2328.5511 2745.5889
S3 5 3114.3920 6.07415 2.71644 3106.8499 3121.9341
S4 5 4432.9580 4.56013 2.03935 4427.2958 4438.6202
Total 20 3074.5890 873.44421 195.30806 2665.8045 3483.3735

Descriptives
KADAR FLAVONOID

Minimum Maximum

S1 2206.45 2223.29
S2 2262.91 2679.77
S3 3105.02 3121.89
S4 4425.51 4436.68
Total 2206.45 4436.68

Test of Homogeneity of Variances


KADAR FLAVONOID

Levene Statistic df1 df2 Sig.

4.264 3 16 .022

ANOVA
KADAR FLAVONOID

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 14382004.404 3 4794001.468 677.678 .000


Within Groups 113186.545 16 7074.159
Total 14495190.948 19
49

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

KADAR FLAVONOID
Duncan

PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

S1 5 2213.9360
S2 5 2537.0700
S3 5 3114.3920
S4 5 4432.9580
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Means Plots
50

Descriptives
KADAR ANTIOKSKIDAN

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound Upper Bound

S1 5 382820.0000 32202.51543 14401.40271 342835.2959 422804.7041


S2 5 358200.0000 58680.53340 26242.73233 285338.4943 431061.5057
S3 5 320000.0000 42435.06805 18977.53936 267309.9037 372690.0963
S4 5 320400.0000 37667.82447 16845.56321 273629.2185 367170.7815
Total 20 345355.0000 48650.88818 10878.66931 322585.6834 368124.3166

Descriptives
KADAR ANTIOKSKIDAN
Minimum Maximum

S1 344800.00 433300.00
S2 266700.00 428600.00
S3 259300.00 379300.00
S4 259300.00 357100.00
Total 259300.00 433300.00

Test of Homogeneity of Variances


KADAR ANTIOKSKIDAN

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.250 3 16 .861

ANOVA
KADAR ANTIOKSKIDAN

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


14171241500.0 4723747166.66
Between Groups 3 2.454 .101
00 7
30800028000.0 1925001750.00
Within Groups 16
00 0
44971269500.0
Total 19
00
51

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

KADAR ANTIOKSKIDAN
Duncan

PERLAKUAN N Subset for alpha


= 0.05

S3 5 320000.0000
S4 5 320400.0000
S2 5 358200.0000
S1 5 382820.0000
Sig. .052

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Means Plots
Lampiran 2. Gambar

Gambar 1. Rambut Jagung Segar

Gambar 2. Bubuk Rambut Jagung Manis

Gambar 3. Maserasi

52
53

Gambar 4. Penyaringan

Gambar 5. Hasil Penyaringan


54

Gambar 6. Pemisahan Pelarut

Gambar 7. Hasil Ekstraksi

Anda mungkin juga menyukai