Anda di halaman 1dari 6

Konflik dapat digambarkan sebagai 'suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih di mana

seseorang mempersepsi oposisi yang lain '(Hampir 2006) atau' kekhawatiran dari dua orang terlihat

tidak kompatibel '

sebagai indikator perbedaan yang selalu hadir untuk

beberapa derajat dalam unit kerja (Porter-O'Grady

& Malloch 2011)

kolegialitas dan belum terpecahkan konflik yang buruk dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja
(Cox 2003) dan kontribusi langsung stres yang berhubungan dengan pekerjaan (Hampir 2010).
konflik mungkin juga mempengaruhi kehidupan keluarga individu dan menyebabkan
perilaku yang tidak pantas terhadap keluarga lainnya anggota (Dehghan & Negarandeh 2009).
manajemen konflik meliputi baik masalah
resolusi konflik pemecahan dan dalam kelompok strategi (Dougherty & Larson 2010). Nurses '
hubungan dengan rekan-rekan mereka, kerja mereka konteks, dan karakteristik pribadi mereka semua
mempengaruhi bagaimana mereka memandang dan menangani konflik (Hampir et
Al. 2010; Porte-O'Grady & Malloch 2011). Saling pemahaman dan interaksi yang penting bagi konflik
pencegahan (Dehghan & Negarandeh 2009) dan sering mengorbankan adalah modus pilihan untuk
menemukan solusi yang dapat diterima yang memenuhi orang yang terlibat
Duddle dan Boughton (2007) mengeksplorasi bagaimana perawat berinteraksi dan berhubungan dengan

satu sama lain. Tiga tema yang ditekankan: sulit interaksi, menyelesaikan situasi konflik dan toleransi.

Interaksi sulit diantisipasi dan dihindari ketika situasi konflik yang lebih baik ditoleransi. perawat

berpengalaman bisa merasakan miskin atmosfer dan telah mengembangkan keterampilan untuk

menghindari situasi konflik. Perilaku ini mungkin muncul karena diplomasi atau menarik diri dari suatu

mengintimidasi situasi atau tidak perlu mengejar baik perhatian


Konflik tidak bisa dihindari dalam sosial, organisasi, dan profesional kehidupan keperawatan sehari-hari
(Al-Hamdan, Shukri et al. 2011). Konflik adalah suatu kondisi nyata dari sifat dan konten kerja perawat,
dan menurut Vivar (2006) masih sangat penting subjek dalam lingkungan perawatan kesehatan di
seluruh dunia. Para peneliti berpendapat bahwa konflik di lembaga diharapkan, karena organisasi secara
alami terdiri dari interaksi manusia, saling ketergantungan, dan berbagai tingkat hirarki (Bell dan Song
2005). Konflik dapat interpersonal, intra-personal, intra-kelompok dan antarkelompok (De Dreu dan Van
De Vliert 1997) seperti dokter-perawat, perawat-pasien, perawat-perawat, dan perawatan kesehatan
perawat-profesional lainnya. Menurut Kantek dan Kavla (2007) yang sebagian besar sumber penting dari
konflik di lingkungan keperawatan adalah perbedaan gaya manajemen, persepsi karyawan, personil
kekurangan, dan perbedaan tujuan dan persaingan antara kelompok kerja. Sementara konflik di dalam
profesi keperawatan secara tradisional telah dilaporkan sebagai emosi negatif menghasilkan (Jacinta
2006), konflik juga dapat memiliki efek positif seperti pembuatan kebijakan baru, meningkatnya
persaingan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan; dengan asumsi bahwa konflik dapat dikelola
secara produktif. Demikian pula, konflik juga dapat berharga untuk sebuah organisasi karena
mempromosikan inovatif dan kreatif pemecahan masalah, menjelaskan masalah, dan memungkinkan
mendasari masalah untuk naik ke permukaan; lagi asumsi itu dapat dikelola secara efektif (Jamson
1999; Kunaviktikul, Nuntasupawat et al 2000;. Rahim 2000; Rahim 2001;
Rahim 2002). Bousari et al (2009) lebih jauh dan mengidentifikasi konflik yang dapat membantu
perawat mencapai tujuan mereka, misalnya pencapaian kondisi kerja yang lebih baik.
Sebagai kekuatan positif, konflik dapat membantu mempertahankan tingkat optimal dari
stimulasi dan aktivasi di antara anggota organisasi, dan dikelola dengan baik dapat konflik
memfasilitasi pertumbuhan organisasi (Valentine 1995).

Sementara konflik dikonseptualisasikan berbeda tergantung pada situasi di mana ia terjadi, itu
terdiri dari komponen utama yang konsisten seperti diungkapkan perjuangan, saling
ketergantungan, dirasakan ketidakcocokan tujuan, dirasakan langka imbalan, dan gangguan
(Domenici dan Littlejohn 2001). Dalam konteks ini konflik didefinisikan sebagai sebuah
perjuangan diungkapkan antara dua atau lebih saling tergantung pihak mengamati tujuan yang
tidak kompatibel, sumber daya yang langka, dan gangguan dari orang lain dalam mencapai
tujuan mereka (Hocker dan Wilmot 2001). Selanjutnya, manajemen konflik gaya mengacu mode
karakteristik individu mengelola sengketa di berbagai episode interaksi (Ting-Toomey, Yee-Jung
et al. 2000).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gaya Manajemen Konflik

2.1.1.Pengertian Manajemen Konflik.

Konflik adalah perselisihan internal atau ekternal akibat adanya

perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis &

Huston, 2010. Menurut Swanburg (2000), konflik berhubungan dengan

perasaan yang diabaikan, dipandang tidak sebagai mana adanya, tidak dihargai

dan beban yang berlebihan. Perasaan tersebut menimbulkan titik kemarahan

yang berakibat prilaku jahat seperti berpikir, berdebat atau berkelahi. Konflik

dapat terjadi akibat prilaku menentang, stres, ruang kerja yang tidak sesuai,

batasan kewenangan perawat, keyakinan, nilai dan sasaran. Manusia memiliki

perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, system hukum, bangsa,

suku agama, kepercayaan, aliran politik, budaya dan tujuan hidup. Perbedaan

inilah yang selalu menimbulkan konflik. Sehingga dapat dikatakan jika sejarah

umat manusia merupakan sejarah konflik yang selalu terjadi di dunia dalam

sistem sosial negara, bangsa, organisasi, perusahaan dan bahkan dalam sistem

keluarga dan pertemanan yang terjadi dimasa lalu, sekarang dan pasti akan

terjadi di masa yang akan dating (Wirawan, 2010).

Handoko (2009) mengatakan konflik biasanya timbul dalam organisasi

sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi atau

struktur organisasi. Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi.

Karena itu, individu perlu mengembangkan kemampuan menggunakan setiap


gaya sesuai dengan situasi. Ada gaya yang tepat dan adaptif bagi seseorang,

ada yang tidak, gaya yang tepat dan adaptif itu cocok dengan kepribadian orang

tersebut. Kita dapat mengidentifikasi situasi mana yang cocok untuk gaya yang

mana, dan situasi yang tidak cocok, serta menilai kekuatan dan kelemahan dari

gaya manajemen konflik kita sendiri (Anastasia, 2007). Dalam penelitian Lamia

(2011) ditemuka adanya hubungan antara jumlah penggunaan gaya manajemen

konflik dengan efektifitas penanganan konflik sepenuhnya dimediasi oleh

komponen karakteristik individu yaitu kognitif, cara mengatasi konflik dan

kontek kesadaran. Sedangkan komponen rasa empati dan keterampilan. Politik

tidak menunjukkan adanya hubungan (Lamia, 2011)

2.1.2.Tujuan Manajemen Konflik


Tujuan terbaik menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian

menang-menang (win-win solution) untuk semua pihak terkait. Tujuan itu tidak

selalu tercapai dalam setiap situasi dan sering kali tujuan manajer adalah

mengelola konflik dengan cara yang mengurangi perbedaan persepsi antara

kedua pihak yang terlibat. Seorang pemimpin bertugas mengenali manajemen

konflik atau strategi penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi.

Pilihan strategi yang paling tepat bergantung pada banyak variabel, misalnya

situasi itu sendiri, urgensi keputusan, kekuatan dan status pemain, pentingnya

isu dan kedewasaan orang yan terlibat dalam konflik (Marquis & Huston, 2010).

Menurut Wirawan (2010), tujuan manajemen konflik yaitu untuk

mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri, misi


dan tujuan organisasi, memahami orang lain yang membantu kita dan

memahami perbedaan antara diri kita dan orang lain dalam keberagaman,

meningkatkan kreativitas dan motivasi dalam usaha manajemen konflik.

Manajemen konflik dapat meningkatkan keputusan melalui pertimbangan karena

dalam pemecahan konflik akan memfasilitasi terciptanya alternatif yang pada

akhirnya membantu menentukan keputusan yang bijak. Peran serta,

pemahaman bersama, dan kerja sama adalah salah satu kunci yang bisa dan

memfasilitasi pelaksanaan kegiatan. Seluruh unit -unit yang ada saling

mendukung untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen konflik juga dapat

menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik. Organisasi dalam

perjalanannya akan selalu menemui konflik yang harus dihadapi. Konflik yang

ada sebelumnya menjadi pembelajaran bagi sebuah organisasi untuk

kedepannya menciptakan prosedur untuk menyelesaikan konflik berikutnya.

Sumber: M. Afazur Rahim. 2002. Toward a Theory of Managing Organizational Conflict. International Journal of

Conflict Management, 13(3), 206235.

Baumann, A. (2007). Positive Practice Environment: Quality Workplaces = Quality


Patient Care. London: International Council of Nurses
Dahlan, M.S. (2013). Statistik Untuk Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta: Salemba
Medika
Erickson, R.J.; Grove, W.J.C. (2007). Why Emotions Matter: Age, Agitation, and
Burnout Among Registered Nurses. Online Journal of Issues in Nursing
13(1)
Kamal, A.; Masumi, M.; Minowa, O.; Takashi, S. Tomofumi, I.; Toshihiro, U.
(2010). Night-Shift Work Related Problems in Young Female Nurses in
Japan. Journal Occupational Health 43:150-156
Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam, Effendy, F. (2010). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Salemba.

Peluw, Z. (2007).Hubungan Tingkat Kepentingan dan Persepsi Masyarakat Terhadap


Tingkat Pelayanan Kesehatan dengan Minat Memanfaatkan RSU Alfattah
Kota Ambon Tesis. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Keperawatan
Universitas Indonesia.
Santoso, S. (2010). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17.
Jakarta: Elex Media Komputindo
Supriatna, U. (2011). Analisa Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Kelelahan Kerja
Terhadap Kinerja Perawat RSUD Pandeglang.Tesis.Jakarta: Program Pasca
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Sveinsdottir, H.; Biering, P.; Ramel, A. (2006). Occupational Stress, Job Satisfaction,
and Working Environment among Icelandic Nurses: A Cross-sectional
Questionnaire Survey. International Journal of Nursing Studies 43:875-889
Swansburg, R.C.; Swansburg, R.J. (2005).Introductory Management and Leadership
for Nurses 3rd Edition.Toronto: Jones and Bartlett Publisher
Taylor, S.E. (2006). Health Psychology. Singapore: McGraw-Hill Companies
Incorporation
Yada, H.; Abe, H.; Omori, H.; Matsuo, H.; Masaki, O.; Ishida, Y.; Katoh, T. (2014).
Differences in Job Stress Experienced by Female and Male Japanese
Psychiatric Nurses. International Journal of Mental Health Nursing 23:468-
476

Balay, R. (2006). Conflict management strategies of administrators and


teachers.Asian Journal of Management Cases, 3(1), 5-24.
doi: 10.1177/097282010500300103.

Brewer, N., Mitchell, P., & weber, N. (2002). Gender role, organizational status
and conflict management styles. The International Journal of Conflict
Management, 13(1), 78-94. Retrieved from
http://www.ischool.utexas.edu/~libby/manage/conflict.pdf.

Olcum, M., &Hacifazlio, O. (2004).Academic conflict management


styles.Dogus University Journal, 5(2), 155-162. Retrieved from
journal.dogus.edu.tr/index.php/duj/article/download/150/166.

Wilmot, W. &Hocker,J. (2001).Interpersonal conflict. Boston: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai