Anda di halaman 1dari 16

Referat Kardiologi Kepada YTH

Dr. Aslinar Bapak/Ibu Dr.


Kamis/10 Juni 2010

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

PENDAHULUAN

Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama jantung
di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia berarti tidak
ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau irama tidak
normal.1
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia
bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama
sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin
tidak berbeda.1,2
Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena
sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang
memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan
memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV
berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. 1,2 Referat ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan tatalaksana terhadap takikardi
supraventikular pada bayi dan anak.

1
DEFINISI

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan
laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai
250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian
atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. 1,2 Kelainan ini sering
terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.3,4

EPIDEMIOLOGI

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan


pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250. Angka
kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada dewasa. 1 Menurut
Emily dkk5 bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250 anak tapi sering gejalanya
samar-samar dan sering disalahartikan dengan gejala dari penyakit umum lainnya pada anak.
TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi
sering terjadi sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung
yang normal dan hanya 15% bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-
obatan atau karena demam.6,7

ELEKTROFISIOLOGI8

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan


rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran
rangsang.
a. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk
secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan
irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama
pengganti).

2
- Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan
fenomena reentry
- Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum
sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum
atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan
rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.
- Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan
automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan
normal.
- Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional
(blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain
masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah
masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara
ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur
(pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau
fibrilasi.

b. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi)
aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya
aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang
untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran
rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras
kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.

c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan


Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang
bersama gangguan hantaran rangsang.

3
Mekanisme Terjadinya TSV

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya


takikardi supraventrikular yaitu:1

(1). Otomatisasi (automaticity)


Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami
percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS,
dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena
pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri
peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena
otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia,
hipomagnesemia, dan asidosis.
(2). Reentry
Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah
dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:
a. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun
proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.
b. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.
c. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok
memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah
untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur
konduksi tersebut.

4
Gambar 1. Proses terjadinya TSV9

KLASIFIKASI

Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)


Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini
jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak
adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,
tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak
tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan). 1,10
Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi
antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi
retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG
adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul
segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi
antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras

5
his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS
yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah
kompleks QRS.1
Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan
mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup
pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi
lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini
disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak
adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera
setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena
gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis
atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi
dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang
cukup jauh setelah komplek QRS.1

Gambar 2. Gambaran EKG pada TSV6

Penyebab11

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya
terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.

6
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya
setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan
langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan. 2
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA)

Gejala Klinis

Gejala klinis takikardia supraventrikular (TSV) pada bayi tidak khas, umumnya terjadi pada bayi
di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya dibawa ke dokter karena mendadak gelisah, irritabel,
diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu,. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya
karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat
cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi
yang nyata.2,6
Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada usia yang
lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun yang
tersembunyi (concealed). Berbeda dengan TSV pada bayi, pada kelompok ini tidak dijumpai
tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang lebih lambat. Yang
sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar dan perasaan tidak enak.1
Berbeda dengan TSV pada bayi dan anak, TSV kronik dapat berlangsung selama
berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut
nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga lebih
dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien terdapat
disfungsi miokard akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya. 1,2
Gejala klinis lain TSV dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri
dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri
kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.6,12,13
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung.6 Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya gagal
jantung berat dan hidrops fetalis.4
7
DIAGNOSIS
Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut: 3,10
a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum
b. Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)
c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)
d. EKG:
e. Pemeriksaan esophageal electrophysiology dapat digunakan sebagai prediktor apakah
bayi membutuhkan obat anti aritmia.7
PENATALAKSANAAN
Secara garis besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 2
a. Penatalaksanaan segera
b. Penatalaksanaan jangka panjang

a. Penatalaksanaan segera
1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava
tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Perasat valsava berupa
pemijatan sinus karotis, dan tekanan pada bola mata akan tetapi berisiko terjadinya luka
pada mata dan retina.6,11 Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang dianjurkan
oleh karena sering dilaporkan berhasil (lebih kurang pada 25% kasus) adalah dengan
menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es (sekitar 10-20 detik) dan jangan
sekali-sekali membenamkan muka bayi ke`dalam air es. Cara ini efektif pada jenis
takikardi yang melibatkan nodus AV tapi responnya kurang baik pada sebagian besar
bentuk takikardi atrial primer.1,2,11
2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat
kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung
sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin
dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh
sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV
sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek
yang minimal terhadap kontraktilitas jantung. 1,4,6
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV
karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar
90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai
dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250
8
/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien
diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang. 1,11,14
Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan
terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node,
gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node
(seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan
bronkokonstriksi pada pasien asma.6
3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera TSV pada anak berusia di atas 12
bulan, akan tetapi saat ini mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini
mulai bekerja 2 sampai 3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak
laporan terjadinya hipotensi berat dan henti jantung pada bayi berusia di bawah 6 bulan.
Oleh karena itu verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang berusia kurang
dari 2 tahun karena risiko kolap kardiovaskular. 4,6 Jika diberikan verapamil, persiapan
untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10 mg/kg),
cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa verapamil
efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak memberikan respon
dengan adenosin.1 Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk 15, menemukan bahwa
verapamil intravena efektif pada 100% pasien TSV.
4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja
memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat
pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose
diberikan.1
5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin
tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak
yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada
jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. 1,11
Penelitian oleh Wren dkk16 tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif
dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh
inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus. 10
6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau
kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct
9
current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon
yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan
puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu
terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan
DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron.
Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif. 2
7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara
intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar dari dosis
digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut
berselang 8 jam.2
8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan
digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke
irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan
mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-
synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek
vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini
tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload
sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg
ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan
pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-
170 mmHg.2,4
9. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol
untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan
sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang
refrakter.13
10. Penelitian oleh Etheridge dkk7 tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%
pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien
dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi
memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada
beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan
10
amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol
dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada
takikardi atrial ektopik.10

Gambar 3. Algoritma Manajemen Jangka Pendek TSV 17


b. Penanganan Jangka Panjang
Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di
antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan
membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial
automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung
dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan. 1

11
Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang TSV 17
Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena
umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan
serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan
yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol,
sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan.1
Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol
jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan
procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone. 4
Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun,
radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang
menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin

12
mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan
pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV
refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada
pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien
dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti
takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.1
ABLASI KATETER
Prosedur elektrofisiologi hampir selalu diikuti oleh tindakan kuratif berupa ablasi kateter.
Ablasi kateter pertama sekali diperkenalkan oleh Gallagher dkk tahun 1982. Sebelum
tahun 1989 ablasi kateter dilakukan dengan sumber energi arus langsung yang tinggi
(high energy direct current) berupa DC Shock menggunakan kateter elektroda multipolar
yang diletakkan di jantung. Karena pemberian energi dengan jumlah tinggi dan tidak
terlokalisasi maka banyak timbul komplikasi. Saat ini ablasi dilakukan dengan energi
radiofrekuensi sekitar 50 watt yang diberikan sekiatr 30-60 detik. Energi tersebut
diberikan dalam bentuk gelombang sinusoid dengan frekuensi 500.000 siklus per detik
(hertz).1,18
Selama prosedur ablasi radiofrekuensi (ARF) timbul pemanasan resistif akibat
agitasi ionik. Jadi jaringan yang berada di bawah kateter ablasi yang menjadi sumber
energi panas, bukan kateter itu sendiri. Thermal injury adalah mekanisme utama
kerusakan jaringan selama prosedur ARF. Meningkatnya suhu jaringan menyebabkan
denaturasi dan evaporasi cairan yang kemudian menimbulkan kerusakan jaringan lebih
lanjut dan koagulasi jaringan dan darah. Kerusakan jaringan permanen timbul pada
temperatur sekitar 50 derajat celsius.1,18
Prosedur ARF adalah prosedur invasif minimal dengan memasukkan kateter
ukuran 4-8 mm secara intravaskular (umumnya ke jantung kanan) dengan panduan sinar
X. Biasanya prosedur ini bersamaan dengan pemeriksaan elektrofisiologi. Selanjutnya
kateter ablasi diletakkan pada sirkuit yang penting dalam mempertahankan
kelangsungan aritmia tersebut di luar jaringan konduksi normal. Bila lokasi yang tepat
sudah ditemukan, maka energi radiofrekuensi diberikan melalui kateter ablasi.
Umumnya pasien tidak merasakan adanya rasa panas tapi kadang-kadang dapat juga

13
dirasakan adanya rasa sakit. Bila tidak terjadi komplikasi pada pasien, hanya perlu
dirawat selama 1 hari bahkan bisa pulang hari.1
Indikasi untuk ARF bergantung pada banyak hal seperti lama dan frekuensi
takikardi, toleransi terhadap gejala, efektivitas dan toleransi terhadap obat anti aritmia,
dan ada tidaknya kelainan struktur jantung. Untuk TSV yang teratur, banyak penelitian
yang menunjukkan bahwa ARF lebih efektif daripada obat dalam aspek peningkatan
kualitas hidup pasien dan penghematan biaya daripada obat anti aritmia.1
Dari beberapa meta analisis didapatkan angka keberhasilan rata-rata ARF pada
TSV adalah 90-98% dengan angka kekambuhan sekitar 2-5%. Angka penyulit sekitar 1%.
ARF dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama dibandingkan dengan obat-obatan. 1
PACU JANTUNG DAN TERAPI BEDAH
Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung
untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic
multiprogrammable overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya
pada pasien yang memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah
pemotongan bundel HIS, yaitu pada pasien dengan TSV automatik yang tidak dapat
diatasi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung
gagal.1
Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka
keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan,
akhir-akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa. Telah dicoba
pula tindakan bedah pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik dengan jalan
menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu
kasus dengan fokus ektopik di A-V junctionyang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi
dilanjutkan dengan pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.2
Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai ditinggalkan.
Akan tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan ablasi transkateter dapat
diatasi dengan pendekatan bedah dengan menggunakan tehnik kombinasi insisi dan
cryoablation jaringan. Pada saat yang sama adanya residu kelainan hemodinamik yang
menyebabkan hipertensi atrium dan ventrikel dapat dikoreksi sekaligus. 1
KESIMPULAN

14
Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering
ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab TSV adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson
White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single
ventricle, L-TGA).
Gejala klinis lain TSV dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau
menetek atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas
cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat
sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi
yang nyata, palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan
bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak
enak di tenggorokan. Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan
remaja dengan TSV tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus
dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.
Diagnosis TSV berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan EKG. Penatalaksanaan
TSV berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang yaitu medikamentosa, DC
shock, ablasi kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.

15
16

Anda mungkin juga menyukai