Oleh:
Pritta Gracia
G99162070
Pembimbing:
Suwardi dr., Sp.B, Sp.BA
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
I. Identitas pasien
Nama : An. AFK
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01387xxx
Alamat : Laweyan, Surakarta
Agama : Islam
Berat Badan : 40 Kg
Tinggi Badan : 148 cm
MRS : 11 Agustus 2017
Tanggal Periksa : 14 Agustus 2017
2
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
B. General Survey
a. Kulit : warna sawo matang, kuning (-)
b. Kepala : mesocephal
3
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+)
d. Telinga : sekret (-/-)
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung(-), sekret (-/-), darah
(-/-)
f. Mulut : mukosa basah(+), sianosis (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak : normochest, retraksi (-)
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi :bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-).
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).
k. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, perut distended
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi :supel, nyeri tekan (+) epigastrik dan kuadran kiri atas dan
bawah, massa (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar
l. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)
Akral dingin
- -
- -
4
Oedema
- -
- -
m. Rectal toucher : nyeri (+) arah jam 3-9, massa (-), feces (-), sarung
tangan lendir darah (-)
C. Skrining Appendicitis Akut
a. McBurneys sign : negatif
b. Rebound tenderness: negatif
c. Rovsings sign : negatif
d. Psoassign : negatif
e. Obturator sign : negatif
f. Digital rectal examination: positif
5
Kejernihan Clear
KIMIA URIN
Berat jenis 1.016 1.015 1.025
pH 6.5 4.5 8.0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif mg/dl Negatif
Glukosa Negatif mg/dl Negatif
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogen Negatif mg/dl Negatif
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Eritrosit Negatif mg/dl Negatif
MIKROSKOPIS
Erirosit 2.9 /uL 0 8.7
Leukosit 0.4 /LPB 0 12
EPITEL
Epitel squamous 1-2 /LPB Negatif
Epitel transisional 0-2 /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyline 0 /LPK 03
Granulated 0-1 /LPK Negatif
Kristal 0.0 /uL 0.0 0.0
6
Lemak Negatif Negatif
Parasit Negatif
B. Mikroskopis
Sel epitel Negatif Neg/ditemukan sedikit
Lekosit Negatif Neg/ditemukan sedikit
Eritrosit Negatif benzidine test (-) Negatif
IV. ASSESSMENT
Abdominal pain ec dispepsia dd gastritis dd appendicitis kronik
V. PLANNING
1. IV line D NS 12 tpm
2. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
3. Pro Appendectomy laparoskopi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS
A. Definisi
Appendicitis adalah pembengkakan usus buntu (appendix) yang pada
manusia, tidak memiliki fungsi yang diketahui. Appendix kaya akan
jaringan limfoid yang secara bertahap akan mengalami atrofi saat usia
lanjut. Pada sebagian besar kasus, radang usus buntu adalah kondisi akut.
Pada kebanyakan kasus appendicitis, disebabkan adanya sumbatan lumen
yang terkait infeksi. Tekanan meningkat dalam appendix karena membesar
dengan lendir, menyebabkan drainase vena berkurang, trombosis,
perdarahan, edema dan invasi bakteri pada dinding appendix. Berkembang
lebih dari beberapa jam, dapat terjadi gangren dan perforasi, kecuali
sumbatan hilang dan terjadi pemulihan.1
B. Klasifikasi
1. Appendicitis akut sederhana (cataral appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendix dan
terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa appendix jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis cataral terjadi
leukositosis dan appendix terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak
ada eksudat serosa.
2. Appendicitis akut purulenta (supurative appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendix dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendix menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
8
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendix dan
mesoappendix terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Appendicitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, appendix mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding appendix berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
4. Appendicitis infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendix yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.
5. Appendicitis abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.
6. Appendicitis perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendix yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendix tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
7. Appendicitis kronik
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme
dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.
9
Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik appendix secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
histologis, dinding appendix menebal, sub mukosa dan muskularis
propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinofil pada submukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.
C. Gejala
1. Nyeri abdomen, berawal di umbilicus kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah
8. Nafsu makan berkurang
9. Mual
10. Muntah
11. Konstipasi atau diare
12. Tidak dapat buang gas
13. Demam
14. Pembesaran abdomen 2
10
D. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien mengeluh nyeri perut, perlu dicari tahu bagaimana sifat nyeri,
waktu, lokasi, pola, dan tingkat keparahan rasa sakit dan gejalanya.
Perlu ditanyakan juga riwayat medis dan operasi sebelumnya, riwayat
penyakit keluarga, medikasi, dan alergi.
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan vital sign
terlebih dahulu.2 Kemudian dilakukan pemeriksaan abdomen dan
beberapa pemeriksaan yang khas pada appendicitis:
a. Mc Burneys sign
Nyeri tekan di titik Mc Burney merupakan salah satu tanda dari
appendicitis akut. Nyeri di titik ini disebabkan oleh inflamasi dari
appendix dan persentuhannya dengan peritoneum. Nyeri akan
bertambah seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi.
Appendicitis tidak selalu menimbulkan nyeri tekan Mc burney, hal
ini karena letak appendix yang bervariasi.
b. Rebound tenderness
Disebut juga Blumberg sign. Tanda ini positif apabila pasien merasa
kesakitan saat dilepaskan dibandingkan saat ditekan.
c. Rovsings sign
Nyeri pada daerah appendix saat abdomen kuadran kiri bawah
ditekan.
d. Psoas sign
Nyeri akibat dari iritasi otot iliopsoas yang menandakan adanya
appendicitis letak retrocecal. Bila appendix terletak dekat dengan
musculus iliopsoas maka akan menyebabkan nyeri pada peregangan
atau kontraksi otot.
e. Obturator sign
Tanda iritasi pada musculus obturator internus. Bila terasa nyeri
maka diduga appendix mengalami inflamasi, membesar sehingga
menyentuh musculus obturator internus.
f. Digital rectal examination
11
Dilakukan dengan cara menyentuh daerah rectovesical pouch atau
rectourine pouch, amati adanya rasa nyeri.
g. Cough test
Jika saat batuk terasa nyeri di abdomen menandakan adanya
inflamasi di titik nyeri.3
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi,
seperti pada peningkatan leukosit. Urinalisis digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis infeksi traktus urinarius.
3. Radiologis
USG trans-abdomen harus menjadi tes pencitraan lini pertama.
Meskipun ada risiko radiasi yang lebih tinggi, CT perut lebih superior
dari USG dan mungkin diperlukan pada pasien dengan dugaan USG
yang tidak jelas atau jika perforasi dicurigai.1
12
4. Alvarado Score
Tabel 1. Alvarado Score
E. Tatalaksana
Appendectomy tetap merupakan perawatan gold standar untuk apendicitis
yang disetujui di semua pedoman klinis dan direkomendasikan oleh
American College of Surgeons, the Association of Digestive Tract
Surgery and the World Society of Emergency Surgery.4
1. Laparoscopic Appendectomy
Teknik ini sering digunakan untuk simple appendicitis. Operator akan
membuat 1-3 insisi kecil pada abdomen. Kemudian diinsersikan port
(nozzle) ke dalam salah satu irisan dan gas karbon dioksida mengisi
abdomen. Proses ini memudahkan operator untuk melihat appendix.
Laparoskop kemudian diinsersikan melalui port yang lain. Hal ini
seperti sebuah teleskop dengan lampu dan kamera di ujungnya sehingga
operator dapat melihat bagian dalam abdomen. Instrumen bedah
ditempatkan pada celah yang lain dan digunakan untuk mengambil
13
appendix. Kemudian area tersebut dicuci dengan cairan steril untuk
mengurangi risiko infeksi. Karbon dioksida dikeluarkan dan area
operasi dijahit atau di staples atau ditutup dengan glue-like bandage dan
Steri-strips.
2. Open Appendectomy
Operator membuat insisi dengan panjang 2-4 inchi pada kuadran kanan
bawah abdomen. Appendix diambil. Kemudian area tersebut dicuci
dengan cairan steril untuk mengurangi risiko infeksi. Luka dijahit
dengan benang absorbable dan ditutup dengan glue-like bandage atau
Steri-strip.5
F. Komplikasi
Komplikasi serius dari appendicitis adalah ruptur. Apendiks akan ruptur
jika tidak terdiagnosis dengan cepat dan tidak diobati. Ruptur appendix
dapat mengakibatkan peritonitis dan abses. Peritonitis adalah infeksi
berbahaya yang terjadi ketika bakteri dan isi dari appendix masuk ke dalam
abdomen. Pada beberapa pasien, komplikasi appendicitis dapat
menyebabkan organ failure dan kematian. 5
14
G. Diagnosis Banding
1. DISPEPSIA
Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang berasal dari traktus
gastrointestinal atas, gejalanya berupa rasa penuh di epigastrik, mual, muntah,
nafsu makan berkurang, perut kembung. 6
Klasifikasi
1. Dispepsia Organik
Jarang ditemukan pada usia muda, banyak ditemukan pada usia lebih
dari 40 tahun. Istilah ini baru dapat dipakai bila penyebabnya sudah
jelas. Yang tergolong dispepsia organik yaitu:
a. Dispepsi tukak (ulcer-like dispepsia)
b. Penyakit saluran empedu
c. Karsinoma (lambung, kolon, pankreas)
d. Sindroma malabsorbsi
e. Penyakit metabolisme (DM, hiper/hipotiroid)
2. Dispepsia Fungsional
Merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan
kelainan fungsi dari saluran makanan. Yang termasuk ini adalah
dispepsia dismotilitas (dysmotility like dyspepsia). Pada dispepsia
dismotilitas umumnya terjadi gangguan motilitas, misalnya waktu
pengosongan lambung yang lambat. Penderita dengan dispepsia
fungsiona biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung, yaitu
terdapat kenaikan asam lambung. 7
Pemeriksaan:
1. Laboratorium
2. Radiologis
3. Endoskopi
4. Ultrasonografi
Tatalaksana
1. Diit
15
Makanan lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan
dapat menetralisir asam lambung. Pemberiannya dalam porsi kecil dan
berulang kali. Dilarang makan pedas dan asam.
2. Antasida
Untuk menetralisir sekresi asam lambung.
3. Anti-kolinergik
Menghambat inervasi saraf kolinergik pada sel parietal sehingga
mengurangi sekresi asam lambung, memblok kontraksi otot polos dari
ileum dan kandung kemih, mengurangi salivasi.
4. Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah Metoclopramid. Bekerja
dengan cara merangsang kontraksi dari saluran makanan dan
mempercepat pengosongan lambung.
5. Proton Pump Inhibitor
PPI adalah prodrug. PPI membutuhkan asam lambung untuk berubah
menjadi senyawa aktifnya (sulfenamide atau sulfenic acid). Dua
senyawa aktif tersebut bekerja dengan menghambat sekresi asam
lambung melalui hambatan pada pompa proton H-K ATP-ase. Contoh
obat golongan ini adalah Omeprazole
6. Antagonis Reseptor Histamin H2
Mekanisme aksi obat golongan antagonis reseptor histamin H2 yaitu
dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi dengan
histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal sehingga
mengurangi sekresi asam lambung. Contohnya adalah Ranitidin.7
2. GASTRITIS
Gastritis adalah suatu kondisi di mana lapisan perut/mukosa meradang
atau bengkak. Lapisan perut mengandung kelenjar yang memproduksi
asam lambung dan enzim yang disebut pepsin. Asam lambung
memecah makanan dan pepsin mencerna protein. Lapisan tebal selaput
lendir melapisi perut dan membantu mencegah asam lambung
melarutkan jaringan perut. Bila lapisan perut meradang, ia
16
menghasilkan lebih sedikit asam dan lebih sedikit enzim. Namun,
lapisan perut juga menghasilkan lebih sedikit lendir dan zat lain yang
biasanya melindungi lapisan lambung dari asam lambung. Gejala
gastritis berupa nyeri perut bagian atas, mual, dan muntah.8
Etiologi:
1. Helicobacter pylori (H. pylori) infection
2. Kerusakan pada lapisan perut
3. Autoimun
Pemeriksaan:
1. Endoskopi
Diagnosis gastritis ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi
2. Radiologis
3. Pemeriksaan darah
Untuk mencari adanya infeksi H. pylori
4. Pemeriksaan tinja
Untuk mencari adanya infeksi H. pylori
5. Urea breath test
Untuk mencari adanya infeksi H. pylori. 8
Tatalaksana
1. Antasida
2. H2 blocker
3. PPI
4. Menjaga hygiene
5. Diit
17
DAFTAR PUSTAKA
18