Oleh:
Pembimbing :
dr. Dewi Haryanti K, SpBP-RE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Combustio atau Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan
jaringan yang lebih dalam.6
B. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 2/3 pasien luka bakar adalah anak-anak berusia di bawah 4 tahun
yang sebagian besar adalah akibat luka lepuh. Di Amerika, anak berusia 6
bulan hingga 2 tahun banyak mengalami tersiram air panas misalnya
tumpahan kopi atau makanan panas lainnya dan 1030% akibat kekerasan.2
Di Indonesia, data angka kematian kasus luka bakar dari RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta mulai Januari 1998 sampai dengan Desember 2003
berdasarkan distribusi usia mengambarkan bahwa kasus anak dengan usia < 5
tahun menempati tempat pertama dalam jumlah kasus luka bakar yang terjadi
dengan angka 24 kasus dan diikuti kasus pada usia produktif yaitu usia 21-50
tahun dengan angka 14 kasus.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi luka bakar ditentukan berdasarkan etiologi, luas, dan
kedalaman, dan derajat keparahan
1. Berdasarkan etiologi6
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan thermal burn antara lain:
Benda panas: padat, cair, uap
Api
Sengatan matahari/ sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa
kuat yang biasa digunakan dalam industri, militer, laboratorium,
danbahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun ground.
d. Luka bakar radiasi (radiation injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
bahan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
2. Berdasarkan Luas
Wallace membagi tubuh atas bagian nagian 9 % atau kelipatan dari 9
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
4.
5.
6.
Gambar 4. Bula pada telapak tangan, luka ini digolongkan ke dalam luka bakar derajat
dua
Dibedakan menjadi 2 :
Derajat II dangkal (superfisial)
Kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea masih utuh
Penyembuhan terjasi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
Krusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis
Apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat,
kelenjer sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
Gambar 5. luka bakar derajat dua dalam, luka berwarna merah muda, lunak pada
penekanan, dan tampak basah, sensasi nyeri sulit ditentukan pada anak.
c. Luka bakar derajat tiga
Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit. Meskipun tidak
seluruh tebal kulit rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder
rusak dan tidak ada kemampuan lagi untuk melakukan regenerasi
kulit secara spontan/ reepitelisasi, maka luka bakar itu juga
termasuk derajat tiga. Penyebabnya adalah api, listrik, atau zat
kimia. Mungkin akan tampak berwarna putih dan biasnya tidak
melepuh, tampak kering dan biasanya relatif anestetik. Dalam
beberapa hari, luka bakar semacam itu akan
membentuk eschar berwarna hitam, keras, tegang dan tebal.
Gambar 6. luka bakar derajat tiga pada anak, luka kering tidak kemerahan dan berwarna
putih
Gambar 7. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka
Tabel 3. Derajat keparahan luka bakar untuk pasien usia < 10 tahun dan > 50 tahun
D. PATOGENESIS9,10
Kulit memiliki struktur laminar yang tersusun oleh epidermis yang
merupakan lapisan paling luar, dan dermis pada bagian dalam. Lapisan
dermis terdiri dari folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar minyak.
Kulit berfungsi sebagai termoregulator dan memiliki fungsi proteksi terhadap
kehilangan cairan, kerusakan mekanik maupun infeksi. Secara anatomis, kulit
terdiri dari epidermis yang tersusun dari keratinosit, melanosit dan sel
langerhans. Lapisan dermis terdiri dari protein struktural dan sel-sel yang
bertanggung jawab menyokong kekuatan tight junction kulit.
Cedera kulit akibat panas akan menyebabkan terbentuknya 3 area
kerusakan kulit yaitu zona s, hiperemia yang disebabkan peningkatan aliran
darah akibat proses inflamasi, zona stasis yang terletak pada lapisan kedua
yang bersifat iskemik, dan zona ketiga yaitu zona koagulasi.
Bila luka bakar yang terjadi luas (>40%) dapat menyebabkan hilangnya
cairan intravaskular berlebihan sehingga dapat menyebabkan syok
hipovolemik maupun distributif. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan
afterload dan menurunkan kontraktilitas jantung.
E. TATA LAKSANA
Pertolongan pertama luka bakar di rumah:
Prinsip pertama yang harus diingat orangtua apabila anak tersiram air
panas atau tanpa sengaja tersentuh api atau benda panas lainnya
adalah jangan panik dan segera jauhkan anak dari sumber panas.
Dinginkan bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan air mengalir
selama 10-20 menit. Tidak dianjurkan menggunakan air es ataupun
menambahkan bahan lain seperti mentega atau kecap karena dapat
mengiritasi kulit yang terbakar dan menyebabkan kerusakan jaringan
lebih lanjut.
Lakukan penilaian jenis luka bakar. Apabila dalam penilaian dilihat
luka bakar tersebut tergolong ringan, lanjut dinginkan dengan air
mengalir hingga 20 menit. Namun bila ditemukan bula pada luka
bakar, segera bawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
luka lebih lanjut.
Berikan salep pelembab, seperti salep yang mengandung aloe vera
pada luka bakar ringan. Lakukan perawatan luka bakar secara terbuka,
tidak perlu ditutup kasa.
Obat anti-nyeri seperti Parasetamol dapat diberikan pada anak apabila
dalam observasi di rumah anak mengeluh sakit dan rewel.
Tata laksana luka bakar di rumah sakit:
1. Mempertahankan Jalan Napas
Trauma jalan napas merupakan penyebab kematian terbanyak
pada pasien luka bakar. Cedera jalan napas akibat luka bakar dapat
menyebabkan obstruksi, hipoksia bahkan kematian. Telah dilaporkan
bahwa trauma inhalasi akan meningkatkan mortalitas pasien luka
bakar sebanyak 20% yang berpotensi menyebabkan pneumonia.
Patogenesis terjadinya trauma inhalasi adalah akibat cedera panas
yang berlangsung 12 jam setelah terjadinya luka bakar yang
menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas.1,11 Berikut adalah
indikasi intubasi pada pasien luka bakar :
Luka bakar di wajah
Penurunan kesadaran
3. Dukungan Nutrisi
Pada keadaan luka bakar terlebih pada luka bakar derajat luas,
terjadi hipermetabolisme akibat respons stres berlebihan. Hal ini akan
mengakibatkan pasien akan mengalami keadaan malnutrisi, dan
lambatnya proses penyembuhan. Keadaan hipermetabolisme dapat
bertahan sekitar 12 bulan setelah cedera. Keadaan ini berhubungan
dengan luasnya luka bakar, dan berkaitan dengan stres yang terjadi.
Pada anak kebutuhan kalori mencakup 60%-70% karbohidrat, 15%-
20% lemak, sedangkan protein harus terpenuhi 2,5-4gram/kgbb/hari.
Apabila diberikan asupan berlebih dapat menyebabkan peningkatan
produksi CO2 yang dapat memperberat fungsi paru dan dapat
meperlambat proses penyapihan ventilator. Di samping itu pemberian
karbohidrat berlebihan akan menyebabkan disfungsi hepar,
hiperglikemia sehingga dapat memicu dehidrasi akibat meningkatnya
diuresis. Pemantauan proses metabolisme dilakukan melalui
pemantauan kadar gula darah, albumin, elektrolit, fungsi hati dan
ginjal.4,10
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Moenadjat, Yefta, Dr, Sp.BP; Luka Bakar Pengetahuan Klinik
Praktis;Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003.
2. Kasten, Kevin, Makley, Kagan RJ. In : Burn and 1. inhalation injuries. In:
Fuhrman BP, Zimmerman JJ, Carcillo JA, Clark RSB, Relvas M, Rotta AT,
et al eds. Prediatric critical care. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Sounders;
2011. p. 1489 - 99
3. Saffle JR. The pnehomenon of fluid creep in 2. acute burn resuscitation. J
Burn C. 2005; 28(3): 328-92.
4. Klein MB, Hayden, Elson, Nathens AB, The 3. association between fluid
administration and outcome following major burns. Annal Surg.
2007;245(4):622-7
5. Hansbrough JF, Hansbrough W. Pediatrics Burns. Pedriatics in Review.
Vol 20;1999
6. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 2005
7. Mansjoer, Arif, dkk (editor); Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, edisi
III Luka Bakar; Jakarta, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2000.
8. Marzoeki, Djohansjah. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya, Airlangga
University Press, Surabaya 1993 : 10 - 19.
9. Gandhi I, Lord D, Enoch S. Management of pain 5. in children with burns.
Int J Paed. 2010; 12(3): 1-7.
10. Sheridan RL. Sepsis in pediatric burn patients. 7. Paed Crit Care.
2005;6(3):112-7.
11. Mcalk, Sumano. Respireatory management of 9. inhalation injury. Burns.
2007;33:2-13.
12. Reed, JL and WJ Pomerantz. Emergency manage11. ment of pediatric
burns. Pediatric Emergency Care. 21 (2): Feb,2005: 118-129
13. Summer GJ, Runtillo KA.Burn injury pain: the 14. continuing challenge. J
Pain. 2007;8(7):533-48.
14. Abu R. Mortality of burn injuries. Burns. 12. 2005;10(6):439-43.
15. Avni T. Prophylactic antibiotics for burns pa13. tients: systematic review
and meta-analysis. Brit Med J. 2010;340: 241.
16. Jeschke MG, Mlcak RP, Finnerty CC, Nor4. bury WB. Burn size
determines the inflammatory and hypermetabolic response. Crit Care J.
2007;11(1):1-11.
17. Latenzer BA. Critical care of the burn patient 16. the first 48 hours. Crit
Care Med. 2009;97(10): 2823-7.