Oleh:
LES YASIN
G99161112
Pembimbing:
Suwardi dr., Sp.B, Sp.BA
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
I. Identitas pasien
Nama : An. SA
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01387xxx
Alamat : Semarang,Jawa Tengah
Agama : Islam
Berat Badan : 10 Kg
Tinggi Badan: 90 cm
1
II. Keluhan Utama
Benjolan di perut kanan
2
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. KeadaanUmum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: 10 Kg, TB: 90 cm
b. Kesadaran : kesan cemas
c. Vital sign :
N : 95x/menit, regular
RR : 20 x/menit
T : 36.6oC
SiO2 : 99%
B. General Survey
a. Kulit : warna sawo matang, kuning (-)
b. Kepala : mesocephal
c. Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+)
d. Telinga : sekret (-/-)
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung(-), sekret (-/-), darah
(-/-)
f. Mulut : mukosa basah(+), sianosis (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak : normochest, retraksi (-)
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi :bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-).
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).
k. Abdomen
Inspeksi : tampak massa di regio hipokondriaka dextra,
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani di seluruh dinding perut kecuali , terdengar suara
pekak di regio hipokondriaka kanan,
Palpasi :supel, nyeri tekan (+) epigastrik dan kuadran kanan atas
dan bawah, teraba massa di regio hipokondriaka keras,
padat konsistensi kenyal tidak mobil dengan ukuran -/+
9cm x 7cm , defans muscular (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar
3
l. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)
Akral dingin
- -
- -
Oedema
- -
- -
4
Gambar1. Massa komponen solid, kistik di region hipokondriaka dextra
IV. ASSESSMENT
Tumor intraabdomen ec Invaginasi dd Teratoma
V. PLANNING
1. Daftar OK
2. Informed consent
3. Konsul jantung anak
4. Konsul anesthesia
5. Puasa 6jam sebelum operasi
6. Cefotaxime 250mg dalam 100cc NaCl 0,9%
7. Pro Laparotomi eksisi tumor ( selasa, 29. 08.2017)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
INVAGINASI
A. Definisi
6
besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan
pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak
ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas
dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan
kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau
dua arkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang
berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh
darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih
arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan
dan lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung
mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak
ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa
ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
7
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar
sakular.
Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang
dinamakan plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar
tidak mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa
usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
C. Klasifikasi
D. Etiologi
Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak anak
dan dewasa. Pada anak anak penyebab atau etiologi terbanyak adalah idiopatik
yang mana lead pointnya tidak ditemukan. Penyebab terjadinya invaginasi
bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta
tindakan medis pemberian obat anti diare juga berperan pada timbulnya
8
invaginasi sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik
intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat
operasi lead pointnya dapat ditemukan. Keadaan patologik ini terjadi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon. Ataupun
akibat hyperplasia kelenjar limfe usus halus ( Peyers patches / Kelenjar limfe
mesenterika ). Di Eropa , pembengkakan` kelenjar limfe mesenterika ditemukan
1950% pada pasien yang di operasi atau di investigasi dengan USG. Invaginasi
yang terbanyak pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak ( diverticle
meckels, polip ). Etiologi lainnya yang frekuensinya lebih rendah seperti tumor
extra lumen seperti lymphoma, diaarhea, riwayat pembedahan abdomen
sebelumya, inflamasi pada appendiks, dan trauma tumpul abdomen.
E. Patofisiologi
F. Gejala klinis
Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan
adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai
puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat
9
ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara
satu serangan dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama
sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah,
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut.
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi
letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh
kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi.
Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-
kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir
melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala
lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa
abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.
10
G. Diagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang
ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan
oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada
mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan
keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli
darah. Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah
makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan
hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus. Diare merupakan suatu gejala awal
disebabkan oleh perubahan faal saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi.
Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85%
kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada
waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit
untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu
spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi.
Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan
terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan.
Muntah reflektif menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai
pada 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai
gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa
penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan
sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain
berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu
sumbatan didapatkan pada 90%. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi,
pireksia, Dances Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan
darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah
terjadi perforasi. Dances Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60%
kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba
11
seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah
yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai
Dances Sign.
Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir
dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di
kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG
membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan
longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien
ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
TRIAS INVAGINASI :
Pemeriksaan Fisik :
12
RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina
akibat invaginasi usus yang lama
H. Radiologis
Foto abdomen 3 posisi :
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus)
Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi
dan kejadian < 24 jam
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara.
13
merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda
ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah
dapat ditegakkan (Cohn 1976).
14
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya
yaitu melalui :
CT Scan Abdomen
15
USG ABDOMEN
USG DOPPLER
I. Penatalaksanaan
16
Dasar pengobatan adalah :
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
17
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada
saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat
besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli
bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan
usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi
dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak
perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus
yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan
Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi
jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus
yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi,
kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak
ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose .
18
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
19
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya
adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan
reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba
dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi
tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan
melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya
dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari /
memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
2. Diaarhea
3. Steatorhe
4. Malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan
gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2
meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1
meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).
TERATOMA
A. DEFINISI
Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya terdiri dari beberapa
jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan germinal endoderm,
20
mesoderm, dan ekktoderm. Teratoma berasal dari bahasa yunani yaitu teras yang
berarti monster. Teratoma dibagi dalam tiga kategori yaitu teratoma matur (jinak),
teratoma imatur, dan teratoma monodermal dengan diferensiasi khusus. Teratoma
bervariasi dari bentuk yang jinak yaitu lesi kistik well differentiated (mature)
sampai bentuk yang solid dan maligna (immature). Umumnya teratoma kistik
adalah jinak dan yang padat adalah ganas.
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih dari
satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini berasal dari
sel-sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi yang paling
sering adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel totipoten, sehingga
sering ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi gonad yang paling
sering terjadi adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista teratoma kadang
muncul pada sequestered midline embryonic cell rests dan bisa pada mediastinum
(7%), retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%) . Sel-sel
berdiferensiasi sesuai lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada
tubuh, seperti rambut, gigi, lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin.
D. STADIUM
21
Derajat 1 : Sebagian besar jaringan imatur, terutama ganglia. Mitosis dapat
ditemukan, tetapi epitel neural tidak ditemukan atau terbatas
pada 1 lapangan pandang per slaid
Derajat 2 : Sebagian besar imatur dengan epitel neural 1-3 per slaid
Derajat 3: Jaringan imatur berat dengan epitel neural > 4 per slaid dan sering
menyerupai koriokarsinoma.
Tipe I : Sebagian besar adalah tumor eksternal, melekat pada tulang ekor,
dan mungkin memiliki komponen presacral kecil (45,8%).Tidak
ada metastasis dikaitkan dengan kelompok ini.
Tipe III: tumor terlihat dari luar, tetapi massa yang dominan adalah panggul
dan intraabdominal (8,6%). Tingkat 20% dari metastase ditemukan dalam
kelompok ini.
Tipe IV: lesi tidak terlihat dari luar tetapi sepenuhnya presacral (9,6%) dan
memiliki tingkat metastasis 8%.
E. PENATALAKSANAAN
1. Teratoma Sacrococcygeal
2. Teratoma Ovarium
22
Teratoma kistik matur dari ovarium dapat dihilangkan dengan kistektomi
sederhana daripada salpingo-ooforektomi.
3. Teratoma testis
4. Teratoma mediastinum
KESIMPULAN
Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya terdiri dari beberapa
jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan germinal endoderm,
mesoderm dan ektoderm.
Pada teratoma Sacrococcygeal dapat didiagnosis antenatal selama
pemeriksaan USG rutin atau saat ibu muncul dengan gejala klinis seperti ukuran
kehamilan lebih besar daripada usia kehamilan atau polihidramnion. Pada
teratoma ovarium dan testis sering asimptomatik kecuali apabila tumor tertorsi
atau ruptur dapat menimbulkan nyeri. Sedangkan pada teratoma mediastinum
gejala yang muncul, berhubungan dengan efek mekanik termasuk nyeri dada,
batuk, dyspnea, atau gejala yang berkaitan dengan pneumonitis berulang.
DAFTAR PUSTAKA
23
PhD , Carlo Giaquinto MD ,et all. Intussusception Among Young Children in
Europe. The PeSdiatric Infectious Disease Journal , 2006 January 25 (1) 22-
27.
2. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2010. p270-272
3. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology Intussusception ,
Cambrige University Press.
4. J Holder , G.K Von Schulthess et all. Disease of the abdomen and pelvis ,
2006 . Springer science , Italy. p218-223 .
5. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. 2005. p627-629
6. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta :
EGC, 2004.
7. Mitchell R, Kumar Vinay. Et.al. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7.
Jkarta
8. Chad A Hamilton, MD. Cystic teratoma. Januari 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview
9. Robert A Schwartz, MD, MPH. Dermoid Cyst. Febuari 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview
10. Adkins E Stanton, MD. Pediatric Teratomas and Other Germ Cell
Tumors Follow-up. Desember 2011.
http://emedicine.medscape.com/article/939938-followup
11. Dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B MHKes FinaCS. Case Report and
Literature Review: Fetus in Fetu Laki-laki Hamil Selama 4 tahun. November
2011. http://www.herryyudha.com/2011/11/case-report-and-literatur-review-
fetus.html
24